"Tuan, semua sudah selesai. Nanti malam transaksi akan dilakukan tempat biasa," jelas Dimas, sekarang ia sudah berada di perusahaan milik Abimana.
Abimana hanya mengangguk dan ia masih sibuk menandatangani beberapa berkas. Kacamata bacanya bertengger tepat di hidung mancungnya.
"Dan ini ada titipan dari Nona Luna," Dimas menaruh tote bag berwarna krem itu tepat diatas meja kerja Tuannya.
Seketika Abimana langsung menghentikan kesibukannya, ia menatap Dimas dan melihat bawaan Dimas yang ada diatas meja kerjanya.
Wajahnya terlihat sedikit kaget dan penuh tanda tanya. Namun ia hanya diam saja. Dimas langsung pamit keluar ruangan, ia tahu harus memberikan ruang untuk Abimana.
Sejak Luna memutuskan pindah ke apartemen, Abimana belum pulang ke mansionnya. Ia menyibukkan diri dengan bekerja dan tidur di ruang kantornya.
Entah apa yang Tuannya p
Abimana kembali ke kamarnya, seketika aroma harum tubuh Luna masih tercium saat ia membuka pintu kamarnya. Hampa.Sial!Selalu saja, tiap malam pasti ia akan teringat dengan Luna.Ia malas sebenarnya kembali ke mansion, namun malam ini karena keadaan mendesak ia harus kembali ke mansion.Ia rebahkan tubuhnya diatas ranjang besar itu, yang beberapa hari ini tidak ia tiduri. Rasa nyaman langsung melingkupi tubuhnya.Ia bangun kembali dan melepas semua pakaiannya dan menuju kamar mandi. Ia harus membersihkan dirinya, ia ingin cepat tidur. Itupun kalau bisa.Setelah selesai mandi, ia mengambil celana panjang training abunya dan kaos putih yang sangat pas mencetak tubuh kekarnya. Lalu ia menoleh ke lemari pakaian milik Luna.Ia melihat masih ada beberapa gaun yang tidak Luna bawa. Lalu aksesoris yang berada di laci juga tidak dibawa oleh Lu
"Hai Luna!" Sapa Stevan yang sudah berdiri tepat didepan meja kasir tempat Luna berdiri."Sebentar ya Kak, saya selesaikan pekerjaan dulu," Luna.Stevan berjalan menuju meja pelanggan dan ia duduk dekat jendela kaca. Cafe ini dikelilingi dengan kaca, jadi pelanggan bisa melihat pemandangan di luar dan orang yang berada di luar pun dapat melihat keadaan dalam cafe.Setelah beberapa menit lamanya menunggu, kini Luna sudah berdiri tepat disamping Stevan."Luna sudah selesai, kita mau bicara disini saja?" Tanya Luna."Tidak, kita ke tempat lain saja," Stevan pun segera berdiri dan berjalan menuju mobilnya di parkir.Stevan membukakan pintu mobil untuk Luna.Selama diperjalanan, mereka hanya saling menanyakan kabar masing-masing.Mobil pun berhenti diarea sebuah taman umum. Tidak ramai namun juga tidak terlalu sepi. Ada
"Brengsek!" Abimana masih saja mengumpat. Ia sedikit mengentakkan gelas minumannya ke meja dengan kasar. Kini ia berada disebuah club malam bersama Bram, David dan Gery.Malam ini mereka hanya minum saja, menemani Abimana yang sepertinya sedang dilanda masalah perasaan. Wajahnya seperti orang yang sedang merana, rambutnya acak-acakan, kemejanya sudah kusut dan berantakan. Ya, seperti orang frustasi."Stevan tidak salah kurasa. Ia cukup jujur untuk mengutarakan persaingan ini. Lagipula dia juga punya hak yang sama untuk mendekati Luna," Bram."Sialan! Jadi kau mendukungnya?!" Abimana meraih kerah baju Bram dengan kasar seraya menggeram kesal."Hey, santai bro. Kalian bukan sepasang kekasih kan?" Bram.Abimana melonggarkan cengkramannya. Benar! Mereka bukan pasangan kekasih. Abimana sudah mengatakan pada Luna, jika hubungan ranjang itu tidak akan melibat
Sarapan kali ini hanya terisi oleh suara denting sendok dan garpu. Luna memakan sarapannya dengan santai, sedangkan Abimana yang duduk didepannya memakan sarapannya dengan gelisah.Ia bingung harus apa? Dia sungguh benci suasana canggung seperti ini. Dia bingung, kenapa dia harus canggung dengan Luna?"Hari ini kamu kerja?" Abimana memulai pembicaraan."Libur," Luna.Abimana hanya mengangguk. Bingung harus bertanya apa lagi. Akhirnya ia hanya menghela napas pendek dan melanjutkan sarapannya. Luna sempat melirik gelagat Abimana.Selesai sarapan, Luna kembali ke kamar. Sedangkan Abimana duduk di sofa ruang tamu, ia menyalakan televisi. Namun ia tidak berminat dengan acara televisi tersebut. Pikirannya melayang entah kemana.Tak lama, Luna keluar dari kamar. Ia sudah berganti pakaian dengan yang lebih rapi. Tak lupa dengan sling bag kecilny
Luna bangun terlebih dahulu, ia sudah menyiapkan sarapan untuk pagi ini. Entah kenapa Maya tidak ada. Ia dari tadi pagi sudah mengetuk pintu kamar Maya, namun tidak ada. Luna pun tidak tahu nomor ponsel Maya.Saat ia memasuki kamarnya, ia melihat Abimana sudah bangun namun sedang duduk di sofa sibuk dengan tabletnya.Luna dengan santainya melepas bajunya hingga polos disana, lalu ia memasuki kamar mandi. Tubuhnya sudah lengket dengan keringat sejak pagi, ia sudah menyibukkan diri dengan melakukan peregangan otot lalu memasak untuk mereka sarapan.Air shower mengalir ditubuh polosnya, ia pejamkan mata merasakan air hangat ditubuhnya. Sangat merelaksasikan otot-otot tegangnya.Tiba-tiba sepasang tangan kekar melingkar diperut ratanya. Lalu ia juga merasakan punggungnya menempel dengan dada bidang seseorang tanpa sehelai kain.Tanpa menoleh, Luna sudah ta
Luna turun dari mobil Abimana sedikit agak jauh dari lokasi cafe."Terima kasih Bima," Luna melepas sabuk pengamannya dan membuka pintunya.Namun Abimana meraih tangan Luna, sehingga Luna menoleh padanya."Kenapa?" Luna."Jangan terlalu dekat dengan Raka," Abimana."Ya tidak bisa! Dia kan bos ku, kenapa aku harus menghindarinya?" Luna."Ya paling tidak jangan terlalu intim dengannya dan jangan pernah hanya berduaan dengannya.""Bima, kamu ini kenapa sih?" Luna mulai jengah dengan sikap barunya Abimana."Aku hanya mengingatkanmu bahwa sekarang kita sudah resmi sebagai sepasang kekasih.""Ya ampun Bima! Aku belum memutuskan untuk menjadi kekasihmu!" Luna keluar dari mobil.Abimana segera menyusulnya dan bergerak cepat sehingga sekarang Abimana berada didepan L
Di mobil, Abimana hanya diam saja. Luna sempat melirik kearah Abimana, wajahnya mengeras, tangannya kuat mencengkram kemudi. Suasana didalam mobil sungguh membuat Luna merasa tidak nyaman."Aku kan tadi pagi sudah bilang akan menjemputmu," Abimana memulai pembicaraan."Aku tahu. Tapi tadi tiba-tiba Stevan datang dan meminta tolong padaku untuk mengantarnya ke panti," Luna."Tidak bisakah kamu menolaknya? Stevan sudah pernah ke panti, pasti ia juga sudah tahu jalan kearah sana," Abimana masih menatap lurus kearah jalanan."Stevan orang baik, aku tidak mungkin menolak permintaannya."Abimana menepikan mobilnya ke tempat sepi dan berhenti disana.Ia langsung menoleh kearah Luna."Jadi, kalau dia memintamu untuk menghangatkan ranjangnya, kamu tidak akan menolaknya?" Abimana menatap tajam Luna.Luna seketika m
"Luna, aku malam ini akan pulang. Tadi Tuan Vino sudah menghubungiku dan Tuan Abimana mengijinkan aku untuk mengambil libur beberapa hari," Maya berkata dengan wajah berseri."Baguslah, aku senang mendengarnya," Luna."Terima kasih Luna," Maya."Sudah, jangan berlebihan. Sampaikan salamku untuk ibumu ya Maya," Luna.Maya memeluk Luna dengan erat."Iya, nanti aku sampaikan," Maya mengurai pelukan mereka.Setelah selesai makan malam, Maya bersiap pergi menuju rumahnya."Luna, jangan bukakan pintu pada orang tidak dikenal ya. Kabari aku setiap saat ya!" Pesan Maya."Iya Maya, sudah tenang saja. Jangan mengkhawatirkan aku, aku sudah biasa sendiri.""Pokoknya kabari aku setiap saat ya?" Maya masih berpesan sebelum ia menutup pintu unit apartemennya.Luna menghela
"Roy belum keluar dari sana, Tuan!" Leo menginformasikan pada Abimana yang sedang duduk di dalam mobil. Menunggu targetnya keluar dari sarangnya."Kita tunggu saja!"Leo menunduk hormat dan ia berdiri tak jauh dari mobil Abimana. Ia memantau terus keberadaan Roy dari informannya melalui earpiece.Abimana duduk di kursi belakang memeriksa senjata apinya berjenis berreta M9, pistol semi otomatis kesayangannya. Hadiah dari seorang teman. Ia pasangkan sebuah peredam pada pistolnya."Tuan, Roy sedang keluar bersama seorang wanita!" Leo datang dan memberi kabar yang memang sudah Abimana tunggu-tunggu. Dua jam dia menunggu Roy dengan sabar. Bagai predator yang sabar menunggu buruannya keluar dari sarangnya.Tanpa berkata-kata, ia keluar dari mobil, berjalan tanpa ragu menuju target. Roy yang sedang tertawa dengan teman wanitanya, belum menyadari kedatangan Abimana.Begitu Abimana berada di jarak dua meter, Roy melihatnya. Ia sangat terkejut dengan kedatangan Abimana. Dengan cepat, ia merogoh
Di sinilah dia sekarang. Abimana berdiri tegak mematung di samping ranjang Luna. Ia sungguh tidak tega melihat kondisi Luna yang masih lemah dan tak sadarkan diri. Rasa bersalah langsung memenuhi relung hatinya."Luna, aku di sini. Akan selalu di sini." Abimana berbisik di samping telinga Luna lalu mengecup keningnya dengan lembut.Ia duduk di sebelah ranjang Luna. Tak lama kemudian, dokter dan perawat masuk. Mereka melakukan tugasnya, seperti biasa memeriksa keadaannya."Kapan Luna akan sadar? Kenapa sampai sekarang, dia belum bangun juga?" tanya Abimana."Kondisi setiap pasien berbeda-beda, bisa lebih cepat sadar atau bisa juga sedikit lebih lama. Saat ini, kondisi Nona Luna sudah stabil. Kita hanya tinggal menunggunya bangun. Berdoa saja," dokter menjelaskan.Dokter dan para perawat keluar dari kamar rawat Luna. Abimana hanya memandangi wajah Luna yang pucat."Bangun, Luna. Bicaralah! Apapun itu ... memakiku pun aku siap mendengarnya.""Aku merindukanmu ... tolong bangunlah."Tubuh
Abimana berjalan gontai menuju ruang ICU bersama dokter Laras melewati lorong rumah sakit."Apakah keadaan Luna tidak baik-baik saja, sehingga harus ditempatkan di ICU? Operasinya berhasil kan?" Abimana."Dokter Farhan yang mengoperasi Nona Luna bilang, keadaannya sejauh ini stabil. Operasi otak yang Nona Luna jalani, adalah operasi besar. Nona Luna harus di ICU untuk mendapatkan pengawasan langsung dari dokter selama masa pemulihan pasca operasi."Wajah Abimana tampak lelah, entah selama perjalanan itu sudah berapa kali ia menghela napas panjang, hanya untuk mengurangi rasa sesak di dadanya. Tidak pernah terlintas dalam benaknya, ia akan mengalami hal seperti ini. Melihat dan hanya bisa menunggu wanitanya yang terbaring belum sadarkan diri."Tapi Luna akan baik-baik saja kan dok?"Dokter Laras menoleh, ada rasa iba saat melihat Abimana cemas, kacau dan lelah.Ia tidak menyangka bisa bertatapan langsung seorang konglomerat yang sangat terkenal dingin dan tak pernah mau terlibat dengan
"Lunaaaa....."Suara Abimana seperti tercekik di tenggorokan, dia hanya terpaku di samping Luna yang terbujur lemah bermandikan darah dan jantungnya yang berhenti berdetak."Buka matamu Luna!" Teriak Abimana seraya air matanya mengalir deras. Ia pun tidak sadar telah menangis tergugu menatap wajah Luna yang sudah pucat pasi."Bangun Luna, kumohon..."Para pengawal yang masih tersisa di lokasi, sangat merasa kasihan pada Abimana. Selama mereka bekerja dengan Abimana, tidak pernah sekalipun melihat Tuannya menangis meraung dan ketakutan seperti itu."Denyut jantungnya sudah kembali! Cepat ke rumah sakit!" Petugas medis segera memerintah sopir ambulance."Cari ponselku di dalam studio, kabari Vino dan Syam segera!" Abimana memberi perintah kepada pengawal yang masih berdiri di depan mobil Ambulance.Tangan Abimana bagai tremor, terus gemetar saat meraih tangan Luna yang sedang berbaring di atas brankar dengan alat bantu pernapasan yang terpasang di hidungnya.Mobil ambulance melaju cepat
Sejak kepulangan mereka ke Ibukota, hubungan keduanya semakin dekat. Luna sudah pindah kembali ke mansion. Mereka tinggal dan hidup bersama lagi. Dan, Abimana benar-benar serius perihal ingin menikah.Ini sudah bulan kedua rencana pernikahan mereka akan digelar. Tentu saja, Luna merasa ini terlalu cepat. Ia masih belum percaya, bahwa hidupnya akan berubah.Ya, berubah sangat drastis. Dari seorang yatim piatu, kini ia akan mendapat gelar seorang Nyonya Rajendra. Keluarga Rajendra yang sangat dikenal oleh para pengusaha besar dan kaum jetset di negeri ini.Luna bagaikan seorang cinderella. Dalam waktu singkat, ia akan berubah menjadi istri seseorang yang sangat berpengaruh.Luna sudah mengetahui semua perihal pekerjaan Abimana. Dari pekerjaan legalnya dan pekerjaan gelapnya di dunia hitam.Luna hanya berharap, Abimana segera berhenti dari dunia hitam. Bagaimanapun, itu adalah ti
Abimana dan Luna saat ini sedang menikmati waktunya berjalan-jalan ke tempat wisata. Tentu saja beserta para pengawalnya.Abimana tak mau mengambil resiko karena lalai. Kenapa?Dia sadar betul, bahwa ia juga berada di dunia hitam. Tentu saja dunia hitam tidak selamanya akan segan padanya. Mungkin didepannya banyak saingannya yang segan padanya, tapi satu hal yang pasti, rasa iri dan benci akan selalu ada.Di dunia manapun."Bisa tidak, kalau pengawalmu tidak usah ikut?" Luna."Tidak.""Ini aneh, kita berwisata tapi pengawalmu membuat ini seperti sedang di mata-matai," Luna protes."Memang itu tugas mereka. Aku membayar mereka mahal untuk menjaga keselamatan kita. Mau tidak mau, suka tidak suka, you have to accept it," terang Abimana.Luna menghela napasnya, ia melanjutkan memakan makanannya. Saat ini mereka sudah berada d
Kini mereka sudah sampai di hotel tempat Abimana menginap. Mereka sudah memasuki kamar president suite yang dipesan oleh Vino.Vino dan pengawal lainnya diperintahkan Abimana untuk keluar dan memesan kamar tepat disebelahnya, agar saat Abimana membutuhkan mereka cepat tanggap.Abimana melepas kaos polo berkerahnya tanpa melepas celana jeansnya. Ia menghampiri Luna yang sedang duduk di sofa seraya menyetel acara TV."Kau mau mandi dulu atau kita akan ... bermain disini?" Tanya Abimana ketika ia sudah duduk tepat disamping Luna.Luna menoleh kearah Abimana, tatapannya teralihkan ke tubuh tegap dan berotot Abimana. Ia tidak fokus untuk menjawab pertanyaan tadi."Wanna play?" Abimana bertanya kembali seraya menaikkan sebelah alisnya.Ya Tuhan! Luna sangat tergoda dengan pertanyaannya."Ehem, aku mandi saja dulu," Luna ca
Abimana masih berdiri, menatap sang pemilik netra cokelat yang indah didepannya. Tanpa sadar, ia menahan napas untuk sesaat karena masih terkejut dengan sosok yang ada di depannya. Padahal ia sudah tahu bahwa sosok indah itu yang akan menyambutnya. Tapi, ternyata tetap saja ia terkejut."Bi..ma...," ucap Luna akhirnya.Abimana, langsung merengkuh tubuh mungil yang sudah dua bulan ini ia rindukan. Ia hirup aroma tubuh Luna dalam-dalam. Ia mendorong tubuh Luna perlahan semakin kedalam masuk kamarnya. Lalu menutup pintu kamar tersebut dengan kakinya.Luna masih mengerjap-ngerjap dengan serangan tersebut. Ia masih bingung, kenapa Abimana sekarang berada disini?"Luna...aku rindu," ucap Abimana tanpa melepas rengkuhannya."Bima...ini sungguhan?" Hanya itu yang Luna ucapkan."Iya ini aku. Aku datang ... dan tidak akan melepasmu lagi," Abimana men
Sudah di bulan kedua tahap pencarian Luna, namun belum juga menemukan tanda-tanda akan menemukan Luna.Abimana akhirnya pergi menuju tempat kerja Devi, ia seharian duduk didalam mobilnya, mengawasi gerak-gerik Devi.Saat jam pulang kerja, ia juga mengikuti Devi dari belakang. Wanita itu langsung menuju ketempat kostnya. Selanjutnya sampai malam hari, tak ada pergerakan mencurigakan yang dilakukan Devi.Abimana jenuh dan lelah. Sampai malam, belum juga menunjukkan tanda-tanda Devi akan memberikan clue dimana Luna.Saat ia sedang menghidupkan mobilnya untuk pergi dari sana, ia melihat Devi keluar dari pagar kostnya memakai jaket. Akhirnya Abimana urungkan niat untuk pergi, ia kembali membuntuti Devi dari belakang dengan berjalan kaki.Sepanjang gang tempat Devi berjalan, memang tampak sepi. Karena ini memang sudah malam. Abim