"Sebentar ya Kak, saya selesaikan pekerjaan dulu," Luna.
Stevan berjalan menuju meja pelanggan dan ia duduk dekat jendela kaca. Cafe ini dikelilingi dengan kaca, jadi pelanggan bisa melihat pemandangan di luar dan orang yang berada di luar pun dapat melihat keadaan dalam cafe.
Setelah beberapa menit lamanya menunggu, kini Luna sudah berdiri tepat disamping Stevan.
"Luna sudah selesai, kita mau bicara disini saja?" Tanya Luna.
"Tidak, kita ke tempat lain saja," Stevan pun segera berdiri dan berjalan menuju mobilnya di parkir.
Stevan membukakan pintu mobil untuk Luna.
Selama diperjalanan, mereka hanya saling menanyakan kabar masing-masing.Mobil pun berhenti diarea sebuah taman umum. Tidak ramai namun juga tidak terlalu sepi. Ada
"Brengsek!" Abimana masih saja mengumpat. Ia sedikit mengentakkan gelas minumannya ke meja dengan kasar. Kini ia berada disebuah club malam bersama Bram, David dan Gery.Malam ini mereka hanya minum saja, menemani Abimana yang sepertinya sedang dilanda masalah perasaan. Wajahnya seperti orang yang sedang merana, rambutnya acak-acakan, kemejanya sudah kusut dan berantakan. Ya, seperti orang frustasi."Stevan tidak salah kurasa. Ia cukup jujur untuk mengutarakan persaingan ini. Lagipula dia juga punya hak yang sama untuk mendekati Luna," Bram."Sialan! Jadi kau mendukungnya?!" Abimana meraih kerah baju Bram dengan kasar seraya menggeram kesal."Hey, santai bro. Kalian bukan sepasang kekasih kan?" Bram.Abimana melonggarkan cengkramannya. Benar! Mereka bukan pasangan kekasih. Abimana sudah mengatakan pada Luna, jika hubungan ranjang itu tidak akan melibat
Sarapan kali ini hanya terisi oleh suara denting sendok dan garpu. Luna memakan sarapannya dengan santai, sedangkan Abimana yang duduk didepannya memakan sarapannya dengan gelisah.Ia bingung harus apa? Dia sungguh benci suasana canggung seperti ini. Dia bingung, kenapa dia harus canggung dengan Luna?"Hari ini kamu kerja?" Abimana memulai pembicaraan."Libur," Luna.Abimana hanya mengangguk. Bingung harus bertanya apa lagi. Akhirnya ia hanya menghela napas pendek dan melanjutkan sarapannya. Luna sempat melirik gelagat Abimana.Selesai sarapan, Luna kembali ke kamar. Sedangkan Abimana duduk di sofa ruang tamu, ia menyalakan televisi. Namun ia tidak berminat dengan acara televisi tersebut. Pikirannya melayang entah kemana.Tak lama, Luna keluar dari kamar. Ia sudah berganti pakaian dengan yang lebih rapi. Tak lupa dengan sling bag kecilny
Luna bangun terlebih dahulu, ia sudah menyiapkan sarapan untuk pagi ini. Entah kenapa Maya tidak ada. Ia dari tadi pagi sudah mengetuk pintu kamar Maya, namun tidak ada. Luna pun tidak tahu nomor ponsel Maya.Saat ia memasuki kamarnya, ia melihat Abimana sudah bangun namun sedang duduk di sofa sibuk dengan tabletnya.Luna dengan santainya melepas bajunya hingga polos disana, lalu ia memasuki kamar mandi. Tubuhnya sudah lengket dengan keringat sejak pagi, ia sudah menyibukkan diri dengan melakukan peregangan otot lalu memasak untuk mereka sarapan.Air shower mengalir ditubuh polosnya, ia pejamkan mata merasakan air hangat ditubuhnya. Sangat merelaksasikan otot-otot tegangnya.Tiba-tiba sepasang tangan kekar melingkar diperut ratanya. Lalu ia juga merasakan punggungnya menempel dengan dada bidang seseorang tanpa sehelai kain.Tanpa menoleh, Luna sudah ta
Luna turun dari mobil Abimana sedikit agak jauh dari lokasi cafe."Terima kasih Bima," Luna melepas sabuk pengamannya dan membuka pintunya.Namun Abimana meraih tangan Luna, sehingga Luna menoleh padanya."Kenapa?" Luna."Jangan terlalu dekat dengan Raka," Abimana."Ya tidak bisa! Dia kan bos ku, kenapa aku harus menghindarinya?" Luna."Ya paling tidak jangan terlalu intim dengannya dan jangan pernah hanya berduaan dengannya.""Bima, kamu ini kenapa sih?" Luna mulai jengah dengan sikap barunya Abimana."Aku hanya mengingatkanmu bahwa sekarang kita sudah resmi sebagai sepasang kekasih.""Ya ampun Bima! Aku belum memutuskan untuk menjadi kekasihmu!" Luna keluar dari mobil.Abimana segera menyusulnya dan bergerak cepat sehingga sekarang Abimana berada didepan L
Di mobil, Abimana hanya diam saja. Luna sempat melirik kearah Abimana, wajahnya mengeras, tangannya kuat mencengkram kemudi. Suasana didalam mobil sungguh membuat Luna merasa tidak nyaman."Aku kan tadi pagi sudah bilang akan menjemputmu," Abimana memulai pembicaraan."Aku tahu. Tapi tadi tiba-tiba Stevan datang dan meminta tolong padaku untuk mengantarnya ke panti," Luna."Tidak bisakah kamu menolaknya? Stevan sudah pernah ke panti, pasti ia juga sudah tahu jalan kearah sana," Abimana masih menatap lurus kearah jalanan."Stevan orang baik, aku tidak mungkin menolak permintaannya."Abimana menepikan mobilnya ke tempat sepi dan berhenti disana.Ia langsung menoleh kearah Luna."Jadi, kalau dia memintamu untuk menghangatkan ranjangnya, kamu tidak akan menolaknya?" Abimana menatap tajam Luna.Luna seketika m
"Luna, aku malam ini akan pulang. Tadi Tuan Vino sudah menghubungiku dan Tuan Abimana mengijinkan aku untuk mengambil libur beberapa hari," Maya berkata dengan wajah berseri."Baguslah, aku senang mendengarnya," Luna."Terima kasih Luna," Maya."Sudah, jangan berlebihan. Sampaikan salamku untuk ibumu ya Maya," Luna.Maya memeluk Luna dengan erat."Iya, nanti aku sampaikan," Maya mengurai pelukan mereka.Setelah selesai makan malam, Maya bersiap pergi menuju rumahnya."Luna, jangan bukakan pintu pada orang tidak dikenal ya. Kabari aku setiap saat ya!" Pesan Maya."Iya Maya, sudah tenang saja. Jangan mengkhawatirkan aku, aku sudah biasa sendiri.""Pokoknya kabari aku setiap saat ya?" Maya masih berpesan sebelum ia menutup pintu unit apartemennya.Luna menghela
Kini mereka sudah duduk berhadapan disalah satu meja. Mereka makan dalam diam. Luna tidak berniat untuk membicarakan perihal ia mengenal Bram kepada Raka.Raka makan dengan tetap memandang Luna. Ia penasaran, kenapa Luna bisa mengenal Abimana? Dan bahkan, Bram mengatakan bahwa Luna adalah kekasih Abimana.Raka tidak mengenal Abimana secara personal. Ia hanya tahu, kalau Abimana Rajendra adalah seorang pengusaha sukses dan terkenal dingin.Raka juga baru mengetahui bahwa Bram ternyata berteman dekat dengan Abimana."Apa benar tadi yang dikatakan Bram?" Raka akhirnya memilih bertanya lebih dulu, setelah ia menyelesaikan makan malamnya."Aku mengenal Abimana, tapi belum menjadi kekasihnya," Luna menjawab setelah ia menenggak air mineralnya."Jadi, sebenarnya bagaimana hubungan kalian?" Raka."Malam ini rencananya aku akan menemu
Malam ini sangat sepi, tidak seperti biasanya. Abimana sedang berdiri di pinggiran kolam renangnya seraya menghisap rokoknya. Kepulan asap yang keluar dari mulutnya, ia main-mainkan.Seraya menghela napas panjang, ia teringat kejadian tadi di pesta penyambutan Bram sebagai CEO di perusahaan ayahnya.Ia datang bersama Syam dan sangat tidak terduga bisa bertemu Luna di pesta itu. Awalnya ia merasa sangat senang dan antusias ingin menghampiri Luna. Namun, saat melihat Luna duduk bersama dengan Raka apalagi mereka saling menggenggam tangan, seketika hatinya bergejolak.Hatinya berdebar, tapi bukan bahagia. Namun, rasa menyakitkan lebih mendominasi. Terlebih lagi saat ia mengatakan hal kasar dan merendahkan Luna. Ia semakin merasa terluka.Lalu saat netra cokelat teduh milik Luna berkaca-kaca, lebih terasa menyakitkan. Namun Abimana tak bisa menampik bahwa ia sangat kesal dengan yang dilakuka