“Apakah kamu mengenal nickname Ch4r7ch4 selama menekuni dunia peretas?” tanya Emma pada Sobig.“Ch4r7ch4?” Sobig mencoba mengingat namun ia menggeleng. “Tidak pernah. Sepertinya peretas baru,” ucapnya.“Dia mencoba meretas Alves Corp beberapa saat yang lalu dan meninggalkan nickname-nya,” ucap Emma.“Benarkah? Berarti bukan Melissa saja yang mengincar Alves Corp.”“Oh iya Sobig. Aku ingin tanya, pada saat Prima dan Alves Corp berseteru apakah kamu sudah bekerja di Alves?” tanya Emma.“Iya, NN. Aku sudah kerja selama setahun sebelum kejadian itu terjadi.”“Jadi kamu tahu siapa Melissa?” tanya Emma.“Aku pernah beberapa kali berjumpa dengannya. Dia orang yang sangat ramah dan baik. Aku bahkan tidak percaya kalau dia akan berpihak pada Prima sampai sekarang.”Mendengar jawaban Sobig, Emma merasa terkejut sekaligus heran. “Berpihak pada Melissa? Memangnya sebelumnya dia bekerja pada siapa? Alves atau Prima?” tanya Emma penasaran.“Dulu, pak Gregorio, pak Gustano dan Melissa adalah sahabat
Emma sedang mengemasi pakaiannya dan dibantu oleh Jane. Mereka berdua akan kembali ke Vunia hari ini. Tim IT sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti pelatihan terakhir sisanya mereka diijinkan untuk berkemah di bukit Maldaves. Selama ini mereka sudah bekerja keras jadi Harvey memberikan dua hari yang tersisa untuk mereka berlibur dan berkemah.“Apakah selama disini kamu baik-baik saja?” tanya Jane. Ia ingat ketika Emma berangkat dari Vunia, hubungannya dengan Ethand tidak baik-baik saja.“Baik-baik saja, Bestie. Hanya, beberapa hari yang lalu mantan kekasihnya datang dan mencoba menggodanya," jawab Emma. Jane langsung tersentak kaget.“Kenapa ada berita sepenting itu kamu tidak menceritakannya padaku?” tanya Jane marah.“Karena masih bisa ku atasi, Bestie.” Emma sibuk melipat pakaiannya.“Tetap saja, Emma. Bagaimana jika perempuan itu memukulmu?” Jane dengan nada kesal.“Tidak ada yang berani atas diriku. Kamu lihat sendiri kan kemarin ketika menuruni jurang itu?”Jane masih ingat b
Danau Zarpen yang belum diketahui oleh banyak orang, terlihat indah dengan airnya yang jernih. Dengan latar belakang gunung dan bukit yang hijau membuat danau itu terlihat biru kehijauan dan berkilau. Semakin dekat, dapat dilihat angsa-angsa berenang membentuk kelompok dan burung yang terbang dengan bebasnya. Di bagian barat danau Zarpen terdapat sebuah kastil dengan aneka bunga di halamannya.“Aku tidak tahu jika danau seindah ini di negara kita,” ucap Jane dengan nada kagum.Emma tidak bisa berkata-kata dan melihat ke seluruh danau. “Vunia serasa di Zwitzerland,” tukas Emma.Ethand menghampiri kekasihnya dan melihat mata wanita itu berbinar-binar. “Apakah kamu menyukainya?” tanya Ethand. Emma menganggukkan kepalanya senang.“Aku hanya melihat gambar di internet tentang danau Luzern di Zwitzerland ternyata di Vunia ada juga danau seindah ini.” Emma sangat mengagumi keindahan alam yang membuatnya bahagia. Selain kasih dan sayang, keindahan alam juga memberikan kesan tersendiri untuk k
Ester mulai cemas namun tetap berusaha tenang. “Ibu baik-baik saja, Emma,” tegas Ester.“Jika Ibu baik-baik saja, apakah bisa katakan padaku apa yang Ibu sembunyikan dariku?” tanya Emma. Setelah sekian lama memendam rasa penasaran dengan sikap ibunya, Emma akhirnya memberanikan diri untuk bertanya pada Ester.“Ibu tidak menyembunyikan apa-apa darimu.” Ester dengan dahi mengernyit.“Aku bisa merasakan jika Ibu sedang menyembunyikan sesuatu dariku dan Alin, Bu.” Emma dengan nada memohon. Matanya mulai berkaca-kaca menahan kecewa dan juga sedih.“Benar, Emma. Ibu tidak menyembunyikan sesuatu darimu.” Ester dengan nada tegas.“Apakah Ibu bisa menjelaskan darimana uang untuk membeli apartemen ini?” tanya Emma.“Itu adalah tabungan ibu dan ayahmu dulu, Emma.” Ester juga menahan sedihnya. Emma segera menghapus air matanya. “Aku sudah memeriksanya, Bu. Uang itu berasal dari akun yang tidak di kenal, Bu. Bahkan berasal dari bank luar negeri dengan nama yang tidak ku kenali.” Emma mengusap waj
Ethand dan Ryan dalam perjalanan menuju sebuah hotel ternama di Vunia. Mereka sudah ditunggu oleh investor dari Jerman. “Apakah Alves akan bekerja sama dengan mereka?” tanya Ryan. Melihat kebiasaan Ethand, ia tidak akan melakukan kerja sama dengan orang yang gampang berubah arah.Sebuah senyum yang sudah lama tidak dilihat oleh Ryan, senyum buaya dari seorang Ethand Giorgino Alves. Sepertinya atasannya sudah menyiapkan semuanya sebelum bertemu dengan para investor tersebut.“Sepertinya dewi fortuna tidak bersama mereka hari ini.” Ryan terus fokus ke jalanan dan mengendarai Buggati Chiron dengan lihainya. Sudah lama ia tidak seperti ini. Mereka berdua sibuk dengan urusan percintaan sehingga urusan perusahaan tidak sepenuhnya mereka laksanakan.“Mungkin ke depannya akan ada kejutan yang tak terduga. Siapkan semuanya,” ucap Ethand.“Siap, Pak!” Ryan dengan jiwa semangatnya.Di dalam hati Ethand merasa ada yang mengganjal setelah melihat Emma dan ibunya. Apalagi Ryan menemukan nama kontak
Emma terperanjat kaget melihat siapa wanita yang masuk ke dalam lift tersebut. Wanita yang pernah membuatnya hatinya panas dingin ketika di Maldaves vila.“Thanks,” ucap wanita itu dengan senyum yang dipaksakan. Emma hanya membalasnya dengan anggukkan kepala. Melihat Emma tidak mengeluarkan suaranya membuat Caroline berputar otak untuk mencari topik pembicaraan.“Apakah kamu tinggal di sini?” tanya Caroline tiba-tiba. Emma mengernyit heran dengan bola mata terlihat menari-nari. Ia merasa jika wanita di sampingnya sengaja berbicara dengannya.“Iya,” jawab Emma singkat.“Lalu kamu mau ke mana?” tanya Caroline lagi. Nada suaranya terdengar lebih ramah namun Emma tidak ingin jatuh dalam keramahannya itu.“Supermarket.” Emma memasukkan tangannya ke dalam saku long coat yang dikenakannya. Ia merasa jika lift hari ini terasa lambat.“Saya juga mau ke sana. Kita barengan saja.” Caroline berucap sambil tertawa di sela-sela kalimatnya membuat Emma bergidik ngeri. Ia seperti wanita psikopat yang
Ryan terus memuji dirinya sendiri ketika beraksi merebut pistol dari lelaki berbadan kekar di meeting room tadi. “Percuma berbadan kekar tapi tidak cekatan,” ucap Ryan dengan tatapan meremehkan.Ethand hanya terdiam dan terus berjalan menuju lift. “Ke toko perhiasan,” ujar Ethand.“Apakah kamu ingin membeli perhiasan untuk ibumu?” tanya Ryan.“Aku sudah merindukan ibuku.” Setelah kembali di Vunia, Ethand belum pernah mengunjungi ibunya. Jadi hari ini ia berniat untuk mengunjungi Giorgina di rumah sakit Cinta Kasih.“Baik, Pak,” jawab Ryan.Buggati Chiron sudah terparkir tepat di pintu keluar hotel, seorang lelaki petugas jasa valet memberikan kunci mobil pada Ryan. “Terima kasih,” ucap Ryan pada lelaki tersebut lalu membuka pintu untuk atasannya.“Apa model liontin yang disukai oleh wanita saat ini?” tanya Ethand. Ryan yang baru saja masuk ke dalam mobil langsung mengeluarkan ponselnya.“Keluaran terbaru dari Bvlgari adalah yang terbaik, Pak,” balas Ryan seraya menunjukkan ponsel pada
Emma sudah masuk ke dalam penthouse milik Ethand. Ia langsung berjalan menuju tangga. Sesuai dengan perkataan Ethand, ia mencari buku yang lumayan tebal lalu menggesernya. Tidak lama kemudian rak buku langsung bergeser dan tampaklah sebuah pintu da nada kode keamanan dekat handle pintunya. Emma segera memasukan sandi ‘Maldaves’ yang dikatakan Ethand sebelumya. Pintu ruangan itu langsung terbuka.Ruangan yang lumayan besar dan berisi komputer yang super canggih. Emma berdecak kagum ketika melihat begitu banyak alat elektronik semuanya tersedia di ruangan itu. Di dinding terlihat inisial huruf ‘NN’ dengan bentuk yang indah. Emma langsung mengulum senyumnya ketika melihat inisial tersebut. Mata Emma melihat ada sebuah benda yang diketahui Emma jika fungsi alat itu adalah penangkap jaringan.Emma kemudian membuka komputer dan menarik kursi agar lebih dekat dengan keyboard karena badannya yang lebih pendek dari Harvey. Ia mulai melakukan aksinya. Matanya tajam seperti biasanya mencermati k
Setelah kejadian di menara jam Ester selalu setia menemani Darek di rumah. Merawat dan menjaga suaminya dengan penuh kasih. Seminggu sekali mereka berdua akan pergi mengunjungi Emma di rumah sakit.Sudah sebulan Emma belum sadarkan diri. Selama itu pula Ethand selalu setia mendapinginya. Setiap hari ia akan membacakan berbagai cerita novel dan juga mendengarka musik bersama. Ia akan bergantian bersama Alin dan Jane untuk menjaga wanitanya itu.Seperti hari ini, Ethand kembali membacakan sebuah novel romantic pada Emma. Perlahan Emma menggerakan jari telunjuknya. Hal itu tidak disadari Ethand. Lelaki itu dengan ekspresi mendalami cerita tersebut terus membaca novel pada kekasihnya. Sampai pada cerita itu selesai, Ethand meneteskan air matanya karena kisah dalam cerita novel itu sungguh bahagia berbeda dengan kisah cintanya bersama Emma. Sampai saat ini, Emma belum sadarkan diri.Ethand menangis tersedu-sedu sambil menggenggam tangan Emma. Ethand merasa nyaman ketika menggenggam tangan
Emma baru saja selesai mandi dan berniat untuk istirahat namun ponselnya terus berdering. Ia segera mengambil ponselnya. Matanya membelalak kaget ketika membaca isi pesan dari Johan Prima. Lelaki itu mengirim gambar wajah Darek yang sudah membiru.Tanpa pikir panjang Emma langsung mencari koordinat telepon Johan. Setelah mendapatkannya Emma langsung keluar dari rumah Caroline. Namun naas, ketika sampai di depan Wilobi mall, Emma sudah dibekap oleh sebuah sapu tangan yang berisi bius. Tidak lama kemudian wanita itu tidak sadarkan diri.Emma hanya bisa mendengar suara samar-samar para lelaki disekelilingnya. Kepalanya terasa berat dan pusing. Setelah itu Emma tidak mendengar apa-apa lagi dan gelap sepenuhnya.***Rasanya baru terlelap namun kini hawa dingin menerpa tubuh Emma. Ia perlahan membuka matanya. Kepalanya masih terasa berat namun karena pandangan di depannya terlihat asing ia berusaha sadar sepenuhnya. Ia sangat terkejut ketika melihat siapa lelaki yang duduk di depannya.Bar
Tujuan Emma dan Caroline datang ke Nuni’s Club dan bertemu Johan adalah untuk mendapatkan sidik jari lelaki tersebut. Database prima corp di setting menggunak sidik jari Johan sendiri. Sehingga Emma dan Caroline untuk bertemu dengan lelaki kejam itu.“Jadi bagaimana apakah kamu bisa masuk ke dalam database mereka?” tanya Caroline yang sudah tidak sabar.“Tentu saja, Carol. Lihatlah…” Emma mempersilahkan Carol melihat semua data penting yang disembunyikan Johan begitu rapat. Betapa kagetnya ia ketika melihat data kepemilikan Prima Corp adalah orang tua kandungnya.“Dasar brengsek!” Caroline mengepal kedua tangannya. Wajahnya memerah karena menahan marah. Ia boleh mengemis pada pamannya itu ternyata malah sebaliknya. Sungguh kejam Johan pada orang tuanya. “Aku tidak ingin menunggu sampai besok, malam ini juga dunia harus tahu betapa kejam dan tidak punya perasaan lelaki bernama Johan tersebut.Emma segera menuruti perkataan Caroline. Ternyata Prima Corp adalah miliki wanita yang menolon
Suasana Nuni’s Club malam ini mengingatkan Emma pada kejadian lampau. Dimana ia dipukul oleh Daniel Jiani dan diselamatkan oleh Ethand. Dimana ia diselamatkan kedua kalinya di hari yang sama. Hari terpuruk dan terendah dirinya.Emma mengenakan sebuah dress yang sedikit ketat dan menampakkan tubuhnya yang ramping. Rambutnya yang sebahu dibiarkan terurai. Wajahnya sedikit dipolesi riasan.Sedangkan Caroline memakai pakaian yang kurang kain. Bagian dadanya terbuka lebar dan dress di atas lutut. Di tambah dengan high heels yang membuatnya terlihat tinggi dan juga cantik. Apalagi dia lama hidup di Spanyol.Kedua wanita itu melangkah masuk ke dalam Nuni’s Club. Caroline memakai wig dan menambahkan sebuah tahi lalat di atas bibirnya. Sedangkan Emma tampil apa adanya. Hanya sedkit riasan yang membuatnya terlihat berbeda. Ia terlihat seperti wanita karir dengan uang melimpah.“Di mana ruangan mereka?” tanya Emma. Kedua kalinya ia ke tempat ini dan tidak mengetahui ruangan di klub malam tersebu
Setelah mendengar Emma berada di Bank Central Vunia, Ethand dan Ryan langsung menuju ke bank tersebut. Namun ia sedikit terlambat, Emma sudah pergi dari tempat itu.“Bolehkah saya melihat rekaman cctvnya?” tanya Ethand pada Ryan.“Ini, Pak.”Ethand segera melihat rekaman cctv tersebut. “Carol?” ucap Ethand. Ia ingat pakaian yang dikenakan mantan kekasihnya pagi ini. Ethand lebih terkejut lagi ketika melihat Emma dengan busana yang sangat berbeda dari biasanya. Ternyata punggung wanita familiar yang dilihatnya sebelumnya adalah Emma. Ethand membanting ponsel Ryan begitu saja dan menimbulkan suara gaduh di dalam mobil. Ryan yang duduk di kursi kemudia hanya bisa terdiam. Ethand sedang marah dan kesal.“Bagaimana bisa aku tidak menahannya pagi tadi?” Suara berat Ethand diiringi dengan hembusan napas kasar membuat Ryan memberanikan diri melihat atasannya lewat kaca spion di depannya. Ethand terlihat berantakan dan juga wajahnya sangat muram.“Apakah kamu bertemu mereka sebelumnya?” tanya
Black Card sudah diterima Emma. Setelah urusan di bank usai, Emma dan Caroline segera keluar dari tempat itu. Emma berulang kali melirik ke arah cctv. Ia segera mempercepat langkahnya. Carolina juga demikian.“Aku lupa mengenakan masker. Sepertinya kita harus segera berangkat.” Emma dengan nada serius. Ia segera memasang sabuk pengamannya.“Bukankah itu adalah mobil Ethand?” tanya Caroline. Ia segera menghidupkan mesin mobilnya dan meninggalkan bank itu.Emma melihat dari kaca spion di depannya. Ia masih bisa melihat lelaki itu keluar dengan terburu-buru dari dalam mobilnya. Wanita itu langsung membuang tatapannya ke tempat lain dengan tatapan sendu menatap pada jalanan yang tampak ramai oleh kendaraan.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Caroline.“Aku baik-baik saja,” balas Emma. Untuk membalas Prima ia harus bisa dan menahan rasa rindunya. Emma juga harus bisa membuktikan bahwa ayahnya sepenuhnya tidak bersalah. Semuanya karena perbuatan Johan Prima.Jika cinta merupakan penyakit m
Alves Corp hari ini digemparkan dengan adanya kunjungan tiba-tiba dari Johan Prima bersama putranya. Ethand yang mendengar kabar it uterus berdiam di dalam ruangannya. Ia membiarkan Ryan yang menemui mereka.“Selamat datang di Alves Corp, Pak Johan,” ucap Ryan dengan ramah. Dalam hatinya menahan kesal sekaligus marah ketika melihat senyum dari lelaki perusak Alves Corp tersebut.“Apakah atasan kalian begitu sibuk sampai memerintahkan sekretarisnya untuk menyambutku?” Johan dengan nada serius namun sekelebat senyum terukir di bibirnya. Jenaver yang berdiri di sampingnya hanya terdiam.“Setelah mendapat kunjungan dari investor Jerman, pak Ethand merasa lelah dan kini sedang beristirahat di ruangannya,” jawab Ryan sengaja membawa nama investor yang telah memutuskan kerja sama dengan Prima tersebut. Sontak raut wajah Johan terlihat kesal.“Saya ingin bertemu dengan atasanmu.” Nada suara Johan terdengar serius. Ryan melayangkan senyumnya pada lelaki itu.“Atasan kami tidak akan bertemu den
Fashion Ghotic style yang identik dengan warna gelap terutama hitam dan abu-abu kini dikenakan oleh Emma. Ia berubah sepenuhnya seperti wanita kelas atas yang cantik dan memesona. Wajahnya tetap memakai masker dan kacamata hitam yang menutupi hodeed eyes miliknya. Di tangannya tergantung sebuah tas merek chanel.Di samping Emma berjalan seorang wanita dengan dress yang lumayan ketat dan dipadukan dengan long coat abu-abu dan tidak lupa pula kacamata hitam yang selalu bertengger di hidungnya.Ketika mendekati lift, Emma merasa gugup jika kembali bertemu Jane atau pun yang lainnya. Apalagi lelaki yang dirindukannya semalaman. Caroline melihat kegugupannya dan tersenyum.“Kamu tidak jauh berbeda dengan kayu kering, Emma,” ucap wanita itu.“Aku takut ketahuan,” balas Emma.“Aku saja hampir tidak mengenalimu, apa lagi mereka.” Caroline berusaha menenangkan Emma.Emma mengambil napas dalam lalu dihembuskannya perlahan. Ia terus mengulanginya sampai ahtinya sedikit tenang.Ting!Lift terbuka
Ryan dan Jane sudah kembali setelah seharian mencari keberadaan Emma. Mereka bahkan mencari sampai di rumah lama Emma namun tidak menemukannya. Jane terlihat sedih begitu pula Ryan. Sepasang kekasih itu memutuskan untuk kembali.“Kamu temani ibu Emma dan adiknya. Aku harus menghibur Ethand.” Ryan yang membuka sabuk pengamannya dengan lemah. Sepertinya hari ini ia sudah banyak mengeluarkan tenaganya.“Baiklah. Kamu ingat istirahat, Sayang.” Jane dengan lembut memperlakukan Ryan. Walaupun hatinya sedang sedih.Ryan menganggukkan kepalanya lalu keluar dari mobil. Jane menunggu kekasihnya agar melangkah bersama menuju lift.“Padahal Ethand sudah berniat melamarnya.” Ryan dengan nada sedih. Jane di sampingnya seketika berhenti melangkah.“Be-benarkah?” tanya Jane.“Benar, Sayang,” jawab Ryan. Jane mendesah kesal dan merasa iba pada Ethand.“Emma juga sudah lama menantikannya. Namun, kenyataan membuat keduanya malah menjauh.”“Karena itu aku membelikan ini untukmu sebagai hadiah. Tunggu aku