Lagi-lagi sebuah nama mengejutkan Ethand dan juga Ryan. Nama Melissa kembali menghantui mereka.
“Apakah kamu yakin?” tanya Ethand pada Daniel. Nick name Melissa selalu menghantui hidup Ethand. Bahkan pernah meretas cctv-nya di Amerika. Yang mengetahui alamat rumahnya di Amerika hanyalah orang tuanya, namun Melissa begitu mudah menemukan keberadaannya.
“Aku beberapa kali berkontak dengannya. Suaranya di samarkan. Jadi tidak bisa menentukan apakah dia pria atau wanita.” Daniel juga penasaran dengan Melissa. Dia bagaikan hantu. Ada namun tidak kasat mata.
“Apakah Emma, Pak?” Bisik Ryan di samping Ethand. Kedua alis Ethand terangkat. Ketika melihat kejadian dan waktunya, bukanlah Emma pelakunya.
“Dia sudah bermain sejak sepuluh tahun yang lalu. Jadi dapat dipastikan bahwa umurnya sekarang sudah tidak muda lagi.” Daniel kembali menambahkan.
Jika itu adalah Emma maka dia baru lima belas tahun dan masih di s
“Apakah Ibu yang mengirimkan pesan ini kepada atasanku?” Emma terkejut dengan isi pesan yang sudah terkirim pada Ethand. Pertama kalinya Ester ikut campur dalam urusannya. Emma menatap nanar wajah ibunya. “Kenapa, Bu?” tanya Emma.Ester tertunduk. Ia tahu jika Emma tidak suka masalahnya ada yang ikut campur. “Maafin ibu. Ibu tidak mau berutang sama atasanmu.”Emma melihat ibunya dengan perasaan bingung. Ester tidak kelihatan sedang merasa utang budi atau uang tapi lebih kepada sedang menyembunyikan sesuatu. Ester juga enggan menatap matanya.“Apa yang disembunyikan Ibu dariku?” tanya Emma dengan nada pelan. Sudah dua puluh lima tahun ia bersama ibunya. Tentu ia tahu betul bagaimana Ester.“Ibu tidak menyembunyikan sesuatu, Emma.” Mata Ester sudah berkaca-kaca. Emma akhirnya tidak ingin mendesak ibunya lagi. Ia tidak tega melihat Ester terpojok.Emma dan Ester sama-sama terdiam. Ada rasa be
Mereka tampak terkejut melihat kehadiran Emma. Ethand yang sedang berkutat pada komputer di depannya langsung berhenti dari aksinya. Ia langsung melihat kea rah pintu masuk. Wajah Emma nampak pucat dan banyak keringat di wajahnya.“Apakah kamu kabur dari rumah sakit?” Sobig menghampiri Emma dengan raut wajah khawatir. Emma hanya mengangguk lalu melangkah menuju tempat dimana semuanya berkumpul. Ethand menatapnya dengan dingin. Melihat begitu banyak keringat yang keluar dari tubuh Emma, Ethand langsung naik pitam.“Ada apa dengan keringat itu?” tanya Ethand dengan nada dingin.Emma langsung menghapus keringat dengan tangannya. “Saya menggunakan tangga untuk sampai ke sini, Pak,” jawab Emma jujur. Semua menatap bingung ke arah Emma. Hanya Ethand yang menyadari mengapa Emma berbuat demikian.“Jangan membuang waktu lagi.” Ethand langsung berdiri dari kursi yang di dudukinya. Emma langsung mengambil alih. Ia meli
Emma akhirnya mengerti mengapa Ethand menanyai tentang nick name yang digunakannya kemarin. Ternyata Melissa-lah yang meretas Alves Corp akhir-akhir ini. Emma juga belum pernah bertemu dengan peretas tersebut baik langsung maupun tidak langsung.“Sudah berapa kali peretas itu melakukan aksinya?” tanya Melissa pada Sobig.“Setelah tiga tahun lamanya.” Ryan yang berdiri di samping Emma berbalik menatapnya.“Maksudnya?” tanya Emma dengan dahi berkerut. “Berarti dia pernah meretas Alves Corp sejak tiga tahun yang lalu?”Ryan mengangguk. “Dia lah yang menyebabkan kebangkrutan Alves corp tiga tahun yang lalu.” Jelas Ryan.Emma mencerna kalimat Ryan seraya memutar memorinya kembali pada tiga tahun yang lalu. “Bukankah waktu itu Alves Corp melakukan korupsi dan penggelapan dana?” tanya Emma ketika baru mengingat peristiwa menggemparkan Vunia tiga tahun yang lalu itu.“Yang
Ethand menunggu dengan tidak sabar di dalam ruangannya. Ia lagi-lagi menghubungi Ryan namun tidak ada jawaban di sana. Alhasil ponsel miliknya di buang begitu saja di atas meja kerjanya. Ia berjalan ke sana ke mari karena Ryan belum juga kembali.Lima belas menit kemudian, pintu ruangan di buka dan itu adalah sekretarisnya. Ia menatap nanar Ryan yang berjalan mendekati meja kerjanya.“Apakah panggilanku tidak begitu penting bagimu?” tanyanya dengan nada dingin. Ryan dapat merasakan hawa dingin di ruangan itu. Ia sengaja tidak membalas ucapan Ethand. Ryan hanya tertunduk dan menyembunyikan rasa lucu dalam hatinya.“Apakah mulutmu juga sudah tidak berfungsi lagi?” Ethand lagi-lagi dengan suara dingin bahkan kali ini terdengar lebih dingin dan menyeramkan dari sebelumnya.“Ma-maafkan saya, Pak. Ponsel saya di silent tadi jadi tidak mengetahui jika Bapak menelepon.” Ryan sengaja mencari alasan dan dengan wajah menuju ke lan
Emma kembali ke tempat duduknya dengan perasaan heran. Apakah karena dirinya telah mengatasi peretas itu? Namun ini berlebihan. Seorang dokter memiliki banyak pasien tidak bisa meninggalkan mereka begitu saja.“Apakah itu suruhan pak Ethand?” tanya Sobig ketika melihat raut wajah Emma yang muram.“Iya.” Emma bersandar pada kursi kerjanya. “Apa tidak berlebihan yah?” tanya Emma seraya menggigit bibir bawahnya.“Apakah kamu tidak sadar?” Sobig dengan tatapan ke layar komputer.“Maksud kamu?” tanya Emma seraya duduk tegak menghadap Sobig.“Kamu adalah aset berharga Alves Corp sekarang. Jadi kesehatan dan keselamatanmu adalah perhatian utama mereka.” Emma akhirnya memahami. Ia pikir ada niat lain dari atasannya tersebut. Ia mengutuk dirinya dalam hati karena telah berpikiran macam-macam.Emma pun terdiam dan kembali fokus pada pekerjaannya. Mac melihat Sobig dan Emma sudah m
Ryan menendang udara begitu saja. Ia mengusap wajahnya kasar. Ethand hanya menggelengkan kepala ketika Ryan kembali menghampirinya.“Sejak kapan kamu begitu bodoh, Ryan?” Pertama kalinya, Ethand memanggil nama Ryan. Mendengar Ethand menyebut namanya Ryan hanya bisa tertunduk.“Maaf, Pak.”Ethand kembali masuk ke dalam lobi perusahaan. Ryan tidak berani mengejar dan membiarkan Ethand masuk sendiri ke dalam. Ia menyadari jika dirinya terlalu cepat emosi sehingga membuat Ethand menilainya bodoh.Dengan kesal ia menyusul atasannya. Ia harus mengetahui apa yang sudah terjadi dan siapa pemilik mobil tersebut.Mata Ryan menjelajahi seluruh lobi namun Ethand sudah tidak ada di sana. Bergegas ia menuju ke lift.Ryan berjalan terburu-buru ke ruangan Ethand, namun setelah mengetuk pintu dan membukanya, ia tidak menemukan Ethand di sana.“Ke mana perginya?” Ryan kembali menutup pintu dan duduk di meja kerjanya.
Buggati Chiron yang dikendarai Ethand melaju dengan kencangnya. Ia melampiaskan kemarahannya pada mobil yang dikendarainya. Ponselnya terus berdering dan itu adalah panggilan dari Ella dan juga Giorgino.Kota Vunia yang tampak ramai dan padat kendaraan, membuat Buggati Chiron milik Ethand harus berhenti melaju kencang. Ia memukul setir kemudinya.Tidak lama kemudian ponselnya kembali berdering. Ia merasa jengah dan terganggu dengan bunyi nada dering ponselnya.“Bisa biarkan ku untuk bernapas sedikit saja?” Suara dingin Ethand mampu membekukan apa saja termasuk sang penelepon.“Ma-maaf, Pak. Ka-kalau begitu saya matikan.”Ethand melihat ponselnya. Ternyata bukan Ella ataupun Giorgino tetapi sebuah nomor baru. “Emma?”Namun panggilan itu sudah di matikan. Ethand lagi-lagi memukul setir mobilnya. Ia menepikan mobilnya ke pinggir jalanan dan mencoba menghubungi Emma. Tidak menunggu lama, pada deringan ke dua E
Sudah tiga jam Emma berkutat di depan komputer. Sudah seperempat program dibuatnya. Mac melihat jam di pergelangan tangannya dan melihat ke arah pintu masuk.“Trojan lama amat.” Mac mencoba menghubungi Trojan namun tidak di angkat. Tidak lama kemudian pintu terbuka dan Trojan masuk membawa begitu banyak kantong plastik dan paper bag. Tidak lupa pula ada tiga tangkai mawar di tangan kirinya. Peluhnya mengucur di seluruh tubuh.“Ruby bantuin dong,” pintanya. Ruby langsung membantu Trojan membawa sebagian bawaannya.“Kamu belanja banyak amat, Bro.” Ruby tidak tahu jika manajer merekalah yang memerintah Trojan.“Di suruh sama pak Mac.” Trojan meletakkan bawaannya di atas meja. Ia bergegas menuju Mac yang berdiri menatapnya dengan wajah muram.“Sudah saya belanja semuanya, Pak. Nawarnya juga.” Trojan menyerahkan kartu bank pada Mac. Dengan kesal Mac langsung menerimanya.“Berapa ba
Setelah kejadian di menara jam Ester selalu setia menemani Darek di rumah. Merawat dan menjaga suaminya dengan penuh kasih. Seminggu sekali mereka berdua akan pergi mengunjungi Emma di rumah sakit.Sudah sebulan Emma belum sadarkan diri. Selama itu pula Ethand selalu setia mendapinginya. Setiap hari ia akan membacakan berbagai cerita novel dan juga mendengarka musik bersama. Ia akan bergantian bersama Alin dan Jane untuk menjaga wanitanya itu.Seperti hari ini, Ethand kembali membacakan sebuah novel romantic pada Emma. Perlahan Emma menggerakan jari telunjuknya. Hal itu tidak disadari Ethand. Lelaki itu dengan ekspresi mendalami cerita tersebut terus membaca novel pada kekasihnya. Sampai pada cerita itu selesai, Ethand meneteskan air matanya karena kisah dalam cerita novel itu sungguh bahagia berbeda dengan kisah cintanya bersama Emma. Sampai saat ini, Emma belum sadarkan diri.Ethand menangis tersedu-sedu sambil menggenggam tangan Emma. Ethand merasa nyaman ketika menggenggam tangan
Emma baru saja selesai mandi dan berniat untuk istirahat namun ponselnya terus berdering. Ia segera mengambil ponselnya. Matanya membelalak kaget ketika membaca isi pesan dari Johan Prima. Lelaki itu mengirim gambar wajah Darek yang sudah membiru.Tanpa pikir panjang Emma langsung mencari koordinat telepon Johan. Setelah mendapatkannya Emma langsung keluar dari rumah Caroline. Namun naas, ketika sampai di depan Wilobi mall, Emma sudah dibekap oleh sebuah sapu tangan yang berisi bius. Tidak lama kemudian wanita itu tidak sadarkan diri.Emma hanya bisa mendengar suara samar-samar para lelaki disekelilingnya. Kepalanya terasa berat dan pusing. Setelah itu Emma tidak mendengar apa-apa lagi dan gelap sepenuhnya.***Rasanya baru terlelap namun kini hawa dingin menerpa tubuh Emma. Ia perlahan membuka matanya. Kepalanya masih terasa berat namun karena pandangan di depannya terlihat asing ia berusaha sadar sepenuhnya. Ia sangat terkejut ketika melihat siapa lelaki yang duduk di depannya.Bar
Tujuan Emma dan Caroline datang ke Nuni’s Club dan bertemu Johan adalah untuk mendapatkan sidik jari lelaki tersebut. Database prima corp di setting menggunak sidik jari Johan sendiri. Sehingga Emma dan Caroline untuk bertemu dengan lelaki kejam itu.“Jadi bagaimana apakah kamu bisa masuk ke dalam database mereka?” tanya Caroline yang sudah tidak sabar.“Tentu saja, Carol. Lihatlah…” Emma mempersilahkan Carol melihat semua data penting yang disembunyikan Johan begitu rapat. Betapa kagetnya ia ketika melihat data kepemilikan Prima Corp adalah orang tua kandungnya.“Dasar brengsek!” Caroline mengepal kedua tangannya. Wajahnya memerah karena menahan marah. Ia boleh mengemis pada pamannya itu ternyata malah sebaliknya. Sungguh kejam Johan pada orang tuanya. “Aku tidak ingin menunggu sampai besok, malam ini juga dunia harus tahu betapa kejam dan tidak punya perasaan lelaki bernama Johan tersebut.Emma segera menuruti perkataan Caroline. Ternyata Prima Corp adalah miliki wanita yang menolon
Suasana Nuni’s Club malam ini mengingatkan Emma pada kejadian lampau. Dimana ia dipukul oleh Daniel Jiani dan diselamatkan oleh Ethand. Dimana ia diselamatkan kedua kalinya di hari yang sama. Hari terpuruk dan terendah dirinya.Emma mengenakan sebuah dress yang sedikit ketat dan menampakkan tubuhnya yang ramping. Rambutnya yang sebahu dibiarkan terurai. Wajahnya sedikit dipolesi riasan.Sedangkan Caroline memakai pakaian yang kurang kain. Bagian dadanya terbuka lebar dan dress di atas lutut. Di tambah dengan high heels yang membuatnya terlihat tinggi dan juga cantik. Apalagi dia lama hidup di Spanyol.Kedua wanita itu melangkah masuk ke dalam Nuni’s Club. Caroline memakai wig dan menambahkan sebuah tahi lalat di atas bibirnya. Sedangkan Emma tampil apa adanya. Hanya sedkit riasan yang membuatnya terlihat berbeda. Ia terlihat seperti wanita karir dengan uang melimpah.“Di mana ruangan mereka?” tanya Emma. Kedua kalinya ia ke tempat ini dan tidak mengetahui ruangan di klub malam tersebu
Setelah mendengar Emma berada di Bank Central Vunia, Ethand dan Ryan langsung menuju ke bank tersebut. Namun ia sedikit terlambat, Emma sudah pergi dari tempat itu.“Bolehkah saya melihat rekaman cctvnya?” tanya Ethand pada Ryan.“Ini, Pak.”Ethand segera melihat rekaman cctv tersebut. “Carol?” ucap Ethand. Ia ingat pakaian yang dikenakan mantan kekasihnya pagi ini. Ethand lebih terkejut lagi ketika melihat Emma dengan busana yang sangat berbeda dari biasanya. Ternyata punggung wanita familiar yang dilihatnya sebelumnya adalah Emma. Ethand membanting ponsel Ryan begitu saja dan menimbulkan suara gaduh di dalam mobil. Ryan yang duduk di kursi kemudia hanya bisa terdiam. Ethand sedang marah dan kesal.“Bagaimana bisa aku tidak menahannya pagi tadi?” Suara berat Ethand diiringi dengan hembusan napas kasar membuat Ryan memberanikan diri melihat atasannya lewat kaca spion di depannya. Ethand terlihat berantakan dan juga wajahnya sangat muram.“Apakah kamu bertemu mereka sebelumnya?” tanya
Black Card sudah diterima Emma. Setelah urusan di bank usai, Emma dan Caroline segera keluar dari tempat itu. Emma berulang kali melirik ke arah cctv. Ia segera mempercepat langkahnya. Carolina juga demikian.“Aku lupa mengenakan masker. Sepertinya kita harus segera berangkat.” Emma dengan nada serius. Ia segera memasang sabuk pengamannya.“Bukankah itu adalah mobil Ethand?” tanya Caroline. Ia segera menghidupkan mesin mobilnya dan meninggalkan bank itu.Emma melihat dari kaca spion di depannya. Ia masih bisa melihat lelaki itu keluar dengan terburu-buru dari dalam mobilnya. Wanita itu langsung membuang tatapannya ke tempat lain dengan tatapan sendu menatap pada jalanan yang tampak ramai oleh kendaraan.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Caroline.“Aku baik-baik saja,” balas Emma. Untuk membalas Prima ia harus bisa dan menahan rasa rindunya. Emma juga harus bisa membuktikan bahwa ayahnya sepenuhnya tidak bersalah. Semuanya karena perbuatan Johan Prima.Jika cinta merupakan penyakit m
Alves Corp hari ini digemparkan dengan adanya kunjungan tiba-tiba dari Johan Prima bersama putranya. Ethand yang mendengar kabar it uterus berdiam di dalam ruangannya. Ia membiarkan Ryan yang menemui mereka.“Selamat datang di Alves Corp, Pak Johan,” ucap Ryan dengan ramah. Dalam hatinya menahan kesal sekaligus marah ketika melihat senyum dari lelaki perusak Alves Corp tersebut.“Apakah atasan kalian begitu sibuk sampai memerintahkan sekretarisnya untuk menyambutku?” Johan dengan nada serius namun sekelebat senyum terukir di bibirnya. Jenaver yang berdiri di sampingnya hanya terdiam.“Setelah mendapat kunjungan dari investor Jerman, pak Ethand merasa lelah dan kini sedang beristirahat di ruangannya,” jawab Ryan sengaja membawa nama investor yang telah memutuskan kerja sama dengan Prima tersebut. Sontak raut wajah Johan terlihat kesal.“Saya ingin bertemu dengan atasanmu.” Nada suara Johan terdengar serius. Ryan melayangkan senyumnya pada lelaki itu.“Atasan kami tidak akan bertemu den
Fashion Ghotic style yang identik dengan warna gelap terutama hitam dan abu-abu kini dikenakan oleh Emma. Ia berubah sepenuhnya seperti wanita kelas atas yang cantik dan memesona. Wajahnya tetap memakai masker dan kacamata hitam yang menutupi hodeed eyes miliknya. Di tangannya tergantung sebuah tas merek chanel.Di samping Emma berjalan seorang wanita dengan dress yang lumayan ketat dan dipadukan dengan long coat abu-abu dan tidak lupa pula kacamata hitam yang selalu bertengger di hidungnya.Ketika mendekati lift, Emma merasa gugup jika kembali bertemu Jane atau pun yang lainnya. Apalagi lelaki yang dirindukannya semalaman. Caroline melihat kegugupannya dan tersenyum.“Kamu tidak jauh berbeda dengan kayu kering, Emma,” ucap wanita itu.“Aku takut ketahuan,” balas Emma.“Aku saja hampir tidak mengenalimu, apa lagi mereka.” Caroline berusaha menenangkan Emma.Emma mengambil napas dalam lalu dihembuskannya perlahan. Ia terus mengulanginya sampai ahtinya sedikit tenang.Ting!Lift terbuka
Ryan dan Jane sudah kembali setelah seharian mencari keberadaan Emma. Mereka bahkan mencari sampai di rumah lama Emma namun tidak menemukannya. Jane terlihat sedih begitu pula Ryan. Sepasang kekasih itu memutuskan untuk kembali.“Kamu temani ibu Emma dan adiknya. Aku harus menghibur Ethand.” Ryan yang membuka sabuk pengamannya dengan lemah. Sepertinya hari ini ia sudah banyak mengeluarkan tenaganya.“Baiklah. Kamu ingat istirahat, Sayang.” Jane dengan lembut memperlakukan Ryan. Walaupun hatinya sedang sedih.Ryan menganggukkan kepalanya lalu keluar dari mobil. Jane menunggu kekasihnya agar melangkah bersama menuju lift.“Padahal Ethand sudah berniat melamarnya.” Ryan dengan nada sedih. Jane di sampingnya seketika berhenti melangkah.“Be-benarkah?” tanya Jane.“Benar, Sayang,” jawab Ryan. Jane mendesah kesal dan merasa iba pada Ethand.“Emma juga sudah lama menantikannya. Namun, kenyataan membuat keduanya malah menjauh.”“Karena itu aku membelikan ini untukmu sebagai hadiah. Tunggu aku