Mikayla Antawiguna gadis berusia 20 tahun, dia adalah anak yang baik dan penuh energik, gadis itu sangatlah menyanyangi dan mencintai keluarganya.
Kayla mempunyai adik yang tidak kalah cantik darinya Natasya Antawiguna nama adiknya, Ayah Kayla adalah seorang pengusaha yang terbilang sukses dalam mengelola beberapa perusahaannya di dalam negeri mau pun di luar negeri, dia adalah seorang ayah dan suami yang baik selalu sabar dan penyayang, dan Renata adalah sosok ibu dan istri yang sangat perhatian dan pengertian, kehidupan mereka sangat bahagia tak ada keluh kesah dalam kehidupan mereka.
Ketika di hadapi masalah berat sekali pun Erlan dan Renata selalu berusaha menyelesaikan dengan tenang tanpa membuat kedua anaknya merasa khawatir.
Di suatu pagi yang cerah udara dingin menusuk tubuh suara kicauan burung menambah keasrian suasana pagi yang indah selain suara burung terdengar dering jam yang nyaring memekakkan telinga.
Kring! Kring!!Kayla melirik jam beker yang terletak di atas nakas tampak jarum jam itu menunjukkan pukul 04.30 pagi, Kayla beranjak dari ranjangnya dan segera mandi.
Selesai mandi dan berpakaian rapi Kayla berdiri di depan kaca menyisir dan mengikat rambutnya yang panjang setelah selesai dia turun ke bawah, terlihat sang ibu dengan dandan khasnya sejak dulu, rambut pirangnya di sanggul dan memakai dress coklat favoritnya, ibu berdiri di depan meja sedang sibuk memotong sayuran, perlahan Kayla menghampiri ibunya dan memeluk beliau dari belakang.
"Pagi Bu! mau masak apa hari ini?" Sapanya dengan lembut."Nasi goreng udang kesukaanmu!" Senyuman mereka dari bibir ibu.
''Hmm, bakalan naik lagi berat badan Kayla!” Tangannya meraih gelas di rak.
''Yang penting kamu sehat, Sayang!” Ucap ibu yang masih sibuk memotong wortel.
''Hayo, Lagi gosip-in apa kalian?'' Tanya Erlan yang muncul tiba-tiba dari pintu samping dapur.
''Aah, Ayah bikin Kayla kaget aja!" Kayla menghampiri Erlan dan memeluk lengan kekar ayahnya itu.
Erlan tersenyum menatap anak gadisnya, Kayla membalas senyuman ayahnya, tampak beberapa helai kumis Erlan yang sudah berubah warna.
''Ke mana Adikmu kok belum turun?'' Ayah melirik kearah anak tangga.
''Anak Ayah yang satu itu kalau dandan berabad-abad!'' Kayla menyiapkan piring dan gelas di meja makan.
Belum selesai berkata-kata terdengar derap langkah kaki yang menuruni anak tangga, tampak Tasya yang berjalan setengah berlari menuju meja makan.
''Kenapa terburu-buru gitu, Sayang?'' Tanya ibu penuh heran.
''Tasya terlambat Bu! Pasti enggak boleh masuk ke dalam kelas Pak Beny,'' Tasya meraih cangkir teh milik Kayla.
''Memang jam berapa kamu kuliah?'' Ibu masih menatap serius Tasya.
''Jam 9 Bu! dan ini ulah Kakak yang enggak bangun-in, Tasya!!" Mendengus kesal.
''Hahaa, ya udah cepat jalan dan jadilah satpam di sana!'' Tawa Kayla memenuhi ruangan, Tasya mengerutkan dahinya mendengar ucapan saudarinya tersebut.
“Anak gadis tidak boleh tertawa seperti itu!!” Ucap ibu yang kini memicingkan matanya.
Kayla menundukkan kepalanya dan mengucapkan permintaan maaf.
''Ini masih jam 06.30 sayang! Ayo, duduk kita sarapan,'' Erlan memperlihatkan jam tangannya, seketika Tasya berbalik badan dan menatap Kayla dengan tatapan tajam.
''Kenapa Kakak selalu berbuat jahil seperti ini?'' Rengek gadis muda itu.
''Karna itu sangat menyenangkan, Sya!'' Ujarnya di sela tawanya.
Renata menuangkan nasi ke piring Erlan dan mereka pun makan bersama tidak ada perbincangan di antara mereka hanya ada suara sendok dan garpu yang berdenting, setelah selesai makan Kayla dan Erlan berpamitan dan berangkat bersama karna arah kantor dan kampus Kayla searah.
Erlan melajukan mobilnya dan selang beberapa waktu mereka kini telah sampai di depan kampus Kayla, Gadis manis itu mencium punggung tangan ayahnya, setelah melihat anaknya masuk ke dalam kampus Erlan kembali menginjak pedal gas, sesaat menjauh 200 meter dari kampus terdengar suara benturan yang lumayan keras di ujung jalan.
Ciiits...! Braack...!
Syara benturan yang sangat memekakkan telinga, semua orang yang lalu lalang di jalan itu berbondong-bondong melihat secara dekat di sekitar kejadian, mobil kontainer besar menabrak mobil Erlan sampai terbalik, orang-orang hanya melihat tapi tak ada satu orang pun yang berani menolongnya karena belum ada polisi. bukan masyarakat saja yang penasaran para mahasiswa juga ikut berhamburan keluar kampus memeriksa keadaan yang terjadi.
''Kalian mau ke mana?'' Tanya Kayla kepada salah satu temannya.
“Keluar, di depan ada sesuatu yang terjadi!” Kata pemuda itu.
“Ada apa sih di depan?” Kayla menatap heran kearah depan kampus..
''Aku pun kurang tahu apa yang sedang terjadi!'' Jawab pemuda itu.
Rasa penasaran itu membuat Kayla ikut berlari ke depan kampus, betapa terkejutnya Kayla melihat mobil ayahnya yang tertabrak, segera Kayla berlari dengan cepat dan air matanya tak terbendung lagi kini buliran bening itu jatuh bercucuran membasahi pipinya karna melihat orang terkasihnya tergeletak tak berdaya di dalam mobil yang kini di kerumuni masyarakat.
''Ayah... k-kenapa ini terjadi pada Ayah?'' Suara Kayla tertahan karena tangisannya, tak lama mobil ambulans datang.
''Apa hubungan Nona dengan orang ini?'' Tanya salah satu perawat.
“S-saya anaknya...” jawab Kayla terbata-bata.
“Apa Nona benar-benar anaknya?” Sekali lagi perawat itu bertanya dengan tatapan tajam.
Kayla hanya mengangguk membenarkan perkataan perawat itu tampak wajah Kayla yang begitu sedih dan air matanya masih berlinang membasahi pipinya. Setelah sampai di rumah sakit Erlan langsung di tangani oleh beberapa dokter dan perawat.
Didalam ruangan para dokter dan beberapa perawat sibuk menangani kondisi Erlan, sedangkan Kayla berdiri tegang mencemaskan kondisi ayahnya yang tak sadarkan diri sejak kecelakaan itu terjadi, tubuh gadis itu gemetar tak berdaya. pandangan matanya kosong dia terdiam dalam lamunan memikirkan ibu dan adiknya, masih terhanyut dalam kesedihan Kayla di kejutkan oleh Dokter Robi yang tiba-tiba bertanya padanya.
''Apa Nona keluarga Tuan Erlan?'' Tanya Dokter Robi.
''Saya anaknya Dok! bagaimana dengan kondisi Ayah, saya sekarang?'' Mata Kayla tertuju ke dalam ruangan tempat ayahnya di rawat.
Dokter senior itu terpaku mendengar pertanyaan gadis muda yang kini berdiri di depannya.
Dengan berat hati Dokter Robi menjawab pertanyaan yang terlontar dari bibir tipis Kayla. “Kami telah berusaha semaksimal mungkin, tetapi Tuhan berkehendak lain! nyawa Tuan Erlan tidak dapat kami selamatkan.” Jelas dokter Robi dengan lembut. “I-itu, t-tidak mungkin! Ayah saya masih hidup Dokter... mana mungkin dia tega meninggalkan anak beserta istrinya?” Ishak tangis Kayla menggema, Dokter Robi menepuk bahu Kayla dan pergi meninggalkan Kayla yang masih terisak mendengar kabar tersbut. Gadis itu masih larut dalam pikirannya dia juga bingung harus berbuat apa dan harus bagaimana menghadapi ibu dan adiknya di rumah, kepala Kayla di penuhi dengan pertanyaan dan penyangkalan tentang kematian yang tiba-tiba. Dalam perjalanan pulang Kayla terdiam dan termenung, hidup tanpa kehadiran sang ayah yang selalu mencintainya dengan segap jiwa dan raga, kini sampailah Kayla di kediamannya. Pak Joko sang so
“A-aku baik-baik saja! Maafkan aku selama ini telah membuat kalian khawatir!” Ucap Kayla seraya memeluk adiknya. Mereka berdua masih meringkuk dan berpelukan dengan sangat erat tiba-tiba Kayla berteriak dengan sangat lantang membuat orang di sekitarnya menoleh ke arahnya, Tasya sedikit bingung namun dia merasa bahagia melihat kakaknya telah kembali seperti sedia kala dan kini mereka menikmati suasana bahagia di saat itu. Meski Kayla masih merasa sedikit sedih tapi dia mencoba mengikhlaskan semua yang telah terjadi, kedua gadis muda tersebut ikut bernyanyi bersama penonton lain sekedar menghilangkan beban yang selama ini dia pendam. Hari semakin sore sinar mentari semakin meredup menandakan malam telah tiba gemerlap lampu LED menambah keindahan taman, karena merasa lelah Tasya menepi dan duduk di pinggir taman. “Apa yang Kakak pikirkan?” Tasya menyenggol bahu Kayla. &nbs
Kayla masih kebingungan mencari cara agar bisa menutupnya kembali rak buku itu, tetapi semua cara yang ia lakukan tidak berhasil. Saat melangkah kembali tidak sengaja menyandung pilar di sebelah kursi kerja ayah dan rak buku itu bergeser otomatis dan menutup rapat kembali. 'Apa yang aku lihat tadi itu nyata? Atau aku hanya berhalusinasi belaka?' tanyanya dalam hati. “Tapi bagaimana mungkin itu tampak nyata sekali?” Kayla terus berjalan sembari berjalan mondar-mandir. &
“Diam! Dengarkan ucapanku baik-baik. Kecelakaan yang menimpa Ayahmu itu di sengaja dan itu bukan murni kecelakaan.” Bisiknya lirih di telinga Kayla. “Lalu, siapa yang tega mencelakainya? Apa aku harus percayaimu? Aku tidak menge--,” Suara Kayla tercekat. “Kau harus percaya dan carilah bukti di kota xt!” Pria itu meninggalkan secarik kertas di pangkuan Kayla. Segera Kayla menoleh sekelilingnya berharap bisa melihat pria yang memberitahu tentang tragedi yang menimpa ayahnya. Namun pandangan mata Kayla kabur akibat dekapan tangan pria misterius tersebut. Kayla mengusap-ngusap kedua matanya berharap bisa melihat jelas sosok pria itu. Namun sepasang matanya tidak menangkap siapa pun selain orang gila yang berdiri tak jauh darinya, secepat kilat Kayla berlari mengejar jejak pria misterius tersebut. “Sialan! Cepat sekali pria i
Langkah kakinya gontai masuk ke dalam rumah dan Kayla menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu, terdengar suara nafas yang memburu keringatnya jatuh bercucuran. “Hay Bu...,” sapa Kayla lembut. “Hay Sayang,” Erlina menyuguhkan senyuman tipis. “Besok sore Kayla berangkat ke kota xt, Bu.” Kayla beranjak dan duduk menatap ibunya. “Kenapa? Bukanya minggu depan kamu berangkat ke sana?” Erlina menelisik penasaran anak gadisnya. “K-Kayla... a-ada tugas kuliah juga di sana, Bu.” Jawab Kayla gugup. “Benarkah? Kebetulan sekali, ya?” Tukas Erlina. “Jika di sana kamu kesulitan langsung telepon Ibu dan ingat, jangan membahayakan diri sendiri, ok!!” Ucapan Erlina yang penuh penekanan. “Siap Bos, laksanakan!” Seru Kayla dengan di sertai tawa kecil. “Cepat mandi! Bau asem,” selorohnya dengan jari yang memencet hidung. Suasana hati Kayla sangat bahagia saat ini karna mendapa
Mata Kayla membulat sempurna seraya melontarkan pertanyaan-pertanyaan, “Siapa kalian? Dan apa mau kalian semua?” “Kau tak perlu tahu siapa kami, aku tekankan padamu. Cepat pergi dari kota ini dan jangan pernah kembali lagi!!” tandasnya penuh penekanan. Kayla menelisik kedua pria yang duduk berdampingan dengannya, tanpa di sengaja sepasang matanya menangkap sebuah Relover di balik jaket pria tersebut. ‘Ada rahasia apa di kota ini? Apa yang harus aku lakukan agar bisa lolos dari mereka?!’ Batin Kayla. “Kau dengar ucapanku tidak!!” Bentak pria itu di telinga Kayla. Dan teriakan tersebut membuat Kayla tersadar dari lamunannya, “Aaah, i-iya saya dengar....” “Besok kau harus sudah angkat kaki dari kota ini!!” Ancam pria itu dengan nada yang meninggi. Kayla mengangguk mengerti, telapak tangan gadis itu di basahi keringat. Jantungnya berdegup kencang kecemasan terlihat jelas di wajahnya, ta
Tasya terus menangis tanpa henti melihat saudarinya yang tak kunjung sadar. Beberapa menit berlalu mobil ambulans pun datang membawa Kayla ke Rumah Sakit Cahaya Harapan, sesampainya di rumah sakit Kayla bawa ke UGD, gadis itu di periksa oleh beberapa dokter. “Nyonya Erlina Antawiguna...,” perawat memanggil Erlina dengan suara lantang. “Saya, suster. Ada apa?” Erlina sangat panik menatap perawat wanita itu. “Dokter Ari mau menyampaikan sesuatu!” Perawat itu menuntun Erlina menuju ruang kerja Dokter Ari, orang yang menangani Kayla. Erlina mengikuti langkah suster dan dokter pun berbicara tentang kondisi Kayla, betapa kagetnya Erlina mendengar penjelasan dari dokter bahwa anaknya di bius dengan dosis yang tinggi, bisa membuat Kayla tertidur dua sampai tiga hari ke depan. “Astaga... apa tidak ada cara menyadarkan anak saya, Dok?” Erlina mendekatkan wajahnya ke wajah Dokter Ari. “Nyonya jangan kawatir, tidak ada hal serius dalam masal
“ini saya, Irma. Non!” “Masuk Mbak! Pintunya enggak di kunci kok,” jawab Kayla dari dalam kamar, tangannya menggenggam erat secarik surat yang ia temukan tadi. “Permisi Non!” Irma berlalu dengan membopong buku. Kayla hanya menganggukkan kepalanya, perlahan Kayla membuka kertas itu. Netra gadis itu tampak berkaca-kaca sesaat melihat coretan pena di atas kertas tersebut ‘Hay... Gadis kecil Ayah yang cantik, Semoga Kamu baik-baik saja! Dan Ayah tahu pasti Kamu sudah dewasa sekarang dan lebih bijak menghadapi masalah apa pun. Ayah mohon jangan beritahu Ibu atau Tasya soal surat ini! Biarkan ini menjadi rahasia kita berdua!’ Kayla melanjutkan membaca surat tersebut dengan deraian air mata. ‘Ayah ingin menceritakan tentang pengalaman serta pekerjaan Ayah dahulu! Ayah adalah mantan wakil mafia besar di kota XT dan Ayah mempunyai Bos sekaligus sahabat Ayah dari SMA. Sebenarnya Ayah bukanlah siapa-siapa, Ayah adalah orang biasa sampai Ayah bertemu
“Terima kasih untuk tetap hidup. Saat itu dadaku terasa sesak dan akan meledak melihatmu tak sadarkan diri,” Rey mengungkapkan semua yang ia rasakan di kala Kayla tertembak. “Kenapa kau melakukan itu semua? Apa kau memiliki sembilan nyawa!?” Rey menimpali perkataannya. “A-aku....” ucapan Kayla tertahan dan jarinya tak berhenti memainkan cincin yang ia kenakan. Rey mendekatkan tubuhnya dan memeluk Kayla dengan sangat erat. “Tetaplah hidup sehat dan berdiri tegak bersamaku di sini. Aku ingin menikahimu dan memiliki anak kembar yang mirip sepertimu! Dan aku mau melihatmu dengan rambut keabuan,” Rey menatap Kayla dengan tatapan mata yang sayu. Mendengar ucapan Rey, air mata Kayla menetes dan gadis itu memeluk erat pria yang ada di hadapannya itu, tangisan Kayla semakin menjadi-jadi membuat Rey khawatir. “Apa yang kau rasakan? Apa lukanya masih sangat sakit? Kay jawab pertanyaanku ini, jangan di
Telepon genggam Rey berdering terlihat jelas nama Tasya di layar, Rey menghela nafas panjang dan mengangkat panggilan tersebut.“Ada apa Sya?”“Benarkah? Aku segera ke sana,” Rey bergerak dengan sangat gelisah.“Apa yang terjadi Rey, kenapa kau terlihat gelisah seperti itu?” tanya Bram dengan mata menyipit.“Kayla sudah siuman.”“Kenapa lift ini bekerja dengan sangat lambat!!” imbuhnya sembari menendang pintu lift.“Sabar Rey,” ujar Bram.Rey berlari kecil sesaat pintu lift terbuka, ketika berada di depan pintu pemuda itu merapikan baju dan rambutnya. Padahal baju dan rambutnya masih tertata rapi. Perlahan ia membuka pintu dengan wajah yang semringah dia menghampiri Kayla yang masih terbaring lemah di ranjang.“Bagaimana keadaanmu? Bagian tubuh mana saja yang sakit? Apa ka
“Sebaiknya kalian pergi dari sini!” usir Rey dengan nada datar.Tasya melirik pemuda itu dengan lirikan mata yang sangat tajam, namun lirikan mata Tasya tak membuat Rey takut atau pun goyah. Bahkan pemuda itu kini semakin menekankan suaranya dan dia mengulang ucapannya lebih dari empat kali hanya untuk membuat sepasang sejoli tersebut segera meninggalkan kamar Kayla.Bram berdecap, “Rey... Rey... dari dulu kok enggak berubah-berubah.”“Oh, jadi kau mau lihat aku berubah. Baiklah aku akan berubah menjadi Spiderman agar kalian bahagia,” celetuk Rey.“Hahaa, enggak lucu, Bang!” ketus Tasya dengan mata yang melirik tajam kearah Rey.Rey melangkahkan kakinya menuju pintu dan tangannya meraih gagang pintu, membuka lebar pintu tersebut seraya mengangkat kedua alisnya dan menatap ketiga orang yang masih duduk santai di sofa.“Apa yang ka
“Pasien luka tembak di dada. Sudah mendapat infus,” jelas perawat yang masih mendorong bad yang Kayla tiduri.“Luka tembak? Bawa ke ruang operasi.” Ucap Dokter Yudo.“Sudah berapa lama?” tanya Dokter Yudo dengan sorot mata serius.“Sekitar 15 menit transportasinya, kami sudah Resusitasi.” Imbuh perawat wanita itu sambil memasang oksigen. (Resusitasi adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas atau henti jantung ke fungsi optimal guna, mencegah kematian biologis.)“Cek organ vitalnya. Siapkan infus dan hitung darah lengkap!” pinta Dokter Yudo dengan tegas.Suasana di dalam ruangan UGD sangat tegang dan beberapa dokter dan perawat sibuk mempersiapkan alat untuk pengecekan kondisi Kayla lebih lanjut.“Tekanan darahnya 60 per 40. Saturasi darah 80.” Ungkap asisten dokter yang bertugas mem
mobil berwarna silver dari arah lain mengerem mendadak membuatnya hilang kendali dan mobil tersebut mendekat ke arah Kayla. Mata Kayla mendelik mendapati mobil itu melayang ke arahnya, untungnya gadis itu bisa segera menghindar dan berlindung di bawah mobil yang terparkir di sisi bahu jalan.Baru saja keluar dari kolong mobil Kayla suda di sambut tendangan dari bodyguard Indra, yang membuatnya tersungkur dan hidungnya mengeluarkan dara. Kayla mengusap hidungnya kasar dan dengan beringasnya Kayla melayangkan pukulan dan tendangan ke arah pria yang telah menendangnya barusan, wajah bodyguard tersebut di sodok degan sikunya hingga bercucuran darah. Tak cukup di situ Kayla kini membabi buta menyerang semua bodyguard Indra sampai dia nekat memecahkan kaca jendela mobil dan meraih serpihan kaca tersebut dan di lemparkannya ke arah lawannya.“Kay, cepat masuk!” pekik Rey di sisi jalan.Ketika Kayla hendak melangkahkan kakinya, Indra melesi
Hendra sudah tak bisa menahan emosinya, sehingga dia langsung melayangkan tendangan ke arah Indra dan semua anak buah Indra menodongkan pistol ke arah mereka semua. Rencana cadangan Rey pun gagal karna tindakan Hendra yang gegabah dan kini mereka harus berjuang dengan kemampuan yang ada dan saat ini mereka hanya memiliki beberapa anggota saja yang tersisa. “Kenapa kau melakukan ini?!” bentak Bram dengan mata melotot. “Iblis itu harus mati, Bang!!” sarkasnya penuh kebencian. Suara tembakan menggema di ruangan beberapa warga mengintip dari rumah mereka masing-masing dan salah satu tetangga Kayla melaporkan hal tersebut ke polisi. Semua kaca hancur berhamburan karna tembakkan dan jasad tergeletak di mana-mana, tak ada yang menjamin hidup atau pun keselamatan mereka. Kehancuran yang sesungguhnya kini telah di mulai. “Hai....” Pekik Indra seraya melepaskan tembakkan ke udara. “Buang semua senjata kalian ata
Terdengar suara tawa yang sangat familier di telinga mereka, beberapa pasang mata menatap serius seseorang yang mengenakan topeng yang saat ini sedang duduk santai di sofa. Tiba-tiba tawanya terhenti dan tatapan dinginnya membuatnya semakin terlihat sangat kejam.“Apa yang kau pikirkan Rey?” tanya Kayla yang kini tersenyum masam di hadapan Rey.Rey masih menatap serius pria tersebut, perlahan dia melangkahkan kakinya mendekat lemari kaca yang di penuhi darah.“Apa kau masih tidak mengenali si bangsat, itu?” tanya Kayla geram.Dengan ragu Rey menjawab pertanyaan Kayla. “I-indra...,"Setelah mendengar ucapan Rey, Kayla menyelinap masuk ke sebuah kamar dan pergerakan Kayla di ikuti oleh Rey yang berjalan di belakangnya.“Kenapa kau mengikutiku?” tanya Kayla dengan mata mendelik.“Aku perlu mendengar penjelasanmu,” kata Rey lirih.
“Pekerjaan kita belum selesai Kawan! Biang kerok di balik masalah ini belum diketahui!!” tegas Kayla sembari tangannya meraih alat bor di dinding.“Apa maksudmu, Kay?” tanya Bram dengan tatapan penuh.Kayla berjalan di hadapan semua orang, dia mengelus-elus alat bor yang ia bawa dengan tersenyum jahat, semua orang yang berada dalam ruangan sangat tak nyaman dengan sikap Kayla yang terbilang sangat aneh.“Kau mau tahu? Siapa mata-mata baru yang melaporkan pergerakan kita terakhir kali? Sehingga membuat kedua orang tuaku meninggal dan mendesak Ibu menjadi kambing hitam dari segala kekacauan ini dan hal itu untuk mengalihkan niatku dari awal!” pungkas Kayla dengan amarah yang sangat berkobar-kobar.“Kakak lagi bicara apa? Tasya enggak mengerti maksud ucapan Kakak...,” ujar Tasya dengan mata yang berkaca-kaca.“Kau sekarang harus lebih kuat Sya! Dan pahami keadaan saat
Tasya melirik Bram yang masih bengong dan gadis itu mengguncang tubuh Pria yang duduk di sebelahnya dan melontarkan pertanyaan.“Apa yang kau pikirkan, Bram? Apa kau mendengar perkataanku tadi?” kata Tasya pelan.“Aku mendengarnya dengan cukup jelas!” sahut Bram.“Lalu kenapa kau tak segera menjawabnya?” Tasya beranjak dari tempat duduknya.“Ini semua sudah menjadi jalan takdir kalian berdua, berusahalah menjadi gadis yang tangguh! Sedikit mengertilah dengan situasi ini, tak semua yang kau lihat itu benar,” Bram memaparkan segalanya dengan suara yang lembut nan mendayu.“Apa mungkin aku bisa? Hatiku sakit tanpa alasan Bram.” Tasya mengelus dadanya dan air mata perlahan menetes.“Yakinlah pada dirimu sendiri! Jangan mengekang hati dan pikiranmu,” Bram menyekat air mata Tasya.Pemuda manis tersebut memeluk Tasya dan tanganny