“ini saya, Irma. Non!”
“Masuk Mbak! Pintunya enggak di kunci kok,” jawab Kayla dari dalam kamar, tangannya menggenggam erat secarik surat yang ia temukan tadi.“Permisi Non!” Irma berlalu dengan membopong buku.
Kayla hanya menganggukkan kepalanya, perlahan Kayla membuka kertas itu. Netra gadis itu tampak berkaca-kaca sesaat melihat coretan pena di atas kertas tersebut
‘Hay... Gadis kecil Ayah yang cantik, Semoga Kamu baik-baik saja! Dan Ayah tahu pasti Kamu sudah dewasa sekarang dan lebih bijak menghadapi masalah apa pun. Ayah mohon jangan beritahu Ibu atau Tasya soal surat ini! Biarkan ini menjadi rahasia kita berdua!’ Kayla melanjutkan membaca surat tersebut dengan deraian air mata.
‘Ayah ingin menceritakan tentang pengalaman serta pekerjaan Ayah dahulu! Ayah adalah mantan wakil mafia besar di kota XT dan Ayah mempunyai Bos sekaligus sahabat Ayah dari SMA. Sebenarnya Ayah bukanlah siapa-siapa, Ayah adalah orang biasa sampai Ayah bertemu dengan sahabat Ayah. Dia adalah pahlawan dalam hidup Ayah, dan tanpa sengaja kami mengetahui ada sebuah jalan rahasia yang menuju ke ruang penimbunan harta karun dan Ayah juga mengetahui titik kelemahan dan rahasia besar dari salah satu gangster. Ayah dan sahabat Ayah itu mengancam akan melaporkan semua kejahatan mereka kepada polisi jika tidak membagi harta yang mereka timbun di gudang bawah tanah di Jl. Mawar Lapang. Kamu jagalah Tasya dan Ibu jangan sampai terjadi apa-apa dengan kalian! Pak Joko mengetahui semua jalan rahasia di dalam rumah dan Bik Inah adalah pimpinan mereka, semua yang kerja dengan Ayah adalah prajurit terlatih termasuk karyawan perusahaan, Jangan membenci Ayah, Nak. Salam sayang dari Ayah untuk gadis kecil Ayah!” Isi surat tersimpan itu.
Kayla menangis sambil memeluk surat ayahnya, ia tidak menyangka pria pertama yang selama ini dia cintai adalah seorang mafia besar, pertanyaan yang membuatnya pusing selama ini terjawab sudah, tetapi sopir kontainer yang sengaja menabrak ayahnya belum juga di temukan hingga detik ini.“Apa yang harus Kayla lakukan, Ayah? Bagaimana Kayla bisa melindungi Ibu dan Tasya?” gumam Kayla lirih.
Bagaimana bisa dia tidak merasa sangat sedih dengan semua ini? di satu sisi Kayla menyayangkan tindakan ayahnya yang memilih jadi mafia dan disisi lain Kayla telah menikmati semua kekayaan ayahnya dari hasil merampas, Kayla masih larut dari kesedihannya.
Dan di bawah sana ada seseorang yang menodongkan pisau di leher Tasya.
“Ikuti semua yang aku perintahkan!”
Tasya hanya mengangguk pasrah, jantung gadis itu berdegup kencang keringat dingin bercucuran, terlihat wajahnya yang memucat dan tubuh Tasya gemetar ketakutan.
“Sekarang tunjukan di mana letak ruang rahasia penyimpanan dokumen-dokumen penting!” Terdengar suara yang serak nan berat, Tasya melirik ke bufet kaca berharap bisa melihat wajah orang tersebut.
“Cepat jalan!!” perintahnya dengan suara berat.“B-baik,” jawabnya gagap.
“Bāng wò...! (Bantu Aku..!)” pekik Tasya seraya melangkah pelan.“Apa yang kau coba lakukan, hah?” Pisau it semakin menekan di leher jenjang Tasya.Gadis itu menggeleng pelan, “Xiõngdì qîng bāng-bāng wô! (Kakak, tolong bantu aku!)” Tasya kembali berteriak menggunakan bahasa mandarin.
Terdengar samar-samar suara Tasya karna jarak kamar Kayla lumayan jauh, Kayla beranjak keluar dan menjawab teriakan Tasya, “Ada apa Sya?”“Apa yang kau katakan?” pekik Kayla namun, telinga Kayla tak mendengar jawaban dari adiknya.Pisau belati itu semakin menekan di leher Tasya, gadis mua itu menangis ketakutan Kayla yang menyadari keanehan langsung menelepon Bik Inah.
“Bik Inah, tolong atasi masalah di ruang keluarga ada penyusup di rumah ini, Sekarang!” titah Kayla dari seberang telepon.
“Baik Non!”
Asisten rumah tangga itu segera pergi ke ruang keluarga, bik Inah melangkah pelan mendekati Tasya dan dengan cekatan Bik Inah memukul tengkuk orang itu dengan tongkat kayu penggiling tepung.“Ya ampun, leher Nona berdarah....” ujar Bik Inah.Kayla menuju ruang keluarga melihat Tasya terluka terlihat Kayla yang sudah menangis tersedu-seduh, dengan gerakan yang lembut Kayla memeluk adiknya.
“Maafkan Kakak! Kakak terlambat menyadari situasi,” Kayla mendekap adiknya.
“Enggak apa-apa kok Kak! Ada Bik Inah, pahlawan kita.” Tasya tersenyum tipis.
“Kamu masih sempat tersenyum dalam situasi ini?” Kayla memukul pelan bahu Tasya.
“Ini luka kecil, Kayla Antawiguna!” Pungkasnya dengan bola mata yang membulat sempurna.
“Ooh, Jadi kamu sudah mulai berani?” Kayla melotot menatap Tasya.
“Habis Kakak lebai,” Tasya menakupkan kedua tangannya di hadapan wajah Kayla.
“Ya udah cepat pergi ke kamar dan jangan keluar dari kamar!” perintah Kayla terkekeh.
“Siap Komandan!”
“Bik Inah juga udah selesai,” imbuh Tasya sembari menunjuk ke arah lehernya.
“Pak Joko dan Bik Inah ikut Kayla! Dan bawa dia ke ruang kerja Ayah!” Kayla berjalan mendahului langkah mereka.
Suara Kayla berubah lebih tegas dan tak sama dari biasanya, Bik Inah dan Pak Joko hanya saling menatap heran. Namun, mereka masih membuntut di belakang Kayla, Sesampainya di ruang kerja Kayla mengunci pintu dan membuka pintu rahasia, Pak Joko dan Bik Inah semakin terkejut melihat Kayla sudah mengetahui rahasia di balik rak buku.
“Sejak kapan Nona mengetahui tempat ini?” Bik Inah memberanikan diri untuk bertanya.
“Kalian tak perlu menutupi apa pun dariku, Karena aku sudah tahu semua rahasia Ayah!” ungkap Kayla yang memunggungi Bik Inah dan Pak Joko.
“Baik Non! Kalau memang Nona sudah tahu semuanya....” Pak Joko menundukkan kepalanya.
“Dan mulai saat ini sampai kapan pun kami akan mematuhi semua perintah Nona.” Imbuh bik Inah.
“Tetaplah merahasiakan semua ini dari Ibu, dan ingat jangan membocorkan apa pun tentang kelancangan si bedebah ini! Biar penjahat lainya tetap tenang.” Kayla menatap tajam Irma
“Lalu, kita apa kan wanita ini, Non?” Pak Joko menendang kaki Irma.
“Tunggu dia siuman! nanti kita tanya tujuannya masuk ke rumah ini,” Kayla menyentuh satu persatu senjata yang ada di peti.
Beberapa saat kemudian Irma pun siuman, mata sipitnya melirik ke segala arah melihat begitu banyak senjata tertata rapi di ruangan itu.
“Akhirnya kau bangun juga!” Kayla duduk di sisi gelap ruangan.
Irma terkejut dengan suara itu dan menoleh ke arah suara tersebut.“Kenapa dengan wajahmu itu? Apa kau tidak menyangka kalau kau akan tertangkap dengan mudah?” Kayla mendekatkan wajahnya.
“Hahaa, kau akan kalah Kayla tak ada yang menang melawan Tuanku!” hardik Irma di sela tawanya.
“Kau pikir aku akan takut? Aku... tidak akan takut dengan siapa pun itu!” Kayla berbisik mencoba memancing emosi Irma.
“Walau kau membunuhku mulut ini tidak akan memberitahu yang sebenarnya!!” Irma tersenyum licik.
Kayla berjalan cepat derap langkahnya terdengar sangat jelas di telinga, tangan kirinya meraih salah satu Relover dan ia menghampiri Irma. Di todongkan senjata itu ke kepala Irma, tatapan tajam Kayla mampu mengintimidasi seorang penjahat yang terbilang nekat itu. Kayla menekan trigger dan di muntahkan semua peluruh ke arah Irma, situasi itu membuat Irma gemetar ketakutan wajahnya terlihat pucat, netranya mengeluarkan buliran bening yang beranak membasahi pipinya.
Wanita itu termangu dengan tatapan mata yang kosong. Kayla tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Irma yang ketakutan, Bik Inah dan Pak Joko menatap heran anak majikannya itu, pasalnya Kayla di kenal sebagai gadis yang lembut nan sopan. Namun, kali ini sisi lain dari Kayla muncul dan tampak kekejamannya yang dominan. “Buat dia membuka mulutnya!” titah Kayla yang berlalu pergi meninggalkan mereka bertiga menuju kamar Tasya. “Bagaimana keadaanmu?” Senyuman mereka di bibir tipis Kayla.“Lumayan membaik Kak! Hmmm, siapa penyup itu Kakak? Bagaimana bisa ia masuk ke rumah sedangkan rumah di lengkapi kamera pengawas bagaimana bisa dia masuk ke rumah kita?” Tangan Tasya menunjuk ke pojok atas kamarnya.“Aaah, Sudahlah nanti juga ada yang mengurus. Kamu jangan kasih tahu ibu tentang ini, ok!” Kayla beranjang dari tempatnya.
“Siap Kak! Tasya akan mencari alasan yang tepat,” Tasya mengedipkan sebelah matanya.
“Dia masih bungkam, Non.” Bisik Pak Joko. “Sial! apa yang harus aku lakukan? Agar dia memberitahu siapa bosnya,” gerutu Kayla. Pak Joko terdiam melihat Kayla yang berjalan mondar-mandir di depan pintu. “Akhirnya aku dapat ide bagus,” ucapnya dengan bibir yang tersenyum lebar. Kayla menghampiri Pak Joko dan mereka berdua berdiskusi tentang ide gila yang terlintas di benak Kayla barusan. “Apa Pak Joko setuju dengan ide Kayla ini?” tanya Kayla yang kini menatap Pak Joko dengan cukup serius. Pak Joko mengangguk pelan dan segera memalingkan pandangannya kearah ruang belajar.*** Suasana di meja makan cukup hening membuat Tasya merasa tidak nyaman sama sekali. Saat Tasya beranjak dari tempat duduknya, tiba-tiba semua penerangan dalam rumah padam. “Apa yang terjadi?” tutur Tasya terkekeh. “Duduk saja dengan tenang, nanti juga akan nyala lagi listriknya.” Sahut Kayla yang masih menikmati j
Setelah meeting dengan staf rahasia di ruang bawah tanah Kayla melangkah menuju ke ruang meeting umum yang ada di lantai dua puluh, Kayla mengumpul kan semua karyawan penting di perusahaan ayahnya. Kayla ingin semua perincian keuangan perusahaan dan semua tender harus di laporkan kepadanya. Tapi tanpa sepengetahuan ibu, karna Kayla ingin mengerti masalah apa saja yang ada di perusahaan tersebut entah itu keuntungan atau pun kerugian, baru saja delapan jam ada di perusahaan Kayla sudah merasakan capek yang luar biasa terlihat jelas wajah Kayla sangat lesu dan lelah. Pak Joko menghampiri Kayla menanyakan keadaannya belum sempat berbicara Kayla telah menjelaskan keadaan dirinya saat ini. “Pak Joko pulang saja! Kayla mau jalan-jalan sebentar di sekitar perusahaan,” perintah Kayla yang masih duduk santai di kursi. “Saya temani ya, Non! Takutnya nanti ada yang mau berbuat jahat kepada Nona.” Pak Joko berdiri di samping Kayla. “Pak Joko tenang saja,
Hari yang melelahkan bagi Kayla tapi sebaliknya bagi Tasya, menurutnya hari ini sangat menyenangkan karena dia mendapat bodyguard yang tampan dan pintar, Joy sangat tegas dan patuh apa pun yang di perintahkan Tasya selalu di laksanakan tanpa ragu. “Makasih ya, Kak atas perhatianmu,” ucap Tasya merangkul bahu Kayla. “Perhatian apa maksudmu?” Kayla melirik kearah Tasya. “Itu loh Kak, Bodyguard yang bernama Joy....” Tasya memeluk lengan Kayla. “Iya, ada apa dengannya?” Kayla memicingkan mata. “Kakak ini bikin kesal saja!” Tasya melepas pelukan lengan Kayla dengan sedikit kasar. “Jangan membuat ulah Sya! Hari ini aku capek sekali,” Kayla melangkah melewati anak tangga. “Kakak sangat menjengkelkan dan sangat amat membosankan!” Suara Tasya menggema di ruang tamu. “Apa sih mau mu? aku enggak mengerti!” Kayla berteriak dari lantai dua. “Lupakan saja!” katanya seraya mengibaskan tangan kir
‘Cih, bilang aja kalau kau takut aku mencuri barang-barangmu. Kau pikir Aku ini orang rendahan yang tergiur dengan perabotan murahanmu itu!’ gerutu Kayla dalam hati dan matanya terbelalak ketika melihat guci antik yang terletak di sebelah anak tangga. ‘Astaga guci itu bernilai ratusan juta.’ Kayla kembali berkata-kata dalam hatinya. “Kamu lihat apa Kay?” Bram berbalik badan menatap Kayla. “Hah, t-tidak aku tidak melihat apa-apa!” jawabnya gugup. “Cepat ke sini! Ini ruang kerjamu, besok kamu mulai bekerja denganku dan sekarang kamu boleh pergi dari sini,” Bram menunjuk kearah pintu utama. “Apa maksudmu? Mana ada interviu macam gini!” Protes Kayla sambil berjalan keluar. Bram memberi Isyarat bahwa gadis itu harus segera pergi dari rumahnya, beruntungnya Pak Budi masih menunggu di luar. *** Jarak dari rumah Kayla ke rumah Bram sangat jauh jadi ia memutuskan berangkat lebih awal, setelah sampai di
Bram yang baru selesai meeting meraih handphone-nya di saku celana dan menatap layar yang gelap tanpa cahaya. “Sial, handphone ini mati. Jam berapa ini?” Pemuda itu mengerutkan dahinya. Bram melangkah cepat dari ruang meeting menuju ke lantai bawah, sesampainya di lobi Bram di panggil oleh Rini asisten pribadinya. “Pak Bram, tunggu sebentar!” Teriak Rini dari kejauhan. “Ada apa memanggilku?” Bram menoleh ke belakang “Ini Pak ada telepon dari bos besar!” Rini menyodorkan handphone-nya. “Ada apa?” tanyanya singkat. “Maksudmu Kayla?” Tampak kepanikan di wajah Bram. “Jangan kebanyakan bicara atau dia akan....” Jawaban dari ujung panggilan. “Aku pulang sekarang!” sahut Bram seraya mengembalikan handphone Rini. Bram segara masuk ke mobil dan kakinya menginjak
“Kami juga tidak mengerti, secara tiba-tiba saja mereka kejang dan memuntahkan darah segar!” ungkap Derry secara detail. “Urus jenazah mereka dengan beres dan jangan meninggalkan jejak sedikit pun!” bisik Bram dari sambungan telepon. Dokter dan perawat hanya menatap aneh tingkah pasien yang mereka rawat, Roni melirik tajam kearah dokter beserta perawat yang sedang mengobati luka Bram, seketika mereka berdua memalingkan pandangannya dan bergegas menyelesaikan jahitan luka Bram. “Roni antar aku pulang ke rumah. Setelah itu kau pergi ke apartemenku tidurlah di sana!” perintah Bram. “Baik Tuan!” Roni membungkukkan badannya. Mobil pun melaju menuju rumah yang jauh dari kebisingan lalu lintas kota, setelah sampai di rumah, Bram menuju lantai atas dia masuk kesalah satu kamar yang terletak di pojok kanan. Tak lama kemudian Bram keluar dan dia turun menuju ruang kerja Kayla, pemuda itu memilih tidur di
“Maafkan saya, Non!” ucapnya lirih. Roni keluar dan membukakan pintu, Kayla mengajak Roni mampir ke rumahnya tapi bodyguard Bram itu menolak karna dia harus menjemput Bram di kantor. “Kenapa tadi tidak sekalian saja?” Kayla menyilangkan tangan di dada. “Tuan Bram harus mengunjungi proyek, Lagi pula jalannya berlawanan!” ucapnya dengan wajah yang datar tanpa ekspresi. “Ya sudah, buruan jemput dia. Nanti kamu kena semprot!” Kayla melangkah ke dalam rumah, langkah kaki yang tak seimbang membuatnya menyenggol furnitur yang terletak di meja sebelah tangga, ketika ia memasuki kamar Kayla merebahkan badannya di ranjang karna merasa haus Kayla keluar kamar dan berteriak memanggil asisten rumah tangganya. “Bik Inah, tolong buatkan orange jus!” pekik Kayla di depan pintu kamar, teriakkannya tersebut tidak dapat respons dari Bik Inah mau pun orang lain yang bekerja di rumahnya. “Ke mana perginya Bik Inah?” “Bib
Gadis penuh energik itu melanjutkan perjalanannya menuju kantor dia tidak ingin terjadi sesuatu kepada orang kepercayaan ya, saat dia fokus mengemudikan mobilnya ia teringat akan ibu dan adiknya yang berlibur bersama Boy. “Astaga! bagaimana dengan ibu dan Tasya?” Kayla meraih telepon genggamnya di tas dan segera menelepon Erlina yang berada di luar kota. “Angkat Bu, Kayla ingin memastikan ke adan kalian berdua....” Masih sibuk menghubungi Erlina seraya memperhatikan jalan. ‘Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan....’ terdengar suara operator yang bicara. “Kurang ajar kau, Boy! Akan kupastikan kau membayar semua tindakanmu ini!” Kayla mengepalkan kedua tangannya. Kayla juga meyakini peristiwa yang menimpa ayahnya itu ada campur tangan Boy dan yang mengirim Irma untuk menyelakai Tasya waktu itu juga perbuatannya, saat Kayla mendengarkan suara Boy di recorder begitu besar kebencian Boy terhadap a
“Terima kasih untuk tetap hidup. Saat itu dadaku terasa sesak dan akan meledak melihatmu tak sadarkan diri,” Rey mengungkapkan semua yang ia rasakan di kala Kayla tertembak. “Kenapa kau melakukan itu semua? Apa kau memiliki sembilan nyawa!?” Rey menimpali perkataannya. “A-aku....” ucapan Kayla tertahan dan jarinya tak berhenti memainkan cincin yang ia kenakan. Rey mendekatkan tubuhnya dan memeluk Kayla dengan sangat erat. “Tetaplah hidup sehat dan berdiri tegak bersamaku di sini. Aku ingin menikahimu dan memiliki anak kembar yang mirip sepertimu! Dan aku mau melihatmu dengan rambut keabuan,” Rey menatap Kayla dengan tatapan mata yang sayu. Mendengar ucapan Rey, air mata Kayla menetes dan gadis itu memeluk erat pria yang ada di hadapannya itu, tangisan Kayla semakin menjadi-jadi membuat Rey khawatir. “Apa yang kau rasakan? Apa lukanya masih sangat sakit? Kay jawab pertanyaanku ini, jangan di
Telepon genggam Rey berdering terlihat jelas nama Tasya di layar, Rey menghela nafas panjang dan mengangkat panggilan tersebut.“Ada apa Sya?”“Benarkah? Aku segera ke sana,” Rey bergerak dengan sangat gelisah.“Apa yang terjadi Rey, kenapa kau terlihat gelisah seperti itu?” tanya Bram dengan mata menyipit.“Kayla sudah siuman.”“Kenapa lift ini bekerja dengan sangat lambat!!” imbuhnya sembari menendang pintu lift.“Sabar Rey,” ujar Bram.Rey berlari kecil sesaat pintu lift terbuka, ketika berada di depan pintu pemuda itu merapikan baju dan rambutnya. Padahal baju dan rambutnya masih tertata rapi. Perlahan ia membuka pintu dengan wajah yang semringah dia menghampiri Kayla yang masih terbaring lemah di ranjang.“Bagaimana keadaanmu? Bagian tubuh mana saja yang sakit? Apa ka
“Sebaiknya kalian pergi dari sini!” usir Rey dengan nada datar.Tasya melirik pemuda itu dengan lirikan mata yang sangat tajam, namun lirikan mata Tasya tak membuat Rey takut atau pun goyah. Bahkan pemuda itu kini semakin menekankan suaranya dan dia mengulang ucapannya lebih dari empat kali hanya untuk membuat sepasang sejoli tersebut segera meninggalkan kamar Kayla.Bram berdecap, “Rey... Rey... dari dulu kok enggak berubah-berubah.”“Oh, jadi kau mau lihat aku berubah. Baiklah aku akan berubah menjadi Spiderman agar kalian bahagia,” celetuk Rey.“Hahaa, enggak lucu, Bang!” ketus Tasya dengan mata yang melirik tajam kearah Rey.Rey melangkahkan kakinya menuju pintu dan tangannya meraih gagang pintu, membuka lebar pintu tersebut seraya mengangkat kedua alisnya dan menatap ketiga orang yang masih duduk santai di sofa.“Apa yang ka
“Pasien luka tembak di dada. Sudah mendapat infus,” jelas perawat yang masih mendorong bad yang Kayla tiduri.“Luka tembak? Bawa ke ruang operasi.” Ucap Dokter Yudo.“Sudah berapa lama?” tanya Dokter Yudo dengan sorot mata serius.“Sekitar 15 menit transportasinya, kami sudah Resusitasi.” Imbuh perawat wanita itu sambil memasang oksigen. (Resusitasi adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas atau henti jantung ke fungsi optimal guna, mencegah kematian biologis.)“Cek organ vitalnya. Siapkan infus dan hitung darah lengkap!” pinta Dokter Yudo dengan tegas.Suasana di dalam ruangan UGD sangat tegang dan beberapa dokter dan perawat sibuk mempersiapkan alat untuk pengecekan kondisi Kayla lebih lanjut.“Tekanan darahnya 60 per 40. Saturasi darah 80.” Ungkap asisten dokter yang bertugas mem
mobil berwarna silver dari arah lain mengerem mendadak membuatnya hilang kendali dan mobil tersebut mendekat ke arah Kayla. Mata Kayla mendelik mendapati mobil itu melayang ke arahnya, untungnya gadis itu bisa segera menghindar dan berlindung di bawah mobil yang terparkir di sisi bahu jalan.Baru saja keluar dari kolong mobil Kayla suda di sambut tendangan dari bodyguard Indra, yang membuatnya tersungkur dan hidungnya mengeluarkan dara. Kayla mengusap hidungnya kasar dan dengan beringasnya Kayla melayangkan pukulan dan tendangan ke arah pria yang telah menendangnya barusan, wajah bodyguard tersebut di sodok degan sikunya hingga bercucuran darah. Tak cukup di situ Kayla kini membabi buta menyerang semua bodyguard Indra sampai dia nekat memecahkan kaca jendela mobil dan meraih serpihan kaca tersebut dan di lemparkannya ke arah lawannya.“Kay, cepat masuk!” pekik Rey di sisi jalan.Ketika Kayla hendak melangkahkan kakinya, Indra melesi
Hendra sudah tak bisa menahan emosinya, sehingga dia langsung melayangkan tendangan ke arah Indra dan semua anak buah Indra menodongkan pistol ke arah mereka semua. Rencana cadangan Rey pun gagal karna tindakan Hendra yang gegabah dan kini mereka harus berjuang dengan kemampuan yang ada dan saat ini mereka hanya memiliki beberapa anggota saja yang tersisa. “Kenapa kau melakukan ini?!” bentak Bram dengan mata melotot. “Iblis itu harus mati, Bang!!” sarkasnya penuh kebencian. Suara tembakan menggema di ruangan beberapa warga mengintip dari rumah mereka masing-masing dan salah satu tetangga Kayla melaporkan hal tersebut ke polisi. Semua kaca hancur berhamburan karna tembakkan dan jasad tergeletak di mana-mana, tak ada yang menjamin hidup atau pun keselamatan mereka. Kehancuran yang sesungguhnya kini telah di mulai. “Hai....” Pekik Indra seraya melepaskan tembakkan ke udara. “Buang semua senjata kalian ata
Terdengar suara tawa yang sangat familier di telinga mereka, beberapa pasang mata menatap serius seseorang yang mengenakan topeng yang saat ini sedang duduk santai di sofa. Tiba-tiba tawanya terhenti dan tatapan dinginnya membuatnya semakin terlihat sangat kejam.“Apa yang kau pikirkan Rey?” tanya Kayla yang kini tersenyum masam di hadapan Rey.Rey masih menatap serius pria tersebut, perlahan dia melangkahkan kakinya mendekat lemari kaca yang di penuhi darah.“Apa kau masih tidak mengenali si bangsat, itu?” tanya Kayla geram.Dengan ragu Rey menjawab pertanyaan Kayla. “I-indra...,"Setelah mendengar ucapan Rey, Kayla menyelinap masuk ke sebuah kamar dan pergerakan Kayla di ikuti oleh Rey yang berjalan di belakangnya.“Kenapa kau mengikutiku?” tanya Kayla dengan mata mendelik.“Aku perlu mendengar penjelasanmu,” kata Rey lirih.
“Pekerjaan kita belum selesai Kawan! Biang kerok di balik masalah ini belum diketahui!!” tegas Kayla sembari tangannya meraih alat bor di dinding.“Apa maksudmu, Kay?” tanya Bram dengan tatapan penuh.Kayla berjalan di hadapan semua orang, dia mengelus-elus alat bor yang ia bawa dengan tersenyum jahat, semua orang yang berada dalam ruangan sangat tak nyaman dengan sikap Kayla yang terbilang sangat aneh.“Kau mau tahu? Siapa mata-mata baru yang melaporkan pergerakan kita terakhir kali? Sehingga membuat kedua orang tuaku meninggal dan mendesak Ibu menjadi kambing hitam dari segala kekacauan ini dan hal itu untuk mengalihkan niatku dari awal!” pungkas Kayla dengan amarah yang sangat berkobar-kobar.“Kakak lagi bicara apa? Tasya enggak mengerti maksud ucapan Kakak...,” ujar Tasya dengan mata yang berkaca-kaca.“Kau sekarang harus lebih kuat Sya! Dan pahami keadaan saat
Tasya melirik Bram yang masih bengong dan gadis itu mengguncang tubuh Pria yang duduk di sebelahnya dan melontarkan pertanyaan.“Apa yang kau pikirkan, Bram? Apa kau mendengar perkataanku tadi?” kata Tasya pelan.“Aku mendengarnya dengan cukup jelas!” sahut Bram.“Lalu kenapa kau tak segera menjawabnya?” Tasya beranjak dari tempat duduknya.“Ini semua sudah menjadi jalan takdir kalian berdua, berusahalah menjadi gadis yang tangguh! Sedikit mengertilah dengan situasi ini, tak semua yang kau lihat itu benar,” Bram memaparkan segalanya dengan suara yang lembut nan mendayu.“Apa mungkin aku bisa? Hatiku sakit tanpa alasan Bram.” Tasya mengelus dadanya dan air mata perlahan menetes.“Yakinlah pada dirimu sendiri! Jangan mengekang hati dan pikiranmu,” Bram menyekat air mata Tasya.Pemuda manis tersebut memeluk Tasya dan tanganny