Hari yang melelahkan bagi Kayla tapi sebaliknya bagi Tasya, menurutnya hari ini sangat menyenangkan karena dia mendapat bodyguard yang tampan dan pintar, Joy sangat tegas dan patuh apa pun yang di perintahkan Tasya selalu di laksanakan tanpa ragu.
“Makasih ya, Kak atas perhatianmu,” ucap Tasya merangkul bahu Kayla.
“Perhatian apa maksudmu?” Kayla melirik kearah Tasya.“Itu loh Kak, Bodyguard yang bernama Joy....” Tasya memeluk lengan Kayla.“Iya, ada apa dengannya?” Kayla memicingkan mata.“Kakak ini bikin kesal saja!” Tasya melepas pelukan lengan Kayla dengan sedikit kasar.“Jangan membuat ulah Sya! Hari ini aku capek sekali,” Kayla melangkah melewati anak tangga.“Kakak sangat menjengkelkan dan sangat amat membosankan!” Suara Tasya menggema di ruang tamu.“Apa sih mau mu? aku enggak mengerti!” Kayla berteriak dari lantai dua.“Lupakan saja!” katanya seraya mengibaskan tangan kir‘Cih, bilang aja kalau kau takut aku mencuri barang-barangmu. Kau pikir Aku ini orang rendahan yang tergiur dengan perabotan murahanmu itu!’ gerutu Kayla dalam hati dan matanya terbelalak ketika melihat guci antik yang terletak di sebelah anak tangga. ‘Astaga guci itu bernilai ratusan juta.’ Kayla kembali berkata-kata dalam hatinya. “Kamu lihat apa Kay?” Bram berbalik badan menatap Kayla. “Hah, t-tidak aku tidak melihat apa-apa!” jawabnya gugup. “Cepat ke sini! Ini ruang kerjamu, besok kamu mulai bekerja denganku dan sekarang kamu boleh pergi dari sini,” Bram menunjuk kearah pintu utama. “Apa maksudmu? Mana ada interviu macam gini!” Protes Kayla sambil berjalan keluar. Bram memberi Isyarat bahwa gadis itu harus segera pergi dari rumahnya, beruntungnya Pak Budi masih menunggu di luar. *** Jarak dari rumah Kayla ke rumah Bram sangat jauh jadi ia memutuskan berangkat lebih awal, setelah sampai di
Bram yang baru selesai meeting meraih handphone-nya di saku celana dan menatap layar yang gelap tanpa cahaya. “Sial, handphone ini mati. Jam berapa ini?” Pemuda itu mengerutkan dahinya. Bram melangkah cepat dari ruang meeting menuju ke lantai bawah, sesampainya di lobi Bram di panggil oleh Rini asisten pribadinya. “Pak Bram, tunggu sebentar!” Teriak Rini dari kejauhan. “Ada apa memanggilku?” Bram menoleh ke belakang “Ini Pak ada telepon dari bos besar!” Rini menyodorkan handphone-nya. “Ada apa?” tanyanya singkat. “Maksudmu Kayla?” Tampak kepanikan di wajah Bram. “Jangan kebanyakan bicara atau dia akan....” Jawaban dari ujung panggilan. “Aku pulang sekarang!” sahut Bram seraya mengembalikan handphone Rini. Bram segara masuk ke mobil dan kakinya menginjak
“Kami juga tidak mengerti, secara tiba-tiba saja mereka kejang dan memuntahkan darah segar!” ungkap Derry secara detail. “Urus jenazah mereka dengan beres dan jangan meninggalkan jejak sedikit pun!” bisik Bram dari sambungan telepon. Dokter dan perawat hanya menatap aneh tingkah pasien yang mereka rawat, Roni melirik tajam kearah dokter beserta perawat yang sedang mengobati luka Bram, seketika mereka berdua memalingkan pandangannya dan bergegas menyelesaikan jahitan luka Bram. “Roni antar aku pulang ke rumah. Setelah itu kau pergi ke apartemenku tidurlah di sana!” perintah Bram. “Baik Tuan!” Roni membungkukkan badannya. Mobil pun melaju menuju rumah yang jauh dari kebisingan lalu lintas kota, setelah sampai di rumah, Bram menuju lantai atas dia masuk kesalah satu kamar yang terletak di pojok kanan. Tak lama kemudian Bram keluar dan dia turun menuju ruang kerja Kayla, pemuda itu memilih tidur di
“Maafkan saya, Non!” ucapnya lirih. Roni keluar dan membukakan pintu, Kayla mengajak Roni mampir ke rumahnya tapi bodyguard Bram itu menolak karna dia harus menjemput Bram di kantor. “Kenapa tadi tidak sekalian saja?” Kayla menyilangkan tangan di dada. “Tuan Bram harus mengunjungi proyek, Lagi pula jalannya berlawanan!” ucapnya dengan wajah yang datar tanpa ekspresi. “Ya sudah, buruan jemput dia. Nanti kamu kena semprot!” Kayla melangkah ke dalam rumah, langkah kaki yang tak seimbang membuatnya menyenggol furnitur yang terletak di meja sebelah tangga, ketika ia memasuki kamar Kayla merebahkan badannya di ranjang karna merasa haus Kayla keluar kamar dan berteriak memanggil asisten rumah tangganya. “Bik Inah, tolong buatkan orange jus!” pekik Kayla di depan pintu kamar, teriakkannya tersebut tidak dapat respons dari Bik Inah mau pun orang lain yang bekerja di rumahnya. “Ke mana perginya Bik Inah?” “Bib
Gadis penuh energik itu melanjutkan perjalanannya menuju kantor dia tidak ingin terjadi sesuatu kepada orang kepercayaan ya, saat dia fokus mengemudikan mobilnya ia teringat akan ibu dan adiknya yang berlibur bersama Boy. “Astaga! bagaimana dengan ibu dan Tasya?” Kayla meraih telepon genggamnya di tas dan segera menelepon Erlina yang berada di luar kota. “Angkat Bu, Kayla ingin memastikan ke adan kalian berdua....” Masih sibuk menghubungi Erlina seraya memperhatikan jalan. ‘Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan....’ terdengar suara operator yang bicara. “Kurang ajar kau, Boy! Akan kupastikan kau membayar semua tindakanmu ini!” Kayla mengepalkan kedua tangannya. Kayla juga meyakini peristiwa yang menimpa ayahnya itu ada campur tangan Boy dan yang mengirim Irma untuk menyelakai Tasya waktu itu juga perbuatannya, saat Kayla mendengarkan suara Boy di recorder begitu besar kebencian Boy terhadap a
Setelah sampai di depan Rumah Sakit Harapan Indah Erlina turun dari mobil dan berlari tergesa-gesa menuju ruang VIP tempat Nenek di rawat, Kayla melihat sikap ibunya yang sangat khawatir membuat hatinya merasa sangat bersalah dengan perilakunya terhadap wanita tua itu.Erlina meraih gagang pintu dan membukanya perlahan, jantungnya berdetak tak karuan dan suara napasnya yang memburu membuat wanita tua itu turun dari tempat tidurnya. “Kamu baik-baik saja bukan?” tanya Nenek seraya memegang bahu Erlina. “S-saya baik-baik saja....” Jawab Erlina terbata-bata. “Sini duduk dulu, dan minum air ini!” Nenek menyodorkan gelas yang berisi air putih. “Terima kasih....” Erlina meneguk air yang di berikan padanya, netra Erlina melirik wajah Nenek. Kayla dan Tasya berjalan santai karena mereka ingin memberi kelonggaran waktu buat ibu dan nenek berbincang tanpa terganggu. “Sebaiknya, kita duduk di sini dulu Sya!” Kayla membantu adiknya duduk.
Setelah mengakhiri percakapannya bersama Fery, Kayla berjalan dengan anggun sembari memainkan telepon genggamnya, sesampainya di koridor rumah sakit Kayla melihat asisten pribadi Bram yang sedang berlari kencang. “Bukannya itu asisten, Bram? Kenapa dia berlari secepat itu?” Kayla mengelus dagunya. “Ngapain juga aku memikirkan dia ....” Kayla mengangkat kedua bahunya dan melanjutkan langkah kakinya menuju mobil yang terparkir di depan rumah sakit, di tengah perjalanan Jery melapor tentang keadaan rumah yang telah aman dan perusahaan yang telah kembali stabil, mendengar hal itu Kayla memerintahkan Jery merekrut karyawan baru untuk mengisi staf rahasia yang kosong saat ini. “Tolong menepi sebentar!” Kayla menepuk bahu Jeky. “Ada apa Non?” Jeky menoleh ke belakang. “Kamu tunggu saja di sini dan jangan keluar!” Kayla membuka pintu mobil menghampiri asisten pribadi Bram yang duduk lesu di pinggir jalan. “Maaf, apa betul Anda asisten Bram
Kayla mengacungkan tongkat baseboll kearah pria itu namun pria yang berdiri di hadapannya itu tak bergeming sedikit pun dia tetap melangkah maju mendekati Kayla.Daaack!Pukulan dahsyat mendarat di kepala pria itu, alhasil pria tersebut jatuh pingsan seketika setelah berhasil melumpuhkan orang yang ia anggap sebagai pencuri Kayla mondar-mandir mencari tali untuk mengikat pria itu agar tak kabur dari sana.“Sebaiknya Aku menelepon Bram agar dia tahu ada seorang pencuri yang masuk ke rumahnya,” Kayla meraih telepon genggamnya di atas meja.“Halo Bram di rumahmu ada pencuri yang menerobos masuk, Kamu cepat pulang!” Kayla sibuk membuka semua laci yang ada di dapur.“Apa... Pencuri? Bagaimana bisa...?” Bram terperanjat mendengar ucapan Kayla.“Aku juga bingung... Bagaimana dia bisa masuk ke sini?” Kayla melirik ke arah pria tadi.“Kamu hati-hati dan jangan berbuat sembarangan, Ok!&rdquo
“Terima kasih untuk tetap hidup. Saat itu dadaku terasa sesak dan akan meledak melihatmu tak sadarkan diri,” Rey mengungkapkan semua yang ia rasakan di kala Kayla tertembak. “Kenapa kau melakukan itu semua? Apa kau memiliki sembilan nyawa!?” Rey menimpali perkataannya. “A-aku....” ucapan Kayla tertahan dan jarinya tak berhenti memainkan cincin yang ia kenakan. Rey mendekatkan tubuhnya dan memeluk Kayla dengan sangat erat. “Tetaplah hidup sehat dan berdiri tegak bersamaku di sini. Aku ingin menikahimu dan memiliki anak kembar yang mirip sepertimu! Dan aku mau melihatmu dengan rambut keabuan,” Rey menatap Kayla dengan tatapan mata yang sayu. Mendengar ucapan Rey, air mata Kayla menetes dan gadis itu memeluk erat pria yang ada di hadapannya itu, tangisan Kayla semakin menjadi-jadi membuat Rey khawatir. “Apa yang kau rasakan? Apa lukanya masih sangat sakit? Kay jawab pertanyaanku ini, jangan di
Telepon genggam Rey berdering terlihat jelas nama Tasya di layar, Rey menghela nafas panjang dan mengangkat panggilan tersebut.“Ada apa Sya?”“Benarkah? Aku segera ke sana,” Rey bergerak dengan sangat gelisah.“Apa yang terjadi Rey, kenapa kau terlihat gelisah seperti itu?” tanya Bram dengan mata menyipit.“Kayla sudah siuman.”“Kenapa lift ini bekerja dengan sangat lambat!!” imbuhnya sembari menendang pintu lift.“Sabar Rey,” ujar Bram.Rey berlari kecil sesaat pintu lift terbuka, ketika berada di depan pintu pemuda itu merapikan baju dan rambutnya. Padahal baju dan rambutnya masih tertata rapi. Perlahan ia membuka pintu dengan wajah yang semringah dia menghampiri Kayla yang masih terbaring lemah di ranjang.“Bagaimana keadaanmu? Bagian tubuh mana saja yang sakit? Apa ka
“Sebaiknya kalian pergi dari sini!” usir Rey dengan nada datar.Tasya melirik pemuda itu dengan lirikan mata yang sangat tajam, namun lirikan mata Tasya tak membuat Rey takut atau pun goyah. Bahkan pemuda itu kini semakin menekankan suaranya dan dia mengulang ucapannya lebih dari empat kali hanya untuk membuat sepasang sejoli tersebut segera meninggalkan kamar Kayla.Bram berdecap, “Rey... Rey... dari dulu kok enggak berubah-berubah.”“Oh, jadi kau mau lihat aku berubah. Baiklah aku akan berubah menjadi Spiderman agar kalian bahagia,” celetuk Rey.“Hahaa, enggak lucu, Bang!” ketus Tasya dengan mata yang melirik tajam kearah Rey.Rey melangkahkan kakinya menuju pintu dan tangannya meraih gagang pintu, membuka lebar pintu tersebut seraya mengangkat kedua alisnya dan menatap ketiga orang yang masih duduk santai di sofa.“Apa yang ka
“Pasien luka tembak di dada. Sudah mendapat infus,” jelas perawat yang masih mendorong bad yang Kayla tiduri.“Luka tembak? Bawa ke ruang operasi.” Ucap Dokter Yudo.“Sudah berapa lama?” tanya Dokter Yudo dengan sorot mata serius.“Sekitar 15 menit transportasinya, kami sudah Resusitasi.” Imbuh perawat wanita itu sambil memasang oksigen. (Resusitasi adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas atau henti jantung ke fungsi optimal guna, mencegah kematian biologis.)“Cek organ vitalnya. Siapkan infus dan hitung darah lengkap!” pinta Dokter Yudo dengan tegas.Suasana di dalam ruangan UGD sangat tegang dan beberapa dokter dan perawat sibuk mempersiapkan alat untuk pengecekan kondisi Kayla lebih lanjut.“Tekanan darahnya 60 per 40. Saturasi darah 80.” Ungkap asisten dokter yang bertugas mem
mobil berwarna silver dari arah lain mengerem mendadak membuatnya hilang kendali dan mobil tersebut mendekat ke arah Kayla. Mata Kayla mendelik mendapati mobil itu melayang ke arahnya, untungnya gadis itu bisa segera menghindar dan berlindung di bawah mobil yang terparkir di sisi bahu jalan.Baru saja keluar dari kolong mobil Kayla suda di sambut tendangan dari bodyguard Indra, yang membuatnya tersungkur dan hidungnya mengeluarkan dara. Kayla mengusap hidungnya kasar dan dengan beringasnya Kayla melayangkan pukulan dan tendangan ke arah pria yang telah menendangnya barusan, wajah bodyguard tersebut di sodok degan sikunya hingga bercucuran darah. Tak cukup di situ Kayla kini membabi buta menyerang semua bodyguard Indra sampai dia nekat memecahkan kaca jendela mobil dan meraih serpihan kaca tersebut dan di lemparkannya ke arah lawannya.“Kay, cepat masuk!” pekik Rey di sisi jalan.Ketika Kayla hendak melangkahkan kakinya, Indra melesi
Hendra sudah tak bisa menahan emosinya, sehingga dia langsung melayangkan tendangan ke arah Indra dan semua anak buah Indra menodongkan pistol ke arah mereka semua. Rencana cadangan Rey pun gagal karna tindakan Hendra yang gegabah dan kini mereka harus berjuang dengan kemampuan yang ada dan saat ini mereka hanya memiliki beberapa anggota saja yang tersisa. “Kenapa kau melakukan ini?!” bentak Bram dengan mata melotot. “Iblis itu harus mati, Bang!!” sarkasnya penuh kebencian. Suara tembakan menggema di ruangan beberapa warga mengintip dari rumah mereka masing-masing dan salah satu tetangga Kayla melaporkan hal tersebut ke polisi. Semua kaca hancur berhamburan karna tembakkan dan jasad tergeletak di mana-mana, tak ada yang menjamin hidup atau pun keselamatan mereka. Kehancuran yang sesungguhnya kini telah di mulai. “Hai....” Pekik Indra seraya melepaskan tembakkan ke udara. “Buang semua senjata kalian ata
Terdengar suara tawa yang sangat familier di telinga mereka, beberapa pasang mata menatap serius seseorang yang mengenakan topeng yang saat ini sedang duduk santai di sofa. Tiba-tiba tawanya terhenti dan tatapan dinginnya membuatnya semakin terlihat sangat kejam.“Apa yang kau pikirkan Rey?” tanya Kayla yang kini tersenyum masam di hadapan Rey.Rey masih menatap serius pria tersebut, perlahan dia melangkahkan kakinya mendekat lemari kaca yang di penuhi darah.“Apa kau masih tidak mengenali si bangsat, itu?” tanya Kayla geram.Dengan ragu Rey menjawab pertanyaan Kayla. “I-indra...,"Setelah mendengar ucapan Rey, Kayla menyelinap masuk ke sebuah kamar dan pergerakan Kayla di ikuti oleh Rey yang berjalan di belakangnya.“Kenapa kau mengikutiku?” tanya Kayla dengan mata mendelik.“Aku perlu mendengar penjelasanmu,” kata Rey lirih.
“Pekerjaan kita belum selesai Kawan! Biang kerok di balik masalah ini belum diketahui!!” tegas Kayla sembari tangannya meraih alat bor di dinding.“Apa maksudmu, Kay?” tanya Bram dengan tatapan penuh.Kayla berjalan di hadapan semua orang, dia mengelus-elus alat bor yang ia bawa dengan tersenyum jahat, semua orang yang berada dalam ruangan sangat tak nyaman dengan sikap Kayla yang terbilang sangat aneh.“Kau mau tahu? Siapa mata-mata baru yang melaporkan pergerakan kita terakhir kali? Sehingga membuat kedua orang tuaku meninggal dan mendesak Ibu menjadi kambing hitam dari segala kekacauan ini dan hal itu untuk mengalihkan niatku dari awal!” pungkas Kayla dengan amarah yang sangat berkobar-kobar.“Kakak lagi bicara apa? Tasya enggak mengerti maksud ucapan Kakak...,” ujar Tasya dengan mata yang berkaca-kaca.“Kau sekarang harus lebih kuat Sya! Dan pahami keadaan saat
Tasya melirik Bram yang masih bengong dan gadis itu mengguncang tubuh Pria yang duduk di sebelahnya dan melontarkan pertanyaan.“Apa yang kau pikirkan, Bram? Apa kau mendengar perkataanku tadi?” kata Tasya pelan.“Aku mendengarnya dengan cukup jelas!” sahut Bram.“Lalu kenapa kau tak segera menjawabnya?” Tasya beranjak dari tempat duduknya.“Ini semua sudah menjadi jalan takdir kalian berdua, berusahalah menjadi gadis yang tangguh! Sedikit mengertilah dengan situasi ini, tak semua yang kau lihat itu benar,” Bram memaparkan segalanya dengan suara yang lembut nan mendayu.“Apa mungkin aku bisa? Hatiku sakit tanpa alasan Bram.” Tasya mengelus dadanya dan air mata perlahan menetes.“Yakinlah pada dirimu sendiri! Jangan mengekang hati dan pikiranmu,” Bram menyekat air mata Tasya.Pemuda manis tersebut memeluk Tasya dan tanganny