Kakak besar?
Bunuh?
Adrian terdiam sejenak, bukannya dia syok atau apa. Dia hanya tak habis pikir dengan perkataan gadisnya yang menganggapnya dirinya gangster atau seorang pembunuh, dari mana dia mendapatkan pikiran konyol itu? Adrian terus menatap gadis di depannya yang kini tengah gugup akibat tindakannya barusan. Dia sangat manis, apalagi ekspersi terkejutnya tadi. Ingin sekali menariknya dalam pelukanku. Sayangnya keberadaan makhluk menyebalkan di belakangnya membuyarkan semua angan. Tatapan matanya kini beralih pada Reihan. Kapan adik bodohku ini berhenti membuat ulah?
“Reihan!” seruku padanya.
Reihan berjalan ke arahku dengan santai seolah tak terjadi apapun,”Hai?”
SHIT!
Ingin sekali ku enyahkan dia selamanya supaya kehidupanku kembali damai seperti sebelumnya. Kuberikan dia waktu untuk menjelaskan semuanya, jika dia terbukti bersalah! Akan kuseret dia dengan paksa kembali ke pack.
Adrian geram pada setiap tindak-tanduk sembrono Reihan selama dia berada di dunia manusia. Dia selalu membuat ulah terutama pergerakan mencoloknya dalam operasi bawah tanah yang melibatkan gangster. Sudah berapa kali kutekankan padanya untuk menjaga sikapnya. Namun, perkataanku hanya dianggap omong-kosong saja. kesabaranku hilang, aku memojokkannya ke dinding bersiap melampiaskan emosiku. Sayangnya, tangan mungil wanita yang tak jauh darinya menghentikanku.
Adrian langsung menoleh kearah pemilik tangan itu dengan tatapan sinis. Dia tak suka apa yang di lakukan gadisnya, Adrian cemburu matenya begitu memperdulikan laki-laki lain walaupun dia adiknya sendiri. Tatapan matanya terus memandang gadis itu, ada banyak emosi yang terpancar dari matanya, membuatnya tak tahan hingga akhirnya Adrian perlahan mengendurkan cengkramannya.
“Tolong, lepaskan Reihan.” Ucapnya memelas tak bergeming di bawah tatapan sinisku, “Semuanya adalah kesalahanku, jika dari awal aku mencegah Reihan datang ke sana semuanya tidak akan serumit ini. Maaf. Telah menyebabkan masalah besar untuk anda. Reihan tidak bersalah sama sekali.”
Sial!
Gadis ini sangat menggemaskan.
Adrian ingin membawanya pulang detik ini juga, memonopoli semua perhatiannya dan membuatnya menjadi miliknya selamanya. Emosinya tak bisa terkendali hingga membuatnya sangat frustasi. Gadisnya seperti bom waktu yang membuat semua pertahananku selama ini hancur. Biasanya dia tak pernah membiarkan perempuan manapun menyentuhnya, dia akan sangat jijik dengan sentuhan mereka yang hanya menginginkan hartanya ataupun statusnya. Berbeda dengan gadis di sampingnya, keberadaanya membuatnya nyaman dan hangat. Seolah cahaya kembali memeluknya yang terus tenggelam dalam kegelapan.
Gadis itu perlahan menarik tangannya yang dari tadi menarikku membuatku kecewa, bahkan dia juga melangkah menjauhiku saat aku bergerak mendekatinya. Hatiku tak nyaman saat dia melakukannya, ada perasaan nyeri tapi kucoba abaikan itu semua. Aku harus membereskan masalah Reihan dulu baru kembali fokus padanya.
Aku harus mendapatkan mateku bagaimanapun caranya.
“Saya kakak dari pemuda yang di sana, saya ingin menebus adik saya sekalian dengan teman wanitanya.” Tegas Adrian seraya menunjuk Reihan dan gadis di sebelahnya.
Petugas sedikit kebingungan,”Apa anda yakin?”
“Ya, saya akan menebus mereka berdua.”
Adrian terus meyakinkan petugas tersebut. Dia beberapa kali melirik gadisnya yang tengah terkejut saat aku mengutarakan niatku sebagai penjaminnya.
“Apa hubungan anda dengan gadis itu?” Tanya petugas itu.
“Gadis itu dia-“
“Dia?”
Pasanganku!
Takdirku!
Sial! Aku berharap bisa mengatakan itu sekarang juga.
“Dia adalah teman kuliah adik saya.”
“Mohon maaf pak, anda hanya bisa mengeluarkan adik anda. Sayangnya tidak dengan gadis yang di sebelahnya.”
“Maksud anda?” Adrian terkejut dengan ucapan petugas itu. Dia langsung menatap petugas itu dengan tatapan yang mematikan sampai petugas tersebut tergagap.
“Begini pak, kami tidak bisa mengambil resiko dengan mengeluarkannya.” Gigiku bergemeretak menahan emosi bersiap menghajar petugas tersebut, “Gadis tersebut memiliki catatan criminal sebelumnya jadi kami butuh menemui orang tua atau walinya.”
Kemarahanku menguap berganti menjadi ekspresi bingung, “Apa? Catatan criminal?”
“Betul, maka dari itu kami mengharapkan anda bisa menghubungi orang tua atau wali gadis itu.”
Adrian langsung menoleh ke arah gadis itu sedangkan yang ditatap malah memalingkan wajahnya ke arah lain. Jelas sekali dia tak ingin menjawab apapun, sepertinya ini akan menyusahkan.
Bukan hanya aku, Reihan yang kini duduk disampingku pun sama terkejutnya setelah mendengar pernyataan petugas tersebut. Apa yang gadis itu sembunyikan sebenarnya?
“Apa kau tahu sesuatu tentang ini?”
Reihan langsung menggelengkan kepalanya,” Tidak. Ini pertama kalinya aku mendengar tentang ini.”
“Kau tahu keberadaan orang tua, saudara atau walinya?”
“Entahlah, Luci tak pernah menceritakan apapun tentang kehidupan pribadinya. dia sangat tertutup mengenai itu. Aku hanya tahu dia baru pindah kesini belum lama ini dengan surat rekomendasi dan juga karena pekerjaan dari walinya.”
“Apa kau tak pernah mencari tahu tentangnya secara pribadi?”
“Bro! Aku tak pernah ingin mencampuri urusan pribadi orang lain.”
“Uhm...” Petugas itu mengetuk meja dengan lembut, “Anda bisa membawa adik anda sekarang juga jika anda mau. Akan saya siapkan berkasnya sekarang juga.”
“Aku akan membawa gadis itu juga.” Kataku seraya menunjuk ke arah gadis itu.
“Tapi pak-“
“Berapa yang harus saya bayar untuk mengeluarkannya?”
“Apa?”
“Berapa yang harus saya bayar untuk membawanya keluar dari sini?”
Hampir setengah jam perdebatan panjang yang alot itu berlangsung. Butuh banyak usaha untuk mengeluarkan gadisnya dari kantor polisi. Semua ini membuatnya lelah, beberapa kali Adrian menghela nafas frustasi hingga ketiganya sampai keparkiran mobil tempat Adrian memarkirkan mobilnya “Kemarilah.” Aku memanggil Reihan kearahku meninggalkan gadis itu di belakang. Reihan menghampiriku dengan ragu. Apa segitu menakutkannya diriku hingga dia seperti ini? Inilah alasan kami tidak pernah dekat walaupun kami bersaudara. “Gadis itu pacarmu?” Aku menanyakan padanya tapi yang kulihat hanya ekspresi konyol dan bingung. “Maksudmu Luci?” Reihan menangkap isyaratku, “Tidak, dia hanya sahabatku di kampus. Kenapa?” Jadi nama gadis itu – Luci. “Dia pasanganku.” Aku menjawabnya tegas. “Oke. APPPAAAA?!” Reihan seketika heboh sendiri, “Tunggu! Dia pasanganmu? Kau tidak sedang bercandakan?” Kutatap sinis dirinya menandakan ketidaksukaanku. Dia sangat berisik. Reihan menatapku tak percaya, bahkan dia men
Jam dua belas tepat, Luci tiba di asramanya. Nafasnya terengah-engah akibat kebodohannya sendiri, semuanya berkat sahabatnya itu yang tega meninggalkannya dan kabur sendirian. Kebodohanku menyebabkan ku harus berjalan ratusan kilometer untuk sampai di sini. Kakiku bahkan hampir copot, untung saja aku tidak berakhir tidur dijalanan seperti gelandangan. Aku bersandar pada pintu belakang kamarku, kuhirup udara sebanyak-banyaknya untuk mengisi kekosongan paru-paruku. Kakaknya Reihan menawarkan diri mengantarku ke kampus, namun kuputuskan untuk melarikan diri darinya secepat kilat saat dirinya lengah. Dia pikir aku gadis macam apa? Setelah mencuri ciuman pertamaku dan melakukan hal tak senonoh dengan tenangnya dia mengajakku pulang seolah tidak terjadi apapun! Bukannya kembali ke asrama aku malah akan menjadi penghangat ranjangnya. Aku tertawa miris, “Apa aku semurah itu?!” Kututup kedua mataku, tubuhku kini seperti mati rasa. Lelah…andai saja aku tak pergi dengan Reihan maka semuanya ta
Mungkin ini lebih baik dari pada harus menyeretnya dalam masalahku. Pertama kalinya dalam sejarah kami berdua terpisah bahkan seperti orang asing. Tak ada sapaan atau candaan lagi juga tak ada tingkah konyolnya seperti dulu. Ada yang hilang namun inilah yang terbaik untuk kami berdua. Kami sama-sama membutuhkan waktu untuk saling berfikir satu sama lainnya. Pengumuman pada mata kuliah terakhir menjadi penutup hari ini. “Pastikan membaca pengumuman di website universitas. Ini sangat penting, terutama untuk para penerima beasiswa. Jika ada yang punya pertanyaan kalian bisa datang pada saya atau bagian kemahasiswaan.” Kata dosen mengakhiri kuliahnya dan beranjak keluar. Pengumuman untuk para penerima beasiswa? Apa lagi kali ini? Apakah ada pengumuman beasiswa keluar negeri? Atau pengumuman pemenang lomba kemarin? Dengan antusias kukeluarkan ponselku dari tas untuk mengecek pengumuman yang di web universitas, sementara mahasiswa yang lain beranjak satu-persatu meninggalkan kelas tak p
Perutku terus mengeluarkan bunyi gemuruh meminta untuk diisi di karenakan bau harum dari masakan yang berasal dari cafe baru yang menjual masakan Cina yang cukup digemari di kalangan remaja maupun orang tua. Setiap melewati café ini air liurku selalu menetes keluar, apalagi ketika mereka menghidangkan masakan mereka yaitu gyoza dan tahu mapo. Ingin rasanya segera masuk dan menyantapnya, kubuka dompetku perlahan menghitung sisa uang yang ada disana. Hanya tinggal beberapa lembar uang $5o dan $10, jika aku menggunakannya sekarang maka sama saja dengan berpuasa 2-3 hari kedepan. Hhhhh….Frustasi. Tidak akan lagi ada kemewahan, hanya ada omong kosong. Mengapa harus sekarang? Dengan lunglai kulangkahkan kakiku menjauh dari sana. beberapa kali ku usap perutku yang lapar mencoba memberi pengertian. Semuanya bermula dari kebijakan kampus yang baru yang mencabut hak istimewa para penghuni beasiswa untuk tinggal di asrama. Aku harus mengurus semuanya sendiri mulai dari makan, tempat tinggal
Hhhhhhh…..kuhela nafas lega. “Halo, manis.” Deg! Suara lembut nan berat itu menyapa telingaku membuat jantung sontak keluar dari tempatnya. Tidak mungkin! Kueratkan genggamanku pada mantelku ketakutan. Sudah kupastikan tak ada siapapun yang mengikutiku dari belakang. Bagaimana mungkin? Luci tak berani menoleh kebelakang, tubuhnya sangat kaku tak mau diajak kompromi bahkan suaranya juga bahkan tercekat tak berani berteriak. Pria asing itu menarik pergelangan tanganku membuatku tersentak seketika menghadap ke arahnya. Mataku terbelalak saat mengetahui siapa dia! Adrian! Hampir saja aku mati ditempat karena tindakannya barusan. Kukira dia orang iseng yang berniat jahat. Adrian tanpa rasa bersalah menatapku sambari menunjukkan seringai tipisnya. Aku merasakan bahwa inilah saat terakhirku bernafas. “Apakah kau cukup bersenang-senang tadi?” Dia?! Bagaimana dia bisa di belakangku? Aku berani bersumpah tak ada siapapun di belakangku tadi. Bahkan langkah kakinya pun tak terdengar.
"Pesan apapun yang kau mau.” Titahnya padaku. Berkat suara orchestra yang keluar dari perutku, Adrian langsung menyeretku keluar dari gang sepi di sekitar pemukiman kumuh ke sebuah restoran kecil yang jaraknya lumayan. Dia mungkin bersimpati padaku atau lebih tepatnya kasihan pada pencuri yang baru saja dia tangkap. Perut bodoh! Seharusnya kau tahu situasinya. Kulihat dirinya yang tengah sibuk dengan buku menu di atas meja, beberapa kali kulihat dia membolak-balikkan halamannya acuh. Oh, betapa indahnya makhluk ciptaanmu ini Tuhan. Baru kusadari, dia ternyata mengenakan anting berbentuk bulan sabit berwarna hitam di telinga kanannya. Anting kecil yang bentuknya tak begitu mencolok bahkan hampir menyatu dengan warna rambut dan kulitnya yang pucat membuatku semakin terpesona olehnya. “Apa kau sudah menemukan menu favoritmu di wajahku? Jika kau sudah menemukannya, sebaiknya kita pindah ke tempat lain sekarang juga. Kau bisa memakanku sepuasnya nanti” Celotehnya sambil sesekali terse
“Bagaimana jika kita ubah menjadi aku akan memberikanmu uang saku tiap bulannya?”“Hah?!”Aku bahkan tak mempercayai pendengaranku sendiri.Butuh waktu bagiku mencerna perkataanya, “Aku tahu bahwa tindakanku salah, tapi bukanlah pembenaran jika aku menerima uangmu seperti. Aku tak butuh belas kasihmu. Maaf.... aku tak bisa menerima kebaikanmu lebih dari ini. Lagipula ini semua terjadi karena kecerobohanku sendiri hingga kehilangan uang bulananku.” Lagipula jika Alex tahu aku menerima uang dari lelaki lain dia pasti akan membatalkan semua kesepakatan kami.“Kau kehilangan uangmu? Bagaimana bisa?”Adrian memikirkan semua kemungkinan,”Apakah uangmu dicuri?”
Matahari mulai kembali keperaduannya, Adrian memarkirkan mobilnya pada sebuah kafe yang sering dia kunjungi sekedar bersantai ataupun merilekskan dirinya dari semua kepenatan kantor. Namun, kali ini tujuannya bukanlah cafe tersebut melainkan sebuah hutan larangan yang letaknya tak jauh dari sana.Selama perjalanannya kesana, Adrian memikirkan semuanya. Dulu hidupnya selalu diisi hanya dengan dokumen dan meeting setiap harinya. Kini semuanya berubah sejak pertemuanku dengannya. Semuanya sangat berwarna tidak seperti dulu yang hanya hitam-putih saja.Aku bahkan masih mengingat caranya menciumku beberapa jam lalu.Gadisku sangat menggemaskan.Ku elus kembali pipiku. Tak pernah kukira candaanku akan berujung pada kejutan manis yang dia berikan atas kemauannya sendiri, bukank
Lucas menatapku bergantian dengan pria di hadapanku, kami masih setia menunggu jawaban darinya.“Karena…” Adrian tak begitu yakin dengan apa yang ingin dia katakan, “Luci berkencan dengan pria di sebelahmu makannya aku marah!” sayangnya itu adalah jawaban yang salah, bahkan anak kecil masih lebih baik dalam berbohong ketimbang dirinya. Lagipula untuk apa aku berkencan dengan Luci? pemikirannya sangat konyol.Lucas menarik nafas keras dan itu terdengar dramatis menurutku. Dia langsung menjatuhkan benda yang sedari tadi di genggamnya lalu menatapku seksama, “kau berkencan dengan Luci?!”“Tidak.” ku bantah pertanyaanya tadi dan Lucas pun langsung melihat kembali kearah Adrian.“Kau pembohong!”
_Alex_Aku berdiri di balkon menatap pemandangan hutan di sekitarku sambil menghirup udara segar selagi menunggu mangsaku. Kedatangan anjing kampung itu sepertinya lambat, seharusnya dia sudah disini sejak tadi.Anjing kampung sialan itu mengambil cincin yang telah ku kerjakan bertahun-tahun begitu saja, dia bahkan memastikan sihir didalamnya dan seenak jidat menggali informasi tentangku.Ketika mereka berdua hidup bersama banyak sihir yang terbuang sia-sia untuk menyegel ingatan Luci secara paksa. Anjing kampung itu terlalu lancang menurutku, aku bahkan tak bisa mengatakan apapun pada Luci tentang hal ini atau pun mengambilnya kembali.Sekarang cincin itu benar-benar ‘hilang’ jika sesuatu terjadi lagi pada Luci….aku tak tau apa yang akan terjadi akiba
Aku yakin Bryan pasti akan memberikanku kabar bagus.Dia pasti mendapatkannya kali ini.Aku yakin.====================================================================Nihil.Tak ada informasi apapun.Apa ini semua lelucon?Sama seperti Luci informasi yang ku dapatkan tentangnya hanya informasi dasar saja. Tak ada informasi khusus selain dia adalah seorang dokter.Tidak ada informasi lain yang berguna.Apa ini omong-kosong lainnya?Ku ambil handphoneku dan menghubungi Bryan sesampainya di kamarku.
_Adrian_Luci pulang saat aku sibuk bertelepon dengan klien. Dia berhenti sejenak kemudian dan langsung duduk di sofa tepat di sampingku.Aku tersenyum padanya dan dia pun membalasnya dengan lambaian. Dia sepertinya sedikit bermasalah.Ku selesaikan panggilanku dan berjalan ke arahnya, “ Apa ada yang ingin kau tanyakan padaku? Kau terlihat sangat gusar sejak tadi.”“Ah! Ya… Aku kehilangan cincinku. Kau pernah melihatnya?”Aku tahu itu. cincin itu sengaja ku sembunyikan karena sihir yang ada di dalamnya. Sihir yang dapat menarik ingatan seseorang dalam sekejab.Ku gelengkan kepalaku, “tidak. Apakah itu sangat penting?”
Aneh…Aku merasa hampa saat melihat jari manisku yang kini kosong tanpa adanya benda bulat yang biasanya bertengger di sana.Apa karena aku telah memakainya bertahun-tahun ya? sensasi ini sangat menyebalkan.“ Kau baik-baik saja? wajahmu terlihat pucat.” Tanya Reihan.“ Apa kau melihatku mengenakan cincin saat masuk kelas tadi? ” Aku terus bertanya padanya sambil menatap tempat dimana cincin itu seharusnya berada.“ Tidak.” Jawabnya singkat, “ apakah cincin itu sangat penting bagimu? Kau terlihat sangat khawatir?”“ Entahlah.” Jawabku tak berani menatapnya, “ Aku harus menemukannya bagaimanapun caranya.&rdquo
_Luciana_ Aku terbangun di atas tempat tidurku. Sebuah selimut di letakkan dengan hati-hati di atas tubuhku, jendela di sampingku masih tertutup tirai yang menghalangi sinar matahari merangsek masuk. Semuanya terlihat normal kecuali fakta bahwa aku sangat melupakan sesuatu. Sesuatu yang sangat penting. Tapi apa?! Ada perasaan aneh yang mengganjal di dalam diriku. Sesuatu yang sangat menganjal! Ku coba mengingat apa yang terjadi semalam. Aku mengingat semuanya dengan jelas sampai bagian ketika aku dan Alice mencapai hutan dan menemukan Adrian di sana. Semuanya nampak kabur. Ku coba memaksakan diri untuk mengingat semuanya, memori itu perlahan muncul dalam pikiranku namun sampai di bagian di mana aku menga
“Apa kau tidak membenciku sama sekali?”Aku menghentikan aktivitasku setelah mendengar pertanyaanya.=====================================================================“Mengapa aku harus membencimu?” Ku seka linangan air mata yang mengalir di pipinya, entah mengapa ada sebuah kepuasan untukku saat melakukannya. Akhirnya penantianku akan usai.“Kau pasti kecewa padaku setelah semua ini.” Luci terdiam sesaat, “aku memang gadis egois yang mementingkan diriku sendiri hingga akhirnya menyakitimu namun aku tak ingin kau membenciku.”“Mengapa kau tak ingin aku membencimu?”“Karena aku menyukaimu.” Dia akhirnya men
_Adrian_ Dengan sisa kekuatanku ku seret diriku ke sebuah pohon Oak besar di tengah hutan. Nafasku memburu dan tubuhku terasa mati rasa karena menghabiskan semua sisa kekuatanku untuk sampai di sini. Pohon tua ini bukanlah pohon sembarangan. Bisa dikatakan dia adalah sang raja pohon di sini. Di hutan besar seperti ini biasanya dipimpin oleh roh pohon yang disebut dryad. Dialah yang menjaga hutan dan juga sebagai penghubung ke dunia sihir. Dryad mempunyai jangka waktu hidup yang sangat lama, sekitar 900 lebih. Semakin tua dryad semakin banyak cabang yang tersebar ke segala arah dengan kulit kayunya yang tebal. Aku berjalan perlahan dan berhenti sejenak ketika dryad mulai mengidentifikasi diriku. Saat dryad mengidentifikasi bahwa aku bukanlah manusia dan juga memiliki luka mereka akan mulai memulihkanku dengan kekuatannya.
Aku telah kehilangan kepercayaan…Memikirkannya membuat hatiku sakit dan air mataku semakin mengalir di pipiku. Aku sudah mencoba menahannya, pertahananku runtuh.=====================================================================“Luci!” Adrian menatapku khawatir. “Kau kenapa? apa ada yang sakit?” tanyanya. "Kenapa? kenapa kau sebaik itu padaku? Kenapa sangat peduli padaku setelah semua perlakuanku padamu?" aku akan menggendongmu. "Kita harus kerumah sakit sekarang juga.” katanya setelah melihat luka-luka yang ada di tubuhku, “Maaf karena membuatmu terluka seperti ini.”“Apa kau tidak membenciku sama sekali?”Adrian menghentikan aktivitasnya kemudian menatapku da