Mungkin ini lebih baik dari pada harus menyeretnya dalam masalahku.
Pertama kalinya dalam sejarah kami berdua terpisah bahkan seperti orang asing. Tak ada sapaan atau candaan lagi juga tak ada tingkah konyolnya seperti dulu. Ada yang hilang namun inilah yang terbaik untuk kami berdua. Kami sama-sama membutuhkan waktu untuk saling berfikir satu sama lainnya.
Pengumuman pada mata kuliah terakhir menjadi penutup hari ini.
“Pastikan membaca pengumuman di website universitas. Ini sangat penting, terutama untuk para penerima beasiswa. Jika ada yang punya pertanyaan kalian bisa datang pada saya atau bagian kemahasiswaan.” Kata dosen mengakhiri kuliahnya dan beranjak keluar.
Pengumuman untuk para penerima beasiswa? Apa lagi kali ini? Apakah ada pengumuman beasiswa keluar negeri? Atau pengumuman pemenang lomba kemarin?
Dengan antusias kukeluarkan ponselku dari tas untuk mengecek pengumuman yang di web universitas, sementara mahasiswa yang lain beranjak satu-persatu meninggalkan kelas tak peduli.
Dalam keheningan Luci membaca pengumuman itu dengan tatapan tak percaya. Dia sangat syok saat membaca pengumuman itu, dimana akan ada penyesuaian baru untuk para mahasiswa penerima beasiswa mengenai kebijakan asrama. Selain itu pengumuman itu juga mencantumkan pencabutan beasiswa untuk mahasiswa bermasalah hingga penetapan biaya tambahan untuk mahasiswa yang menempati asrama.
Apa?!
Tak bisa kupercayai ini semua.
Aku baru pindah kesini dan sekarang….
Kenapa begitu tiba-tiba? Aku bahkan tak punya cukup uang untuk biaya hidupku.
Lelucon apa lagi ini?!
Ini tak lucu sama sekali!
Tolong bilang kalau ini tak nyata!
Aku bergegas menyambar tasku dan berlari keluar menuju ke bagian kemahasiswaan, berharap akan sebuah keajaiban, sayangnya itu semua tak terjadi.
“Takkan ada pengecualian untuk satu orangpun. Terutama untukmu!” jawab pegawai bagian kemahasiswaan dengan tatapan sinis padaku.
“Maksudnya? Apa salah saya?”
Dia menatapku sinis,”Apa kau pura-pura bodoh sekarang?”
“Kami menerima catatan kriminal mengenaimu dari pihak kepolisian. Bahkan jika ada pengecualian bagi satu atau dua mahasiswa, kamu takkan masuk dalam daftar itu.”
Perkataan pegawai itu sangat menusuk, hingga kukepalkan tanganku menahan emosi.
“Terima kasih.” Dengan enggan ku ucapkan kata itu dan beranjak dari sana bergegas ke asrama
Sekarang aku harus bagaimana?
Jika aku menambah kerja paruh waktu lagi, takkan ada waktu untukku belajar. Bisa-bisa aku kehilangan semua beasiswaku nanti.
Ku banting pintu asramaku kasar meluapkan emosiku yang dari tadi kupendam.
Bodoh! Kalau menganggap semuanya akan lancar tanpa adanya rintangan.
Aku hanya ingin menyelesaikan kuliahku dengan lancar dan lulus dengan nilai terbaik.
Apa aku harus kembali ke jalanan seperti dulu? atau aku bisa mencari tempat penampungan sementara? Sepertinya aku melihat hal seperti itu saat menjelajahi internet beberapa hari lalu, dengan sigap kubuka ponselku mencari semua informasi yang ada tapi nihil.
Tak ada yang seperti itu. Jika adapun hanya akan ditujukan untuk anak-anak dan lansia bukan orang sepertiku yang masih segar bugar.
Luci berjalan ke depan cermin dengan lemas. Beberapa kali kuhapus air mata yang mengalir di pipiku dengan kasar. Aku bahkan tak sedikitpun terlihat seperti anak-anak dari sisi manapun.
Apa yang harus aku lakukan sekarang?
_ _ _
Luci masuk kelas lebih awal, dia sama sekali tak bisa tidur semalaman karena memikirkan nasibnya setelah ini hingga suara sapaan seseorang mengejutkannya.
“Hei.” Sapanya padaku, ku abaikan orang itu akibat moodku yang buruk
“Maaf.” Aku langsung menoleh ke arahnya saat mendengar kata itu, “Maaf, aku memang egois. Aku bahkan tak mendengarkan penjelasanmu dulu dan langsung pergi begitu saja. Apa aku memang tak berarti untukmu sebagai sahabat? atau kau memang menganggapku sebagai pengganggu saja selama ini?”
Aku terdiam sejenak, sementara Reihan menunggu reaksiku selanjutnya.
“Apa aku segitu menyebalkannya? Baiklah kalau begitu aku takkan mengganggumu lagi.” Aku langsung menahan tangannya dan memintanya duduk disampingku. Kasian anjing besarku kini terlihat sedih dan murung. Kuraih pipinya dan langsung mencubitnya sekencang mungkin hingga dia memekik.
“Akh! Sakitsakit!” pekiknya sambil mengusap pipinya yang memerah.
Aku terkekeh melihat reaksinya,” Aku tak pernah marah padamu Rei.”
“Kau yakin?”
Kubalas pertanyaanya tadi dengan cengengesan.
Reihan memperhatikan kondisiku,” Kau tampak lelah? Apa semuanya baik-baik saja?”
“Tentu saja.”
Aku tak bisa mengatakan padanya bahwa aku akan menjadi gendangan sebentar lagi. Itu sangat memalukan. Lebih baik aku mati ketimbang memberitahu siapapun mengenai keadaanku.
“Kau yakin?”
”Ya, tuan bawel.” Rungutku. Ku peluk Reihan detik itu juga hingga membuat Reihan tersentak, “Aku hanya sangat merindukanmu.”
“O-oke.” katanya canggung sambil mengusap punggungku dan sesekali menepuknya dengan kaku seolah aku adalah serangga. Hal itu membuatku menahan tawa. Reihan sangat aneh dia mempunyai banyak fans yang mengaguminya tapi tak satupun yang mampu menarik perhatiannya. Aku kadang berfikir dia adalah Gay.
Pfffftttt.
Tawaku akhirnya tak tertahan lagi, apalagi saat melihat dia tersipu malu. Dia sungguh manis, berbeda dari biasanya konyol dan menyebalkan.
Aku berharap kita bisa seperti ini terus. Tidak seperti sebelum-sebelumnya yang saling menjauh seperti orang asing. Kau adalah sahabat terbaikku Rei dan aku tak ingin kehilanganmu lagi, maka dari itu aku tak bisa memberitahumu tentang kondisiku yang sebenarnya. Aku tak ingin dia meninggalkanku karena merasa risih dan terbebani. Rei, kau adalah salah satu alasanku bertahan disini sampai sekarang.
Perutku terus mengeluarkan bunyi gemuruh meminta untuk diisi di karenakan bau harum dari masakan yang berasal dari cafe baru yang menjual masakan Cina yang cukup digemari di kalangan remaja maupun orang tua. Setiap melewati café ini air liurku selalu menetes keluar, apalagi ketika mereka menghidangkan masakan mereka yaitu gyoza dan tahu mapo. Ingin rasanya segera masuk dan menyantapnya, kubuka dompetku perlahan menghitung sisa uang yang ada disana. Hanya tinggal beberapa lembar uang $5o dan $10, jika aku menggunakannya sekarang maka sama saja dengan berpuasa 2-3 hari kedepan. Hhhhh….Frustasi. Tidak akan lagi ada kemewahan, hanya ada omong kosong. Mengapa harus sekarang? Dengan lunglai kulangkahkan kakiku menjauh dari sana. beberapa kali ku usap perutku yang lapar mencoba memberi pengertian. Semuanya bermula dari kebijakan kampus yang baru yang mencabut hak istimewa para penghuni beasiswa untuk tinggal di asrama. Aku harus mengurus semuanya sendiri mulai dari makan, tempat tinggal
Hhhhhhh…..kuhela nafas lega. “Halo, manis.” Deg! Suara lembut nan berat itu menyapa telingaku membuat jantung sontak keluar dari tempatnya. Tidak mungkin! Kueratkan genggamanku pada mantelku ketakutan. Sudah kupastikan tak ada siapapun yang mengikutiku dari belakang. Bagaimana mungkin? Luci tak berani menoleh kebelakang, tubuhnya sangat kaku tak mau diajak kompromi bahkan suaranya juga bahkan tercekat tak berani berteriak. Pria asing itu menarik pergelangan tanganku membuatku tersentak seketika menghadap ke arahnya. Mataku terbelalak saat mengetahui siapa dia! Adrian! Hampir saja aku mati ditempat karena tindakannya barusan. Kukira dia orang iseng yang berniat jahat. Adrian tanpa rasa bersalah menatapku sambari menunjukkan seringai tipisnya. Aku merasakan bahwa inilah saat terakhirku bernafas. “Apakah kau cukup bersenang-senang tadi?” Dia?! Bagaimana dia bisa di belakangku? Aku berani bersumpah tak ada siapapun di belakangku tadi. Bahkan langkah kakinya pun tak terdengar.
"Pesan apapun yang kau mau.” Titahnya padaku. Berkat suara orchestra yang keluar dari perutku, Adrian langsung menyeretku keluar dari gang sepi di sekitar pemukiman kumuh ke sebuah restoran kecil yang jaraknya lumayan. Dia mungkin bersimpati padaku atau lebih tepatnya kasihan pada pencuri yang baru saja dia tangkap. Perut bodoh! Seharusnya kau tahu situasinya. Kulihat dirinya yang tengah sibuk dengan buku menu di atas meja, beberapa kali kulihat dia membolak-balikkan halamannya acuh. Oh, betapa indahnya makhluk ciptaanmu ini Tuhan. Baru kusadari, dia ternyata mengenakan anting berbentuk bulan sabit berwarna hitam di telinga kanannya. Anting kecil yang bentuknya tak begitu mencolok bahkan hampir menyatu dengan warna rambut dan kulitnya yang pucat membuatku semakin terpesona olehnya. “Apa kau sudah menemukan menu favoritmu di wajahku? Jika kau sudah menemukannya, sebaiknya kita pindah ke tempat lain sekarang juga. Kau bisa memakanku sepuasnya nanti” Celotehnya sambil sesekali terse
“Bagaimana jika kita ubah menjadi aku akan memberikanmu uang saku tiap bulannya?”“Hah?!”Aku bahkan tak mempercayai pendengaranku sendiri.Butuh waktu bagiku mencerna perkataanya, “Aku tahu bahwa tindakanku salah, tapi bukanlah pembenaran jika aku menerima uangmu seperti. Aku tak butuh belas kasihmu. Maaf.... aku tak bisa menerima kebaikanmu lebih dari ini. Lagipula ini semua terjadi karena kecerobohanku sendiri hingga kehilangan uang bulananku.” Lagipula jika Alex tahu aku menerima uang dari lelaki lain dia pasti akan membatalkan semua kesepakatan kami.“Kau kehilangan uangmu? Bagaimana bisa?”Adrian memikirkan semua kemungkinan,”Apakah uangmu dicuri?”
Matahari mulai kembali keperaduannya, Adrian memarkirkan mobilnya pada sebuah kafe yang sering dia kunjungi sekedar bersantai ataupun merilekskan dirinya dari semua kepenatan kantor. Namun, kali ini tujuannya bukanlah cafe tersebut melainkan sebuah hutan larangan yang letaknya tak jauh dari sana.Selama perjalanannya kesana, Adrian memikirkan semuanya. Dulu hidupnya selalu diisi hanya dengan dokumen dan meeting setiap harinya. Kini semuanya berubah sejak pertemuanku dengannya. Semuanya sangat berwarna tidak seperti dulu yang hanya hitam-putih saja.Aku bahkan masih mengingat caranya menciumku beberapa jam lalu.Gadisku sangat menggemaskan.Ku elus kembali pipiku. Tak pernah kukira candaanku akan berujung pada kejutan manis yang dia berikan atas kemauannya sendiri, bukank
Untunglah aku lebih beruntung dari mereka. Mau tahu kenapa?Pertama, aku adalah anak pertama yang lahir dari Pack Alpha. Kedua, serigala putih mungkin memiliki banyak kerugian dari beberapa sisi tapi jangan salah mereka juga bukan makhluk yang dapat diremehkan karena mereka lebih kuat dari manusia serigala normal lainnya.Aku bangkit dari peraduanku setelah lama berbaring menikmati udara malam. Kuambil ancang-ancang lalu langsung berlari kembali kedalam hutan, ini sama sekali tidak membuatku lelah malah menambah adrenalinku untuk melakukan hal lebih.Adrian tidak peduli berapa banyak panggilan dari perusahaan di ponselnya. Toh….ku tinggalkan semuanya di dalam mobil. Ku kenakan kembali bajuku kemudian berjalan keluar dari hutan.Hari yang menyenangkan. Entah kapan
_Luciana_Aku bingung.Adrian menyeretku dengan paksa ke rumahnya, meninggalkan ku sendiri di ruang tamunya.Otakku kosong, perasaanku tak karuan sekarang.Bagaimana mungkin dia bisa menemukanku? Apa dia memasang pelacak pada tubuhku? ataukah dia membuntutiku sejak tadi? Pertemuan kami hanya sebuah kebetulan dan lagi aku sudah memastikan tak ada seorangpun yang mengikutiku.Lalu bagaima dia bisa ada di sana? Apakah ini kesialan ataukah keberuntungan?Mataku melirik sekilas ke arahnya dengan perasaan takut sementara Adrian sibuk bolak-balik memindahkan semua barangku ke ruang tengah.Habis sudah!
Apalagi saat dirinya menemukan pengait bra yang ada di punggungnya.Klik.Aku sangat terkejut ketika dia melakukannya, kembali kudorong dia agar menjauh dariku namun semuanya tak mempan. Apa yang harus ku lakukan? cepat pikirkan kau harus lepas dari situasi ini.Luci semakin khawatir saat seringai di wajah Adrian semakin lama semakin nakal,"aku akan memberitahu Reihan semuanya setelah memakanmu sampai bersih, jadi tetaplah seperti ini.""APA?! Kau tak bisa melakukan itu!"Adrian menciumku dengan intens, "kau tau apa yang aku inginkan." Aku merasakan nafasnya yang menerpaku semakin memberat terlebih lagi ciumannya kini semakin liar. Permainannya membuat tubuhku gatal dan menginginkan lebih.
Lucas menatapku bergantian dengan pria di hadapanku, kami masih setia menunggu jawaban darinya.“Karena…” Adrian tak begitu yakin dengan apa yang ingin dia katakan, “Luci berkencan dengan pria di sebelahmu makannya aku marah!” sayangnya itu adalah jawaban yang salah, bahkan anak kecil masih lebih baik dalam berbohong ketimbang dirinya. Lagipula untuk apa aku berkencan dengan Luci? pemikirannya sangat konyol.Lucas menarik nafas keras dan itu terdengar dramatis menurutku. Dia langsung menjatuhkan benda yang sedari tadi di genggamnya lalu menatapku seksama, “kau berkencan dengan Luci?!”“Tidak.” ku bantah pertanyaanya tadi dan Lucas pun langsung melihat kembali kearah Adrian.“Kau pembohong!”
_Alex_Aku berdiri di balkon menatap pemandangan hutan di sekitarku sambil menghirup udara segar selagi menunggu mangsaku. Kedatangan anjing kampung itu sepertinya lambat, seharusnya dia sudah disini sejak tadi.Anjing kampung sialan itu mengambil cincin yang telah ku kerjakan bertahun-tahun begitu saja, dia bahkan memastikan sihir didalamnya dan seenak jidat menggali informasi tentangku.Ketika mereka berdua hidup bersama banyak sihir yang terbuang sia-sia untuk menyegel ingatan Luci secara paksa. Anjing kampung itu terlalu lancang menurutku, aku bahkan tak bisa mengatakan apapun pada Luci tentang hal ini atau pun mengambilnya kembali.Sekarang cincin itu benar-benar ‘hilang’ jika sesuatu terjadi lagi pada Luci….aku tak tau apa yang akan terjadi akiba
Aku yakin Bryan pasti akan memberikanku kabar bagus.Dia pasti mendapatkannya kali ini.Aku yakin.====================================================================Nihil.Tak ada informasi apapun.Apa ini semua lelucon?Sama seperti Luci informasi yang ku dapatkan tentangnya hanya informasi dasar saja. Tak ada informasi khusus selain dia adalah seorang dokter.Tidak ada informasi lain yang berguna.Apa ini omong-kosong lainnya?Ku ambil handphoneku dan menghubungi Bryan sesampainya di kamarku.
_Adrian_Luci pulang saat aku sibuk bertelepon dengan klien. Dia berhenti sejenak kemudian dan langsung duduk di sofa tepat di sampingku.Aku tersenyum padanya dan dia pun membalasnya dengan lambaian. Dia sepertinya sedikit bermasalah.Ku selesaikan panggilanku dan berjalan ke arahnya, “ Apa ada yang ingin kau tanyakan padaku? Kau terlihat sangat gusar sejak tadi.”“Ah! Ya… Aku kehilangan cincinku. Kau pernah melihatnya?”Aku tahu itu. cincin itu sengaja ku sembunyikan karena sihir yang ada di dalamnya. Sihir yang dapat menarik ingatan seseorang dalam sekejab.Ku gelengkan kepalaku, “tidak. Apakah itu sangat penting?”
Aneh…Aku merasa hampa saat melihat jari manisku yang kini kosong tanpa adanya benda bulat yang biasanya bertengger di sana.Apa karena aku telah memakainya bertahun-tahun ya? sensasi ini sangat menyebalkan.“ Kau baik-baik saja? wajahmu terlihat pucat.” Tanya Reihan.“ Apa kau melihatku mengenakan cincin saat masuk kelas tadi? ” Aku terus bertanya padanya sambil menatap tempat dimana cincin itu seharusnya berada.“ Tidak.” Jawabnya singkat, “ apakah cincin itu sangat penting bagimu? Kau terlihat sangat khawatir?”“ Entahlah.” Jawabku tak berani menatapnya, “ Aku harus menemukannya bagaimanapun caranya.&rdquo
_Luciana_ Aku terbangun di atas tempat tidurku. Sebuah selimut di letakkan dengan hati-hati di atas tubuhku, jendela di sampingku masih tertutup tirai yang menghalangi sinar matahari merangsek masuk. Semuanya terlihat normal kecuali fakta bahwa aku sangat melupakan sesuatu. Sesuatu yang sangat penting. Tapi apa?! Ada perasaan aneh yang mengganjal di dalam diriku. Sesuatu yang sangat menganjal! Ku coba mengingat apa yang terjadi semalam. Aku mengingat semuanya dengan jelas sampai bagian ketika aku dan Alice mencapai hutan dan menemukan Adrian di sana. Semuanya nampak kabur. Ku coba memaksakan diri untuk mengingat semuanya, memori itu perlahan muncul dalam pikiranku namun sampai di bagian di mana aku menga
“Apa kau tidak membenciku sama sekali?”Aku menghentikan aktivitasku setelah mendengar pertanyaanya.=====================================================================“Mengapa aku harus membencimu?” Ku seka linangan air mata yang mengalir di pipinya, entah mengapa ada sebuah kepuasan untukku saat melakukannya. Akhirnya penantianku akan usai.“Kau pasti kecewa padaku setelah semua ini.” Luci terdiam sesaat, “aku memang gadis egois yang mementingkan diriku sendiri hingga akhirnya menyakitimu namun aku tak ingin kau membenciku.”“Mengapa kau tak ingin aku membencimu?”“Karena aku menyukaimu.” Dia akhirnya men
_Adrian_ Dengan sisa kekuatanku ku seret diriku ke sebuah pohon Oak besar di tengah hutan. Nafasku memburu dan tubuhku terasa mati rasa karena menghabiskan semua sisa kekuatanku untuk sampai di sini. Pohon tua ini bukanlah pohon sembarangan. Bisa dikatakan dia adalah sang raja pohon di sini. Di hutan besar seperti ini biasanya dipimpin oleh roh pohon yang disebut dryad. Dialah yang menjaga hutan dan juga sebagai penghubung ke dunia sihir. Dryad mempunyai jangka waktu hidup yang sangat lama, sekitar 900 lebih. Semakin tua dryad semakin banyak cabang yang tersebar ke segala arah dengan kulit kayunya yang tebal. Aku berjalan perlahan dan berhenti sejenak ketika dryad mulai mengidentifikasi diriku. Saat dryad mengidentifikasi bahwa aku bukanlah manusia dan juga memiliki luka mereka akan mulai memulihkanku dengan kekuatannya.
Aku telah kehilangan kepercayaan…Memikirkannya membuat hatiku sakit dan air mataku semakin mengalir di pipiku. Aku sudah mencoba menahannya, pertahananku runtuh.=====================================================================“Luci!” Adrian menatapku khawatir. “Kau kenapa? apa ada yang sakit?” tanyanya. "Kenapa? kenapa kau sebaik itu padaku? Kenapa sangat peduli padaku setelah semua perlakuanku padamu?" aku akan menggendongmu. "Kita harus kerumah sakit sekarang juga.” katanya setelah melihat luka-luka yang ada di tubuhku, “Maaf karena membuatmu terluka seperti ini.”“Apa kau tidak membenciku sama sekali?”Adrian menghentikan aktivitasnya kemudian menatapku da