“Tunggu, permisi. Biarkan aku lewat.”
Raeli agak berteriak sambil menyeruak masuk ke dalam kerumunan untuk mecapai sisi depan di mana gadis berambut merah itu meringkuk ketakutan. Setelah mencapainya, tanpa sadar Raeli memeluk gadis itu dan memberikan perlindungan.
Ah, sialan.
Raeli mengutuk tindakannya dalam hati. Kenapa ia harus ikut campur dengan ini? Seharusnya ia membiarkannya saja. Dengan begitu Reali tidak akan masuk ke dalam lingkaran cerita si penulis menyebalkan. Kalau begini, apa yang sudah Raeli lakukan benar-benar telah mencapai novel.
Di novel tersebut tertulis bahwa Raeliana menolong si tokoh utama dan membuat gadis itu jadi pekerja di toko rotinya untuk membalas budi, karena gadis itu tidak punya tempat tinggal.
Habis ini Raeli akan menyuruh gadis rambut merah ini pergi saja.
“Apa yang kalian lakukan?” tanya Raeli pada kerumunan orang marah itu.
Jika ingatannya benar, maka sekarang orang-orang ini sedang marah karena gadis di pelukannya itu mencuri roti dari tokonya.
“Nona, dia mencuri roti kita.”
Raeli mengangkat kepala pada orang yang berbicara. Ah, pelayan tokonya. Ia ingat seragam itu melalui ingatan Raeliana, tetapi sungguh tidak ingat namanya.
Raeli kemudian melihat pada kerumunan sambil membuat senyum palsu. “Maaf mengacaukan pagi kalian. Aku akan mengurusnya.”
“Oh, Nona Raeliana ada di sini,” kata salah satu orang pemilik toko lain.
Raeli sudah mulai pusing karena tidak bisa mengenali siapa mereka. Tidakkah otak milik Raeliana yang lama ini bisa membantu? Sepertinya otak itu juga tidak mengingat hal-hal kecil seperti nama orang-orang tidak penting.
Raeli mengangguk. “Saya sangat berterima kasih kalau kalian mau meninggalkan kami sendirian.”
***
Toko sudah kembali ke rutinitasnya. Para pekerja Raeli ada yang menyusun roti-roti, ada yang menyusun keranjang piknik dan bersih-bersih lainnya. Sedangkan Anne menyiapkan beberapa roti yang bisa dimakan dan secangkir minuman.
Raeli sendiri sedang menatap gadis di depannya yang duduk tertunduk. Penampilannya lusuh dan kelaparan. Rambutnya merah menyala. Salah satu alasan kenapa selama hidup sebagai Sheriel, ia tidak menyukai tokoh yang satu ini.
Raeli bersandar di kursi, mengembuskan napas. Entah bagaimana semua semangatnya yang ia bawa jadi meluap hilang, tinggal rasa lelah yang mendadak datang seperti angin pagi.
Raeli tidak siap bertemu peran utama. Tidak bisakah mereka bertemu setelah debutante saja?
Tetapi, tunggu dulu. Debutante?
Raeli ingat sekarang. Pada pesta debut itu, pangeran mengajak gadis berambut merah ini pada dansa pertama kedewasaannya. Jadi, memang inilah waktu Raeli bertemu si peran utama.
“Siapa namamu?” tanya Raeli. Ia sungguh tidak tahu. Atau lebih tepatnya Raeli melupakan nama tokoh yang satu ini.
“Nama saya Rose.”
Ah, ya. Namanya Roseline. Di novel digambarkan sebagai gadis mawar yang baru mekar. Tidakkah penulis itu berlebihan mendiskripsikannya? Mendadak saja Raeli jadi mual.
“Kenapa kau mencuri di tokoku?”
Tentu saja karena gadis itu lapar, Raeli bicara pada dirinya sendiri. Ia sudah tahu, sih. Tetapi apa lagi yang harus dilakukannya kalau tidak menginterogasi. Bahkan di novel saja Rose ditanyai dengan benar dan bukannya langsung ditawari pekerjaan. Lagipula, rasanya Raeli ingin membawanya bekerja di tempat lain. Namun, ia ingat Yuko pernah bilang kalau gadis ini punya masa lalu menyedihkan seperti sepupunya itu sebelum ditemukan.
Astaga, Raeli ingin kabur sekarang juga.
Anne meletakkan sepiring sarapan dan segelas susu di meja.
“Makan saja. Kupikir kau kelaparan,” kata Raeli pada Rose. Setelah makan, cepatlah pergi.
“Tapi saya tidak bisa membayar.”
Raeli mendelik. Jika saja ibunya melihat, ia akan diceramahi panjang lebar tentang tata krama kebangsawanan. Percaya saja. Selama 3 hari ini ia selalu mendengar itu.
“Kalau kau bisa membayar, kau tidak akan mungkin mencuri di sini, bukan?”
Rose menatapnya dengan terkejut.
“Kenapa? Aku memang putri Duke Servant, tapi bukan berarti aku tidak bisa bicara sesuka hatiku 'kan?”
“Maafkan saya, Nona.”
“Setelah makan cepatlah pergi dari sini. Mereka bisa melakukan sesuatu padamu.”
Raeli merasa Anne menyikut punggungnya dengan pelan. Pengusirannya terdengar sangat terang-terangan, ya?
“Ha-ah. Kau juga tidak punya tempat tinggalkan?”
Rose mengangguk dan menunduk lagi.
Astaga, Raeli akan gila kalau begini. Bagaimana bisa pangeran suka pada gadis seperti ini? Terserahlah. Ia tidak akan peduli bagaimana hal itu terjadi. Ia hanya akan menjalani hidupnya jauh dari lingkaran novel yang ada pangeran di dalamnya.
“Begini saja. Apa kau mau tempat tinggal dan pekerjaan?” tanya Raeli.
“Ha?” Anne terkejut.
“Ya?” Rose langsung mengangkat kepala.
“Tunggu, Nona.” Anne berdiri di sisi meja menghadap Raeli, memaksanya untuk melihat pelayan itu. “Anda akan mencarikannya pekerjaan?”
Raeli mengangkat bahu. Hanya jika Rose mau. Tetapi kemungkinan gadis itu akan menolak adalah nol persen. Dengan kata lain Rose akan setuju dengan tawaran Raeli.
“Saya bisa bekerja?” Senyum muncul di wajah Rose.
Oh, itu terlihat manis. Raeli pikir itulah kenapa Pangeran menyukai gadis ini. Kelembutannya.
“Aku akan memberikanmu pekerjaan di toko ini dan kau boleh tinggal bersama yang lainnya di penginapan.”
“Nona,” Anne menyelah. “Bahkan itu butuh prosedur dari Tuan Carry.”
Ah, Carry. Kakak tertua Raeliana. Orang yang menghadiahkan tempat ini untuk Raeliana beberapa tahun lalu. Secara teknis pria itu masih punya hak untuk bagian pekerja yang keluar dan masuk dari tempat ini. Karena Carry tidak mau memasukkan seorang ‘pembunuh bayaran’ ke sarang adiknya. Carry yang sering kali pergi dalam ekspedisi perang tentu saja nyaris punya musuh di mana-mana sama seperti pangeran.
“Aku akan mengurus, Carry,” kata Raeli. “Lagipula, aku tidak mau ada masalah dengan toko ini. Beberapa kali lagi pencurian, maka tempat ini akan masuk koran.”
Lalu reputasi Realiana dipertaruhkan.
“Dan aku rasa masalahnya selesai. Rose. Selamat datang di Loving Bread. Mohon bantuannya.”
Rose tersenyum lebar. “Terima kasih, Nona.”
Raeli mengangguk. “Anne, bisa kau antarkan dia ke kamarnya di atas? Dia butuh istirahat. Siapkan juga beberapa seragamnya.”
Anne hanya bisa mengembuskan napas dan melakukan perintah Raeli.
Raeli rasa tugas pertama terhadap peran utama sudah dilakukannya dengan baik. Setelahnya biarkan semua berjalan sesuai isi novel tanpa melibatkan dirinya. Raeli ingin hidup tenang di kehidupannya yang baru.
Ada rasa penyesalan, sih. Tetapi ia bisa menganggap itu sebagai bagian dari tugas seorang bangsawan. Memberikan pekerjaan untuk yang membutuhkan.
“Ah, Nona?” panggil Anne dari pangkal tangga dapur. “Pikirkanlah bagaimana Anda akan berterima kasih pada Tuan Tristan.”
Ah, dalam masalah ini Raeli tidak bisa mengingat siapa Tristan yang dimaksud oleh Anne. Apakah wanita itu tidak akan memberikan petunjuk untuknya?
“Maaf,” kata Raeli pada semua pekerjanya yang ada saat itu. “Apa kalian tahu siapa Tuan Tristan?”
Tidak disangka orang-orang malah tercengang. Lalu kemudian ada yang tersenyum dengan maklum. Raeli tebak, pasti mereka mengira ia sedang gegar otak karena kecelakaan minggu lalu.
“Beliau Marquess Knightdale.”
Knightdale?
Pria itu. Raeli harus berurusan dengan orang itu? Anggap saja marquess itu orang baik hati yang tidak membuat kejadian tertabrak kudanya masuk koran. Raeli harus memikirkan bagaimana membalas kebaikan pria itu.
“Nah, ke mana kita akan mengirim ini?” tanya Raeli pada Anne yang menatap sekeranjang penuh pai buah dan pai daging buatannya. Juga beberapa roti lainnya.Raeli rasa sang marquess akan muntah jika makan sebanyak ini. Tetapi, Raeli rasa cukup untuk berterima kasih. Setelah itu ia tidak akan berurusan lagi dengan salah satu pria yang mungkin berasal dari cerita dalam novel ini. Ia akan hidup sebagai Raeliana pemilik toko roti. Raeli ingin hidup tenang sekali ini.Raeli juga menyelipkan selembar surat pendek untuk sang marquess sebagai ucapan terima kasih karena tidak membiarkan kejadian memalukan tertabrak kuda itu sampai ke koran.“Ke istana kaisar?” Anne kembali bertanya.Kening Raeli berkerut. Kenapa ke sana? Ia mengirimi pai itu untuk Marquess Knightdale dan bukannya baginda kaisar. Anne tidak membantu sama sekali, padahal ini idenya.“Tuan Tristan, Marquess Knightdale adalah tangan kanan Yang Mulia Ein.”“Ha?”Ein? Tangan kanan Yang Mulia Ein?Ahhhh!Sialan, Raeli tertipu. Astaga,
“Apa yang kau bawa Tristan?”Ein sudah berwajah masam sejak putri keluarga Servant itu meninggalkan istana. Berani sekali gadis itu menggunakan bahasa kasar padanya. Setelah lama tidak bertemu, ternyata putri Duke Servant tumbuh sedemikian menarik. Gadis itu punya senyuman yang bisa mengatakan apa isi kepalanya, seperti umpatan atau kutukan.Bukankah menarik?Lebih menarik lagi saat gadis itu terlihat tidak mau bertemu dengan Ein di saat dirinya menjadi perbincangan semua gadis di seluruh Easter.Raeliana De Servant.Ein pikir ketika beranjak dewasa, Raeliana akan tetap menjadi gadis pendiam yang suka membaca buku. Ternyata gadis itu perlahan punya hobi membuat kue, sampai-sampai Carry memberikan sebuah toko kue untuknya.Tetapi Ein rasa gadis itu belum berubah. Masih gadis yang lembek.Lalu kejadian Raeliana tertabrak kereta kuda itu menjadi pertemuan Ein setelah sekian lama. Benar-benar tidak menyangka Raeliana bisa merawat rambutnya jadi seperti helaian emas.“Menarik.”“Ya, Yang M
“Baik, Yang Mulia. Apa yang membuat Anda datang ke toko kecil seperti ini?”Raeli menyerang tepat pada inti kedatangan Pangeran Ein. Pasalnya, kedua pria yang menjadi tokoh utama dalam novel itu sama sekali tidak tertarik dengan Rose, sang pemeran utama perempuan.Semua cerita sudah jauh melenceng. Padahal tidak ada yang Raeli lakukan. Ia hanya menjalani hidupnya seperti biasa. Tidak terlibat dengan istana dan para peran utama. Hanya Rose yang memang bekerja padanya.“Tapi sebelum itu, Tuan Tristan?” panggil Raeli. “Anda menghabiskan kue buatan saya?”“Oh,” Marquess Knightdale tersenyum lebar dan melirik pada Pangeran Ein yang memberikan tatapan penuh ancaman dari ekor matanya.Terkutuklah pria itu jika terjadi sesuatu pada pai-pai buahnya tempo waktu itu. Apakah Pangeran Ein membuang kue-kue itu sebelum marquess memakannya?“Sungguh pai yang sangat enak,” jawab Tristan dan mata Pangeran Ein kembali menatap Raeli yang sudah memberikan pandangan ancaman.“Baguslah. Saya hanya berharap
Tiba juga hari di mana Raeli harus datang ke istana sendirian tanpa Anne. Ia datang dengan sekeranjang kue yang layak. Karena memang ini akan dimakan oleh Yang Mulia Permaisuri dan Tuan Putri Liliane.“Marquess Tristan?” panggil Raeli ketika melihat pria itu berdiri di pilar istana seperti sedang menunggu seseorang.“Ah, Nona Raeliana. Saya sedang menunggu Anda.”Pria itu tersenyum pada Raeli. “Saya akan mengantarkan Anda ke taman. Yang Mulia Permaisuri dan Putri Liliane sudah menunggu.”“Terima kasih.” Reali berjalan mengikuti Marquess Tristan.“Sepertinya Anda membawa kue yang enak, Nona.”“Oh, ya. Saya tidak mungkin memberikan seperti yang waktu itu.”Marquess Tristan tertawa. “Saya juga tidak menyangka bahwa akan sampai pada Baginda Kaisar.”“Tuan—”“Santai saja. Bisakah Anda memanggil saya Tristan saja?”“Sungguh?”Demi Dewa, Raeli senang sekali bisa menyudahi keformalitasan ini satu per satu. Cukup membosankan dengan panggilan yang sangat panjang. “Kalau begitu kau bisa memanggi
Akhirnya tiba juga pada hari debutante yang ditunggu oleh seluruh gadis kekaisaran Easter, kecuali Raeli.“Nona, saatnya bangun!” teriak Anne begitu memasuki kamar bersama beberapa langkah kaki lain.Astaga, Raeli ingin tidur saja seharian. Tidak bisakah mereka meninggalkannya? Tubuhnya benar-benar seperti remuk. Sudah beberapa hari sejak dari istana ia sibuk menyiapkan kue untuk jamuan debutante dan apa sekarang ia harus bangun?Raeli tidak mau datang untuk kedewasaan, ia ingin tidur saja sampai besok pagi.“Nona, bangunlah ini sudah tengah hari!”“Tinggalkan aku sendirian,” kata Raeli. Apa seseorang telah mencuri tulang miliknya? Kenapa rasanya sakit sekali jika bangun?“Nyonya akan datang jika Anda tidak bangun sekarang.”“Aku bangun.” Raeli segera bangun begitu nama ibunya di sebut.Sungguh, bukan apa. Ia tidak mau berurusan dengan Duchess Servant. Bisa jadi ada ceramah tentang apa yang boleh dan tidak boleh Raeli lakukan sebagai seorang gadis bangsawan. Apalagi itu keluarga yang
“Putra mahkota dan Tuan Putri Liliane memasuki ruang dansa!”Ein merasakan sikutan dari Liliane di perutnya. Gadis itu cemberut padanya.“Fokuslah, Kak. Mereka sudah mengumumkan kedatangan kita.”“Maafkan aku.”Bagaimana Ein bisa fokus jika dari atas sini ia bisa melihat Raeliana berdiri di dekat meja jamuan, sedang berbicara pada putri Count Rossent. Sepertinya gadis itu bisa mengatasi semua ucapan Vivian Rossent, hanya saja tidak berhasil mengendalikan amarahnya.Raeliana jadi seperti geram sendiri, menggapai-gapai udara, seakan tidak sabar ingin melakukan sesuatu pada Vivian Rossent. Apalagi kelucuan yang bisa Ein dapatkan diacara formal seperti ini? Bahkan Liliane saja berpikir kalau Raeliana jadi sangat menarik setelah lama tidak bertemu.Bagaimana ekpresi Realiana jika tahu orang tua mereka mengadakan pertemuan dan memutuskan pertunangannya dengan Ein? Awalnya Ein akan menolak ditunangkan dengan gadis itu. Ternyata setelah bertemu sendiri dengan Raeliana, gadis itu cukup menarik
“Nona, saatnya bangun!”Raeli mengusap matanya. Anne tidak pernah memberikan waktu tenang setiap pagi. Selalu saja berteriak. Jika tidak melakukan itu maka harinya akan sangat suram.“Tinggalkan aku sendiri, Anne.” Raeli menguap sabil memijat kepala. Kepalanya sakit sekali.Apa semalam ia mabuk karena kebanyakan minum jus?Coba, Reali ingin mengingat semua yang terjadi semalam di pesta debut. Karena sebal pada Pangeran Ein ia jadi memilih duduk saja sambil melihat semuanya menikmati pesta. Melihat kerumunan para gadis yang sibuk membicarakan sang pangeran. Bahkan Tristan tidak luput dari pembicaraan, padahal dia hanya berdiri di pangkal tangga untuk memastikan keamanan Putri Liliane.Semalam itu benar-benar buruk Raeli. Ia duduk sendirian, menerima berkali-kali tatapan Vivian Rossent yang mengancam seakan bilang: “Aku tidak akan melepas
Sejak 2 hari yang lalu setelah bertemu dengan Pangeran Ein, entah bagaimana Raeli selalu mikirkan tentang kalimat terakhir pria itu. Mungkin satu-satunya alasan kenapa isi novel yang pernah dibacanya ini tidak berjalan semestinya itu adalah karena salah Raeli.Raeli sudah membuat si pemeran utama tertarik padanya dan meninggalkan peran penting milik Rose. Tentu saja sudah terlambat untuk mengembalikannya seperti semula.Ein tertarik pada Raeli sepenuhnya.Arrgg!Kenapa malah jadi seperti ini?Raeli melirik Rose yang sedang berdiri di balik konter setelah pelanggan terakhir keluar. Gadis itu sedang membersihkan sisa-sisa nampan yang kuenya sudah habis.Haruskah ia mendorong Rose untuk kembali ke jalan yang seharusnya? Mendampingi pangeran Ein. Menjadi kesukaan kaisar dan menjadi rebutan untuk para kesatria di kekaisaran.Raeli harus melaku
Beberapa bulan setelah Raeli bangun dan kembali menjalani hidupnya sebagai putri tunggal Servant dan putri mahkota, tiba-tiba saja istana jadi heboh. Beberapa orang datang silih berganti menemui Raeli dengan membawa berbagai macam gaun pengantin. Memangnya siapa yang mau menikah?Belum lagi para pelayan ditambah untuk mempersiapkan acara di istana terpisah yang biasanya dibuka untuk acara-acara besar saja. Beberapa kali Raeli dipanggil untuk mencicipi menu makanan. Lalu keamanan istana juga makin diperketat. Pasukan ditambah, baik dari keluarga Servant bahkan sampai keluarga Sharakiel yang diperintahkan langsung oleh Mareyya.Sebenernya ada apa, sih? Apa ada yang mau menikah di istana? Apa baginda kaisar mau menikah lagi?Sebenarnya sampai sekarang Raeli masih sulit memercayai bahwa Mareyya itu adalah anak kecil biasa. Anak itu terlihat seperti orang dewasa dengan naturalnya. Dia bahkan mengatur urusan rumah tangga Shara
“Ha ha ha!”Ein dan Xain menoleh pada Teja yang tiba-tiba saja tertawa keras setelah melihat apa yang terjadi pada Mareyya. Apa pria itu sebenarnya gila?“Lucu sekali, ya. Padahal ayahnya orang yang dikutuk dewa,” kata Teja dengan senyum lebar sambil mengawasi kotak tempat Raeliana dan Mareyya berada. “Sepertinya Reid sudah menentukan bayaran atas apa yang sudah si penyihir itu lakukan.”“Apa maksudmu?” tanya Xain.Teja menunjuk pada cahaya yang bersinar di bawah tangan Mareyya. “Kekuatannya mirip dengan pendeta agung pertama.”“Pendeta agung pertama?” ulang Ein.Kalau pendeta agung pertama itu berarti orang yang sudah membangun kekaisaran ini bersama kaisar pertama. Orang yang katanya bisa melihat kemakmuran pada Easter jika mereka membangun sebuah negara. Dengan kata lain, pendeta agung
Ein, Xain dan Teja melihat saja saat Mareyya bergerak mendekati kotak sihir di mana Raeliana terbaring di dalamnya. Anak itu hanya berdiri di sisi kotak sambil menatap Raeliana.Sulit dipercaya bahwa Mareyya cocok dengan sihir suci milik Xain. Ternyata anak itu memang anak normal. Hanya saja lebih cepat dewasa karena didikan ayahnya yang mendoktrin bahwa Mareyya harus bisa mengurus keluarga sejak dini. Itu berarti Mareyya sudah tahu bahwa ayahnya cepat atau lambat akan mati.Sebenarnya Ein tahu bahwa Xain tidak memercayai anak itu. Namun, Ein memintanya untuk mengizinkan Mareyya bertemu Raeliana. Anak kecil tidak akan bisa melakukan sesuatu yang aneh.Padahal baru saja Ein berpikir seperti itu, tiba-tiba saja Mareyya melirik dari balik bahunya pada mereka. Tersenyum kecil dan matanya terlihat bercahaya. Lalu sesaat kemudian anak itu melangkah lebar ke kotak di mana Raeliana melayang di dalamnya dan tertidur. 
Ein memberikan surat terakhir pada ajudan baginda kaisar. Sepertinya keributan yang terjadi di istana sampai menghancurkan kediaman pangeran cukup menggemparkan. Beberapa bangsawan yang memang setia pada keluarga kaisar dan negara tetangga pun mengirimkan surat untuk menanyai kabar atau apakah pangeran butuh bantuan.Namun, tidak Ein sangka bahwa pertarungan dengan Rict jadi sangat-sangat singkat. Bahkan seolah tidak pernah ada. Kabarnya juga Xain menggunakan sihir lama untuk menghapus kenangan tentang sebagian adu mulut Raeliana dan Kroma hari itu.“Yang Mulia?”Ein mengangkat kepala pada Charael dan Carry yang baru saja masuk ruangannya bersamaan.“Bagaimana keadaan di sana?” tanya Ein sambil berdiri dan mengitari meja. Bersandar pada bagian depan meja kerjanya, menatap dua kesatria itu.“Setelah melalui investigasi, tidak ada yang aneh di kediaman
“Bangunlah.”Raeli membuka mata yang sebelumnya berat karena mengantuk dan ia merasa lantai tempat dirinya berbaring sangatlah dingin. Setelah itu ia melihat seseorang tersenyum tipis padanya sambil berdiri.Raeli bangkit untuk duduk. “Apa kita sudah mati?” tanya Raeli pada orang itu.“Entahlah.”“Jadi … siapa aku harus memanggilmu? Thantiana atau Raeliana?”“Namaku Thantiana. Bukankah Raeliana itu dirimu?”Raeli mendengkus. Apa-apaan itu? Dirinya kan dipaksa masuk ke tubuh Raeliana karena perbuatan wanita itu juga yang sekarang mengaku sebagai Thantiana.“Aku bukan Raeliana,” sangkal Raeli dengan suara pelan.“Tapi ada orang yang ingin kau tetap hidup sebagai Raeliana yang dicintainya.”Ein.
“Antar aku ke sana, Ercher,” kata Raeli.Lingkaran sihir Ercher menyala lagi. Pada saat itulah Raeli bisa melihat di sisi lain bangunan ada para kesatria yang terluka. Rict menyerang mereka. Lalu dalam sekejap mata mereka berpindah ke kamar pangeran yang hancur. Raeli bisa melihat Charael dan Tristan yang langsung bersiaga di dekat Ein.“Raeliana?” panggil Ein. “Jika kau bangun, seharusnya kau tetap tinggal di sana. Kenapa kau—”Raeli melirik sekilas dari balik bahunya. Saat membuat kesepakatan dengan Raeliana, ia sudah memilih keputusan. Semua kemalangan ini disebabkan oleh Raeliana sendiri. Bukankah wanita ini sudah tidak boleh hidup dan bersanding dengan putra mahkota?Raeli tidak ingin goyah, maka dari itu ia membuang wajah dari Ein.“Ah, Tuan Putri akhirnya bangun juga,” sindir Teja sambil berdiri.Ra
“Saat pertama kali bertemu, aku sudah tahu.”Orang-orang di ruangan itu mendadak syok mendengar suara Raeli. Bahkan Xain dan keluarga Servant pun nyaris melotot, tidak mengeluarkan suara saat mendengar dan melihat Raeli berdiri. Gadis itu seperti orang yang berbeda. Cara bicaranya yang dingin menyita perhatian.Raeli yang baru saja berdiri sedikit terhuyung karena kakinya yang sudah lama tidak digerakan malah dipaksa berdiri. Namun, sejak awal ia sudah membuat kesepakatan dengan Raeliana yang asli. Jika masalah ini selesai, ia bisa memilih meski dirinya sendiri tahu tidak ada pilihan yang lebih bagus dari yang Raeliana tawarkan.“Mareyya tidak mudah dekat dengan orang lain. Kalau ada orang yang dekat dengannya itu orang yang biasa bekerja di rumah Sharakiel,” kata Raeli sambil berjalan pelan menuruni mimbar singgahsana. “Apa itu tubuh barumu … Kroma?”Rosali
“Aku sudah bilang, aku tidak mau kembali ke sana,” kata Sheriel setelah sadar dari mimpi buruk kematian yang dialaminya untuk kedua kali. Saat membuka mata ia hanya tinggal bersama Raeliana. Lagi.“Aku tahu kau takut,” kata Raeliana. “Aku juga takut. Makanya aku melarikan diri. Tapi aku punya janji.”“Pada Ein?” Sheriel membuang muka. Entah kenapa membayangkan orang yang dicintai Ein berdiri di depannya itu terasa menjengkelkan.Raeliana menggeleng. “Pada Tuan Rict. Aku sudah berjanji untuk pergi pada Reid bersamanya. Itulah yang aku ingat setelah bereinkarnasi sebagai Raeliana. Ingatan terakhir pada kehidupan Thantiana.”“Aku tidak mau tahu.”“Jika kau tidak kembali ke Easter, Ein mungkin akan mati dan semua usahaku akan sia-sia.”“Kau yang menempatkan aku di situasi se
Berhari-hari sudah berlalu, ternyata benar kalau Sheriel hanya mengalami mimpi buruk yang panjang. Sebab, jangankan tertabrak truk, bahkan novel ‘Sang Permaisuri Pilihan’ itu saja tidak pernah terdaftar di dunia ini.Jadi, hidup Sheriel kembali normal. Ia pergi bekerja sambil mengantarkan Yuko ke sekolah. Saat pulang, Yuko akan menunggunya di tempat kerja.“Kakak sudah berhenti mencari tahu tentang mimpi aneh itu?” Yuko mendesah jenuh.“Lagi pula kan memang hanya mimpi semata. Jadi ... kupikir ya sudahlah. Aku akan melupakannya.”Tetapi anehnya setelah Sheriel mengatakan itu, hatinya jadi terasa sangat sakit. Hatinya merasakan rasa menyengat akan sesak. Ada yang kosong. Namun, Sheriel tidak ingin menghubungkannya dengan mimpi aneh itu. Justru ia gila kalau membawa-bawa perasaan cinta yang berasal dari mimpi itu ke dunia nyata.“Tapi, Yuko