The Coven
Una (Bagian 1)
Kisah ini bermula di sebuah panti kecil sederhana yang penghuninya tidak lebih dari lima belas orang. Tujuh laki-laki dan delapan perempuan. Aku tak perlu menjelaskan anak-anak yang tinggal di panti asuhan ini karena kita hanya akan fokus pada tiga karakter utama di dalam cerita ini. Bukannya aku pelit, tapi kalian akan mengenal mereka seiring berjalannya cerita ini. Jadi, bersabarlah, wahai pembaca.
Tak banyak kalimat pembuka di dalam cerita ini. Aku tak suka basa-basi terlalu lama. Aku harap kalian menikmati cerita yang akan kutunjukan pada kalian semua. Jangan lupa siapkan kopi atau teh dan camilan untuk menikmati kisah ini. Selamat membaca.
***
Helea bangun lebih dulu dari anak lainnya. Tentu saja, dia selalu menjadi yang paling rajin. Sebenarnya dia bukan yang tertua di panti itu, tapi dia merasa bertanggung jawab terhadap adik-adiknya. Gadis dengan wajah oval itu turun dai ranjang lalu bergegas mencuci muka di kamar mandi.
Kini tubuhnya terasa lebih segar setelah mandi. Walau agak kedinginan karena dia tidak menggunakan air hangat, baginya bukanlah masalah. Segera dia mengeringkan rambutnya di depan meja rias.
“Sudah mandi, Sist?”
Sebuah suara membuat Helea menoleh ke belakang. Didapatinya Dannies yang baru bangun. Di sampingnya Helynya baru membuka kelopak matanya. Tampaknya dia masih mengumpulkan nyawanya.
“Sudah, sebaiknya kau cepat mandi lalu bantu aku menata meja makan,” pinta Helea. Dia lebih tua satu tahun dari Dannies, itu alasan mengapa Dannies memanggilnya dengan sebutan ‘sist’ atau kakak.
“Memangnya Ms. Veronica dan Ms. Chamila tidak ada? Kenapa harus kita yang menata meja makan?” Dannies tampaknya menolak secara halus. Oh Dannies, seharunya kau tidak menjawab sepeeti itu. Kau lupa kalau kakakmu itu tukang ngomel, huh?
“Begitu? Kamu tidak bisa selamanya bergantung pada yang lebih tua untuk mengurusmu. Lagipula kaki dan tanganmu masih sehat, tidak ada yang patah. Kenapa tidak berinisiatif meringankan beban mereka? Mereka tidak lahir hanya untuk mengurus hidupmu, mengerti?”
Lihat? Sebaiknya ikuti saja ucapan kakakmu itu. Sejak kapan kau menang melawan gadis cerewet itu, Dannies?
“Alright, sorry.” Dannies buru-buru turun dari ranjang. “Hei Lyn, bangun sana. Kena omel Kak Lea juga, mampus kau,” ucapnya sebelum sosoknya lenyap di balik pintu kamar mandi.
“Berlaku juga untukku memang, Lea?” Helyna bangkit duduk tapi tidak berniat turun dari ranjang.
“Tentu saja, aku yakin anak laki-laki sedang membersikan halaman belakang saat ini. Jangan bermalas-malasan begitu, angkat bokongmu dan mandi sana!” kali ini nada bicaranya ditinggikan, sengaja supaya Helyna menurut.
Helyna memasang cengir kuda lalu buru-buru masuk ke kamar mandi.
Begitulah suasana pagi di panti asuhan itu. Helea, gadis berambut panjang, dengan kulit sawo matang yang tingginya tak jauh beda dari Dannies memang terkenal suka mengomel. Tapi dia gadis dewasa muda yang bertanggung jawab, kalian tahu? Tak heran Dannies dan Helyna menghormati dirinya.
Sedangkan Helyna, gadis berkulit putih pucat yang selalu ceria kecuali ketika diomeli oleh Helea itu suka membuat masalah. Dia jahil, senang membuat orang lain menilai dirinya buruk, memang itu niat utamanya. Di akhir dia malah tertawa karena respon orang-orang yang kesal karena tingkahnya. Ciri fisiknya tak jauh berbeda dari Helea. Hanya saja dia lebih pendek dari Helea.
Dannies, berbeda lagi. Gadis berambut pendek dengan kacamata, pendiam, dia hanya dekat dengan Helyna dan Helea. Lebih suka menghabiskan waktu di ruang baca bersama Helyna. Dia sangat menyukai cerita-cerita magic yang dibawa oleh Helyna dan Helea, tak heran mereka bertiga sangat dekat layaknya saudara. Dia memang terkadang manja, tapi sifatnya itu hanya dia tunjukan pada sosok yang dia anggap kakaknya, Helea.
Cukup perkenalannya. Waktu terus berjalan. Ei lihat, Ms. Chamila dan Ms. Veronica sudah menyiapkan sarapan. Untungnya tiga gadis remaja itu sudah rapi dan siap. Mereka membangunkan tiga anak lainnya yang masih tertidur pulas, meringkuk di balik selimut tebal. Setelah semua penghuni bangun, mereka menuju ruang makan yang letaknya ada di tengah.
Ruangan besar, sederhana, nyaman, dan hangat. Kau tak perlu rumah mewah untuk merasakan hangatnya rumah. Cukup dikelilingi orang-orang yang sayang dan peduli padamu, menyantap makanan sederhana bersama, bukankah sudah terasa hangat? Di ruangan itu berkumpul anak-anak yang bernasib sama, tidak memiliki orang tua. Berbagai kisah pilu dan masa lalu mereka yang pedih, membuat mereka harus tinggal di panti asuhan. Tapi tak masalah, siapa yang butuh orang tua kalau kau menemukan rumah nyaman untuk berlindung?
***
“Kau tahu, magic tingkat apapun tidak ada yang simpel,” ucap Helyna setelah menutup buku tebal tua berdebu itu. Dia menatap Dannies yang duduk di hadapannya, mengamati wajah polosnya. “Bahkan magic yang kupelajari saat ini.”
“Kau mempelajari sihir akar, ya kan? Akar hitam. Apa yang bisa dilakukan dengan akar hutam?” Dannies tak mampu menahan rasa penasarannya. Untungnya Helyna hafal betul dengan kesukaan Dannies tentang dunia magic.
“Menjerat musuh, meremukkan musuh, menggantung musuh. Sihir ini biasa digunakan untuk berburu, kami para penyihir biasa berburu di hutan belantara.” Helyna menjelaskan. “Mungkin hutan bukan tempat aman untukmu, kau bisa menggunakan tombak atau anak panah?”
Dannies menggeleng.
“Tentu saja.”
“Hei Lyn, apa da kemungkinan aku bisa menggunakan sihir juga?” tanya gadis berkacamata itu. Entah apa yang dia pikirkan saat ini. Oh, jangan bilang dia ingin mencoba praktek sihir?
“Kau mau apa? Praktek sihir?” tebak Helyna.
“Kalau bisa.”
Yep, tebakan si penyihir tepat. Helyna mengusap dagunya. “Sebenarnya ada, tapi kalau sampai Lea tahu, mati aku.”
“Kalau begitu jangan sampai Kak Lea tahu, bagaimana? Hanya kita berdua. Yah yah ... please ...,” bujuk Dannies, lengkap dengan wajah memelasnya.
“Bagaimana ya ....” Helyna tampak ragu.
Tidak, sebenarnya dia tidak ragu. Dia hanya ingin menggoda Dannies saja. Lihat saja sebentar lagi, pasti Helyna akan setuju. Mereka berdua memang kompak membuat masalah, cukup untuk membuat kepala Helea mau pecah karenanya.
“Please Lyn, you always with me ... right? You say that everytime.” Dannies tak menyerah.
“Uke, aku ada satu metode yang bisa kuajarkan. Tapi jangan lapor Lea, bisa?”
“Deal!”
Tuh kan, Helyna tak mungkin menolak pemintaan Dannies.
Helyna membuka buku sihirnya. Di sana tertulis banyak spell-spell aneh yang tak mungkin kutunjukan semaunya pada kalian. Helyna tak mungkin mengajarkan hal yang dapat membahayakan Dannies. Hubungan mereka bukan teman makan teman.
“Ini namanya spirit, menggunakan energi jiwa. Pada dasarnya energi jiwa bersumber dari niat, aku hanya akan mengajarkan dasar cara prakteknya saja,” ucap Helyna.
Dannies mengangguk paham.
Sekitar tiga puluh menit mereka menghabiskan waktu di ruang baca. Rasanya ruang baca hanya milik mereka berdua. Tentu saja, siapa yang tahan dengan rak berisikan buku-buku tua, kuno, berdebu, dan membosankan? Tidak bagi Dannies dan Helyna tentunya.
“Ingat ya, gunakan ini hanya untuk keadaan SUPER DARURAT, mengerti?” Helyna menekankan kata super darurat, agar kata itu masuk ke kepala Dannies. Yang Helyna takutkan, semua ucapannya masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
“Iya iya Lyn, santai.”
“Sorry menganggu waktu kalian, but, Dannies, Ms. Veronica memanggilmu. Temui dia di ruangan pengasuh.” Tiba-tiba Helea muncul dari balik pintu, sukses membuat Dannies kaget, tidak untuk Helyna.
“Ah ya, oke Kak. Aku pergi ke sana.” Dannies buru-buru mengangkat bokongnya dari kursi lalu keluar dari ruang baca. Dia tahu betul Ms. Veronica benci menunggu.
Setelah Dannies pergi, Helea menatap Helyna. “Kamu ajarkan apa adikku itu? Sihir? Jangan beri dia hal-hal aneh, Lyn.”
“Hah? Apa? Aku hanya mengabulkan setiap permintaannya, salahku di mana?” tanya Helyna polos.
Helea menepuk jidatnya. “Demi Bunda Alam.”
***
Di ruangan pengasuh, Ms. Veronica sudah menunggu Dannies. Sepatunya naik turun menginjak lantai, menghasilkan suara gema di dalam ruangan. Wanita tiga puluh lima tahun itu paling benci diminta menunggu. Dia sempat sembarang bicara “Seandainya di dunia ada kekuatan teleportasi, aku tak perlu menunggu bermenit-menit begini.”
Dia tidak tahu, ada yang namanya lintas dimensi. Ups, harusnya aku tidak membocorkannya di sini.
“Maaf membuat Anda menunggu, Ms.” Dannies masuk ke ruangan wanita berkacamata bundar itu. Ms. Veronica mempersilakan Dannies duduk di kursi di depannya.
“Kau tahu mengapa aku memanggilmu ke sini?” tanya wanita itu memulai pembicaraan.
Dannies menggeleng sebagai jawaban.
“Ada kabar baik untukmu, Dannies.” Ms. Veronica membuka laci di bawah mejanya. Diambilnya sebuah amplop cokelat yang isinya adalah berkas. Entah berkas apa itu. Begitu berkas itu dikeluarkan, Ms. Veronica menyodorkannya pada Dannies. “Itu data keluarga yang akan mengadopsimu, Dannies. Aku harap kau bahagia bersama keluarga barumu.”
Dannies menerima berkas itu. Matanya membaca dengan teliti. Data sebuah keluarga, sepasang suami istri tanpa seorang anak. Dannies menebak, kemungkinan mereka kesepian karena belum dikaruniai seorang anak. Mengadopsi anak adalah alternatif yang bagus. Mr. Vaughan dan istrinya dari keluarga Dawson. Dia tak mengenal latar belakang keluarga Dawson, tentu saja.
Entah apa yang dirasakan Dannies sekarang. Antara senang, bahagia karena akan mendapat keluarga baru, dan sedih karena harus berpisah dengan keluarga kecilnya di panti. Dia merasa kedinginan, bukan karena AC di dalam ruangan. Mungkin lebih tepatnya berkeringat dingin. Dia tak mengerti harus merespon seperti apa.
“Berbahagialah Dannies, mereka keluarga yang baik. Mereka akan menjemputmu nanti malam, kemasi barangmu. Minta Helea atau Ms. Chamila membantumu,” ucap Ms. Veronica seraya mengusap rambut Dannies.
Dannies mengangguk, dia tak mungkin membantah. Dengan langkah pelan, dia meninggalkan ruangan itu.
Wow, selamat untukmu Dannies. Kau akan menjalani hidup baru, keluarga baru, dan bahagia. Tapi hei, kenapa kau bingung begitu? Oh, apa karena Helea dan Helyna?
***
“Sudahlah Sist, jangan sedih. Kita masih bisa terhubung kau tahu? Aku akan sering mengirim pesan padamu melalui akunku, how is that?” Helea mengusap punggung Dannies pelan. Dia tak tega juga melihat adiknya sedih seperti ini. Jujur saja, baginya berat juga untuk melepas Dannies. Tapi akan lebih sakit lagi jika dia tidak membiarkan adiknya pergi, bahagia bersama keluarga barunya.
“Aku ingin tetap tinggal, aku tidak bisa pergi dari sini ...,” Dannies masih terisak dalam pelukan Helea.
Helyna yang tak tahu harus bereaksi sepeti apa lebih memilih menonton di atas ranjang. Dalam hati kecilnya, dia juga tidak rela Dannies pergi.
“Kau harus, Dannies. Di luar sana, ada keluarga yang menerimamu. Kau tahu aku menyayangimu, kau adikku, aku harus merelakanmu bersama keluarga itu. Aku tidak boleh egois, kau tahu?” ucap Helea. Dia sosok yang kuat dan tegar, tapi percayalah, di dalam hatinya dia juga menangis.
“Kenapa tidak yang lain saja? Ada Cleo, Vania, dan Sarah. Mereka masih kecil, merekalah yang butuh keluarga baru.”
Sekali lagi Helea mengusap punggung adiknya. “Takdir tidak pernah salah pilih Dannies. Mereka memilihmu, bukan mereka. Sekarang aku bantu kau mengemasi barangmu, cuci mukamu, please ....”
Dannies menelan ludah. Dia melepas pelukan hangat sang kakak lalu pergi ke kamar mandi untuk membasuh muka.
“I know you want to cry too, Lea.” Helyna akhirnya bersuara.
“Aku tidak boleh menangis di depannya, Lyn. Please ... jangan mulai lagi,” pinta Helea. Akhirnya Helyna lebih memilih untuk diam.
Sore itu, Helea membantu Dannies membereskan barang-barangnya. Melihat Helyna yang hanya menonton, Helea memintanya ikut membantunya.
“Jangan menonton saja, pemalas.”
***
Malamnya, keluarga Dawson menjemput Dannies. Helea dan Helyna mengantar Dannies sampai ke pintu depan panti asuhan. Mungkin ini perpisahan untuk mereka bertiga. Helea berusaha keras menahan air matanya agar tidak tumpah, sedangkan Helyna hanya diam tak bersuara. Padahal, biasanya dialah yang paling cerewet.
Ms. Veronica memperkenalkan orang tua baru Dannies. Sosok pria berkumis tebal mengenakan jaket kulit berwana hitam legam, tampaknya pakaian mewah. Di sampingnaya berdiri wanita muda cantik dengan pakaian yang tak kalah mewahnya. Kesan pertama Dannies terhadap mereka berdua yaitu “Orang kaya”.
“Baiklah Ms. Vero, saya akan bawa Dannies,” ucap wanita muda itu lembut.
Sepasang suami istri itu bersalaman dengan Ms. Veronica lalu membawa Dannies pergi. Mereka tak menghiraukan keberadaan Helea dan Helyna di sana. Ms. Veronica meminta mereka masuk setelah Dannies meninggalkan panti.
“Menurutku, dia bukan pria baik,” gumam Helyna pelan.
Helea menyikut Helyna. “Hush, dari mana kau tahu? Jangan cepat menghakimi.”
“Aku khawatir dengan Dannies, kau tahu? Bertahun-tahun kami bersama, sekarang kami dipisah begini. Aku tidak bisa.”
Helea menarik Helyna masuk ke kamar. “Tenangkan dirimu, she will be fine.”
Oh benarkah? Mari kita tengok keadaan Dannies dan keluarga barunya.
***
Di kamar luas yang sepi dan dingin, di sinilah Dannies sekarang. Tidak seperti biasanya, ruangan luas ini sangat sepi. Dannies ingat, di panti asuhan, tidak akan ada kesunyian seperti ini. Pasti ada yang membuat onar, kalau bukan Sarah, ya Cleo. Mereka masih kecil, maklum nakal, begitu pikir Dannies. Sekarang dia sendirian. Dua orang tua angkatnya sudah terlelap, sedangkan dirinya masih terjaga.
Biasanya sebelum tidur, Helea menyanyikan lagu tidur, atau memberinya kalimat doa yang sangat dia hafal. “Mother earth gave my sister courage to solve her problems.” “Mother earth gave my sister a nice dream, bless be.” “Mother earth keep us healty and always together, bless be.” Setelah Helea akan membalas, “Love you more.”
Ah, Dannies merindukan sosok kakaknya itu. Sekarang dia tidak di sini, dia jauh di panti asuhan bersama saudara-saudaranya yang lain.
Tiba-tiba saja hand phonenya berdering, menandakan adanya pesan yang masuk. Dari akun Helyna.
“You sleep alredy?” isi pesan itu.
“Not yet, Lyn. Aku tidak bisa tidur, entahlah. Di sini sepi, dingin, aku takut. Aku ingin pulang.” Dannies mengirim pesan itu.
“Kau harus tidur, Dannies. Mau kubacakan spell untukmu? Berbaringlah,” balas Helyna.
Beberapa detik kemudian, Dannies sudah pergi ke dunia mimpi.
***
“Kau memberinya spell tidur? Yang benar saja!” seru Helea kesal. “Jangan pernah lempar spell apapun padanya!”
“Dia tidak bisa tidur, aku merasakan emosinya dari jauh, Lea. Aku tidak tega, kau tahu dia tidak boleh tidur larut malam.”
Helea menghela napas panjang. “Aku juga mencemaskannya.”
“Yes, you always.”
“Apa kita akan bersama-sama lagi?” tanya Helea asal.
Helyna menatap Helea. “Pasti, tidak ada yang bisa memisahkan kita bertiga. Aku percaya Bunda Alam akan mempertemukan kita lagi. Kita akan lihat.”
Helea menatap langit dari balik jendela. Bulan sabit itu tampak indah di matanya. “Mother earth, please ... keep my sister save over there. Jika memang kehendak-Mu mempertemukan kami, maka pertemukanlah, Bunda ....”
“Bless be,” balas Helyna.
***
Well, kisah awal yang sedih. Dannies meninggalkan panti asuhan. Bagaimana dengan Helyna dan Helea? Apa mereka akan tinggal di sana juga, atau akan ada keluarga baik hati yang akan mengadopsi mereka? Entahlah, aku pun tak tahu. Kisah selanjutnya akan segera dimulai, wahai pembaca. Bersabarlah.
Oh ya, jangan menangis. Kisah ini tak selamanya sedih, kok.
The CovenTurta (Bagian Dua)Hei, para pembaca sekalian. Akhirnya kita berjumpa lagi. Biar kuingatkan kembali mengenai kisah yang berjalan ini. Kita tahu bahwa Dannies dibawa pergi oleh keluarga Mr. Vaughan dari panti asuhan itu bukan? Kupikir gadis itu akan lebih bahagia di sana, nyatanya tidak seperti itu. Baiklah, kita akan melihat ke kediaman keluarga baru Dannies.Sudah tiga hari Dannies tinggal di rumah mewah itu. Orang tua barunya memperlakukannya dengan baik. Bahkan ibunya, dia sangat memanjakan Dannies. Perlahan Dannies mulai terbiasa dengan keadaan di rumah besar itu bersama keluarga barunya. Tapi hati kecilnya merindukan suasana panti yang ramai. Tentu saja ada dua sosok yang paling dia rindukan, Helyna dan Helea.“Dannies sayang, kau belum tidur?” wanita cantik yang kini menjadi ibu bagi Dannies itu terkejut melihat gadis berkacamata itu masih duduk bersandar di ranjang. Kedua matanya terbuka lebar, mena
The CovenKaliga (Bagian Tiga)Pada episode kali ini aku tak akan banyak berbasa-basi. Aku yakin kalian sudah tidak sabar mengikuti episode kali ini. Sekilas kuingatkan tentang episode lalu. Helyna mendatangi kediaman keluarga Dannies setelah membereskan keluarganya sendiri. Helyna mengajak Dannies untuk pergi dari kediamannya, pulang ke panti asuhan. Sepertinya Bunda Alam memang menghendaki mereka pulang ke panti asuhan.Mereka sampai di panti asuhan pukul tiga pagi. Siapa yang akan membukakan mereka pintu di waktu seperti itu? Padahal mereka berdua sangat kelelahan karena menempuh perjalanan cukup jauh dengan berjalan kaki dan berlari. Sesekali mereka beristirahat di trotoar jalan yang sepi. Sialnya, tidak ada kendaraan umum yang melintas di sepanjang perjalanan.“Please Lyn, siapa yang sudah bangun pukul tiga pagi begini?” ucap Dannies yang kemudian duduk bersandar di pagar panti asuhan.&ldq
The CovenPorta (Bagian Empat)“Paladin? Paladin apa?” Dannies tak merasa bahwa tiga sosok berpakaian putih serta berjubah itu membahayakan walaupun mereka membawa cambuk. Baginya, cambuk sesuatu yang normal untuk dibawa ke manapun. Bisa saja mereka bertiga penjinak hewan liar, pikir Dannies seperti itu.Helyna menepuk jidatnya. “Aduh, aku belum pernah jelaskan ini ya?”Dannies menggeleng.Dalam hati Dannies, dia heran melihat wajah panik Helyna. Biasanya gadis itu bersikap tenang dan ceria, tiba-tiba menjadi panik serta pucat. Dannies tak memahami situasinya sama sekali, tapi yang pasti situasinya sedang tidak bagus.“Paladin itu, kelompok yang memburu penyihir. Seperti aku dan Lea. Tidak hanya penyihir, bahkan makhluk dengan kemampuan magis lain juga diburu. Mereka menganggap keberadaan kami membahayakan,” jelas Helyna. “Tak kusa
The CovenElidma (Bagian Lima)Oh, sepertinya keadaan bertambah buruk. Beberapa jam setelah Dannies dan ketiga penyihir itu tiba di kabin tua itu, tiga sosok yang mengejar Helea juga sampai di sana. Untungnya ketiga penyihir itu sempat beristirahat dan memulihkan energi mereka. Dannies hanya bisa melongo melihat tiga sosok yang dia lihat di cermin Helyna kini berada di depan matanya.“Kalian pikir kalian bisa lari, huh?” ucap salah satu dari mereka. Sosok paling tinggi serta mengenakan kacamata bundar.“Apa kita harus mealwan?” tanya Helea. “Sebaiknya minta mereka pergi baik-baik.”“Kau bisa coba,” usul Mandy.Helea maju dua langkah dari posisinya semula. “Maaf, tapi kami tidak ingin cari ribut. Bisa kalian pergi dari sini?” terdengar lembut tapi maksudnya tersampaikan dengan jelas. Cara mengusir yang baik dan benar, menurutku.
The CovenInamu (Bagian Enam)Oh wow, kedatangan Momo ke kabin itu membuat suasana menjadi sedikit ramai. Setelah Momo dan Helea bertatap muka di warung kcil itu, Helea memutuskan untuk mengundang Momo ke rumahnya. Sebenarnya Helea mengundangnya juga berniat untuk mendiskusikan ajakan Momo tersebut. Walaupun Helea anak tertua, bukan berarti dia bisa mengambil keputusan seenaknya tanpa berdiskusi terlebih dahulu.“Wah, satu lagi penyihir, kereeen!” seru Dannies. Pandangan berbinar-binar menatap ke arah Momo.Momo balas menatap Dannies lalu tertawa kecil. “Yes Little girl, banyak sihir di luar sana. Apa kau mau melihat lebih banyak?”Helea menggelengkan kepalanya. Dia sudah bisa menebak jawaban Dannies akan sepeerti apa.“MAU MAU MAU!”Yep, seperti tebakan Helea. Hal-hal tentang sihir selalu berhasil membuat Dannies tertarik. Terkad
The CovenGarta (Bagian Tujuh)Panik.Ricuh.Yep, dua kata itu cukup menggambarkan suasana Coven Childern Of Salem untuk saat ini. Setelah Mandy membawa Dannies yang pingsan dan menceritakan kalau adiknya itu tercebur ke danau, seperti inilah suasananya. Mandy malah heran, kenapa para healer dan perawat panik. Bahkan yang non magic seperti Rhena juga ikut panik. Apa gerangan yang membuat mereka panik?“Bagaimana keadaan dia sekarang, Mad?” tanya Rhena setelah Mandy menidurkan Dannies di ruang kesehatan.Mandy memiringkan kepalanya. “Masih belum sadar, tapi dia masih bernapas.”“Benarkah?” Rhena justru tampak kaget. Respond Rhena yang tak biasa ini membuat dahi Mandy berkerut. Bukannya dia harusnya senang karena Dannies masih hidup? Oh tidak, Mandy membaca isi kepala Rhena secepat kilat.“Kau pikir adikku sudah mati, huh? Dia tidak
The CovenErtoz (Bagian Delapan)Baik Dannies maupun Helea, tak menyangka akan menyaksikan pemandangan tak menyenangkan itu. Sudah kubilang mereka terlalu terburu-buru. Jika mereka lebih lambat beberapa menit saja, Delnessie sudah terlepas dari akar mematikan milik Helyna. Yah, walaupun di lehernya terdapat luka, tapi lebih baik daripada melihat pemandangan seperti ini, kan?“Dannies aku ....”Dannies menggeleng. “Ya ya, aku paham. No need to explain, Lyn. Bisa tolong lepaskan dia? Dia meringis, Lyn.” Dannies menatap Delnessie penuh simpati. Dannies tahu walaupun Delnessielah yang membuatnya celaka, namun dia tetap tidak tega melihat keadaan Delnessie yang seperti itu.Helyna mengangguk. Detik berikutnya, akar yang melilit Delnessie itu terlepas dan kembali masuk ke dalam tanah. Delnessie menepuk-nepuk pakaiannya yang kotor. Delnessie melirik Helyna sinis lalu berjalan menjauhi Helyn
The CovenRha (Bagian Sembilan)Oh baiklah, sampai di mana kita. Ah, aku ingat. Kita sampai pada bagian Delnessie menantang Helyna untuk berduel. Aku sendiri juga heran, apa duel bisa menyelesaikan masalah? Mungkin bagusnya kita menyimak cerita ini supaya mendapatkan penjelasan.“For Loki Sake, kau sudah jelas bersalah, tapi masih mengadukan duel?” Mandy menatap Delnessie geram. Kekesalan tampak jelas di matanya. Bukan, bukan kesal karena Delnessie yang tidak mau mengalah. Melainkan karena janjinya tidak akan cepat lunas kalau Delnessie seperti ini.“Kenapa, Anak Baru? Kau tidak suka? Memang seperti ini aturan di coven ini, tahu,” balas Delnessie seraya melipat tangan di dada. “Mother Coven, aku mohon undur diri untuk duel besok pagi.” Delnessie memberi hormat lalu meninggalkan ruangan.“Ah, sial,” gerutu Mandy.“Monic, bisa kau bawa
The Coven Ertozagza (Delapan Belas) Pagi hari, penghuni coven menjalani rutinitasnya masing-masing. Meja makan sudah ramai dengan anak-anak yang ingin sarapan mengisi perut mereka. Suasana hangat itu selalu menjadi ciri khas di dalam bangunan coven ini. Mereka berkumpul dalam satu atap. Walau tak sedarah, namun memiliki ikatan bagai keluarga.Mandy, Helyna, dan Cat sudah duduk berkumpul di satu meja. Ada yang kurang. Helea dan Dannies tidak bergabung bersama mereka. Belum. Dua anak itu masih belum kelihatan badang hidungnya.“Si anak cengeng itu mana? Belum bangun?” cetus Mandy. Dia sibuk mengoleskan selai pada rotinya.“Tadi aku lihat Helea masuk ke ruangannya. Mungkin mereka sedang bicara empat mata,” jawab Cat. Dia menyantap sup hangat di hadapannya. Sesekali menawarkan Helyna menu sarapan miliknya.Helyna tak banyak bicara pagi ini. Padahal biasanya dia selalu cerewet di setiap keadaan. Entahlah, ses
The CovenGartaagza (Bagian Tujuh Belas)“Tujuanku memang menghancurkan coven kecil ini, Nona Madicum.” Theo bersiap dengan cambuk listrik di tangannya.Baku hantam pun tak bisa dihindari. Cambuk listrik milik Theo berhasil dihindari dengan Delnessie dengan mulus. Di mata Delnessie, pergerakan cambuk itu lambat, dengan mudah dia menghindarinya.Delnessie melompat mundur. “Kau berurusan dengan penyihir yang salah, Theo.” Delnessie menggerakkan telunjuknya, membentuk sebuah rune.Detik berikutnya, sosok Delnessie lenyap dari pandangan. Theo sudah memahami trik murahan ini. Dia tidak panik, matanya mengamati tiap detail keadaan di sekitarnya. Theo mengeluarkan sesuatu dibalik jubahnya, sebuah botol kecil berisi cairan perak.Botol kecil itu dia pecahkan dengan melemparnya ke tanah. Seketika cairan silver itu mengeluarkan asap yang tak tampak
The CovenInamuagza (Bagian Enam Belas)Pagi itu, Dannies berdiri di depan sebuah pintu yang tertutup rapat. Mata Dannies menyapu keadaan di sekitarnya. Bosan. Dia menunggu salah satu kakaknya yang menjanjikan tontonan menarik. Sebenarnya Dannies ragu. Menarik bagi Mandy, belum tentu manrik bagi dirinya. Contohnya saja seperti kejadian di kuburan waktu itu.“Lama,” keluh Dannies. Dia ingin sekali pergi meninggalkan tempat itu. Tapi Mandy memintanya menunggu sebentar.”Hal apalagi yang mau Kak Mad tunjukkan?”Tiba-tiba saja sesuatu menyentuh bahu Dannies dari belakang, sukses membuatnya meloncat terkejut. Spontan Dannies berbalik badan. Didapatinya Mandy yang cekikikan pelan melihat reaksinya.“Jantungku, Kak. Tidak kasihan sama jantungku?” Dannies menunjuk dada.“Tapi kau masih hidup, tuh,” balas Mandy santai.Dannies menggel
The CovenElidmaagza (Bagian Lima Belas)Helyna menopang dagu dengan kedua tangan. Kedua matanya tak lepas dari sosok Cat yang memberikan penjelasan mengejutkan. Helyna buta situasi. Dia tidak tahu kalau saudarinya sedang menghadapi situasi yang buruk. Kenapa tidak ada satupun yang memberiahukan ini padanya? Helea? Mandy? Bahkan Momo? Lupakan soal Dannies, Helyna tak ingin melibatkan dia dalam hal berbahaya semacam ini.“Informasi terakhir yang kudapatkan, Kak Hena berhasil mendapatkan cawan suci untuk ritual pemanggilan itu,” tambah Cat. Dia menutup buku tua di hadapannya lalu mengembalikannya ke dalam rak perpustakaan.Helyna terdiam untuk berpikir. “Berarti, masih ada dua material lagi. Darah healer dan buku fenriz warior.”“Darah healer yang dibutuhkan dalam ritual itu cukup banyak, Lyn. Minimal tiga individu berdarah healer akan menjadi tumbal.” Cat menjelaskan
The CovenPortaagza (Empat Belas)Helea mengelap keringat yang mengalir di keningnya dengan punggung tangan kanannya. Napasnya memburu, karena telah berjalan cukup lama. Akhirnya, dia berhenti di suatu titik. Helea mengatur napas, tatapannya lurus ke depan. Momo yang berdiri sejajar di samping Helea juga ikut berhenti. Mereka berdua menatap ke arah yang sama.“Ini tempatnya?” komentar Momo kemudian.Momo mengamati bangunan tua yang berdiri di hadapannya. Bangunan kuil tua yang dibangun dengan kayu dan bata. Kuil ini sangat tua, tapi masih terawat. Sebenarnya, tidak ada yang merawat kuil ini. Tapi kuil itu yang merawat dirinya sendiri. Momo pernah membaca arsip tentang kuil kuno yang kini ada di hadapannya. Dijelaskan di sana bahwa kuil ini sebenarnya hidup. Walaupun kuil ini dirusak oleh pihak tak bertanggung jawab, bangunan ini akan memperbaiki dirinya sendiri.Seram? Tidak juga. Setidaknya ban
The CovenKaligaagza (Tiga Belas)Malam itu, semua anggota coven berkumpul di meja makan untuk menyantap makan malam. Suasana hangat disertai dengan hidangan yang memanjakan lidah. Penghuni bangunan itu tampak menikmatinya. Dannies terutama. Suasana hangat ini mengingatkan dirinya tentang panti asuhan. Suasana hangat, ramai, makanan lezat, dan dikelilingi keluarga. Well, memang Dannies masih baru berada di keluarga para penyihir ini. Tapi tidak masalah. Baginya, selama tiga saudarinya ada di sisinya, tak ada yang perlu dia khawatirkan.“Lho, Kak Momo mana?” Dannies menoleh mencari sosok Momo. Biasanya Momo akan ikut makan bersama dengannya, Helyna, dan Helea. Tapi sosoknya tidak ada. Dannies mengerutkan keningnya.“No worry, dia ada sedikit urusan,” jawab Mandy santai.“Urusan? Hmm ...,” gumam Dannies pelan.Mendadak Dannies mengingat kisah yang dibaw
The CovenTurtaagza (Dua Belas)Baiklah, para pembaca sekalian. Sampai di mana kita? Oh, aku ingat. Kita sampai di mana kita mengetahui beberapa fakta. Fakta bahwa Mother Coven berencana meanggil 13 demon menggunakan portal. Itu mengejutkan. Baik Helea maupun Mandy, tak menyangka akan menghadapi masalah yang sebesar ini.“Apa kita beritahu dua anak itu?” tanya Mandy. Dia baru selesai sembahyang langsung menemui Helea yang berada di pinggir waduk.“Maksudmu Dann dan Lyn? Tidak, mereka pasti akan terkejut,” balas Helea tak setuju. “Mereka masing anak-anak, Mad.”“Membuat mereka terkejut, memang itu tujuannya.” Mandy mengibaskan tangan kanannya.“Mad, please.”“Yea yea, i will shut up then.”“Kau juga, Monic. Tolong jangan biarkan dua adikku itu tahu,” pinta Helea p
The CovenHaagza (Bagian 11)Nah, sampai di mana kita. Oh iya, aku ingat. Mandy, dia masuk ke dalam mimpi Delnessie untuk mencuri informasi yang dia butuhkan. Mandy melihat sosok Momo di dalam kamera perekam itu. Dia tak menyangka Momolah yang memberikan benda terlarang itu pada Delnessie untuk memenangkan duel. Mandy mencengkram kamera perekam di kedua tangannya.“Sulit dipercaya. But, pada akhirnya aku tahu juga.”Tiba-tiba saja, terdengar suara tepuk tangan di belakang Mandy. Spontan Mandy berbalik. Dia lihat Delnessie yang berpenampilan layaknya anggota kerajaan itu berdiri di hadapannya. Gaun besar, mewah, dengan motif-motif rumit, perhiasan di pergelangan tangan, leher, serta daun telinga, tak lupa mahkota emas di kepalanya, membuatnya tampak seperti seorang putri kerajaan. Well, ini memang mimpinya. Terserah dia membayangkan dirinya menjadi apa, kan?“Wah wah wah, ada tamu tak diudang
The CovenNagda (Bagian Sepuluh)Dannies dan ketiga saudarinya sedang berkumpul di ruangan Helyna dirawat. Kondisi Helyna tidak baik saat ini. Infus terpasang di tangan kirinya, wajahnya pucat, rambutnya acak-acakkan. Yah, walau Helea sudah merapikan rambut adiknya itu tadi. Helyna baru saja mengonsumsi herbal yang diberikan perawat untuknya. Untuk sementara, dia belum bisa menggunakan sihirnya karena chakranya sangat tipis.“Dann, bisa kau berhenti menatapku? Aku risih tahu,” komentar Helyna pada Dannies yang memang sudah menatapnya bermenit-menit yang lalu.“Sorry, aku hanya ingin memastikan kondisimu, Cuma itu,” balas Dannies.Helyna tersenyum tipis. “Aku baik-baik saja, serius.”Helea dan Mandy hanya diam, memperhatikan kedua adik mereka yang asyik berbicang itu. Helea memperhatikan mereka berdua bergantian, begitu juga Mandy. Tampaknya duel hari