Kejahatan di kota besar seperti New York bisa jadi merupakan keniscayaan. Penjambretan, pencopetan, dan semacamnya bisa saja terjadi, walaupun mungkin tidak setiap hari. Karena itu ada polisi-polisi tertentu yang memang sehari-harinya bekerja untuk menangani hal demikian.
Menjadi istimewa saat yang ditangkap adalah segerombolan teroris. Atau lebih tepatnya, calon teroris.
Beberapa orang yang dicurigai sedang mengikuti pengajian radikal telah ditangkap dalam beberapa hari terakhir. Semua itu berdasarkan kepada informasi dari orang misterius.
Orang yang hanya menyebut dirinya sebagai “Caliph”.
Walaupun demikian, Caliph telah menjadi rahasia umum. Ia juga telah menjadi idola di balik kemisteriusan dirinya. Sejumlah orang telah menjadikannya urban legend.
Tapi ada juga yang menjadikannya alat kampanye.
“Orang yang menyebut dirinya Caliph ini, siapakah dia? Saya berdiri di sini untuk menawarkan dialog. Apakah dia seoran
Fenomena Caliph yang dibuat oleh Rais Hoetomo telah menampakkan hasilnya. Nyali kelompok-kelompok radikal mulai ciut oleh keberadaan Caliph.Namun efek Caliph belum terlalu besar. Masih banyak orang yang nekat untuk menjadi teroris. Mereka di antaranya terdiri atas orang-orang putus asa yang tidak memiliki pilihan dalam hidupnya, sehingga memilih untuk menjadi teroris.Andy Trunks salah satunya, seorang penyendiri dan penganggur. Ia berkawan dengan beberapa orang lainnya seperti Jarred si petugas keamanan yang terlilit hutang, serta Konnie yang juga penganggur.Mereka berencana membuat onar malam ini, hanya untuk bertemu Caliph.Ya, mereka hanya ingin melihat apakah urban legend itu benar adanya. Karena itu, mereka telah menyiapkan serangkaian bom molotov untuk diledakkan di pusat kota.Tiga sekawan ini bertemu di belakang sebuah gedung tua. Mereka memeriksa kelengkapan alat-alat peledak yang telah dibawa.Di tengah persiapan mereka, datangl
Caliph mendarat di atap gedung.Tempatnya berada bukanlah tempat yang umum untuk dikunjungi orang pada malam hari. Bahkan di siang hari sekalipun, tidak banyak orang beraktivitas di daerah ini.Dapat dikatakan bahwa tempatnya berada adalah daerah terabaikan.Di bawah sana, beberapa van yang telah diintainya mulai menunjukkan aktivitas. Orang-orang di dalamnya telah keluar dan mulai berbincang.Caliph mendengarkan perkataan mereka dengan jelas dengan alat bantu dengarnya.Dari sana nampak Iqbal Anwar. Lalu satu orang lagi keluar dari van. Sosok yang sangat dikenal oleh Caliph.Dr. Frasier Niles alias Al Mahdi.“Karena itu aku mempercayaimu.” Kata Al Mahdi.Iqbal mengangguk tersenyum.Tiba-tiba Al Mahdi menengok ke arah kirinya.“Siapa di sana???” teriak Al Mahdi.Orang-orang di sekitarnya langsung siaga. Mereka mengokang senjatanya masing-masing.“Kau membawa orang lain?&
Andrea Izmaylov sudah beberapa pekan tidak bertemu dengan Caliph. Biasanya mereka menyepakati suatu tempat rahasia untuk berdiskusi. Juga biasanya Caliph yang menghubungi Andrea, dengan metode-metode yang tidak terduga. Entah tiba-tiba ada catatan di bawah gelas Andrea, atau email misterius di komputernya.Bahkan pernah pesan datang di dashboard mobil Andrea. Padahal kunci pintu mobilnya sama sekali tidak rusak, bahkan masih tertutup. Entah bagaimana Caliph melakukan itu semua.Tidak ada jaminan bahwa semua kontak tersebut berasal dari Caliph, tapi setiap kali ia mengikuti petunjuk dalam pesan-pesan tersebut, itu memang benar-benar berasal dari Caliph.Andrea memarkir mobil dan turun untuk masuk ke rumahnya.“Malam.” Sapa sebuah suara berat.Di awal-awal perkenalan mereka, Andrea akan terkejut setengah mati oleh sapaan mendadak seperti itu. Tapi kini ia telah terbiasa.“Lama tidak terlihat.” Kata Andrea.
Aisha Mahmood memarkir mobilnya di tempat parkir khusus direksi perusahaan Hoetomo. Ia lalu menuju arah lift dan menaiki benda yang akan mengarah langsung ke ruangan kerjanya tersebut.Lift pun berhenti di lantai puncak.Aisha memasuki ruangannya dan menyeduh teh herbal seperti biasanya. Hal itu sudah menjadi ritual pagi baginya.Saat ia melakukan tegukan pertamanya, Aisha mendengar suara di ruangan sebelah. Ruangan yang biasa dipakai Rais Hoetomo.Aisha mengetuk pintu.“Ya, masuklah.” Kata suara dari dalam.“Kukira aku yang datang paling pagi.” Kata Aisha sambil memasuki ruangan.Ia mendapati Rais Hoetomo sedang mengakses televisi internet berukuran layar bioskop di ruangan tersebut.“Aku langsung ke sini tadi malam, jadi bisa dibilang, aku tidak benar-benar datang.” Jawab Rais.“Ledakan di pinggiran kota tadi malam itu, kau?”“Ya, dan aku sedang memastikan ba
Sebuah rumah bercat dinding putih di suburban Washington DC terlihat begitu asri. Pekarangannya sangat terawat dan dihiasi bunga-bunga dengan beragam warna. Rumputnya pun dipotong dengan sangat rapi.Cuaca pagi yang cerah membuat Abdul Aziz, penghuni rumah itu, semakin ceria. Ia sedang bersiap untuk berangkat ke kantornya di Capitol Hill. Ia dijadwalkan untuk menghadiri rapat bersama sejumlah anggota senat.Silvester Morran, saingan utamanya, juga akan ada di sana.“Jangan lupa makan siang.” Janna, istri Abdul Aziz, mengingatkan suaminya.“Jangan khawatir.” Abdul Aziz tersenyum.“Hari ini akan pulang larut?”“Kuharap tidak. Tapi memang hari ini akan padat.”“Semua baik-baik saja?”“Kuharap demikian. Doakan aku ya.”“Selalu.”Mereka saling tersenyum.“Kita yang memegang takdir kita sendiri.” Kata Abdul Az
Abdul Aziz mencapai Capitol Hill dalam waktu kurang dari setengah jam. Beberapa orang telah menyambutnya di sana.“Pagi, Senator.” Sapa mereka.“Selamat pagi, semoga hari ini menjadi hari yang baik.” Abdul Aziz membalas sapaan mereka.Ia tidak mampir ke ruang kerjanya, dan langsung menuju ruang rapat.“Kami sudah menunggu Anda.” Kata Morran melihat Abdul Aziz masuk.“Selamat pagi juga, Senator Morran.” Abdul Aziz tersenyum dan melihat ke arah arlojinya. “Sesuai janji, saya justru datang lima menit dari jadual.”“Tentunya kita tidak ingin membuang waktu Detektif Geller di sini.” Morran melirik orang lain di ruang rapat.Detektif Mal Geller, orang kepolisian NYPD yang diundang khusus untuk rapat terbatas dengan senator pagi ini, mengangguk ke arah Abdul Aziz.“Baik, kalau begitu kita harus segera mulai.” Kata Abdul Aziz sambil mengambil salah satu
“Mayor Izmaylov, senang bertemu dengan Anda.” Sapa Abdul Aziz.Rapat terbatas baru saja selesai. Ia memang memiliki janji dengan Andrea Izmaylov pagi ini.“Senator.” Andrea menyapa balik.“Saya yakin Anda sudah mendengar kejadian semalam.” Abdul Aziz mempersilakan Andrea memasuki ruangan kerjanya.“Benar. Saya juga mendapat informasi bahwa Anda mengikuti rapat terbatas tentang hal itu pagi ini?”“Begitulah. Tapi yang mereka, kepolisian, kirim adalah detektif yang bukan ahlinya.”“Maksud Anda?”“Saya memutuskan untuk tidak melanjutkan rapat, karena kurang produktif. Apalagi nara sumber yang ada bukan orang yang tepat. Ia detektif baru yang belum pernah menangani kasus seperti ini sama sekali. Jika bukan ahlinya yang menangani, bersiaplah untuk hancur.”Andrea tersenyum.“Anda tahu kenapa kita bertemu di sini, di Washington, pagi ini?
Aisha Mahmood baru saja menyelesaikan rapat yang dipimpinnya bersama anggota direksi Hoetomo yang lain. Siang nanti ia dijadwalkan bertemu dengan para pimpinan anak perusahaan. Baru menjelang malam, Aisha akan melaporkan hasil pertemuannya kepada Rais Hoetomo.Rais, di luar dugaan Aisha, justru menjadi orang yang sangat penting di dalam karirnya. Ia tidak pernah menyangka akan ditempatkan di posisi paling tinggi pada salah satu perusahaan yang menempati Fortune 500.Bahkan ia tidak pernah bertemu Rais sebelumnya. Aisha hanya pernah mendengar nama laki-laki itu. Baginya ketika itu, Rais hanya tokoh dalam cerita.Ketika Rais Hoetomo mendatanginya beberapa tahun silam, yang Aisha menyangka bahwa orang ini hanya anak kaya biasa yang hendak mencari “mainan”. Ternyata dugaannya salah besar.Aisha memang mengetahui bahwa Rais adalah orang jenius. Namun ia belum pernah menyaksikannya hingga saat itu. Justru Rais banyak melontarkan kritik saat mereka b
Silvester Morran memasuki ruangan kantornya. Ia telah menyaksikan apa yang terjadi. Walaupun Morran menyatakan turut bersukacita atas apa yang dicapai Abdul Aziz, tapi ia tidak pernah serius mengatakannya.Bagi Morran, saat ini yang penting adalah pencalonan dirinya sebagai Presiden Amerika Serikat semakin memiliki saingan kuat. Dan ia tidak bahagia akan hal itu.“Pagi.” Sebuah suara mengagetkannya.Seseorang telah berada di ruangan kerja Morran sebelum dirinya masuk.“Ka...kau...” Morran tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.“Kejutan, bukan?” tanya orang tersebut.“Dengar, kau tidak seharusnya ada di sini.”“Begitu juga denganmu.”“Apa maksudmu?”“Kau sama sekali tidak layak berada di tempat ini. Tidak sedikit pun.”Orang itu mengokang pistol, membidik ke arah kepala Morran.“Hei, tunggu, ada apa ini?” Morr
Di kantor FBI, Andrea Izmaylov telah menerima pesan dari nomor tidak dikenal mengenai posisi Al Qassar. Walaupun nomor tersebut tidak dikenalnya, ia tahu siapa yang mengirimkan pesan tersebut. Andrea segera memerintahkan mobilisasi.“Cepat, siagakan pasukan dan bergeraklah menuju Gedung Putih!!!” perintahnya.Sementara itu di Gedung Putih, Presiden menyambut Abdul Aziz. Mereka adalah saingan berat pada pemilihan sekarang, namun Presiden merasa perlu untuk menunjukkan wajah hangat Amerika Serikat.Karena itu ia mengundang Abdul Aziz, Janna, dan Fathia, putri mereka. Presiden memandu sendiri tur mereka mengelilingi bagian dalam Gedung Putih. Ia menunjukkan kantor-kantor, sayap Barat dan Timur, bahkan Oval Office.Tidak lupa, Presiden juga menunjukkan area residency.“Ini tempat Presiden Amerika Serikat menjalani kehidupan pribadinya.” Kata Presiden.Abdul Aziz dan Janna mengangguk-a
Penjara Distrik Columbia yang baru saja menerima tamu istimewa semalam tidak terlihat akan mendapat kejutan di hari yang baru ini. Betapa tidak, malam sebelumnya mereka baru saja merayakan keberhasilan gabungan pasukan MPDC, SWAT, dan Garda Nasional dalam meringkus seorang teroris paling berbahaya di Washington.Tapi kini, justru keadaan berbalik. Orang tersebut berjalan dengan bebasnya di area penjara, bahkan tidak ada seorang pun petugas keamanan yang mencegahnya.Al Qassar berdiri di hadapan kepala penjara.Di sekitar mereka, pasukan berseragam petugas penjara berjaga-jaga sambil bersiap dengan senjata masing-masing.“Kau... benar-benar orang gila.” Kata kepala penjara.“Jika kau tidak keberatan, akuilah, bahwa pasukanmu lebih loyal kepadaku dibandingkan bos mereka sendiri.”Si kepala penjara terdiam menahan geram.“Aku tahu kau marah. Aku tahu kau juga sedih. Tapi inilah kenyataan. Kau harus belajar u
Washington Monument, keesokan harinya.Podium telah disiapkan. Tidak ada panggung khusus, hanya podium. Masyarakat Washington telah ramai memenuhi area tersebut. Pers juga tidak tertinggal.Waktu telah menunjukkan pukul sembilan pagi. Abdul Aziz menaiki podium. Janna menyaksikan di antara masyarakat Washington.Sementara dari sisi lain kota, di sebuah griya tawang, Rais Hoetomo menyaksikan CNN yang meliput Abdul Aziz.“Telah banyak tersebar berita dalam beberapa waktu ke belakang ini. Berita-berita yang membahas tentang pencalonan sejumlah nama sebagai Presiden Amerika Serikat. Banyak nama yang beredar, di antaranya nama saya. Tapi hal itu bukan menjadi perhatian saya pada waktu-waktu tersebut.“Perhatian saya tertuju kepada timbulnya kelompok-kelompok ekstremis dan teroris, baik di Amerika Serikat maupun seluruh dunia. Aksi dari kelompok-kelompok tersebut, sejak awal saya percaya, tidak mewakili apa pun di atas muka bumi i
Abdul Aziz telah berada di mobil evakuasi. Sesuai rencana, pasukan SWAT akan segera membawanya pergi sesaat setelah Al Qassar datang.Sasaran mereka adalah Al Qassar. Sejak awal, tidak ada niat dari pasukan SWAT maupun MPDC untuk membiarkan Abdul Aziz menjadi umpan yang akan disantap Al Qassar.Di depan dan belakang mobil yang ditumpangi Abdul Aziz, terdapat masing-masing dua mobil SWAT yang mengawal mereka. Sekilas, mereka tampak aman.Namun itu hanya nampaknya.Mobil pengawal paling belakang tiba-tiba terjungkal. Dari bawahnya terlihat api berkobar.Di belakang mereka, terlihat pasukan Al Qassar.Al Qassar memang bukan orang bodoh. Ia tahu bahwa sejak awal tidak mungkin mereka menempatkan senatornya sebagai tumbal.Karena itu ia menempatkan seorang Al Qassar palsu untuk menyerang Northwest, sementara ia sendiri mengamati ke mana Abdul Aziz akan dibawa pergi.Kini Al Qassar hanya me
Jika dibandingkan dengan peperangan-peperangan yang telah dialaminya, baik di Timur Tengah maupun tempat lain, malam ini bukanlah hal yang aneh bagi Rais. Ia akan berhadapan dengan satu atau sekelompok teroris.Dan ini bukan hal baru baginya.Tapi Rais tahu bahwa ia harus tetap waspada. Al Qassar bukan teroris biasa. Ia adalah seorang mastermind. Bahkan masih belum dapat dipastikan apakah Al Qassar akan memakan umpan Rais.Jika umpan ini berhasil, Al Qassar akan menyerang Abdul Aziz di Northwest. Saat itulah Rais akan beraksi.Rais juga menyadari bahwa Al Qassar tidak akan datang sendirian. Orang ini tidak cukup bodoh untuk menghadapi pasukan MPDC seorang diri. Ia pasti membawa pasukannya.Dalam hatinya Rais berharap semua rencananya bersama Abdul Aziz berhasil. Lalu Al Qassar akan ditangkap dan dipenjarakan dengan keamanan maksimum sebelum menerima hukuman terberat dari pengadilan. Mungkin hukuman mati.Tapi seperti yang telah dika
02.30 am“Saudara sekalian, perubahan di posisi perolehan suara terus terjadi. Fenomena yang terjadi dari detik ke detik semakin tidak terprediksi. Saat ini secara mengejutkan, Massachussets berada di posisi puncak perolehan suara menggeser Washington yang lima belas menit lalu menjadi pendulang suara terbanyak. “Sejumlah netizen yang mengaku sebagai warga Massachussets mengatakan bahwa mereka menduga kuat bahwa warga Washington memveto Massachussets sebanyak mungkin untuk menyelamatkan negara bagian mereka.“Netizen yang mengaku sebagai warga Massachussets ini mulai melakukan provokasi kepada seluruh warga negara bagian lain agar memveto Washington. Mereka bahkan menyebarkan tagar #VoteWashington di Twitter. Hal ini segera ditanggapi oleh sejumlah netizen yang mengaku sebagai warga Washington yang membalas dengan tagar #VoteMassachussets sambil mereka juga membantah tuduhan yang di
01.00 amWarga negara Amerika Serikat terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah mereka yang berusaha melarikan diri dari negaranya. Mereka mencoba melakukan segala cara untuk menembus perbatasan ke Meksiko dan Kanada.Perdana Menteri Kanada telah membuka perbatasan negaranya untuk mempersilakan orang-orang dari Amerika Serikat yang hendak berlindung di negeri tersebut. Meskipun ada beberapa pemeriksaan oleh petugas, namun semua itu hanya dilakukan sebagai syarat administratif untuk memastikan orang yang mengungsi tidak memiliki catatan criminal apalagi tercatat sebagai teroris.Sementara pemerintah Meksiko memberlakukan kebijakan yang jauh berbeda. Meksiko menutup perbatasan sehingga para pengungsi dari Amerika Serikat menumpuk di daerah batas antara dua negara.Ada belasan ribu orang Amerika yang berada di perbatasan Meksiko dan menunggu pemerintah negara tetangga mereka tersebut membuka perbatasannya dan mengizinkan mereka
Iqbal Anwar membalas tatapan Abdul Aziz. Mereka berdua beradu pandang tanpa berkedip. Iqbal mengeluarkan senyum liciknya. Sementara Abdul Aziz masih bergeming.Abdul Aziz berdiri dan duduk di sisi meja tempat Iqbal duduk.“Aku tidak ingin membuang banyak waktu di sini. Jadi, sebaiknya kau bekerja sama.” Kata Abdul Aziz.Iqbal tersenyum lagi.“Aku tahu kau berusaha mempermainkan kami. Tapi percayalah, di sini bukan tempat kau bisa melakukan itu. Pikirkanlah, berapa lama kau akan bisa bertahan dengan terus bersikap seperti ini.”“Memangnya apa yang akan kau lakukan?”“Itu bukan wewenangku. Bahkan bukan hakku untuk berada di sini dan menginterogasimu. Tapi aku bisa berada di sini, di hadapanmu, tanpa ada satu pun petugas yang mendampingiku. Kau tahu kenapa? Karena mereka sudah muak terhadapmu sehingga harus memintaku untuk turun tangan. Dan kau tahu? Aku tidak memiliki dasar pelatihan interogasi. Karena