“Rais, apa yang kau lakukan?” Malikha mendapati Rais yang berdiri mematung sambil matanya terpejam.
Rais bergeming.
Malikha diam memandanginya.
Beberapa lama kemudian, barulah Rais perlahan membuka matanya.
“Itu...adalah sebuah sumber energi yang sangat besar,” Rais menunjuk ke arah matahari.
Malikha memandangi Rais, dan belum sepenuhnya memahami yang dimaksud pemuda ini.
Rais tersenyum simpul.
“Selama ini manusia tidak pernah menyadarinya. Mereka selalu berperang demi minyak dan sumber energi lainnya, padahal yang mereka perebutkan itu tidaklah selalu tersedia.”
Malikha mengangkat bahunya dan memberi isyarat Rais untuk melanjutkan.
“Malikha, energi yang terpancar dari sinar matahari ini adalah energi yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan seluruh umat manusia, selamanya.”
“Kau...serius?”
“Kau pasti belum memahaminya. Tapi suatu saat ka
Rais masih memejamkan matanya. Perlahan seluruh syarafnya telah menerima perintah dari otaknya dan mengaktifkan energi yang tersimpan. Rais telah mengembangkan teknologinya selama bertahun-tahun, sehingga energi matahari yang disimpannya tidak hanya bisa menghasilkan kekuatan dengan daya hancur setara nuklir, tapi juga meningkatkan ketahanan tubuh, kecepatan, ketangkasan, maupun kecerdasan dirinya.Maka tentara yang datang menyerang dengan senjata tajam dapat ditahannya dengan mudah. Diterimanya serangan samurai hanya dengan tangan kosong, secara langsung, menyebabkan pedang samurai tersebut patah. Berondongan peluru senapan mesin dengan mudah ditangkisnya.Rais bergerak secepat kilat, menghajar satu demi satu tentara yang mengepungnya. Tidak ada yang bisa melihat gerakan Rais. Mereka hanya mendapati sosok berkelebat di depannya, lalu kehilangan kesadaran. Termasuk Harun Bashar yang belum dapat menguasai dirinya sepenuhnya usai melihat apa yang terjadi.Mereka m
Andrew Cole membalas senyum pramugari yang menyambutnya. Andrew duduk di kabin dan sang pramugari segera menawarkan minuman hangat serta koran. “Ya, tolong, terima kasih.” Jawab Cole. “Tentu saja, Tuan.” Kata si pramugari sambil tidak berhenti tersenyum. Pramugari itu cantik dan nampak sangat muda. Andrew tidak berhenti memandangi perempuan itu. Tiba-tiba ia merasakan sikutan di lengannya. “Santailah, kawan.” Kata orang yang menyikutnya. Carlos, teman Andrew yang menyikutnya, tersenyum mengejek. “Ah, kau munafik.” Andrew balas mengejek. “Setidaknya aku tidak terlalu nampak jelas seperti kau memandangi pramugari itu tadi.” Balas Andrew. “Akuilah, kau juga tertarik, ‘kan?” “Ya, siapa yang tidak tertarik? Perempuan itu begitu cantik dan muda.” “Kalau begitu tidak perlu usil.” “Minimal bagi-bagi laaaah.” “Ingat istrimu” “Hei, lihat siapa yang bicara!” Beberapa s
Pesawat berada dalam keadaan kacau. Sejumlah penumpang telah melakukan panggilan telepon melalui layanan telepon pesawat demi mengabari kepada dunia luar bahwa ada sejumlah orang yang telah membajak pesawat mereka.Beberapa penumpang bahkan sempat menyemprotkan semprotan merica atau gas air mata kepada para pembajak. Namun malang, mereka justru mendapatkan tusukan di tubuhnya.Para pembajak terlihat sangat terlatih. Mereka membawa peralatan tangan multifungsi serta berbagai jenis pisau dan belati.Tubuh-tubuh penumpang yang tergeletak nampak tidak lagi berdaya. Sementara itu, tidak ada lagi di antara para penumpang lainnya yang berani melakukan perlawanan.Para pembajak telah memperingatkan bahwa melawan adalah perbuatan sia-sia dan bodoh.Sementara para penumpang pun merasakan pesawat mereka telah berputar arah.Tidak ada yang bisa mereka lakukan. Pertolongan pun entah kapan datangnya. Bahkan entah akan datang atau tidak.Mereka mera
Lima tahun telah berlalu sejak kejadian 11 September 2001. Namun Rais tidak pernah bisa mengesampingkan emosinya setiap kali dirinya mengingat peristiwa itu. Bertahun-tahun kehidupan keras yang ia jalani di jalanan, bahkan di Afganistan, telah menempa dirinya menjadi seorang ksatria sejati.Namun 11 September 2001 telah terpatri di dalam ingatannya. Tidak akan hilang sampai kapan pun.Konflik yang ditimbulkan oleh peristiwa tersebut selalu mengaduk-aduk perasaan Rais setiap kali ia membacanya.Rais menyadari bahwa kehidupan enam juta umat Muslim di Amerika telah berubah.Banyak kisah tentang kehidupan umat Muslim setelah 9/11 yang masih belum diceritakan. Tidak hanya di Amerika, tapi juga Suriah, Irak, Iran, juga Afganistan. Dan Rais berada di sini untuk membuat keadaan lebih baik.Rais tidak ingin membuat dirinya menjadi konsumsi publik. Oleh karena itu, ia sangat menjauhkan diri dari sensasi. Rais menyadari bahwa sebagai trilyuner muda, dirinya b
Terkait Ibnu Awwad, cukup banyak informasi yang didapatkan Rais serta hubungan tokoh ini dengan Al Qaeda. Ibnu Awwad adalah salah satu pendirinya. Yang ingin diketahui Rais adalah kaitan Ibnu Awwad dengan cikal bakal Al Qaeda.Nama “Al Qaeda” sendiri cukup mudah diterjemahkan. Ia dapat berarti “kaidah” atau “pedoman” jika diartikan dari bahasa Arab. Pemilihan nama itu bagi Rais tidak terlalu penting.Jadi rencana selanjutnya adalah...Rais membuka komputernya dan mengirimkan surat elektronik kepada Malikha. Ternyata di dalam kotak masuknya sudah terdapat sebuah pesan.Pengirimnya adalah Robin Ferguson.“Ah, baik sekali dia.” Pikir Rais.Dear Rais.Aku menemukan sebuah kontak yang sepertinya memiliki ketertarikan sama denganmu. Ia adalah seorang pemilik toko buku, sehingga sangat wajar apabila dirinya memiliki ketertarikan terhadap sejarah-sejarah maupun perkump
Dalam perjalanannya ke Los Angeles, Rais menyempatkan diri untuk menelepon ke kantornya di New York. Sejak kembali dari Afganistan, ia telah kembali aktif di jajaran pemegang saham. Rais menghubungi sekretarisnya dan menanyakan bagaimana rapat direksi terakhir. Ia juga bertanya tentang Joseph Bart yang merupakan General Manager di sana.“Dr. Hoetomo, mohon maaf Mr. Bart sekarang sedang melakukan konsolidasi dengan direksi. Apakah Anda ingin saya memanggil Mr. Bart?” kata sekretarisnya.“Tidak, tidak perlu, saya menelepon lagi nanti.”Rais memutus teleponnya.4Malikha sedang berada di kantornya, menulis memo atau sesuatu sejenis itu ketika Rais datang.“Hai, bukankah kita baru saja bicara di telepon?” tanya Malikha.“Ya. Apakah kau mau ikut denganku ke Los Angeles?”“Oh, sebenarnya aku ingin. Tapi aku harus mempersia
Pagi harinya, Rais makan dengan lahap. Malikha meneleponnya di tengah sarapan.“Maaf kalau aku mengganggu sarapanmu.” Kata Malikha.Dari ujung sana terdengar bahwa gadis itu sedang menyeruput sesuatu.“Tidak masalah.” Kata Rais.“Apa yang lebih baik dari makanan berlimpah usai malam yang panjang?” lanjutnya.Malikha terdengar menyeruput sekali lagi.“Jadi, apa yang sudah kau lakukan semalam? Kau terdengar puas sekali.” Tanya Malikha.“Bisa dibilang demikian. aku menikmatinya.” Jawab Rais.“Ini seperti...sebuah permainan.” Lanjutnya.“Permainan yang berbahaya.”“Aku tahu ini berbahaya dan menakutkan. Hanya saja, ini lebih dari itu. Aku seperti melakukan suatu hal yang seharusnya sudah sejak lama kulakukan.”“Benarkah? Apakah kau tahu bahwa karir sebagai pencuri di tengah malam sama sekali tidak memiliki jami
Rais turun ke perpustakaan pribadinya. Ia menyimpan pakaian yang digunakannya semalam.Malikha datang tidak lama kemudian.“Kau benar-benar serius, ya?” tanya Malikha.“Ah, aku harus menyimpan ini. Mungkin tidak akan kugunakan lagi?”“Sungguh? Kau tidak akan berakting jadi perampok lagi?”“Oh, itu sih masih.”“Lalu pakaian ini kan berguna untuk itu.”“Hmmm, memang. Tapi tidak nyaman. Semua ini tidak terlalu praktis dan juga tidak cukup nyaman untuk perampok di malam hari. Aku perlu alat pemanjat yang lebih baik. Selain itu kacamata untuk melihat dalam gelap, juga lampu infra-merah akan sangat berguna.”“Perampok dengan peralatan seperti itu minimal harus mendapatkan isi brankas bank.”“Ya, kupikir juga demikian.”Malikha pun pergi dengan Toyotanya meninggalkan Rais sendirian. Rais berpikir untuk mempersenj