Rais telah berada di dalam pesawat yang membawanya ke Baghdad. Ia mendapatkan kursi dekat jendela. Rais sengaja tidak membeli tiket kelas satu. Di sini, Rais bisa melihat para orang tua yang sibuk menenangkan anaknya di udara.
Mereka semua bertampang Arab.
Rais berpikir, apakah mereka adalah orang Irak?
Jika ya, berarti mereka orang Irak yang tinggal di Amerika.
Berarti mereka hendak pulang ke negaranya?
Lalu mengapa mereka hendak pulang?
Bukankah di sana masih banyak konflik?
Apalagi mereka membawa anak-anak.
Arab Spring sedang panas-panasnya.
Apakah mereka tidak tahu?
Ataukah memang ada hal yang tidak bisa dijelaskan secara logika.
Rais pernah mempelajari tentang hal ini, bahwa kerinduan akan tanah air dan kampung halaman dapat mengalahkan logika apa pun. Walaupun mereka telah berada di Amerika yang damai, namun kerinduan akan kampung halaman di Irak bisa jadi tidak dapat dibendung. Karena itu mereka pula
Bangunan tempat pertemuan geng teroris masih terlihat seperti biasa. Seperti biasanya juga, tidak aka nada orang yang akan curiga dengan bangunan tersebut. Bangunan yang nampak seperti bangunan terabaikan, bahkan berhantu.Para teroris sedang berunding di dalamnya. Mereka memperhatikan gambaran-gambaran yang diperlihatkan oleh seseorang yang nampaknya adalah pimpinan di sana. Semua diam dan menyimak apa yang disampaikan orang tersebut.Tiba-tiba pintu dibuka dan seseorang masuk ke sana.Semua mata terarah kepada orang yang masuk tersebut.Sebuah sosok berjalan perlahan ke arah mereka sambil tersenyum.“Siapa yang mengizinkanmu masuk?” tanya si pimpinan.“Kenyataan bahwa sekarang aku berkuasa di sini.” Jawab orang itu, yang tak lain adalah Al Qassar.“Kau tahu sedang berada di mana?”“Aku tahu.”“Dan kau tahu sedang berhadapan dengan siapa?”“Aku tid
Aisha Mahmood memastikan Bahrun Hamzah yang nampak di layar komputernya bisa melihat dirinya. Ia melakukan percakapan via Skype dengan Bahrun Hamzah untuk sebuah kerjasama bisnis yang telah mereka janjikan sebelumnya.“Mohon maaf karena pembicaraan seperti ini terjadi secara mendadak, Mr. Hamzah.” Kata Aisha Mahmood.“Itu dapat dipahami, Ms. Mahmood. Hal seperti ini biasa terjadi pada perdagangan tingkat tinggi.” Jawab Hamzah.“Terima kasih atas pengertian Anda.” Aisha tersenyum.“Jadi, apa yang bisa Anda tawarkan?”“Saat ini kami ingin memastikan terlebih dahulu, apakah kita benar-benar bisa bekerja sama?”“Tentu saja. Hoetomo adalah mitra bisnis terbaik, justru saya yang merasa sangat tersanjung.”“Baiklah jika demikian. Saya yakin Dr. Hoetomo akan sangat senang mendengarnya.”“Sama-sama, Ms. Mahmood.”“Saya akan menga
Rais Hoetomo baru saja melewati pemeriksaan di Bandar Udara Internasional Baghdad ketika ia menerima pesan dari Aisha. Rais mengagumi negeri yang telah sewindu dilanda konflik ini. Namun ia kagum, karena dalam hatinya ia masih merasakan bahwa Negeri Para Khalifah ini tidak pernah kehilangan jiwanya.Era Saddam Hussein dan Partai Bath telah lama usai. Sejak itu Irak seperti kehilangan keseimbangan. Konfllik yang semula benar-benar ditekan agar tidak terjadi selama kepemimpinan Saddam Hussein, kini seperti dibiarkan muncul di mana-mana.Rais teringat kepada negeri leluhurnya, Indonesia. Negeri yang sama-sama telah terbebas dari kepemimpinan seorang dictator, beberapa tahun sebelum tumbangnya Saddam Hussein di Irak.Keadaan di Indonesia memang jauh lebih baik dibandingkan Irak. Tidak ada konflik bersenjata di sana. Namun yang ada adalah konflik di media sosial.Bagi Rais, peperangan yang ada di Indonesia sama potensi perpecahannya dengan yang ada di Irak.
Rais Hoetomo kembali mendapati dirinya berada di Timur Tengah saat ia menginjakkan kaki di Irak. Memang ini bukan kali pertamanya berada di sini. Bahkan bukan kali pertama dalam waktu yang lama.Tapi ini memang pertama kalinya ia datang ke Irak sebagai Rais Hoetomo.Sebelumnya, ia selalu datang sebagai Caliph.Terakhir kali Rais datang sebagai masyarakat sipil, menjajaki dan mengikuti kehidupan organisasi teroris, bahkan terlibat di dalam kegiatan-kegiatan mereka, adalah tujuh tahun silam. Ia telah mengalami masa-masa tersebut, dan tidak pernah ingin berhenti. Justru di saat itu, ia benar-benar mendalami alasan mengapa orang-orang tersebut menjadi teroris.Ketika itu ia benar-benar berperan menjadi bagian dari mereka. Rais menumbuhkan jenggot dan brewok, berdagang barang ilegal untuk dana organisasi, bahkan merencanakan serangan terhadap masyarakat sipil. Sesekali Rais harus terjun ke lapangan, walaupun para pimpinan kelompok yang disusupinya lebih menyuk
“Anda hanya membuang waktu Anda.” Kata Mualimin di depan Andrea.“Mungkin saja. Tapi saya memiliki banyak waktu, Mr. Mualimin.” Jawab Andrea.“Silakan, tapi Anda tidak akan mendapatkan apa pun dari saya.”“Coba saja. Apakah sekarang ada yang akan mempedulikan Anda? Anda di sini, sendirian, menghadapi kami. Di mana teman-teman Anda?”“Saya tidak akan mengkhianati saudara-saudara saya.”“Oh ya? Lalu bagaimana dengan para mafia di Washington? Mereka saudara Anda juga?”Mualimin terdiam.“Kenapa? Anda tidak menyangka bahwa saya mengetahui itu?” lanjut Andrea.Mualimin masih diam.“Anda sudah kalah, Mr. Mualimin. Sekarang Anda tinggal menentukan sikap Anda.”“Aku akan berikan semua kontakku di Washington.”“Bagus.”“Dengan syarat.”“Anda sebenarnya tidak sedang b
memantau pergerakan agen FBI dalam meringkus dan mengejar para gembong teroris. Ia tidak ingin perjalanannya ke Irak sia-sia.“Jadi, kau akan kembali menghadiri pengajian di Islamic Center?” tanya Malikha.“Ya, begitulah.”“Abdul Aziz akan datang?”“Itu memang tujuanku. Untuk menggalang kekuatan bersamanya.”“Kau bermaksud menjadikan Islamic Center kekuatan politik?”Perhatian Rais teralihkan dari Malikha, menuju sebuah berita di CNN.“Malikha, lihat ini.”Di CNN tengah diputar sebuah video. Video itu menayangkan seorang perempuan muda. Di kepala perempuan itu ditodongkan sebuah pistol.Dan di sebelah perempuan itu terlihat seorang pria. Pria berjanggut dan mengenakan peci.“Siapa namamu?” tanya si pria.“Na...Natalie Freeman...” jawab si perempuan ketakutan.“Kenapa kau ada di sini?”&l
Beberapa menit sebelum Magrib, Abdul Aziz dan Janna telah sampai di Islamic Center. Suasana mulai ramai dan orang-orang di sana menyambut hangat mereka. Beberapa bahkan berjabat tangan dengan Abdul Aziz.Salah satunya adalah Malikha Russel.“Ah, Ms. Russel. Akhirnya kita bertemu.” Kata Abdul Aziz.“Kehormatan bagiku, Senator.”“Panggil Abdul Aziz saja. Dan ini istriku, Janna.”Malikha berjabat tangan dengan Janna.“Jadi, ada acara khusus malam ini?” tanya Abdul Aziz.“Setahuku ya. Aku ke sini juga diajak seseorang.” Jawab Malikha.“Oh ya?”“Itu dia, baru saja memarkir mobilnya.” Malikha menunjuk ke arah kanan.Ia membiarkan Abdul Aziz dan Janna melihat orang yang ditunjuknya. Di sana Rais Hoetomo berjalan ke arah mereka dengan pakaian serba putih.Rais meninggalkan semua huru-hara tentang Natalie Freeman kepada Aisha. Ia tel
Ibadah salat Isya baru saja usai di Islamic Center of Washington. Rais Hoetomo pergi mencari udara segar di pelataran masjid. Sementara anak-anak bermain di teras. Mereka berkejar-kejaran sambil tertawa riang.“Pantas aku tidak menemukanmu di dalam.” Malikha menghampirinya.“Hai. Kemarilah.” Rais mengajak Malikha mendekat.“Kau benar-benar mendukung Abdul Aziz?”“Dari kata-kataku tadi?”“Ya.”“Begitulah.”“Bagaimana kau bisa begitu yakin?”“Malikha, ia adalah salah satu orang yang memperkenalkan wajah agama kita kepadaku. Yang bahkan sejak lahir pun aku belum melihat wajah tersebut.”“Kau sudah menceritakan itu. Tapi, adakah alasan lain?”“Tentu saja. Ia tidak hanya berkata-kata. Ia membuktikan semuanya. Ia beraksi, dengan segala kekuatan dan kekuasaannya, orang ini menumpas terorisme. Abdul membuat wa
Silvester Morran memasuki ruangan kantornya. Ia telah menyaksikan apa yang terjadi. Walaupun Morran menyatakan turut bersukacita atas apa yang dicapai Abdul Aziz, tapi ia tidak pernah serius mengatakannya.Bagi Morran, saat ini yang penting adalah pencalonan dirinya sebagai Presiden Amerika Serikat semakin memiliki saingan kuat. Dan ia tidak bahagia akan hal itu.“Pagi.” Sebuah suara mengagetkannya.Seseorang telah berada di ruangan kerja Morran sebelum dirinya masuk.“Ka...kau...” Morran tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.“Kejutan, bukan?” tanya orang tersebut.“Dengar, kau tidak seharusnya ada di sini.”“Begitu juga denganmu.”“Apa maksudmu?”“Kau sama sekali tidak layak berada di tempat ini. Tidak sedikit pun.”Orang itu mengokang pistol, membidik ke arah kepala Morran.“Hei, tunggu, ada apa ini?” Morr
Di kantor FBI, Andrea Izmaylov telah menerima pesan dari nomor tidak dikenal mengenai posisi Al Qassar. Walaupun nomor tersebut tidak dikenalnya, ia tahu siapa yang mengirimkan pesan tersebut. Andrea segera memerintahkan mobilisasi.“Cepat, siagakan pasukan dan bergeraklah menuju Gedung Putih!!!” perintahnya.Sementara itu di Gedung Putih, Presiden menyambut Abdul Aziz. Mereka adalah saingan berat pada pemilihan sekarang, namun Presiden merasa perlu untuk menunjukkan wajah hangat Amerika Serikat.Karena itu ia mengundang Abdul Aziz, Janna, dan Fathia, putri mereka. Presiden memandu sendiri tur mereka mengelilingi bagian dalam Gedung Putih. Ia menunjukkan kantor-kantor, sayap Barat dan Timur, bahkan Oval Office.Tidak lupa, Presiden juga menunjukkan area residency.“Ini tempat Presiden Amerika Serikat menjalani kehidupan pribadinya.” Kata Presiden.Abdul Aziz dan Janna mengangguk-a
Penjara Distrik Columbia yang baru saja menerima tamu istimewa semalam tidak terlihat akan mendapat kejutan di hari yang baru ini. Betapa tidak, malam sebelumnya mereka baru saja merayakan keberhasilan gabungan pasukan MPDC, SWAT, dan Garda Nasional dalam meringkus seorang teroris paling berbahaya di Washington.Tapi kini, justru keadaan berbalik. Orang tersebut berjalan dengan bebasnya di area penjara, bahkan tidak ada seorang pun petugas keamanan yang mencegahnya.Al Qassar berdiri di hadapan kepala penjara.Di sekitar mereka, pasukan berseragam petugas penjara berjaga-jaga sambil bersiap dengan senjata masing-masing.“Kau... benar-benar orang gila.” Kata kepala penjara.“Jika kau tidak keberatan, akuilah, bahwa pasukanmu lebih loyal kepadaku dibandingkan bos mereka sendiri.”Si kepala penjara terdiam menahan geram.“Aku tahu kau marah. Aku tahu kau juga sedih. Tapi inilah kenyataan. Kau harus belajar u
Washington Monument, keesokan harinya.Podium telah disiapkan. Tidak ada panggung khusus, hanya podium. Masyarakat Washington telah ramai memenuhi area tersebut. Pers juga tidak tertinggal.Waktu telah menunjukkan pukul sembilan pagi. Abdul Aziz menaiki podium. Janna menyaksikan di antara masyarakat Washington.Sementara dari sisi lain kota, di sebuah griya tawang, Rais Hoetomo menyaksikan CNN yang meliput Abdul Aziz.“Telah banyak tersebar berita dalam beberapa waktu ke belakang ini. Berita-berita yang membahas tentang pencalonan sejumlah nama sebagai Presiden Amerika Serikat. Banyak nama yang beredar, di antaranya nama saya. Tapi hal itu bukan menjadi perhatian saya pada waktu-waktu tersebut.“Perhatian saya tertuju kepada timbulnya kelompok-kelompok ekstremis dan teroris, baik di Amerika Serikat maupun seluruh dunia. Aksi dari kelompok-kelompok tersebut, sejak awal saya percaya, tidak mewakili apa pun di atas muka bumi i
Abdul Aziz telah berada di mobil evakuasi. Sesuai rencana, pasukan SWAT akan segera membawanya pergi sesaat setelah Al Qassar datang.Sasaran mereka adalah Al Qassar. Sejak awal, tidak ada niat dari pasukan SWAT maupun MPDC untuk membiarkan Abdul Aziz menjadi umpan yang akan disantap Al Qassar.Di depan dan belakang mobil yang ditumpangi Abdul Aziz, terdapat masing-masing dua mobil SWAT yang mengawal mereka. Sekilas, mereka tampak aman.Namun itu hanya nampaknya.Mobil pengawal paling belakang tiba-tiba terjungkal. Dari bawahnya terlihat api berkobar.Di belakang mereka, terlihat pasukan Al Qassar.Al Qassar memang bukan orang bodoh. Ia tahu bahwa sejak awal tidak mungkin mereka menempatkan senatornya sebagai tumbal.Karena itu ia menempatkan seorang Al Qassar palsu untuk menyerang Northwest, sementara ia sendiri mengamati ke mana Abdul Aziz akan dibawa pergi.Kini Al Qassar hanya me
Jika dibandingkan dengan peperangan-peperangan yang telah dialaminya, baik di Timur Tengah maupun tempat lain, malam ini bukanlah hal yang aneh bagi Rais. Ia akan berhadapan dengan satu atau sekelompok teroris.Dan ini bukan hal baru baginya.Tapi Rais tahu bahwa ia harus tetap waspada. Al Qassar bukan teroris biasa. Ia adalah seorang mastermind. Bahkan masih belum dapat dipastikan apakah Al Qassar akan memakan umpan Rais.Jika umpan ini berhasil, Al Qassar akan menyerang Abdul Aziz di Northwest. Saat itulah Rais akan beraksi.Rais juga menyadari bahwa Al Qassar tidak akan datang sendirian. Orang ini tidak cukup bodoh untuk menghadapi pasukan MPDC seorang diri. Ia pasti membawa pasukannya.Dalam hatinya Rais berharap semua rencananya bersama Abdul Aziz berhasil. Lalu Al Qassar akan ditangkap dan dipenjarakan dengan keamanan maksimum sebelum menerima hukuman terberat dari pengadilan. Mungkin hukuman mati.Tapi seperti yang telah dika
02.30 am“Saudara sekalian, perubahan di posisi perolehan suara terus terjadi. Fenomena yang terjadi dari detik ke detik semakin tidak terprediksi. Saat ini secara mengejutkan, Massachussets berada di posisi puncak perolehan suara menggeser Washington yang lima belas menit lalu menjadi pendulang suara terbanyak. “Sejumlah netizen yang mengaku sebagai warga Massachussets mengatakan bahwa mereka menduga kuat bahwa warga Washington memveto Massachussets sebanyak mungkin untuk menyelamatkan negara bagian mereka.“Netizen yang mengaku sebagai warga Massachussets ini mulai melakukan provokasi kepada seluruh warga negara bagian lain agar memveto Washington. Mereka bahkan menyebarkan tagar #VoteWashington di Twitter. Hal ini segera ditanggapi oleh sejumlah netizen yang mengaku sebagai warga Washington yang membalas dengan tagar #VoteMassachussets sambil mereka juga membantah tuduhan yang di
01.00 amWarga negara Amerika Serikat terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah mereka yang berusaha melarikan diri dari negaranya. Mereka mencoba melakukan segala cara untuk menembus perbatasan ke Meksiko dan Kanada.Perdana Menteri Kanada telah membuka perbatasan negaranya untuk mempersilakan orang-orang dari Amerika Serikat yang hendak berlindung di negeri tersebut. Meskipun ada beberapa pemeriksaan oleh petugas, namun semua itu hanya dilakukan sebagai syarat administratif untuk memastikan orang yang mengungsi tidak memiliki catatan criminal apalagi tercatat sebagai teroris.Sementara pemerintah Meksiko memberlakukan kebijakan yang jauh berbeda. Meksiko menutup perbatasan sehingga para pengungsi dari Amerika Serikat menumpuk di daerah batas antara dua negara.Ada belasan ribu orang Amerika yang berada di perbatasan Meksiko dan menunggu pemerintah negara tetangga mereka tersebut membuka perbatasannya dan mengizinkan mereka
Iqbal Anwar membalas tatapan Abdul Aziz. Mereka berdua beradu pandang tanpa berkedip. Iqbal mengeluarkan senyum liciknya. Sementara Abdul Aziz masih bergeming.Abdul Aziz berdiri dan duduk di sisi meja tempat Iqbal duduk.“Aku tidak ingin membuang banyak waktu di sini. Jadi, sebaiknya kau bekerja sama.” Kata Abdul Aziz.Iqbal tersenyum lagi.“Aku tahu kau berusaha mempermainkan kami. Tapi percayalah, di sini bukan tempat kau bisa melakukan itu. Pikirkanlah, berapa lama kau akan bisa bertahan dengan terus bersikap seperti ini.”“Memangnya apa yang akan kau lakukan?”“Itu bukan wewenangku. Bahkan bukan hakku untuk berada di sini dan menginterogasimu. Tapi aku bisa berada di sini, di hadapanmu, tanpa ada satu pun petugas yang mendampingiku. Kau tahu kenapa? Karena mereka sudah muak terhadapmu sehingga harus memintaku untuk turun tangan. Dan kau tahu? Aku tidak memiliki dasar pelatihan interogasi. Karena