Pagi berikutnya terdapat sebuah berita yang lebih mirip gosip di surat kabar. Dalam berita tersebut dikatakan bahwa Rais Hoetomo telah menghilang kembali ke Amerika Utara. Ia akan pergi untuk berlibur dan menikmati pemandangan Alaska serta mengunjungi Kanada.
Padahal tempat yang ia tuju adalah Himalaya. Rais pergi ke sana untuk menguji kekuatan supernya. Namun berita-berita yang beredar justru jauh dari kenyataan, bahkan mendekati pun tidak.
Membaca berita itu, Rais menyadari bahwa apa pun bisa menjadi gosip saat ini. Lebih baik dirinya benar-benar bersembunyi dari publisitas, terutama ketika hendak menguji kekuatan supernya.
Rais telah hidup dan belajar.
Ia kembali dari Himalaya dua pekan kemudian. Kepada seorang pegawai layanan pelanggan, Rais mengatakan bahwa ia hanya membawa uang tunai karena disebabkan oleh suatu hal, kartu kreditnya tidak dapat digunakan. Ditanyakannya apakah tiga ribu dolar cukup untuk membawanya kembali ke New York.
Beberapa unit mobil telah berada di bandara udara. Lampu bandara telah menjadi kabur karena kabut yang muncul.Sejumlah orang sedang mengangkut barang-barang yang menjadi bagian pekerjaan mereka. Mereka telah berada di sana selama empat jam, mengikuti instruksi Mr. Al Ghozy, dan mereka dengan patuh mengikuti paksaan bosnya agar mengangkut barang dari sana menuju gudang.Malam menjadi semakin dingin, membuat orang-orang harus bergerak lebih cepat agar tidak kedinginan. Tiba-tiba sebuah cahaya dari mobil sedan yang datang ke sana, juga secara tiba-tiba, membuat mereka berhenti bekerja.Detektif Hamzah turun dari mobil dan naik ke tubuh salah satu truk di sana. Ia masuk ke bagian pengangkut dan meraih beberapa dus. Dibukanya dus yang diraihnya, lalu memeriksa isi di dalam dus-dus tersebtu.“Bagus.” Katanya.Hamzah turun dan menuju tempat sebuah SUV berada di ujung jalan. Wakil Al Ghozy sudah menunggunya di dalam.“Kelihatan ba
Jenna Mollina berjalan menuju subway sambil memperhatikan pemandangan kota yang ia lewati. Lukisan-lukisan grafiti berada di setiap tempat yang diilewatinya. Kota New York sudah ramai walaupun ia berangkat kerja di pagi buta. Orang-orang di sekitarnya sedang sibuk berbicara dengan telepon selulernya.Jenna membiarkan mereka dan terus berjalan melewati trotoar demi trotoar.Ia sangat kelelahan.Jenna telah menghabiskan hampir dua puluh jam di kantor dan tidak menghasilkan apa pun kecuali rasa frustrasi. Terkadang ia berpikir bahwa hanya Joe Si Penyeberang Jalan Tidak di Zebra Cross kriminal yang tidak kebal hukum di sini. Selebihnya, semua mafia memiliki pelindung masing-masing. Dan pelindung mereka ada di dalam badan lembaga penegak hukum. Ini yang membuat hidup Jenna seolah penuh dengan kekecewaan.Jenna tidak hanya frustrasi akan hal itu. Ia juga mengalami depresi yang cukup kronis. Bagaimana pun ia pernah berpikir bahwa hidupnya dan seorang milyuner ak
Andrea Izmaylov menghirup kopinya. Sebuah kopi murah dan telah menjadi dingin. Ia membuang gelas kertas kopinya setelah habis ke tong sampah, lalu mengencangkan jaketnya menuju rekan-rekan berseragamnya dalam menginvestigasi enam orang yang ditemukan pingsan di sekitar kontainer. Mereka semua terikat dalam sebuah tali.“Beri tahu aku.” Kata Izmaylov.“Kami mendapatkan sebuah telepon anonim.” Kata salah satu rekannya.“Temukan pengiriman di sebuah kontainer dekat pelabuhan empat kilometer dari jalanan, begitu pesannya.” Kata rekan yang lain.“Mereka ini maksudnya?” tanya Izmaylov sambil menunjuk enam orang yang terikat.“Ya, mungkin saja mereka adalah anak buah Al Ghozy.”“Tidak penting mereka anak buah siapa, kita belum pernah menangkapnya.” Jawab Izmaylov.“Aku juga tidak terlalu yakin.” Kata rekannya sambil melihat ke arah sekeliling.Mereka m
Jenna tidak ingin mengalami lagi petualangannya di stasiun kereta bawah tanah. Hari ini ia mengemudikan mobilnya membelah Gotham dan membelanjakan beberapa kali penghasilannya sehari untuk biaya parkir di garasi pribadi. Saat meninggalkan garasi, ia memastikan senjatanya berada di sana, walaupun dirinya sendiri masih cukup gugup.Tidak, jika kau takut, maka mereka menang, pikirnya.Ia menyimpan senjatanya dan terus berjalan.Di luar kantornya, ia membeli koran New York Times dari mesin penjual dan membaca tajuk utamanya. Jenna pun merinding.Beberapa saat kemudian, ia menaruh korannya di atas meja kerja bosnya dan sambil terus merasa merinding, diperlihatkannya foto Al Ghozy yang terikat sambil pingsan.“Ini tidak bisa disembunyikan lagi.” Kata Jenna.Chuck melihat ke arah koran.“Tapi ada hakim Berdntner.” Kata Chuck.“Aku menemukan Berndner sudah terlindungi.”“Dan orang mister
Malikha Russel membuka gorden di sebuah kamar dan membiarkan cahaya masuk. Rais sedang menyiapkan sarapan mereka.“Selamat pagi.” Sapa Rais.“Pagi, sibuk lagi semalam?” tanya Malikha.“Tapi bagi seorang bilyuner, kehidupan tanpa tidur sudah tidak aneh, ya?” lanjutnya.Malikha memperhatikan meja yang baru saja ditata Rais. Di atasnya ada sebuah gelas penuh jus, dan juga buah-buahan. Serta koran New York Times.Malikha membuka kertas koran dan menunjukkan foto Al Ghozy yang terikat.“Aksimu membuat warta kota terkesan.” Kata Malikha.Rais melihat ke arah foto.“Teatrikal dan menakutkan, ini adalah sebuah awal, Malikha.”Rais menghabiskan jusnya, lalu turun dari ranjang dan memulai push-up.Malikha melihat lebam-lebam di tubuh Rais.“Jika orang melihat cedera-cedera itu, kau harus menemukan alasan yang bagus. Ikut kelas memanjat misalnya.”
Baru pukul delapan pagi, dan Hawles sudah mengalami hari yang buruk. Pasar modal Tokyo telah membuat sejumlah investasi terpuruk. Ia membanting mesin pembuat kopi hingga orang-orang di luar ruangannya mendengar.Charlie Allen masuk ke ruangannya dan membuat segala sesuatu semakin buruk.“Ada masalah.” Kata Allen sambil meletakkan sebuah dokumen di meja Hawles.“Masalah apa?” tanya Hawles.Allen mengambil kursi dan berbicara mendekat ke arah Hawles.“Patroli pantai menemukan senjata berat yang diselundupkan di tempat penyaluran.”“Lalu?”“Penyaluran itu membawa senjata jenis baru.”“Memangnya apa yang akan digunakan dengan alat itu?”Allen menarik napas sejenak sebelum mulai menjelaskan.“Itu adalah alat untuk mengintervensi sinyal telepon seluler.”“Begitu?”“Dan seseorang merusakkannya.”
Rais Hoetomo mengarahkan BMW-nya menuju El Pacquiao, restoran mewah di puncak kota New York.Seorang pegawai menyambutnya di pintu masuk restoran.“Terima kasih, Alfred.” Kata Rais.“Kehormatan bagi saya, Dr. Hoetomo. Pertemuan bisnis lagi?” jawab si pegawai.“Ya, begitulah.”Pelayan mengantar Rais masuk ke restoran dan mengambil lift kaca untuk naik ke lantai paling atas. Sesampainya di sana, mereka memasuki sebuah ruangan yang terdiri atasa banyak peralatan makan dibuat dari kristal, juga meja-meja perak. Aroma masakan mewah dan mahal tercium dari sana.Jendela yang berbatasan dengan ruangan memberi pemandangan kepada jutaan lampu yang menerangi kota New York. Sebuah kolam terlihat berada di luar ruangan, dan juga sangat bersih dihiasi tanaman-tanaman. Beberapa percakapan di sana berbicara tentang Muslim dan Cina.Seorang pelayan yang mengenakan tuksedo mengantar Rais, Mikha, dan Malina menuju mej
Pada pukul sepuluh keesokan harinya, Dr. Niles datang ke sebuah ruangan, mengganti baju kerjanya dengan baju hazmat, dan memeriksa sebuah tubuh di mobil Lincoln Town yang diparkir di sebuah gang dekat penjara kota New York. Ia membuka kopernya dan melihat orang pemilik tubuh itu menatap ke arahnya tanpa kejelasan. Beberapa saat kemudian, beberapa orang datang dan menyambut Dr. Niles. Mereka mengantar Dr. Niles menuju sebuah ruangan di dalam penjara.“Dr. Niles, terima kasih sudah datang.” Kata seseorang menyambutnya.“Tidak masalah. Jadi orang itu memotong nadinya sendiri?”“Ya, mungkin efek dari kegilaan yang ia terima dari kejadian terakhir.”“Semoga tidak terlambat.” Kata Dr. Niles setengah menggumam.Seorang perempuan memandu Niles ke sebuah deretan kamar di dalam penjara.“Apakah saya perlu menemani Anda?” tanya perempuan itu.“Tidak.” Jawab Dr. Niles.
Silvester Morran memasuki ruangan kantornya. Ia telah menyaksikan apa yang terjadi. Walaupun Morran menyatakan turut bersukacita atas apa yang dicapai Abdul Aziz, tapi ia tidak pernah serius mengatakannya.Bagi Morran, saat ini yang penting adalah pencalonan dirinya sebagai Presiden Amerika Serikat semakin memiliki saingan kuat. Dan ia tidak bahagia akan hal itu.“Pagi.” Sebuah suara mengagetkannya.Seseorang telah berada di ruangan kerja Morran sebelum dirinya masuk.“Ka...kau...” Morran tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.“Kejutan, bukan?” tanya orang tersebut.“Dengar, kau tidak seharusnya ada di sini.”“Begitu juga denganmu.”“Apa maksudmu?”“Kau sama sekali tidak layak berada di tempat ini. Tidak sedikit pun.”Orang itu mengokang pistol, membidik ke arah kepala Morran.“Hei, tunggu, ada apa ini?” Morr
Di kantor FBI, Andrea Izmaylov telah menerima pesan dari nomor tidak dikenal mengenai posisi Al Qassar. Walaupun nomor tersebut tidak dikenalnya, ia tahu siapa yang mengirimkan pesan tersebut. Andrea segera memerintahkan mobilisasi.“Cepat, siagakan pasukan dan bergeraklah menuju Gedung Putih!!!” perintahnya.Sementara itu di Gedung Putih, Presiden menyambut Abdul Aziz. Mereka adalah saingan berat pada pemilihan sekarang, namun Presiden merasa perlu untuk menunjukkan wajah hangat Amerika Serikat.Karena itu ia mengundang Abdul Aziz, Janna, dan Fathia, putri mereka. Presiden memandu sendiri tur mereka mengelilingi bagian dalam Gedung Putih. Ia menunjukkan kantor-kantor, sayap Barat dan Timur, bahkan Oval Office.Tidak lupa, Presiden juga menunjukkan area residency.“Ini tempat Presiden Amerika Serikat menjalani kehidupan pribadinya.” Kata Presiden.Abdul Aziz dan Janna mengangguk-a
Penjara Distrik Columbia yang baru saja menerima tamu istimewa semalam tidak terlihat akan mendapat kejutan di hari yang baru ini. Betapa tidak, malam sebelumnya mereka baru saja merayakan keberhasilan gabungan pasukan MPDC, SWAT, dan Garda Nasional dalam meringkus seorang teroris paling berbahaya di Washington.Tapi kini, justru keadaan berbalik. Orang tersebut berjalan dengan bebasnya di area penjara, bahkan tidak ada seorang pun petugas keamanan yang mencegahnya.Al Qassar berdiri di hadapan kepala penjara.Di sekitar mereka, pasukan berseragam petugas penjara berjaga-jaga sambil bersiap dengan senjata masing-masing.“Kau... benar-benar orang gila.” Kata kepala penjara.“Jika kau tidak keberatan, akuilah, bahwa pasukanmu lebih loyal kepadaku dibandingkan bos mereka sendiri.”Si kepala penjara terdiam menahan geram.“Aku tahu kau marah. Aku tahu kau juga sedih. Tapi inilah kenyataan. Kau harus belajar u
Washington Monument, keesokan harinya.Podium telah disiapkan. Tidak ada panggung khusus, hanya podium. Masyarakat Washington telah ramai memenuhi area tersebut. Pers juga tidak tertinggal.Waktu telah menunjukkan pukul sembilan pagi. Abdul Aziz menaiki podium. Janna menyaksikan di antara masyarakat Washington.Sementara dari sisi lain kota, di sebuah griya tawang, Rais Hoetomo menyaksikan CNN yang meliput Abdul Aziz.“Telah banyak tersebar berita dalam beberapa waktu ke belakang ini. Berita-berita yang membahas tentang pencalonan sejumlah nama sebagai Presiden Amerika Serikat. Banyak nama yang beredar, di antaranya nama saya. Tapi hal itu bukan menjadi perhatian saya pada waktu-waktu tersebut.“Perhatian saya tertuju kepada timbulnya kelompok-kelompok ekstremis dan teroris, baik di Amerika Serikat maupun seluruh dunia. Aksi dari kelompok-kelompok tersebut, sejak awal saya percaya, tidak mewakili apa pun di atas muka bumi i
Abdul Aziz telah berada di mobil evakuasi. Sesuai rencana, pasukan SWAT akan segera membawanya pergi sesaat setelah Al Qassar datang.Sasaran mereka adalah Al Qassar. Sejak awal, tidak ada niat dari pasukan SWAT maupun MPDC untuk membiarkan Abdul Aziz menjadi umpan yang akan disantap Al Qassar.Di depan dan belakang mobil yang ditumpangi Abdul Aziz, terdapat masing-masing dua mobil SWAT yang mengawal mereka. Sekilas, mereka tampak aman.Namun itu hanya nampaknya.Mobil pengawal paling belakang tiba-tiba terjungkal. Dari bawahnya terlihat api berkobar.Di belakang mereka, terlihat pasukan Al Qassar.Al Qassar memang bukan orang bodoh. Ia tahu bahwa sejak awal tidak mungkin mereka menempatkan senatornya sebagai tumbal.Karena itu ia menempatkan seorang Al Qassar palsu untuk menyerang Northwest, sementara ia sendiri mengamati ke mana Abdul Aziz akan dibawa pergi.Kini Al Qassar hanya me
Jika dibandingkan dengan peperangan-peperangan yang telah dialaminya, baik di Timur Tengah maupun tempat lain, malam ini bukanlah hal yang aneh bagi Rais. Ia akan berhadapan dengan satu atau sekelompok teroris.Dan ini bukan hal baru baginya.Tapi Rais tahu bahwa ia harus tetap waspada. Al Qassar bukan teroris biasa. Ia adalah seorang mastermind. Bahkan masih belum dapat dipastikan apakah Al Qassar akan memakan umpan Rais.Jika umpan ini berhasil, Al Qassar akan menyerang Abdul Aziz di Northwest. Saat itulah Rais akan beraksi.Rais juga menyadari bahwa Al Qassar tidak akan datang sendirian. Orang ini tidak cukup bodoh untuk menghadapi pasukan MPDC seorang diri. Ia pasti membawa pasukannya.Dalam hatinya Rais berharap semua rencananya bersama Abdul Aziz berhasil. Lalu Al Qassar akan ditangkap dan dipenjarakan dengan keamanan maksimum sebelum menerima hukuman terberat dari pengadilan. Mungkin hukuman mati.Tapi seperti yang telah dika
02.30 am“Saudara sekalian, perubahan di posisi perolehan suara terus terjadi. Fenomena yang terjadi dari detik ke detik semakin tidak terprediksi. Saat ini secara mengejutkan, Massachussets berada di posisi puncak perolehan suara menggeser Washington yang lima belas menit lalu menjadi pendulang suara terbanyak. “Sejumlah netizen yang mengaku sebagai warga Massachussets mengatakan bahwa mereka menduga kuat bahwa warga Washington memveto Massachussets sebanyak mungkin untuk menyelamatkan negara bagian mereka.“Netizen yang mengaku sebagai warga Massachussets ini mulai melakukan provokasi kepada seluruh warga negara bagian lain agar memveto Washington. Mereka bahkan menyebarkan tagar #VoteWashington di Twitter. Hal ini segera ditanggapi oleh sejumlah netizen yang mengaku sebagai warga Washington yang membalas dengan tagar #VoteMassachussets sambil mereka juga membantah tuduhan yang di
01.00 amWarga negara Amerika Serikat terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah mereka yang berusaha melarikan diri dari negaranya. Mereka mencoba melakukan segala cara untuk menembus perbatasan ke Meksiko dan Kanada.Perdana Menteri Kanada telah membuka perbatasan negaranya untuk mempersilakan orang-orang dari Amerika Serikat yang hendak berlindung di negeri tersebut. Meskipun ada beberapa pemeriksaan oleh petugas, namun semua itu hanya dilakukan sebagai syarat administratif untuk memastikan orang yang mengungsi tidak memiliki catatan criminal apalagi tercatat sebagai teroris.Sementara pemerintah Meksiko memberlakukan kebijakan yang jauh berbeda. Meksiko menutup perbatasan sehingga para pengungsi dari Amerika Serikat menumpuk di daerah batas antara dua negara.Ada belasan ribu orang Amerika yang berada di perbatasan Meksiko dan menunggu pemerintah negara tetangga mereka tersebut membuka perbatasannya dan mengizinkan mereka
Iqbal Anwar membalas tatapan Abdul Aziz. Mereka berdua beradu pandang tanpa berkedip. Iqbal mengeluarkan senyum liciknya. Sementara Abdul Aziz masih bergeming.Abdul Aziz berdiri dan duduk di sisi meja tempat Iqbal duduk.“Aku tidak ingin membuang banyak waktu di sini. Jadi, sebaiknya kau bekerja sama.” Kata Abdul Aziz.Iqbal tersenyum lagi.“Aku tahu kau berusaha mempermainkan kami. Tapi percayalah, di sini bukan tempat kau bisa melakukan itu. Pikirkanlah, berapa lama kau akan bisa bertahan dengan terus bersikap seperti ini.”“Memangnya apa yang akan kau lakukan?”“Itu bukan wewenangku. Bahkan bukan hakku untuk berada di sini dan menginterogasimu. Tapi aku bisa berada di sini, di hadapanmu, tanpa ada satu pun petugas yang mendampingiku. Kau tahu kenapa? Karena mereka sudah muak terhadapmu sehingga harus memintaku untuk turun tangan. Dan kau tahu? Aku tidak memiliki dasar pelatihan interogasi. Karena