"Jangan mengira jika semua ini mudah untuk kulakukan. Aku bahkan melukai diriku sendiri dengan rindu yang kutanam untukmu berhari-hari. Tetapi, aku selalu berkata dalam hati, jika kau tak akan apa-apa, kau akan baik-baik saja. Di tempat ini, aku akan berusaha keras untuk sembuh agar aku dapat menemanimu setidaknnya lebih lama lagi. Namun entahlah, sekarang aku merasa tak akan dapat melakukannya. Untuk itulah, aku membuat semua ini. Aku tak apa-apa jika kau sangat membenciku, paling tidak kau dapat melupakanku.""Hiduplah seperti biasa yang kau lakukan selama ini tanpaku. Lihatlah, kau kuat, Sayang. Kau bahkan dapat melewati semua masalah tanpaku lagi. Kau telah tumbuh dewasa dan semakin cantik, bangga memilikimu. Pada awalnya, aku khawatir tak dapat melakukannya, melepasmu sama saja menancapkan pisau di ulu hatiku. Tetapi, aku harus melakukannya. Tumbuhlah dewasa sebagai gadis yang kuat. Jika jatuh, kau hanya perlu gerakkan tubuh sendiri dan berdirilah. Kau dapat melakukannya, Sayang.
"Ah ya Sayang.... kau ingin membantu Ibu sesuatu? Anggap saja ini adalah permintaan terakhir Ibu padamu...."Termenung sendiri! Itulah kini yang dilakukan Tiffany Hwang di kamar ibunya. Sunyi...! Bibirnya bahkan seolah enggan untuk bersuara. Tak ada lagi air mata di sana, seakan kelopak indah itu sudah lelah untuk mengeluarkan air mata. Sekarang, Tiffany jauh lebih tenang dibandingkan hari sebelumnya. la sudah dapat mengontrol emosi dan perasaannya. Sekalipun, rindu itu tetap menyiksanya. Bagaimana pun juga ini adalah masa tersulitnya. Bahkan, perceraian kedua orang tuanya dulu, bukan apa-apa. Sekarang, ia baru benar-benar merasakan kehilangan. la seakan sendiri dengan penyesalan yang tak berkesudahan."Kau pasti belum makan. Tubuhmu lama-lama terlihat seperti tengkorak hidup benar. Kalau begini, kau akan kalah cantik dari Zea," sapa seseorang seraya membawa sebuah nampan berisikan susu serta makanan favorit Tiffany. Sekalipun tak menoleh, gadis itu tahu pemilik suara ini.David Mahes
Tiffany sentak menatap David yang kini tengah tertunduk di sampingnya. Ekspresi pria itu tampak lain, saat ia menyebut 'Ibu' dari dua bibirnya itu."Apa kau merindukan ibumu?""Aku tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang. Sebab, jika aku mendengar kabarnya dan itu adalah berita buruk, aku tak tahu lagi harus bagaimana menjalani hidup. Untuk itulah, saat ini aku tengah menghindari dunia. Aku takut. Aku tidak tahu ke mana danbapa yang harus aku lakukan. Bahkan, sudah empat tahun berlalu, aku tetap tak dapat melindungi mereka.""David....""Hem?""Pulanglah-selamatkan keluargamu."Tiffany menelan ludahnyabdengan susah payah, Tatapan mereka bertemu! Tiffany tahu arti dari tatapan pria itu. Terkejut? Ya!"Ketika itu, kau pernah mengatakan kepadaku jika akulah yang dapat membantumu membebaskan kedua orang tuamu dari tuduhan itu. Kau juga berulang kali mengatakan bahwa kau membutuhkanku. Sekarang, aku mengerti.""Kau--""Kau benar, David. Saat kau mengatakan bahwa masalahmu menyangkut aku,
"Excuse me, Sir. Can you help me, please?""Ya?" Pria paruh baya yang menjadi pemilik restoran cukup terkenal di Bali ini mengerjapkan kedua matanya bingung, menatap sesosok wanita asing di hadapannya. Otaknya mulai berpikir apa arti bahasa Inggris yang baru saja didengar ini. Sungguh, ia sama sekali tak mengerti! Inilah mengapa, terkadang ia berpikir untuk belajar bahasa Inggris agar dapat melayani wisatawan asing."Nona, aku minta maaf. Tapi, aku tidak mengerti apa yang kau katakan. Bisakah kau sedikit berbahasa Bali?""I'm Sara... Sara Larasati. I need l water. I'm really-really thirsty. Are you understand?"Raden Mahesa..., itulah nama pria yang berumur 50-an ini. Terdengar ia menghela napas. Satu tangannya bergerak, menggaruk bagian kepala sebelah kiri yang sama sekali tak gatal. Menghadapi orang asing seperti inilah yang menjadi tantangan tersulitnya selama membuka restoran ini."Huhh... wanita ini bicara apa? Yang aku tau hanyalah kata 'You'. Apa dia mengatakan ingin memesanku?
Setelah peristiwa penusukan terjadi, semua pria berjas berkumpul dan memasuki restoran. Mereka menelepon polisi serta ambulans. Tapi, aku lihat, David kecil beserta ibunya berlari ke arah belakang restoran. Tidak--tetapi hanya ibunya saja. Mengingat ketika itu, David terjatuh dan kakinya terkilir. Aku tak mengerti perkataan David ketika ibunya ingin berbalik membantunya."Ibu, lari! Tak usah mempedulikanku. Selamatkan dirimu. Aku seorang pria. Aku tidak akan apa-apa, Bu!"Wanita itu pada awalnya tak peduli akan perkataan David. la masih berniat menolong anaknya. David kembali berteriak untuk menyuruhnya pergi, hingga wanita itu pun menjauh setelah mendengar alarm mobil polisi dan ambulans. la berlari meninggalkan David seraya menangis.Aku menangis! Aku menatap Raden yang tengah membalutkan sebuah tirai ke punggung pria yang tertusuk itu untuk membantu menghentikan pendarahannya. Aku tak habis pikir, bahkan di saat seperti ini, pria itu masih ingin membantu korbannya. Untuk itulah, ak
Bali, Denpasar 2012RestoBay, 11.00 PMSebagian warga sepertinya sudah tidak asing lagi dengan nama salah satu restoran sederhana yang menyajikan masakan luar biasa ini di Bali, kota yang dijuluki Pulau seribu pura di Indonesia. Memiliki menu makanan yang begitu khas dengan cita rasa yang begitu menggiurkan membuat resto ini menarik banyak peminat. Tak hanya dari warga lokal, tapi banyak juga wisatawan asing yang tengah berlibur datang hanya untuk mencicipi olahan Nasi Campur Ayam Bali yang menjadi salah satu masakan best seller di Resto ini, tentu saja cita rasa yang di tawarkan tidak perlu diragukan. Pemilihan tempat yang begitu memperhatikan kenyamanan, begitu kaki melangkah masuk, pemandangan pantai Jimbaran dan desiran suara ombak langsung menyapa pendengaran, menjadi salah satu ikon yang menciptakan sensasi bersantap tersendiri yang unik dan menyenangkan.Maka, sudah tidak heran jika tempat ini menjadi tempat yang paling nyaman untuk beristirahat atau mengobrol dengan sanak sau
Ada saat di mana manusia tak sadar... Keegoisan dan rasa gengsi itulah yang membuat mereka kehilangan. Dan, menderita dalam sebuah penyesalan.***Five Years LaterJakarta, Indonesia, 11.30 WIBTampak seorang wanita berumur 27 tahun berdiri di depan Gedung Kesenian, di mana dulu ia pernah berada di tempat ini untuk melakukan acara besar. Banyak orang yang duduk untuk menunggunya berbicara. Gadis itu tersenyum dengan balutan jas putih. Baru tahun ini ia lulus sekolah kedokteran dan kembali ke Jakarta setelah beberapa tahun menetap di ibu kota Korea Selatan. Baginya, kota ini adalah rumah, tempat di mana ia pulang."Kalian telah mengenal siapa namaku? Ya, aku adalah Tiffany Hwang, salah satu alumni sekolah ini." Tiffany mengeluarkan suaranya seraya tertawa lebar."Kenapa aku mengatakan terbaik? Sebab, bagiku... tak ada kenangan yang paling indah kecuali saat menjadi siswi di sekolah ini. Mungkin, di antara kalian ada yang masih mengenalku, atau ingat dulu? Yah, terdengar sedikit menyedi
"Ya, hallo Sal? Kau di mana? Acara reuni ini akan selesai. Kau benar-benar mengingkari janjimu! Seminggu lalu kau mengatakan akan datang. Kau bahkan tak melihat hebatnya aku mengucapkan banyak kata kepada para tamu!""Aku masih ada pasien, Dokter Tiffany. Kau tak tahu betapa menyenangkan menjadi dokter anak dan bisa menyanyikan lagu untuk mereka dengan gitarku?""Kau sama saja dengan Matthew. Di mana pun, kapan pun, tak dapat lepas dengan alat musik. Bahkan, ketika telah menjadi selebritis seperti sekarang, tingkahnya tak berubah sama sekali. Kau tahu, minggu ini dia digosipkan dengan siapa? Aku benar-benar tak habis pikir dengan tingkah playboy satu itu!""Hahaha.., kau cemburu?""Hey, Sal! Siapa yang mengatakan jika aku cemburu?""Bukankah kalian sudah resmi menjadi sepasang kekasih 6 bulan lalu?""Ashㅡentahlah! Memiliki kekasih sepertinya justru membuatku banyak mengelus dada. Banyak adegan dia dengan wanita-wanita cantik di televisi. Aku benar-benar tak habis pikir, kenapa aku men