"Tiffany, sepertinya hubungan kalian bertiga sangat cocok menjadi bahan sinetron. Judulnya, cinta segitiga. Ah, aku sudah mendengar itu puluhan kali." komentar Salsha seraya mengikuti langkah Tiffany. Tiffany berhenti mendadak, melipat kedua tangannya di depan dada seraya berbalik menatap Salsha dengan sengit. Entah mengapa, hari ini membuat emosinya memburuk."Cukup, Sal. Kenapa kau menyebutnya sebagai cinta segitiga? Aku? Bersaing dengan gadis aneh itu? Astaga, itu sangat tidak masuk akal. Bahkan, itu sama sekali tidak bisa dikatakan persaingan, aku sama sekali tidak menyukai pria itu."Salsha terkekeh, "Tapi, kau juga harus tahu, Tiffany. Semua orang di sini sudah menganggap kalian seperti itu. Dan, kaulah di sini yang menjadi pihak ketiga meski sebenarnya kau pemeran utama."Tiffany menghembuskan napas lelahnya, duduk di salah satu kursi kosong yang ada di sana lalu menghirup udara dengan rakus. Rasanya, rongga dadanya terasa sesak kala melihat Zea yang bersandar di bahu David. T
David menatap beberapa potongan berita yang ia simpan di dalam ponselnya selagi menunggu Adit yang sedang mengambil barangnya yang tertinggal di restoran. Hembusan napasnya terdengar kasar namun juga begitu lelah. Emosinya akan selalu bergemuruh setiap kali mendengar apapun yang berhubungan dengan kasus pembunuhan yang menyangkut keluarganya beberapa tahun silam. Kejadian itu, tidak akan pernah ia lupakan, di mana semua mimpi indah keluarganya harus lenyap dalam semalam, di tambah lagi dengan melihat langsung bagaimana Ayah dan Ibunya di sidang atas apa yang tidak mereka lakukan. Ketukan palu hakim benar-benar membuat ulu hatinya terasa nyeri.Sebagai anak yang terang-terangan melihat bagaimana penderitaan orang tuanya tentu saja tidak tinggal diam. Di bagian hatinya, tersimpan sesuatu keinginan untuk membalas rasa sakit yang ia, Ibu, dan Ayahnya derita selama ini. Tak hanya kehilangan keharmonisan keluarga, David juga harus kehilangan mimpinya untuk mendapatkan beasiswa untuk kuliah
Paulauner BrauhausPaulauner Brauhaus adalah kombinasi dari tempat makan santai, bar, dan kafe. Yang membedakan tempat ini dari tempat lain adalah makanan dan minuman khas Jerman yang mereka sajikan. Tak mudah menemukan masakan Jerman di Jakarta, itulah sebabnya Paulauner Brauhaus menjadi favorit semua orang. Plus, mereka menyediakan lounge dengan pemandangan kota Jakarta. Siapa yang berani memisahkan kata “live music” dengan Paulauner Brauhaus? Tidak seorangpun! Karena live music adalah keunggulan Paulauner Brauhaus. Terkadang para pemain musik menggunakan alat musik yang jarang digunakan di Indonesia seperti akordeon. Mereka tahu cara menarik massa, mereka tahu cara menarik pelanggan.Seperti saat ini, terlihat sebuah panggung berukuran sedang di tengah-tengah kafe. Ramai? Sudah pasti, tempat ini lebih di dominasi anak muda yang masih berusia belasan tahun yang sejak tadi sudah berjejer rapih mengelilingi panggung."Kau yakin dia ada di tempat? Aku rasa, kau agak keliru." Tiffany t
I will always be the one who pull you upWhen everybody push you downAnd it's only meBelieve me girl, it's only me!Yeah it's only meI maybe not yours and you're not mineBut I’ll be there for you when you need meIt is only meBelieve me girl, it's only meYeah, it's only me!I will always be the one who pull you upWhen everybody push you downAnd it's only meBelieve me girl, it's only me!Yeah it's only me"Sebenarnya, tak mengherankan dia begitu, mengingat keluarga Matthew juga adalah keluarga musisi. Ayahnya seorang penyanyi terkenal dengan beberapa lagu hasil karyanya sendiri. Bahkan, hampir seluruh albumnya sangat laris di pasaran. Suaranya sangat merdu, tak jauh beda dengan Matthew. Begitu juga adik perempuannya, ia memiliki kemampuan bermain piano yang luar biasa untuk anak-anak seumurannya. Ibunya pun sudah beberapa kali memenangkan lomba bernyanyi Soprano, dia juga pernah di undang langsung ke Italia sebagai bintang tamu. Aku rasa, dia bisa membentuk sebuah band keluarg
"Bukankah kau ke sini untuk meminta bantuanku? Mengajakku bekerja sama? Pada awalnya, aku pikir ini akan membuang waktuku saja. Tapi, aku rasa ini akan menjadi hal yang menyenangkan.""Apa maksudmu?"Matthew terkekeh seraya berjalan santai menuju salah satu meja kosong yang ada di sana. "Yang kau inginkan adalah aku yang berpura-pura mengejar mu, 'kan? Tapi, aku tidak keberatan jika kau menginginkan aku juga sebagai kekasih keduamu."Tiffany memutar bola matanya malas lalu mengendus sebal, "Pada awalnya aku memang tertarik dengan itu semua. Tapi, melihat tingkahmu yang seperti ini. Sebaiknya, kita batalkan saja.""Tif." lirih Salsha yang sama sekali tak menduga Tiffany akan membatalkannya dan pertemuan ini berakhir jauh dari pemikirannya."Hey, Tiffany. Kau tidak usah bergaya seolah kau tidak membutuhkanku.""Aku tidak peduli, aku bisa mencari yang la—""Kau tahu? Apa kau tidak pernah berpikir bahwa pria Bali itu sangat tertutup dan juga sulit di tebak. Kau tahu apa yang membuat emosi
"Tif, kau harus ingat satu hal ini. Aku ingin memberitahumu bahwa Matthew itu seorang playboy. Kau harus berhati-hati padanya. Dia sangat pintar merangkai kata-katanya, jangan sampai kau yang malah jatuh ke dalam pesonanya. Kau jangan sampai terkecoh hanya karena dia mengatakan membuatkanmu lagu dan menyanyikannya. Karena, itu adalah salah satu caranya untuk mendapatkan hati seorang gadis.""Kau meragukanku, Sal? Aku tidak mungkin jatuh hati padanya."Salsha mengangkat bahunya, "Kita tidak tahu kedepannya akan seperti apa. Ada beberapa kemungkinan, kau yang jatuh ke dalam pesona Matthew, atau kau jatuh ke dalam pesona David, bisa juga Matthew yang jatuh hati padamu atau mungkin David juga begitu, dan bisa juga dua-duanya. Saat itu, kaulah yang menjadi peran utama.""Kau benar-benar seperti ibu-ibu komplek."Salsha terkekeh, terkadang Tiffany memang mengeluarkan kata-kata yang cukup aneh tapi menggelitik, "Oke-oke, sebelum kita mulai rencana awal. Kau harus melakukan sesuatu, Tif.""Me
"Aish, kenapa dia lama sekali! Kakiku sudah sakit berdiri selama satu jam di sini." Tiffany sedikit membungkuk, mengurut perlahan betisnya yang terasa kaku, di tambah lagi dengan high heels yang sekarang ia gunakan."Astaga, apa aku harus menghampirinya saja di ruang meeting? Tapi, akan banyak sekali orang di sana, tapi aku sudah tidak kuat lagi." Tiffany mengibaskan tangannya ke leher, memberikan sedikit hawa angin karena wajahnya yang sudah bermandikan keringat. "Ya sudahlah, aku temui saja dia di sana. Astaga, ini benar-benar membuatku gila!" Tiffany berbalik, hendak masuk kembali ke dalam berniat menemui David dan mengajaknya pulang bersama. Ia tahu ini adalah hal yang paling memalukan yang pernah ia lakukan. Seumur hidup, ia bahkan tak pernah menyangka akan mengajak pulang bersama seorang pria. Tapi, mau tak mau ia harus melakukannya. Tiffany berjanji dengan dirinya sendiri bahwa David adalah sosok pria pertama dan terakhir yang membuatnya melakukan hal gila semacam ini lagi."
"Lenganmu sedikit berdarah, kau ingin aku bawa ke rumah sakit?""Tidak perlu, Pak David. Aku baik-baik saja, ini hanya luka kecil. Sebentar lagi mungkin akan mengering dan sembuh. Lagi pula, Tiffany sudah mengatakan bahwa ia tidak sengaja, jadi aku baik-baik saja. Terima kasih, Pak David." "Apa kau yakin?" Zea mengangguk dengan senyuman yang membuat Tiffany ingin muntah. "Kau tidak usah seperti itu, aku memang tidak sengaja mendorongnya, tapi aku yakin dorongan ku tidak sekuat Spiderman yang membuatnya jatuh tersungkur. Kau tahu? Ada yang dia lebih-lebihkan di sini. Aku sama sekali tidak merasa bersalah di sini, dia duluan yang memancing emosiku, dia duluan yang menyentuhku, aku tidak suka di sentuh dengan gadis tidak tahu malu sepertinya. Salah dia—""Tiffany!" bentak David yang sukses membuat Tiffany terdiam, begitupun dengan semua orang yang ada di sana, seketika saja semuanya hening. Bahkan, jantung Tiffany merasa berdegup kencang."Jaga ucapanmu dan minta maaf padanya." jelas D
Menunggu sekitar lima belas menit, akhirnya dokter yang menangani Rosa keluar. "Bagaimana keadaannya, Dok?""Rosa baik-baik saja, dia hanya kelelahan saja. Bayinya juga baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."Gilang yang mendengar itu, tanpa basa-basi lagi langsung menyerobot masuk ke dalam, ia ingin melihat keadaan Rosa secara langsung. Rupanya, gadis itu sudah sadar, tatapannya nampak kosong, ia hanya menatap datar ke arah Gilang yang kini sedang menatapnya sendu."Aku akan menikahimu, Rosa. Jadi, aku mohon, jangan melakukan hal yang tidak-tidak padanya, dia tidak salah apapun. Bagaimanapun aku ini ayahnya, aku ingin membesarkannya."Samar-samar, Rosa mendengar suara David yang sangat perhatian pada Tiffany, penuh kasih sayang dan sangat lembut. Rosa hanya tersenyum kecil, sedetik kemudian, ia merasa tubuhnya hangat dalam dekapan Gilang.***Satu bulan kemudian...Tiffany sedang menatap hamparan laut biru depannya, sepanjang mata memandang hanya ada keindahan air yang
Gilang yang sedang memainkan ponselnya, menanyakan bagaimana kabar Rosa sekarang. Namun, sudah dari setengah jam yang lalu, gadis itu tak kunjung membalas. Detik berikutnya, David kembali ke dalam mobil. Wajahnya kali ini nampak lebih segar dari sebelumnya, dapat ditebak jika sesuatu yang baik baru saja terjadi."Ey, ada apa, nih? Wajahmu sumringah seperti itu. Bagaimana dengan Tiffany tadi?""Tiffany akhirnya percaya padaku, tapi aku harus membuktikan semuanya.""Ya, kau memang harus melakukannya. Kebenaran yang ditutupi juga tidak akan berkunjung baik.""Jadi, apa rencanamu, David?""Aku akan melakukan tes DNA besok. Gilang, kau tolong sampaikan ini pada Rosa."***Saat ini, mereka semua berada di dalam sebuah ruangan VIP yang memang telah disediakan khusus, menunggu hasil pemeriksaan test DNA keluar. Tiffany, David, Zelo, Andre, Mario, Philip, Gilang, dan Rosa tidak ada yang bersuara. Ruangan itu nampak senyap, hanya terdengar suara jarum jam yang beputar. Dari sudut pandangnya,
"Rosa? Apa ini Rosa?" gumamnya pelan, ia sontak mengeluarkan ponselnya, meyakinkan asumsinya bahwa itu benar Rosa melalui nomor ponsel yang terdaftar di sana, ia ingin mencocokannya.Sedetik kemudian, Tiffany terkejut bukan main bahwa itu benar Rosa, sahabat David yang ia kenal selama ini. Jadi, Rosa hamil? Dengan siapa?Masih terkejut, Tiffany malah mendapati sebuah pesan email masuk dari orang yang tidak ia kenal. Ia mengklik sebuah dokumen di sana. Lagi, napasnya seperti tercekat, pasokan udara terasa menipis di dadanya. Lututnya kembali lemas dan ia terjatuh begitu saja. Ia sungguh terkejut melihat foto David dan Rosa yang berbaring tanpa busana. Jadi, mungkinkah anak yang dikandung Rosa anaknya David?"Tiffany!"Itu, suara Philip. Pria itu berlari mendekat dan mengambil posisi di samping Tiffany. Dari raut wajahnya, jelas memperlihatkan jika gadis itu sudah mengetahuinya."Tiff, kau baik-baik saja?"Tiffany menggeleng, wajahnya pucat pasi. "Philip, apa benar Rosa hamil anaknya Da
David mengkliknya dan sontak ia membulatkan kedua matanya. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang, di sana terdapat banyak sekali foto yang menampilkan dirinya dengan Rosa yang sedang berbaring tanpa busana. David jelas tahu dimana tempat itu, di sebuah ruangan kecil yang memang ia sediakam untuk beristirahat. Dalam hati, ia meronta-ronta. Sungguh, ia berani bersumpah bahwa ia tidak yakin pernah berbuat sejauh ini dengan gadis itu. Yang ia ingat, ia hanya tertidur di ruangan itu, tidak lebih. Bahkan, ia juga ingat betul jika dirinya sangat bugar dan segar saat bangun, tidak seperti orang yang baru saja mengeluarkan tenaga banyak. Lagipula, ia tidak mengingat apapun. Sekalipun mabuk, ia yakin seratus persen jika ia tidak meminum jenis alkohol apapun saat ini. "David? Kau sudah melihatnya?""Tidak, aku tidak melakukannya. Sungguh, aku tidak pernah melakukannya. Aku harus meluruskannya langsung dengan Rosa.""Kau jangan gegabah. Aku dan yang lainnya sedang menuju ke tempatm
Baru saja, saat Tiffany ingin membuka ujung antiseptik, Philip dengan cepat menahan lengannya hingga pergerakannya terhenti secara tiba-tiba."Biar aku saja yang obati." ucap pria itu seraya mengambil alih lagi antiseptik itu. Ia meneteskan antiseptik pada kapas yang sudah dibalut kain kasa."Jangan diulangi lagi, aku tidak mau kau terluka."''Tidak perlu cemas, ini hanyalah luka kecil. Tidak seberapa."Philip tidak menggubris. Ia fokus mengobati bibir tipis Tiffany. Ia terdiam mengamati pemandangan dihadapannya. Bibir merah ranum itu lebih menggiurkan ketika dilihat dengan jarak dekat. Ya, seperti buah persik, atau mungkin rasanya juga sama. Pikir Philip. Ia semakingugup sekarang ketika membayangkan bagaimana tekstur dan rasanya. Namun, dengan cepat ia menepis semua pikiran jeleknya."Sudah. Jangan diulangi lagi."Tiffany tersenyum kecil, "Terima kasih."Tidak sengaja, saat ia hendak membereskan kotak P3K, matanya tidak sengaja melirik ke arah benda pipih yang tergeletak begitu saja
Di dalam mobil, Tiffany tentu mendengar teriakan itu. Ia hanya bisa diam dan sesekali melihat ke arah kaca spion yang masih menampilkan David hingga mereka berbelok di perempatan."Kau sebaiknya beristirahat malam ini. Kau tidak usah masuk dulu besok, aku akan memberitahu staff rumah sakit."Tak ada sahutan, Tiffany hanya diam saja seraya menatap lurus ke luar jendela. Ia sudah tidak menangis lagi, tenaganya sudah habis terkuras tadi. Yang tersisa hanya jejak air mata yang mengering di wajahnya. Philip memaklumi, ia tidak akan banyak omong.***Esok paginya, Tiffany terbangun dengan tubuhnya yang masih terasa lemas, juga wajahnya yang membengkak akibat menangis. Ia berada di apartemennya. Sebenarnya, ia sudah bangun sejak dua jam yang lalu, tapi rasanya ia sangat malas beranjak dari atas kasur. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas siang. Tidak ada yang ingin ia lakukan hari ini, apalagi mengingat kejadian semalam. Rasanya, seperti mimpi. Ia tidak pernah menyangka jika hub
"Tiffany, kau ingin keluar? Aku tidak nyaman berada di tengah-tengah mereka." "Baiklah. Sepertinya, udara di luar lebih sejuk." Tiffany merasakan hal yang sama, bau ruangan itu sudah bukan lagi aroma lezat makanan tapi sudah didominasi aroma minuman alkohol, ia tidak menyukainya.Tanpa berpamitan lagi pada David, Tiffany segera menyusul Rosa yang sudah lebih dulu keluar. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah sebuah danau kecil dengan beberapa pohon rindang di pinggirnya, gemerlap lampu yang temaram membuat suasana semakin nyaman dinikmati.Kedua gadis itu terus berjalan hingga mereka akhirnya tiba di sebuah jembatan kecil yang digunakan untuk menyebrangi sungai. Memang, di seberang sana ada kandang kuda dan juga lapangan golf. Besar sekali memang rumah Zelo. "Aroma parfummu sama sepertiku." Tiffany menyeletuk saat ia tidak sengaja mencium bau badan Rosa."Benarkah? Aku memakai parfum Channel no 5.""Benar! Aku juga memakainya, pemberian dari David."Rosa terkekeh, "Sepertinya, it
"Kau tidak ikut bermain?"Tiffany menoleh, Rosa sudah di sampingnya sedang mengikat rambut. "Tidak, aku tidak bisa bermain baseball.""Oh, benarkah? Padahal, David sangat menyukai permainan olahraga ini. Dari kecil, dia sudah sangat jago dan berlatih setelah pulang sekolah. Aku juga bisa bermain baseball karena David." Rosa berkata dengan senyumannya."Lebih menyenangkan jika kau bisa bermain baseball dengan seseorang yang kau sayangi, bukan?" Rosa melanjutkan dengan nada yang sedikit berbeda, seolah menyudutkan Tiffany.Tidak ada respon apapun yang diberikan Tiffany, ia hanya diam seraya memperhatikan Rosa yang tengah tersenyum miring ke arahnya seraya berjalan menuju sekumpulan pria itu. Di tempatnya, Tiffany hanya bisa memperhatikan mereka yang sedang asik bermain. Meski pandangannya tertuju pada lapangan juga David, tapi pikirannya sedang mengambang, ia kembali mengingat kejadian semalam dengan Salsha. Bukan hal yang tidak mungkin jika Rosa menaruh perasaan pada David, mereka sud
"Kau masih ingat bagaimana prianya?"Salsha mencoba mengingat kembali, "Sedikit. Aku ingat rambutnya."Tiffany dengan segera mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sebuah foto yang berisi enam pria yang sedang tersenyum lebar di tengah-tengah lapangan baseball, lengkap dengan pakaian juga sebuah piala di sana."Apa ada di salah satu pria ini?"Salsha mengamatinya dengan teliti hingga ia merasa familiar dengan seorang pria di tengah-tengah, "Ini! Dia orangnya."Itu, Gilang.Setelahnya, Tiffany tidak banyak bicara, ia hanya diam mencoba mencerna apa yang terjadi selama ini. Mendapati hal ini, rasa curiga yang tadi sempat terpendam kini muncul kembali, ia menggali ingatannya dengan beberapa kejadian yang melibat Rosa belakangan ini. Gadis itu memang selalu hadir menjadi topik pertengkaran ia dan David hingga berujung salah paham."Tiffany, jika aku boleh menyarankan, kau harus berhati-hati dengan dia. Kau jangan terlalu percaya padanya. Dia memang sahabat David, tapi dia tetap orang asin