"Ra-rajit?" Tiffany mengeja sebuah kalimat yang terdapat di bawah foto itu. Otaknya mulai bekerja, ia merasa pernah mendengar nama ini. Apa pria ini mungkin seseorang yang menjadi korban penusukan itu?Kedua mata Tiffany berpaling ke arah lain, mendapati beberapa foto lagi dengan orang yang berbeda. Terlihat juga seorang pria paruh baya yang tengah memegang seekor ayam, kemah tersenyum bersama pakaian putih layaknya seorang chef di restoran restoran ternama. Tiffany meyakini jika pria itu adalah Raden Mahesa, ayah dari David Mahesa. Mengingat, terdapat sebuah foto yang menunjukkan potret sebuah keluarga berbahagia, Di mana pria yang mengenakan pakaian saat itu tengah merangkum seorang wanita cantik dan pria kecil di pangkuannya. Tiffany sangat yakin jika wanita itu adalah istrinya dan pria kecil itu adalah anaknya, David. Yah, itulah terakhir kalinya keluarga mereka memiliki foto bersama sebelum kejadian itu terjadi. Bahkan, selama itu, David tak pernah lagi melihat ayah dan ibunya.
"David, aku—""Kau pikir aku akan membiarkan semua ini? Kau sendiri tahu bahwa aku sangat tak menyukai apapun yang aku miliki di sentuh oleh orang lain." David mendekat ke arah Tiffany, membuat gadis itu hanya menunduk. Entah kemana keberanian yang selama ini ada. Semua lenyap dan berbeda jika telah bersama pria ini.Satu tangan David memegang dagu runcing Tiffany, bermaksud untuk membuat gadis itu mendongak menatapnya. Tiffany kembali mengepalkan kedua tangannya. Jarak keduanya cukup dekat. Bahkan, Tiffany bisa merasakan hembusan napas hangat David yang menerpa wajahnya."Kau tahu? Jika, seseorang telah memasuki kehidupanku aku tidak akan melepaskannya. Seharusnya, sudah dari dulu aku menarikmu ke masalah ini.""Hah? A-apa maksudmu?""Kau kini berada dalam urusanku." David hanya menjawab itu seraya tersenyum miring, menatap bagaimana mata indah Tiffany mengerjap di hadapannya. Sungguh cantik. David sadar bahwa saat ini jantungnya berdegub sangat kencang karena gadis itu. Tidak, bukan
Petikan gitar itu terdengar merdu di telinga, memberikan sayup-sayup ketentraman jiwa pada siapapun yang mendengarnya. Tak ada yang dapat mengalahkan pesona Matthew jika telah memainkan melodi gitarnya dan bernyanyi dengan sepenuh hati. Seolah-olah, merdunya suara burung di langit itu pun tak akan mampu menandinginya.They see me, I'm actin' solo, 'cause I'm afraid to commitNow, can you tell me how I'm different than him, and him, and him?Yeah, I know I'm always questionin' things, like, girlWould you say that love cannot be found inside a vow or a ring?She laughs and says, only material thingsThose are material things, imagine buyin' all my trust with a ringImagine spendin' all my love on a fling, got a thing for youIf I had the talent you had, I probably would sing for you, likeSemua gadis bertepuk tangan dengan decakan kagum saat Matthew menyelesaikan bait lagu dari Taylor Swift itu. Bahkan, entah mengapa, lagu apapun itu yang di bawakan oleh pria itu selalu dapat membuat s
"Hm, aku tahu jika aku selama ini telah berbuat kesalahan yang sangat fatal. Siapapun gadis yang menurutku memiliki fisik menarik selalu aku dekati. Dan, siapapun gadis yang menyatakan cintanya padaku lebih dulu aku akan menerimanya. Sampai aku lupa bagaimana rasa cinta yang sebenarnya. Aku memang pria yang tak berguna, yang menggunakan kelebihanku untuk menarik simpati orang lain. Tapi, sungguh, aku tak bermaksud untuk menyakiti kalian. Pada awalnya, aku pikir ini akan baik-baik saja selama tidak ketahuan oleh siapapun dan kita semua bahagia. Tapi, ternyata aku salah. Aku tidak bisa selalu bersikap seperti ini seumur hidup. Pada akhirnya, hanya akan ada satu wanita yang menemaniku dan itu tentu saja adalah cinta yang sebenarnya dan gadis yang aku cintai. Sekalipun, mungkin ini masih terlalu dini untuk mengatakan ini tapi sepertinya aku telah menemukan cinta itu sekarang. Itu mengapa, aku melakukan ini semua. Mulai sekarang, aku akan hidup hanya dengan mengejar satu wanita ini dan jug
"Aku minta maaf!" pekik Matthew seraya berlari dengan kencang menuju motor besarnya. Satu tangannya melambai ke arah segerombolan pria yang tak lain adalah teman satu bandnya. Matthew memang meminta mereka untuk merekam semua kejadian yang berlangsung hari ini. Mendadak, tempat ini menjadi ramai dengan acara kejar mengejar dan lemar melempar itu terjadi.Namun, Matthew seketika merasa lega karena ini. Tak ada yang perlu ia khawatirkan lagi tentang gadis-gadis itu setelah ini."Tiffany Hwang, semua ini untukmu. Aku akan membuatmu benar-benar terpesona dan jatuh ke dalam pesonaku." Matthew tertawa lebar seraya menghidupkan motor besarnya untuk segera pergi dari tempat ini. Jujur saja, ia masih merasakan panas di kedua pipinya akibat pukulan dan tamparan itu."Astaga! Wajahku!"***Heboh! Beberapa gadis karyawan di kantor ini membuat kelompok untuk membicarakan berita yang kini tengah mejadi perbincangan hangat di kota ini. Tak pernah menyangka dalam sejarah seorang pria yang memiliki du
"Apa kau yang bernama Tiffany Hwang?" sela seseorang yang membuat Tiffany dan Vina bertatapan sejenak. Terdapat lima orang pria yang saat ini tengah berdiri di depannya seraya membawa dua bungkus plastik besar di tangan masing-masing pria itu."Ya, aku Tiffany. Dan, kalian— anda—""Kami dari pelayan restoran yang dikirimkan oleh Tuan Matthew untuk mengantarkan seluruh makanan ini untuk anda.""Hah?""Tuan Matthew mengatakan jika anda harus makan yang banyak. Apa kami harus meletakkan semua ini di sini?"Tiffany tak menjawab. Gadis itu masih menganga dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh Matthew. Astaga, ia memang tidak bisa main-main dengan pria itu."Kenapa kau diam saja? Apa aku sangat tersentuh? Astaga, ini bahkan belum seberapa, Tiffany." ucap seseorang yang membuat Tiffany dan semua orang di tempat ini menoleh. Matthew? Pria itu tampak masuk dari pintu belakang kantin."Matthew, kau—""Kau harus memakan ini semua. Aku bahkan membelinya dengan uang tabunganku sendiri. Aku tak
Tak ada yang dilakukan Tiffany saat ini selain menghapal tiap dialog yang akan ia tampilkan besok dalam seminar. Memang kenyataannya, Tiffany tak pernah ikut dalam acara kegiatan seminar sejak sekolah dulu, apalagi harus menjadi narasumber. Ini pertama kalinya ia harus berusaha mendapatkan sesuatu yang ia ingin dengan usahanya."Hoam!" suara kantuk Tiffany terdengar. Jarum jam yang telah menunjukkan waktu lewat sebelas malam. Itu berarti, Tiffany sudah seharusnya terlelap seperti biasa. Namun, tidak! Tiffany sepertinya menepis rasa kantuknya itu untuk kembali menghapal dan belajar pembicaraan yang akan ia tunjukkan besok sebagai training di depan owner, karena acaranya bukan main-main, kalangan petinggi kelas atas akan hadir besok. Bahkan, kita juga boleh mengundang keluarga karena acaranya sangat meriah. Tiffany menghela napas panjang. Sejujurnya, tubuhnya sudah benar-benar sangat lelah."Tidak! Aku harus semangat!" pekiknya tertahan seraya menoleh ke arah kaca dan tersenyum lebar.
"Dan, karena kita sudah melihat bagaimana para calon narasumber ini berkompetisi dan menyampaikan apresiasi mereka. Maka, kamu memutuskan yang menjadi narasumber dan topik yang menjadi bahan utama seminar hebat nanti adalah...." Suara itu terdengar jelas dari dalam ruangan ini. Semua orang terlihat sangat antusias. Inilah yang kemarin menjadi perbincangan hangat. Sangat menarik! Adanya persaingan sengit antara Tiffany dan Zea. Keduanya sama-sama mengangkat topik yang hebat dan luar biasa. Apalagi, keduanya juga sangat dekat dengan David. Ada banyak dukungan yang didapatkan Zea ketimbang Tiffany. Namun, bukan Tiffany namanya jika dengan mudah menyerah begitu saja. Melihat bagaimana ekspresi kedua orang ini pun sangatlah berbeda. Tiffany sempat tersenyum sinis tatkala melihat wajah berharap cemas dari Zea. Tanpa cela, Zea menunjukkan wajah polosnya itu ke semua orang. Terlihat, Zea sesekali berdoa dengan mata berbinar yang membuat beberapa orang tersenyum dan menyemangatinya. Astaga, i