"Apa kau yang bernama Tiffany Hwang?" sela seseorang yang membuat Tiffany dan Vina bertatapan sejenak. Terdapat lima orang pria yang saat ini tengah berdiri di depannya seraya membawa dua bungkus plastik besar di tangan masing-masing pria itu."Ya, aku Tiffany. Dan, kalian— anda—""Kami dari pelayan restoran yang dikirimkan oleh Tuan Matthew untuk mengantarkan seluruh makanan ini untuk anda.""Hah?""Tuan Matthew mengatakan jika anda harus makan yang banyak. Apa kami harus meletakkan semua ini di sini?"Tiffany tak menjawab. Gadis itu masih menganga dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh Matthew. Astaga, ia memang tidak bisa main-main dengan pria itu."Kenapa kau diam saja? Apa aku sangat tersentuh? Astaga, ini bahkan belum seberapa, Tiffany." ucap seseorang yang membuat Tiffany dan semua orang di tempat ini menoleh. Matthew? Pria itu tampak masuk dari pintu belakang kantin."Matthew, kau—""Kau harus memakan ini semua. Aku bahkan membelinya dengan uang tabunganku sendiri. Aku tak
Tak ada yang dilakukan Tiffany saat ini selain menghapal tiap dialog yang akan ia tampilkan besok dalam seminar. Memang kenyataannya, Tiffany tak pernah ikut dalam acara kegiatan seminar sejak sekolah dulu, apalagi harus menjadi narasumber. Ini pertama kalinya ia harus berusaha mendapatkan sesuatu yang ia ingin dengan usahanya."Hoam!" suara kantuk Tiffany terdengar. Jarum jam yang telah menunjukkan waktu lewat sebelas malam. Itu berarti, Tiffany sudah seharusnya terlelap seperti biasa. Namun, tidak! Tiffany sepertinya menepis rasa kantuknya itu untuk kembali menghapal dan belajar pembicaraan yang akan ia tunjukkan besok sebagai training di depan owner, karena acaranya bukan main-main, kalangan petinggi kelas atas akan hadir besok. Bahkan, kita juga boleh mengundang keluarga karena acaranya sangat meriah. Tiffany menghela napas panjang. Sejujurnya, tubuhnya sudah benar-benar sangat lelah."Tidak! Aku harus semangat!" pekiknya tertahan seraya menoleh ke arah kaca dan tersenyum lebar.
"Dan, karena kita sudah melihat bagaimana para calon narasumber ini berkompetisi dan menyampaikan apresiasi mereka. Maka, kamu memutuskan yang menjadi narasumber dan topik yang menjadi bahan utama seminar hebat nanti adalah...." Suara itu terdengar jelas dari dalam ruangan ini. Semua orang terlihat sangat antusias. Inilah yang kemarin menjadi perbincangan hangat. Sangat menarik! Adanya persaingan sengit antara Tiffany dan Zea. Keduanya sama-sama mengangkat topik yang hebat dan luar biasa. Apalagi, keduanya juga sangat dekat dengan David. Ada banyak dukungan yang didapatkan Zea ketimbang Tiffany. Namun, bukan Tiffany namanya jika dengan mudah menyerah begitu saja. Melihat bagaimana ekspresi kedua orang ini pun sangatlah berbeda. Tiffany sempat tersenyum sinis tatkala melihat wajah berharap cemas dari Zea. Tanpa cela, Zea menunjukkan wajah polosnya itu ke semua orang. Terlihat, Zea sesekali berdoa dengan mata berbinar yang membuat beberapa orang tersenyum dan menyemangatinya. Astaga, i
"Aku akan melakukan yang terbaik!" Tiffy sontak berdiri dan mengucapkan kalimat itu dengan lantang yang membuat semua orang kembali diam dan menatapnya. Termasuk David. Tak ada yang percaya jika Tiffany menerimanya begitu saja. Membiarkan Zea yang mengambil keinginannya?Salsha ikut terbelalak kaget. Tiffany menerimanya begitu saja? Tetapi, bukankah ia sangat ingin bersanding dengan David saat acara hebat nanti? Menerima semuanya sama saja ia mengaku kalah dari Zea. Tapi, mengapa Tiffany melakukan ini semua?"Aku akan berusaha untuk tidak mengecewakan. Terima kasih." Tiffany membungkukkan badannya sekilas, membuat semua orang bungkam tanpa suara. Tunggu, terima kasih katanya? Tiffany mengucapkan terima kasih?"Tiffany, jika kau ingin menjadi narasumber utama bersama David, aku bisa—""Tidak usah!" potong Tiffany cepat pada kalimat Zea yang belum selesai."Aku merasa kau memang pantas mendapatkan peran itu daripada aku. Kau sosok yang sangat lembut, jauh berbeda denganku. Akan terkesan
"Tiffany." Panggilan suara itu membuat Tiffany menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Tampak Salsha dengan napas lebih cepat, berusaha untuk berlari ke arahnya. "Kau ingin aku pergi makan? Aku sudah lapar." ucap Tiffany saat Salsha telah berada di sisinya. Salsha pun mengangguk seraya menatap wajah Tiffany dan memastikan bahwa Tiffany memang tidak apa-apa, dalam keadaan baik-baik saja."MC, kau benar tidak apa-apa? Kau tahu bukan dampaknya bagi karirmu?" Tiffany tersenyum sejenak, menjadi MC memang tidak salah. Tapi, persepsi orang lain apalagi ia berasal dari divisi keuangan yang sudah seperti biasa selalu menjadi narasumber utama pendamping sang CEO dengan segudang informasi. Terselip nada khawatir dalam kalimat tanya Salsha itu. "Memang apa salahnya jika aku menjadi MC? Justru, sangat baik. Aku melatih skill komunikasi. Tidak peduli dengan apa kata orang lain, yang terpenting aku tetap melakukan yang terbaik.""Hm?""Dalam hidup, bukankah tak ada manusia yang hidup ta
"Lalu, memangnya kenapa jika aku mengajaknya bermain? Kau ingin memakiku? Menamparku? Memukuliku? Atau kau—""Memacarimu!" potong Exel yang membuat Tiffany terdiam. Pria ini terkadang benar-benar membuat hatinya seketika menjadi buruk."Ka-kau!""Siapa pria ini?"Timpal seseorang yang kini telah berada di sisi kanan Tiffany. David Mahesa. Seketika, tubuh Tiffany mendadak menjadi salah tingkah. "Apa? Dia hanyalah salah satu pria yang mengejarku. Memangnya kenapa? Apa masalahmu? Kau cemburu?" balas Tiffany membuat Exel ingin membuka mulutnya memprotes hal itu. Mengejar? Ia tak tahu mengapa jika Tiffany menganggapnya yang tidak-tidak, pada pria asing ini yang di depannya."Cemburu?""Aish, kau akui saja jika kau cemburu dan tidak suka saat aku berdekatan dengan pria lain. Sama seperti saat bersama Matthew! Lagipula, kau harus tau jika aku, Matthew, dan pria ini hanyalah—""Hentikan khayalan bodohmu itu, Tif.""Hah? Apa? Khayalan? Jadi, kau selama ini baik-baik saja saat aku berdekatan d
"Aish, kau membuatku merinding. Kau tahu jika aku adalah seorang pria yang memiliki segudang aktivitas, hem?""Ini." David mengangkat satu tangannya, memperlihatkan sebuah topi berwarna merah kesayangan Matthew."Kurasa ini adalah milikmu." lanjut David membuat Matthew sedikit terkejut dibuatnya. Beberapa hari ini itulah mencari topi itu kemana-mana."Kau- dari mana kau mendapatkannya?" Gerakan kaki Matthew dengan cepat berbalik menuju David, mengambil topi itu dan memeriksanya dengan teliti. Selama ini, Gak ada orang lain yang berani menyentuh topi itu selain dirinya."Kau meninggalkannya saat menyelinap masuk ke kantor kami untuk membawa makan siang untuk Tiffany. Kau ingat? Kebetulan, aku sering melihatmu memakainya. Aku rasa, topi ini sangat berarti bagimu. Untuk itulah aku menyimpannya."Matthew terdiam. Kedua matanya menatap David dengan ragu. Lebih tepatnya, pria tengah bingung, antara ingin mengucapkan terima kasih atau tidak."Hm, aku akan mentraktirmu lain kali.""Ah, aku ba
Exel, pria itu sontak menghentikan laju kendaraan roda duanya di pinggir hutan ini, tatkala menatap mobil abu-abu yang terparkir di hadapannya. Exel yakin, mobil inilah yang tadi membawa Tiffany pergi. Namun, ia tak habis pikir mengapa gadis-gadis itu malah bermain di tempat seram seperti ini. Sebuah tempat yang ia ketahui bukanlah tempat tang sering dikunjungi oleh banyak orang.Pohon-pohon tinggi itu menjulang, beberapa rumput belukar tampak tumbuh tak beraturan di tempat ini. Mengerikan? Ini memang bukanlah tempat untuk bermain-main. Mungkin, banyak binatang yang terduga muncul di sini."Astaga! Ini tidak benar. Apa yang akan dilakukan gadis-gadis itu?" Exel merasakan bahwa keadaan ini memang mengganjal. Dengan cepat, pria itu mengeluarkan ponselnya lalu segera menghubungi Salsha. Setidaknya, jika ada sesuatu yang terjadi, akan ada orang yang cepat membantu mereka."Exel, kau dimana?""Aku menghidupkan GPS. Kau harus mengirimkan beberapa orang untuk menyusulku. Aku tak punya banyak
Menunggu sekitar lima belas menit, akhirnya dokter yang menangani Rosa keluar. "Bagaimana keadaannya, Dok?""Rosa baik-baik saja, dia hanya kelelahan saja. Bayinya juga baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."Gilang yang mendengar itu, tanpa basa-basi lagi langsung menyerobot masuk ke dalam, ia ingin melihat keadaan Rosa secara langsung. Rupanya, gadis itu sudah sadar, tatapannya nampak kosong, ia hanya menatap datar ke arah Gilang yang kini sedang menatapnya sendu."Aku akan menikahimu, Rosa. Jadi, aku mohon, jangan melakukan hal yang tidak-tidak padanya, dia tidak salah apapun. Bagaimanapun aku ini ayahnya, aku ingin membesarkannya."Samar-samar, Rosa mendengar suara David yang sangat perhatian pada Tiffany, penuh kasih sayang dan sangat lembut. Rosa hanya tersenyum kecil, sedetik kemudian, ia merasa tubuhnya hangat dalam dekapan Gilang.***Satu bulan kemudian...Tiffany sedang menatap hamparan laut biru depannya, sepanjang mata memandang hanya ada keindahan air yang
Gilang yang sedang memainkan ponselnya, menanyakan bagaimana kabar Rosa sekarang. Namun, sudah dari setengah jam yang lalu, gadis itu tak kunjung membalas. Detik berikutnya, David kembali ke dalam mobil. Wajahnya kali ini nampak lebih segar dari sebelumnya, dapat ditebak jika sesuatu yang baik baru saja terjadi."Ey, ada apa, nih? Wajahmu sumringah seperti itu. Bagaimana dengan Tiffany tadi?""Tiffany akhirnya percaya padaku, tapi aku harus membuktikan semuanya.""Ya, kau memang harus melakukannya. Kebenaran yang ditutupi juga tidak akan berkunjung baik.""Jadi, apa rencanamu, David?""Aku akan melakukan tes DNA besok. Gilang, kau tolong sampaikan ini pada Rosa."***Saat ini, mereka semua berada di dalam sebuah ruangan VIP yang memang telah disediakan khusus, menunggu hasil pemeriksaan test DNA keluar. Tiffany, David, Zelo, Andre, Mario, Philip, Gilang, dan Rosa tidak ada yang bersuara. Ruangan itu nampak senyap, hanya terdengar suara jarum jam yang beputar. Dari sudut pandangnya,
"Rosa? Apa ini Rosa?" gumamnya pelan, ia sontak mengeluarkan ponselnya, meyakinkan asumsinya bahwa itu benar Rosa melalui nomor ponsel yang terdaftar di sana, ia ingin mencocokannya.Sedetik kemudian, Tiffany terkejut bukan main bahwa itu benar Rosa, sahabat David yang ia kenal selama ini. Jadi, Rosa hamil? Dengan siapa?Masih terkejut, Tiffany malah mendapati sebuah pesan email masuk dari orang yang tidak ia kenal. Ia mengklik sebuah dokumen di sana. Lagi, napasnya seperti tercekat, pasokan udara terasa menipis di dadanya. Lututnya kembali lemas dan ia terjatuh begitu saja. Ia sungguh terkejut melihat foto David dan Rosa yang berbaring tanpa busana. Jadi, mungkinkah anak yang dikandung Rosa anaknya David?"Tiffany!"Itu, suara Philip. Pria itu berlari mendekat dan mengambil posisi di samping Tiffany. Dari raut wajahnya, jelas memperlihatkan jika gadis itu sudah mengetahuinya."Tiff, kau baik-baik saja?"Tiffany menggeleng, wajahnya pucat pasi. "Philip, apa benar Rosa hamil anaknya Da
David mengkliknya dan sontak ia membulatkan kedua matanya. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang, di sana terdapat banyak sekali foto yang menampilkan dirinya dengan Rosa yang sedang berbaring tanpa busana. David jelas tahu dimana tempat itu, di sebuah ruangan kecil yang memang ia sediakam untuk beristirahat. Dalam hati, ia meronta-ronta. Sungguh, ia berani bersumpah bahwa ia tidak yakin pernah berbuat sejauh ini dengan gadis itu. Yang ia ingat, ia hanya tertidur di ruangan itu, tidak lebih. Bahkan, ia juga ingat betul jika dirinya sangat bugar dan segar saat bangun, tidak seperti orang yang baru saja mengeluarkan tenaga banyak. Lagipula, ia tidak mengingat apapun. Sekalipun mabuk, ia yakin seratus persen jika ia tidak meminum jenis alkohol apapun saat ini. "David? Kau sudah melihatnya?""Tidak, aku tidak melakukannya. Sungguh, aku tidak pernah melakukannya. Aku harus meluruskannya langsung dengan Rosa.""Kau jangan gegabah. Aku dan yang lainnya sedang menuju ke tempatm
Baru saja, saat Tiffany ingin membuka ujung antiseptik, Philip dengan cepat menahan lengannya hingga pergerakannya terhenti secara tiba-tiba."Biar aku saja yang obati." ucap pria itu seraya mengambil alih lagi antiseptik itu. Ia meneteskan antiseptik pada kapas yang sudah dibalut kain kasa."Jangan diulangi lagi, aku tidak mau kau terluka."''Tidak perlu cemas, ini hanyalah luka kecil. Tidak seberapa."Philip tidak menggubris. Ia fokus mengobati bibir tipis Tiffany. Ia terdiam mengamati pemandangan dihadapannya. Bibir merah ranum itu lebih menggiurkan ketika dilihat dengan jarak dekat. Ya, seperti buah persik, atau mungkin rasanya juga sama. Pikir Philip. Ia semakingugup sekarang ketika membayangkan bagaimana tekstur dan rasanya. Namun, dengan cepat ia menepis semua pikiran jeleknya."Sudah. Jangan diulangi lagi."Tiffany tersenyum kecil, "Terima kasih."Tidak sengaja, saat ia hendak membereskan kotak P3K, matanya tidak sengaja melirik ke arah benda pipih yang tergeletak begitu saja
Di dalam mobil, Tiffany tentu mendengar teriakan itu. Ia hanya bisa diam dan sesekali melihat ke arah kaca spion yang masih menampilkan David hingga mereka berbelok di perempatan."Kau sebaiknya beristirahat malam ini. Kau tidak usah masuk dulu besok, aku akan memberitahu staff rumah sakit."Tak ada sahutan, Tiffany hanya diam saja seraya menatap lurus ke luar jendela. Ia sudah tidak menangis lagi, tenaganya sudah habis terkuras tadi. Yang tersisa hanya jejak air mata yang mengering di wajahnya. Philip memaklumi, ia tidak akan banyak omong.***Esok paginya, Tiffany terbangun dengan tubuhnya yang masih terasa lemas, juga wajahnya yang membengkak akibat menangis. Ia berada di apartemennya. Sebenarnya, ia sudah bangun sejak dua jam yang lalu, tapi rasanya ia sangat malas beranjak dari atas kasur. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas siang. Tidak ada yang ingin ia lakukan hari ini, apalagi mengingat kejadian semalam. Rasanya, seperti mimpi. Ia tidak pernah menyangka jika hub
"Tiffany, kau ingin keluar? Aku tidak nyaman berada di tengah-tengah mereka." "Baiklah. Sepertinya, udara di luar lebih sejuk." Tiffany merasakan hal yang sama, bau ruangan itu sudah bukan lagi aroma lezat makanan tapi sudah didominasi aroma minuman alkohol, ia tidak menyukainya.Tanpa berpamitan lagi pada David, Tiffany segera menyusul Rosa yang sudah lebih dulu keluar. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah sebuah danau kecil dengan beberapa pohon rindang di pinggirnya, gemerlap lampu yang temaram membuat suasana semakin nyaman dinikmati.Kedua gadis itu terus berjalan hingga mereka akhirnya tiba di sebuah jembatan kecil yang digunakan untuk menyebrangi sungai. Memang, di seberang sana ada kandang kuda dan juga lapangan golf. Besar sekali memang rumah Zelo. "Aroma parfummu sama sepertiku." Tiffany menyeletuk saat ia tidak sengaja mencium bau badan Rosa."Benarkah? Aku memakai parfum Channel no 5.""Benar! Aku juga memakainya, pemberian dari David."Rosa terkekeh, "Sepertinya, it
"Kau tidak ikut bermain?"Tiffany menoleh, Rosa sudah di sampingnya sedang mengikat rambut. "Tidak, aku tidak bisa bermain baseball.""Oh, benarkah? Padahal, David sangat menyukai permainan olahraga ini. Dari kecil, dia sudah sangat jago dan berlatih setelah pulang sekolah. Aku juga bisa bermain baseball karena David." Rosa berkata dengan senyumannya."Lebih menyenangkan jika kau bisa bermain baseball dengan seseorang yang kau sayangi, bukan?" Rosa melanjutkan dengan nada yang sedikit berbeda, seolah menyudutkan Tiffany.Tidak ada respon apapun yang diberikan Tiffany, ia hanya diam seraya memperhatikan Rosa yang tengah tersenyum miring ke arahnya seraya berjalan menuju sekumpulan pria itu. Di tempatnya, Tiffany hanya bisa memperhatikan mereka yang sedang asik bermain. Meski pandangannya tertuju pada lapangan juga David, tapi pikirannya sedang mengambang, ia kembali mengingat kejadian semalam dengan Salsha. Bukan hal yang tidak mungkin jika Rosa menaruh perasaan pada David, mereka sud
"Kau masih ingat bagaimana prianya?"Salsha mencoba mengingat kembali, "Sedikit. Aku ingat rambutnya."Tiffany dengan segera mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sebuah foto yang berisi enam pria yang sedang tersenyum lebar di tengah-tengah lapangan baseball, lengkap dengan pakaian juga sebuah piala di sana."Apa ada di salah satu pria ini?"Salsha mengamatinya dengan teliti hingga ia merasa familiar dengan seorang pria di tengah-tengah, "Ini! Dia orangnya."Itu, Gilang.Setelahnya, Tiffany tidak banyak bicara, ia hanya diam mencoba mencerna apa yang terjadi selama ini. Mendapati hal ini, rasa curiga yang tadi sempat terpendam kini muncul kembali, ia menggali ingatannya dengan beberapa kejadian yang melibat Rosa belakangan ini. Gadis itu memang selalu hadir menjadi topik pertengkaran ia dan David hingga berujung salah paham."Tiffany, jika aku boleh menyarankan, kau harus berhati-hati dengan dia. Kau jangan terlalu percaya padanya. Dia memang sahabat David, tapi dia tetap orang asin