"Aish, kau membuatku merinding. Kau tahu jika aku adalah seorang pria yang memiliki segudang aktivitas, hem?""Ini." David mengangkat satu tangannya, memperlihatkan sebuah topi berwarna merah kesayangan Matthew."Kurasa ini adalah milikmu." lanjut David membuat Matthew sedikit terkejut dibuatnya. Beberapa hari ini itulah mencari topi itu kemana-mana."Kau- dari mana kau mendapatkannya?" Gerakan kaki Matthew dengan cepat berbalik menuju David, mengambil topi itu dan memeriksanya dengan teliti. Selama ini, Gak ada orang lain yang berani menyentuh topi itu selain dirinya."Kau meninggalkannya saat menyelinap masuk ke kantor kami untuk membawa makan siang untuk Tiffany. Kau ingat? Kebetulan, aku sering melihatmu memakainya. Aku rasa, topi ini sangat berarti bagimu. Untuk itulah aku menyimpannya."Matthew terdiam. Kedua matanya menatap David dengan ragu. Lebih tepatnya, pria tengah bingung, antara ingin mengucapkan terima kasih atau tidak."Hm, aku akan mentraktirmu lain kali.""Ah, aku ba
Exel, pria itu sontak menghentikan laju kendaraan roda duanya di pinggir hutan ini, tatkala menatap mobil abu-abu yang terparkir di hadapannya. Exel yakin, mobil inilah yang tadi membawa Tiffany pergi. Namun, ia tak habis pikir mengapa gadis-gadis itu malah bermain di tempat seram seperti ini. Sebuah tempat yang ia ketahui bukanlah tempat tang sering dikunjungi oleh banyak orang.Pohon-pohon tinggi itu menjulang, beberapa rumput belukar tampak tumbuh tak beraturan di tempat ini. Mengerikan? Ini memang bukanlah tempat untuk bermain-main. Mungkin, banyak binatang yang terduga muncul di sini."Astaga! Ini tidak benar. Apa yang akan dilakukan gadis-gadis itu?" Exel merasakan bahwa keadaan ini memang mengganjal. Dengan cepat, pria itu mengeluarkan ponselnya lalu segera menghubungi Salsha. Setidaknya, jika ada sesuatu yang terjadi, akan ada orang yang cepat membantu mereka."Exel, kau dimana?""Aku menghidupkan GPS. Kau harus mengirimkan beberapa orang untuk menyusulku. Aku tak punya banyak
"Wah, ada banyak gadis cantik di sini!" pekik seseorang yang membuat kelima gadis itu beserta Tiffany menoleh ke arah sumber suara. Terlihat tiga pemuda dengan memegang botol alkohol tampak tersenyum tak jauh dari mereka.Kalimat gadis itu saling bertatapan dengan bingung seakan tak mengenal ketiga pria yang tengah mabuk berat itu."Kita bisa bersenang-senang hari ini!" lagi, para pria itu memekik dengan senang saya mendekat kearah gadis gadis ini. Dalam hitungan detik, kelima gadis itu berlari dan pergi dari tempat ini saya memakai tanpa mempedulikan jika gadis yang tadi mereka Ika terdapat ikut berlatih bersama mereka untuk menghindari pria pria pemabuk ini."Kalian mau kemana? Lepaskan aku! Lepaskan aku terlebih dahulu!" pekik Tiffany, ia meronta-ronta dengan keras. Terlihat dua pria pemabuk itu mengejar lima gadis yang saling berpegangan untuk berlari bersama. Sedangkan Tiffany? Ia hanya dapat diam di tempat seraya menatap salah seorang preman itu yang sedang tersenyum lebar ke ar
"Lepaskan dia!" Hentak seorang pria yang membuat Tiffany dan ketiga pria itu menoleh ke arah sumber suara. Exel, baru kali ini Tiffany begitu senang melihatnya. Rasa keputusasaannya itu seketika lenyap saat ia menangkap sosok yang dikenal berada di tempat ini. Setidaknya, ia tak sendiri."Kau siapa? Jangan sok menjadi pahlawan jika kau tidak ingin mati muda sekarang." Satu pria bertubuh besar mendekati Exel. Mati muda? Memangnya, siapa yang ingin tahu itu terjadi?"Astaga, apa kalian semua tidak malu dengan tubuh besar kalian itu? Bagaimana mungkin ketiga pria bertubuh besar seperti kalian mengeroyok satu wanita yang lemah? Apa kalian tidak memiliki anak dan istri di rumah?""Aish, apa yang kau bicarakan bodoh?!""Jangan pernah berharap untuk menyentuhnya sebelum kalian membunuhku!" umpat Exel serius. Serius? Sesungguhnya, tubuh pria itu kini nampak gemetar hebat. Terlihat jelas dari kedua tangannya yang memegangi ranting pohon itu bergerak-gerak."Baiklah, ini permintaanmu sendiri an
"Ib-ibuu... A-ayah...""Aaargh!""Sayang!""Semuanya akan baik-baik saja. Tenanglah, semua ini akan berakhir.""Aku tak akan membiarkan ayahmu bebas, David! Dia akan menderita dan membusuk di penjara itu! Hahahha!""Ibumu hanya diam saja, dia tidak ingin makam sedikitpun. Sesekali, ia berteriak memanggil namamu juga ayahmu. Sepertinya, dia sangat rindu padamu juga ayahmu, David.""Kami terpaksa memasungnya agar tak pergi kemana-mana. Gangguan jiwa yang dialami ibumu tak juga mengalami kemajuan.""Pembunuh! Dasar kau anak pembunuh! Enyahlah kau!""Keluarga mereka membunuh seseorang dengan pisau dapur yang sering digunakan untuk membuat makanan di restoran mereka. Itu benar-benar mengerikan! Aku tidak menyangka mereka sampai setega itu, apalagi mereka hampir membunuh salah satu dari keluarga mereka sendiri.""Hey, Arga! Dimana ibumu? Apa dia sudah gila? Dimana ibumu? Hahaha. Dasar pembunuh!"Kedua mata merah David mengeluarkan genangan air mata cukup banyak. Satu tangannya yang memegang
Entah sudah berapa lama keempat orang ini terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Tak ada obrolan panjang di sana, seolah mereka tengah kompak untuk diam dan membuat ruangan putih ini sunyi tanpa suara sedikitpun."Sebaiknya, kau pulang saja dan beristirahat, Tiffany." suara Exel terdengar. Pria itu tersenyum dengan beberapa lebam menghiasi di wajah tampannya."Dia benar. Kau harus beristirahat. Biar aku saja yang menjaga David dan Kak Exel di rumah sakit ini. Kau telah melewati hari yang sangat melelahkan hari ini.""Tidak! Mereka terbaring di sini karena tindakan aku dan kau menyuruhku meninggalkan mereka begitu saja di sini? Aku tak akan pergi jika mereka juga belum pergi dari sini. Bahkan, David belum sadarkan diri. Aku khawatir dengan keadaannya. Jadi, jangan memaksaku untuk pergi.""Huh, kau memang gadis yang keras kepala. Kau dapat mengatakan kepadaku siapa saja semua ini telah terjadi. Jadi, bukankah itu percuma saja?"Exel menatap Tiffany. Ia tak menyangka jika gadis
"Apa boleh, aku berbicara dengan Tiffany sebentar?""Hm?" Tiffany sontak mengerjap saat semua orang yang ada di sini menatapnya, termasuk Zea. Ya, sepertinya gadis model itu nampak merasa kesal padanya."Baiklah, jika kau perlu apa-apa, kamu semua siap membantumu, David." Zea berusaha untuk tersenyum di balik rasa kecewanya itu."Terima kasih." David balas tersenyum. Tersenyum? Yah, ini kali pertamanya tersenyum untuk banyak orang. Satu persatu dari mereka keluar dari ruangan ini, menyisahkan David dan Tiffany.Tiffany diam dengan tundukan kepala, tanpa ingin melihat ke arah David. Ia yakin, jika kedua mata elang itu kini tengah menatapnya."Kau tak apa? Apa ada yang luka?" David menarik satu tangan Tiffany dan membolak-balikkan tubuh gadis itu, bermaksud memeriksa."Aish, kau ini sedang apa? Aku baik-baik saja, kau tak perlu khawatir.""Bagaimana mungkin kau baik-baik saja dengan luka yang ada di pergelangan tanganmu itu?""Uh, ini hanya bekas luka akibat tali yang mengikatku kemarin
Satu tangan Tiffany bergerak, berusaha menyentuh bekas luka itu. Namun, dengan cepat David memegang jari tangan Tiffany, menghentikan gadis itu untuk melakukannya. Luka itu menjadi tempat yang sangat sensitif bagi pria itu. Ia sendiri bahkan tak berani menyentuhnya. Ingatan itu akan kembali terbayang oleh David."Maaf-" Tiff menarik tangannya kembali dari genggaman David. Namun, pria itu semakin erat meremas jemarinya. Tiffany sontak mendongak, menatap David yang kini tengah mengalihkan pandangannya ke arah lain."Ketika aku berusia 13 tahun kejadian tragis itu menimpaku. Buku terhempas jauh dan menabrak sebuah meja besi. Aku ketakutan. Aku tak saja jika banyak darah yang sudah keluar dari dahiku. Pada dasarnya aku tidak merasakan apapun. Tak ada rasa sakit sama sekali. Yang aku rasa saat itu hanya rasa sakit melihat apa yang terjadi di depan mataku. Aku hanya dapat diam dan menangis. Semua kejadian mengalikan itu bahkan seperti sebuah roll film di otakku. Selalu ada dan tak bisa aku