"Aku minta maaf!" pekik Matthew seraya berlari dengan kencang menuju motor besarnya. Satu tangannya melambai ke arah segerombolan pria yang tak lain adalah teman satu bandnya. Matthew memang meminta mereka untuk merekam semua kejadian yang berlangsung hari ini. Mendadak, tempat ini menjadi ramai dengan acara kejar mengejar dan lemar melempar itu terjadi.Namun, Matthew seketika merasa lega karena ini. Tak ada yang perlu ia khawatirkan lagi tentang gadis-gadis itu setelah ini."Tiffany Hwang, semua ini untukmu. Aku akan membuatmu benar-benar terpesona dan jatuh ke dalam pesonaku." Matthew tertawa lebar seraya menghidupkan motor besarnya untuk segera pergi dari tempat ini. Jujur saja, ia masih merasakan panas di kedua pipinya akibat pukulan dan tamparan itu."Astaga! Wajahku!"***Heboh! Beberapa gadis karyawan di kantor ini membuat kelompok untuk membicarakan berita yang kini tengah mejadi perbincangan hangat di kota ini. Tak pernah menyangka dalam sejarah seorang pria yang memiliki du
"Apa kau yang bernama Tiffany Hwang?" sela seseorang yang membuat Tiffany dan Vina bertatapan sejenak. Terdapat lima orang pria yang saat ini tengah berdiri di depannya seraya membawa dua bungkus plastik besar di tangan masing-masing pria itu."Ya, aku Tiffany. Dan, kalian— anda—""Kami dari pelayan restoran yang dikirimkan oleh Tuan Matthew untuk mengantarkan seluruh makanan ini untuk anda.""Hah?""Tuan Matthew mengatakan jika anda harus makan yang banyak. Apa kami harus meletakkan semua ini di sini?"Tiffany tak menjawab. Gadis itu masih menganga dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh Matthew. Astaga, ia memang tidak bisa main-main dengan pria itu."Kenapa kau diam saja? Apa aku sangat tersentuh? Astaga, ini bahkan belum seberapa, Tiffany." ucap seseorang yang membuat Tiffany dan semua orang di tempat ini menoleh. Matthew? Pria itu tampak masuk dari pintu belakang kantin."Matthew, kau—""Kau harus memakan ini semua. Aku bahkan membelinya dengan uang tabunganku sendiri. Aku tak
Tak ada yang dilakukan Tiffany saat ini selain menghapal tiap dialog yang akan ia tampilkan besok dalam seminar. Memang kenyataannya, Tiffany tak pernah ikut dalam acara kegiatan seminar sejak sekolah dulu, apalagi harus menjadi narasumber. Ini pertama kalinya ia harus berusaha mendapatkan sesuatu yang ia ingin dengan usahanya."Hoam!" suara kantuk Tiffany terdengar. Jarum jam yang telah menunjukkan waktu lewat sebelas malam. Itu berarti, Tiffany sudah seharusnya terlelap seperti biasa. Namun, tidak! Tiffany sepertinya menepis rasa kantuknya itu untuk kembali menghapal dan belajar pembicaraan yang akan ia tunjukkan besok sebagai training di depan owner, karena acaranya bukan main-main, kalangan petinggi kelas atas akan hadir besok. Bahkan, kita juga boleh mengundang keluarga karena acaranya sangat meriah. Tiffany menghela napas panjang. Sejujurnya, tubuhnya sudah benar-benar sangat lelah."Tidak! Aku harus semangat!" pekiknya tertahan seraya menoleh ke arah kaca dan tersenyum lebar.
"Dan, karena kita sudah melihat bagaimana para calon narasumber ini berkompetisi dan menyampaikan apresiasi mereka. Maka, kamu memutuskan yang menjadi narasumber dan topik yang menjadi bahan utama seminar hebat nanti adalah...." Suara itu terdengar jelas dari dalam ruangan ini. Semua orang terlihat sangat antusias. Inilah yang kemarin menjadi perbincangan hangat. Sangat menarik! Adanya persaingan sengit antara Tiffany dan Zea. Keduanya sama-sama mengangkat topik yang hebat dan luar biasa. Apalagi, keduanya juga sangat dekat dengan David. Ada banyak dukungan yang didapatkan Zea ketimbang Tiffany. Namun, bukan Tiffany namanya jika dengan mudah menyerah begitu saja. Melihat bagaimana ekspresi kedua orang ini pun sangatlah berbeda. Tiffany sempat tersenyum sinis tatkala melihat wajah berharap cemas dari Zea. Tanpa cela, Zea menunjukkan wajah polosnya itu ke semua orang. Terlihat, Zea sesekali berdoa dengan mata berbinar yang membuat beberapa orang tersenyum dan menyemangatinya. Astaga, i
"Aku akan melakukan yang terbaik!" Tiffy sontak berdiri dan mengucapkan kalimat itu dengan lantang yang membuat semua orang kembali diam dan menatapnya. Termasuk David. Tak ada yang percaya jika Tiffany menerimanya begitu saja. Membiarkan Zea yang mengambil keinginannya?Salsha ikut terbelalak kaget. Tiffany menerimanya begitu saja? Tetapi, bukankah ia sangat ingin bersanding dengan David saat acara hebat nanti? Menerima semuanya sama saja ia mengaku kalah dari Zea. Tapi, mengapa Tiffany melakukan ini semua?"Aku akan berusaha untuk tidak mengecewakan. Terima kasih." Tiffany membungkukkan badannya sekilas, membuat semua orang bungkam tanpa suara. Tunggu, terima kasih katanya? Tiffany mengucapkan terima kasih?"Tiffany, jika kau ingin menjadi narasumber utama bersama David, aku bisa—""Tidak usah!" potong Tiffany cepat pada kalimat Zea yang belum selesai."Aku merasa kau memang pantas mendapatkan peran itu daripada aku. Kau sosok yang sangat lembut, jauh berbeda denganku. Akan terkesan
"Tiffany." Panggilan suara itu membuat Tiffany menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Tampak Salsha dengan napas lebih cepat, berusaha untuk berlari ke arahnya. "Kau ingin aku pergi makan? Aku sudah lapar." ucap Tiffany saat Salsha telah berada di sisinya. Salsha pun mengangguk seraya menatap wajah Tiffany dan memastikan bahwa Tiffany memang tidak apa-apa, dalam keadaan baik-baik saja."MC, kau benar tidak apa-apa? Kau tahu bukan dampaknya bagi karirmu?" Tiffany tersenyum sejenak, menjadi MC memang tidak salah. Tapi, persepsi orang lain apalagi ia berasal dari divisi keuangan yang sudah seperti biasa selalu menjadi narasumber utama pendamping sang CEO dengan segudang informasi. Terselip nada khawatir dalam kalimat tanya Salsha itu. "Memang apa salahnya jika aku menjadi MC? Justru, sangat baik. Aku melatih skill komunikasi. Tidak peduli dengan apa kata orang lain, yang terpenting aku tetap melakukan yang terbaik.""Hm?""Dalam hidup, bukankah tak ada manusia yang hidup ta
"Lalu, memangnya kenapa jika aku mengajaknya bermain? Kau ingin memakiku? Menamparku? Memukuliku? Atau kau—""Memacarimu!" potong Exel yang membuat Tiffany terdiam. Pria ini terkadang benar-benar membuat hatinya seketika menjadi buruk."Ka-kau!""Siapa pria ini?"Timpal seseorang yang kini telah berada di sisi kanan Tiffany. David Mahesa. Seketika, tubuh Tiffany mendadak menjadi salah tingkah. "Apa? Dia hanyalah salah satu pria yang mengejarku. Memangnya kenapa? Apa masalahmu? Kau cemburu?" balas Tiffany membuat Exel ingin membuka mulutnya memprotes hal itu. Mengejar? Ia tak tahu mengapa jika Tiffany menganggapnya yang tidak-tidak, pada pria asing ini yang di depannya."Cemburu?""Aish, kau akui saja jika kau cemburu dan tidak suka saat aku berdekatan dengan pria lain. Sama seperti saat bersama Matthew! Lagipula, kau harus tau jika aku, Matthew, dan pria ini hanyalah—""Hentikan khayalan bodohmu itu, Tif.""Hah? Apa? Khayalan? Jadi, kau selama ini baik-baik saja saat aku berdekatan d
"Aish, kau membuatku merinding. Kau tahu jika aku adalah seorang pria yang memiliki segudang aktivitas, hem?""Ini." David mengangkat satu tangannya, memperlihatkan sebuah topi berwarna merah kesayangan Matthew."Kurasa ini adalah milikmu." lanjut David membuat Matthew sedikit terkejut dibuatnya. Beberapa hari ini itulah mencari topi itu kemana-mana."Kau- dari mana kau mendapatkannya?" Gerakan kaki Matthew dengan cepat berbalik menuju David, mengambil topi itu dan memeriksanya dengan teliti. Selama ini, Gak ada orang lain yang berani menyentuh topi itu selain dirinya."Kau meninggalkannya saat menyelinap masuk ke kantor kami untuk membawa makan siang untuk Tiffany. Kau ingat? Kebetulan, aku sering melihatmu memakainya. Aku rasa, topi ini sangat berarti bagimu. Untuk itulah aku menyimpannya."Matthew terdiam. Kedua matanya menatap David dengan ragu. Lebih tepatnya, pria tengah bingung, antara ingin mengucapkan terima kasih atau tidak."Hm, aku akan mentraktirmu lain kali.""Ah, aku ba