"Sepertinya, kau jago masak." Rosa tersenyum, "Sejak kecil, aku memang hobi masak, diajari ibunya David.""Masakan Rosa tidak pernah gagal, apapun yang dia masak pasti akan enak." Andre berkomentar dengan mulut yang penuh dengan pizza. "Ah, aku sangat menyukai pizza ini.""Ah, begitu rupanya. Baiklah, aku juga ingin mencicipinya." Tiffany menatap Rosa dengan kagum. Ternyata benar, masakan Rosa sangat enak. "Wah benar, masakanmu sangat enak!" Rosa tersenyum mendengar ucapan Tiffany."Kau makanlah juga yang banyak, aku memasak banyak untuk kalian." Tiffany sontak mengangguk."Kau ingin nambah? Ini ada bagian dada, kau sangat menyukai dada kan?"David mengangguk dan menerima potongan ayam itu, "Kau benar-benar tidak berubah, masakanmu tetap enak. Tidak sia-sia ibuku mengajarimu.""Tentu saja! Berkat ibumu, aku memang jadi menyukai masak. Apa kau suka ayam betutu ini?"David mengangguk dengan semangat, "Aku sangat menyukainya, rasanya tidak jauh berbeda dengan masakan Ibuku.""Jika, kau
"David, aku harus pergi, aku sudah terlambat, aku ada shift siang di jam satu." Tiffany berbisik pada David yang disampingnya seraya membereskan perlengkapannya masuk ke dalam tas. David melihat jarum jam yang melingkar di tangannya, "Ah, ya benar juga. Sebentar, aku akan mengantarmu." Pria itu bangkit dari duduknya dan mengambil kunci mobil."David, kau ingin kemana?""Aku harus mengantar Tiffany pergi ke rumah sakit. Dia ada shift siang di jam satu. Tiffany sudah terlambat."Ketiga pria tampan yang lain hanya mengangguk paham dan melanjutkan kesibukan mereka masing-masing. Rosa ikut diantar mereka. Tidak memperhatikan David yang hendak mengantar Tiffany.Namun, saat David ingin memegang gagang pintu, tiba-tiba saja ponselnya berdering, itu dari salah satu koleganya yang mengatakan bahwa telah terjadi sesuatu di proyek dan mengharuskan David mengeceknya. David menghela napas lalu menoleh ke arah Tiffany dengan tatapan bingung. "Tak apa, jika itu urusan yang penting, kau pergi saj
"Apa kontrak bersama vendor sudah ditandatangani?" David menelepon salah satu staffnya yang ada di kantor pusat di Bali sana, ia membutuhkan catatan vendor untuk langsung memulai proyeknya."Baiklah, sore ini segera kirimkan pada emailku, aku membutuhkannya. Lakukan dengan segera."David memantau proyeknya itu dimana ada kesalahan mencatat sebuah vendor. Bahkan, ada beberapa yang salah kaprah dengan proyek yang ingin ia lakukan. Apalagi, biaya yang ia keluarkan melebihi dari anggaran. Jika terus seperti ini, bisa saja proyek ini gagal dilakukan, David tidak mau itu terjadi.Pria itu menghela napasnya kasar lalu meminum kopi hangatnya, "Tidak terlalu banyak, namun aku harus cepat meluruskannya. Sebentar lagi, setelah vendor menandatangani, proyek ini akan langsung berjalan besok."Tok! Tok! Tok!"Masuk.""Rosa?"Rosa mendekati David yang sibuk dengan berbagai macam lembar dokuem di atas meja."Kau ke sini? Bagaimana dengan yang lain?""Yang lain merasa bosan karena kau ternyata lama di
Kedua matanya tidak sengaja menatap ke arah ponsel David yang berkedip, itu pasti pesan masuk dari Tiffany. Rosa diam-diam tersenyum miring. David tidak akan menyadari jika ada notifikasi di ponselnya. Tadi, saat pria itu sedang di dalam kamar mandi, Rosa telah mematikan bunyi notifikasi. Biar saja, ia hanya ingin menghabiskan waktu berdua dengan David. Hanya berdua saja tanpa ada Tiffany yang pengacau."Kau ingin mencoba sekali lagi?" David menggeleng, "Sudahlah, aku tidak ingin. Aku ingin beristirahat saja.""Baiklah. Jika begitu, aku akan menghapus tanda kekalahan dari wajahmu." Rosa berkata seraya mengambil beberapa lembar tissue. David yang mendengar itu hanya terkekeh dan membiarkan Rosa membersihkan wajahnya.Dalam hati, sebenarnya jantung Rosa berdegup sangat kencang. Dari jarak sedekat ini ia bisa melihat dengan jelas pahatan wajah tampan pria itu. Sangat sempurna! Rasanya, Rosa ingin menyentuhnya langsung tanpa tissue sebagai penghalangnya."Sudah?"Rosa mengerjap, "Sudah.
Kini, Tiffany sedang melamun di ruang kerjanya seraya menatap ke arah ponselnya. Rasanya, sudah dari lama ia mengirimkan pesan pada David yang isinya mengatakan bahwa ia sudah tiba di rumah sakit dan beberapa pesan lainnya, tapi sudah dari tiga jam yang lalu, pria itu tidak kunjung membalasnya. Ini tidak seperti biasanya, David selalu menyempatkan diri untuk memberinya kabar bagaimanapun keadaannya. "Apa aku harus menelponnya saja?" Tiffany berperang dalam hatinya. Maksud hati, ia hanya ingin mengetahui apa yang sedang dilakukan pria itu, namun satu sisi lain ia tidak ingin mengganggu David."Sepertinya tidak masalah jika hanya sekali. Siapa tahu, David tidak menyadari pesannya."Tiffany segera menghubungkan panggilan dengan David. Ia menunggu, tapi pria itu juga tak kunjung mengangkatnya."Apa ia sedang melakukan hal lain? Masalah dalam proyek belum selesai juga?" Tiffany semakin bertanya-tanya, ia tidak tahu harus menghubungi siapa. Ia ingin menanyakan kabar David pada Rosa, tapi i
"Ah, mataku! Mataku sakit!" Teriak seorang gadis yang berada di atas ranjang dengan beberapa perawat yang mendorongnya menuju ruang perawatan. "Mataku, sakit! Tolong aku!" Kedua mata gadis itu terus saja mengeluarkan darah setelah terjadi kecelakaan yang menimpanya hingga membuat ranting pohon yang patah langsung menusuk kedua netra hitam itu. Tiffany akhirnya datang, ia segera mengambil tindakan dengan membalut mata si gadis itu dengan kasa yang sebelumnya sudah ia oleskan antibiotik agar meminimalisir terjadinya infeksi. Tidak tanggung-tanggung, Tiffany naik ke atas tubuh gadis itu yang sedari tadi terus memberontak karena merasa sakit yang luar biasa di daerah matanya. Kedua kaki Tiffany segera menahan tangan gadis yang belum ia ketahui namanya itu. "Apa ada luka lain yang serius?""Tulang sumsumnya patah, Dok. Hampir mengenai lambungnya dan juga banyak sekali goresan dan luka di bagian pahanya."Tiffany mendesis mendengar itu. Tiffany tidak menduduki perut gadis itu, ia hanya b
Tiffany keluar dari ruang operasi bersama Dokter Anna, rupanya ibu beranak satu itu tengah menerima panggilan di rooftop jadi perawat tentu saja tidak bisa menjangkaunya. Untung saja, Dokter Anna dengan cepat kembali dan segera membantu Tiffany menangani pasien itu. Tidak terasa, operasi sudah berjalan selama lima jam dan waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Keadaan lorong rumah sakit masih dipenuhi banyak orang yang berlalu-lalang, namun pasien yang datang semakin sedikit. Tiffany menghela napasnya kasar, setelah berjuang di dalam bilik yang sempit itu, Tiffany tidak bisa menyelamatkan hidup gadis itu karena kornea matanya sudah sangat rusak parah. Ditambah lagi, ia kehabisan darah juga ada beberapa organ dalam tubuhnya yang sangat kronis.Gadis itu berjalan menuju sisi dinding pembatas yang langsung memperlihatkan hamparan suasana Kota Jakarta. Deru napasnya masih tidak beraturan. Saat di ruang operasi tadi, ia benar-benar menyaksikan langsung bahwa keadaan gadis itu semakin
Rosa duduk di kursinya dengan sosok David yang masih terlelap di sampingnya. Salah satu tangannya memegang sebuah cairan berwarna merah yang ia minum perlahan, ia memang penyuka wine. Tangan yang lainnya mengelus surai hitam milik David dengan lembut. Sebenarnya, ia tidak menyangka jika obat tidur yang ia beri akan bekerja selama ini. Dalam hati, ia juga sudah cukup puas dengan hari ini. Pakaiannya juga sudah berganti menjadi saat ia bertemu dengan David tadi siang."Tiffany tidak pernah pantas untukmu, David. Akulah yang pantas." gumamnya seraya berdiri, ingin pergi ke toilet. Namun, belum lama gadis itu melangkah, David menggeliat dari tidurnya hingga kedua matanya perlahan terbuka seraya membiaskan cahaya. Saat ia merasa tidak asing dengan ruangan itu dan menyadari satu hal, ia langsung bangkit dari tidurnya dan melirik ke arah jarum jam yang sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. "Astaga, sudah semalam ini? Berapa lama aku tidur?" David menoleh ke arah Rosa yang baru sa