Davis mengajak Tamara menuju kamar lamanya. Kamar yang tampak begitu rapi dengan nuansa biru muda menyambut mereka. Tamara terdiam sejenak, memperhatikan setiap sudut ruangan yang terlihat seperti kamar pemuda yang belum menikah. Dindingnya masih dihiasi poster-poster musik dan foto-foto masa remaja Davis, yang tampak tetap terjaga sejak ia terakhir kali tidur di sana.“Kapan terakhir kali kau tidur di kamar ini?” tanya Tamara, penasaran dengan suasana yang begitu nostalgik.Davis menatap ruangan itu sejenak, seolah mengingat kembali kenangan masa lalu. “Terakhir kali aku tidur di sini adalah ketika aku masih SMA. Setelah lulus, aku pergi kuliah di luar negeri dan mulai hidup mandiri. Lalu begitu aku pulang, aku mulai dipercaya untuk membantu daddy menangani perusahaan, dan sejak aku mulai bekerja, aku sudah mulai tinggal sendiri di apartemen yang sekarang kita tinggali.”“Ternyata sudah sangat lama, ya.”“Ya,” jawab Davis sambil duduk di tepi ranjang. “Semuanya di sini tetap sama sej
Davis merasa kesulitan untuk menemukan kata-kata yang tepat. Setelah beberapa detik, Davis akhirnya menghela napas panjang, tanda bahwa dia mulai menyerah. “Baiklah, kau boleh mulai bekerja besok lusa,” katanya dengan nada yang lebih lembut.Tamara menatapnya dengan ekspresi wajah bingung. Dia merasa tidak puas dengan jawaban itu. “Kenapa harus besok lusa? Kenapa bukan besok?” tanyanya, berusaha tetap tenang meski hatinya berdebar-debar.Davis terdiam sejenak, mempertimbangkan jawabannya. “Karena besok kau akan merasa kelelahan dan membutuhkan istirahat yang lebih banyak.”Tamara tampak bingung, dia tidak mengerti dengan ucapan Davis. Tapi tanpa aba-aba, Davis dengan cepat menarik pergelangan tangannya, membuatnya kehilangan keseimbangan dan spontan jatuh dalam pangkuannya. Tubuhnya terhuyung ke depan, dan sebelum dia sadar apa yang terjadi, dia sudah terduduk di pangkuan Davis.Dalam jarak yang begitu dekat, Tamara dapat merasakan napas hangat Davis di pipinya. Mata mereka bertemu, d
“Tamara!” seru Matilda.Tamara menoleh ke arah Matilda yang baru saja tiba. Ia benar-benar terkejut mendapati wanita itu sudah berdiri di sana, dan di belakangnya, Davis menyusul dengan ekspresi bingung.Di sisi lain, ekspresi wajah Davis justru tampak jelas menunjukkan rasa penasaran. Dalam benaknya, Davis bertanya-tanya, sejak kapan Tamara mulai bersiap? Padahal beberapa saat yang lalu, ketika ia meninggalkannya sendirian di kamar, Tamara masih terbaring kelelahan. Kebingungan itu jelas tergambar di wajahnya.Matilda melangkah masuk, mendekati Tamara, dan bertanya, "Tamara, apa kau sakit? Davis bilang kau tidak bisa ikut sarapan karena merasa kelelahan?" Matilda segera mengecek suhu tubuh Tamara dengan menempelkan punggung tangannya di kening wanita muda itu.Tamara tersenyum tipis dan menjawab, "Aku baik-baik saja, mom. Tidak ada yang perlu dicemaskan. Aku sebetulnya sedang bersiap, dan sebentar lagi akan turun."Matilda menghela napas lega. "Syukurlah, aku khawatir kalau kau sakit
Tamara akhirnya bisa mulai bekerja seperti yang dia harapkan. Setelah pembicaraan dengan Davis dua hari yang lalu, Davis memberinya izin untuk mulai bekerja di kantornya. Namun, seperti kesepakatan yang telah mereka buat sejak awal pernikahan, Tamara dan Davis sepakat untuk menyembunyikan hubungan mereka. Mereka memastikan tidak ada satu orang pun di kantor yang tahu tentang pernikahan mereka, kecuali Fabio yang memang sudah mengetahui hubungan mereka sejak awal.Pagi itu, Tamara sudah bersiap. Setelah sarapan bersama dengan Davis, mereka berangkat ke kantor. Sepanjang perjalanan, Tamara terus mengingatkan Davis untuk menurunkannya beberapa meter sebelum kantor, agar tidak ada yang melihat mereka datang bersama. "Jangan lupa, turunkan aku di tempat yang agak jauh dari kantor," ujar Tamara, suaranya penuh dengan kecemasan."Kau tidak perlu terus mengingatkanku," balasnya sambil tetap fokus mengemudi.Setibanya di depan restoran yang terletak tidak terlalu jauh dari kantor, Davis menepi
Tamara memulai hari pertamanya bekerja dengan penuh semangat. Carson, yang ditunjuk sebagai pembimbingnya, menyambutnya dengan ramah di meja kerjanya. “Mari kita mulai dengan mempelajari beberapa tugas dasar,” ujar Carson dengan senyuman.Tamara mengangguk, mengikuti Carson ke meja kerjanya yang penuh dengan dokumen dan peralatan kantor. Carson menjelaskan satu per satu, mulai dari sistem komputer yang digunakan hingga cara menyusun laporan mingguan.“Ini adalah cara kita mengelola data proyek. Pastikan semua informasi diinput dengan benar,” jelas Carson sambil menunjukkan layar komputernya.Tamara memperhatikan dengan seksama. Carson tidak hanya memberikan instruksi, tetapi juga menjelaskan mengapa setiap langkah penting. Kebaikan dan perhatian Carson membuat Tamara merasa lebih percaya diri.“Terima kasih. Ini semua sangat membantu,” kata Tamara setelah mempraktikkan beberapa tugas.*Ketika jam makan siang tiba, Tamara menerima pesan dari Davis di ponselnya.Davis: Ini sudah waktun
Tamara sibuk menyiapkan hidangan makan malam di dapur, memastikan semuanya sempurna. Dia sedang membuat hidangan penutup, ketika mendengar suara pintu depan terbuka. Perhatiannya teralihkan, dan dia segera meninggalkan dapur untuk memeriksa siapa yang baru masuk.Ketika Tamara tiba di pintu depan, dia melihat Davis baru saja memasuki rumah. Wajah Davis tampak letih, dan dia langsung duduk terhenyak di sofa ruang tamu, sambil menghela napas panjang. Melihat suaminya dalam keadaan seperti itu, Tamara tanpa berkata sepatah kata pun, segera kembali ke dapur untuk menyiapkan minuman.Tak lama kemudian, Tamara muncul kembali dengan secangkir teh hangat di tangan. Dia menaruh cangkir di meja samping sofa tempat Davis duduk. “Ini untukmu, Davis. Semoga bisa membantu menghilangkan lelahmu,” ujarnya lembut.Davis mengalihkan perhatian dari cangkir teh dan menatap Tamara. Namun begitu dia mendongak, Davis sama sekali tidak bisa menahan tawanya saat melihat Tamara yang mengenakan celemek dengan p
“Carson Donovan...” Davis bergumam pelan sambil memperhatikan data diri mengenai Carson yang di dapatnya dari Fabio. “Jadi apa yang dikatakan oleh Tamara, benar? Dia bekerja di sini, dan memang bertugas menangani proyek kerja sama di Aqualuna Isles?”Davis memperhatikan foto Carson dengan seksama.Setelah mendengar ucapan Tamara kemarin, Davis jadi merasa penasaran, dan langsung meminta Fabio untuk menyelidiki tentang Carson yang katanya bekerja sebagai supervisor di kantornya di divisi pengembangan bisnis, dan seperti yang telah Tamara sampaikan, ternyata pria itu memang benar-benar bekerja di bawah naungan perusahaan yang dipimpinnya.Bagaimana bisa semua ini terjadi secara kebetulan? Dia menyelamatkan Tamara saat tenggelam di Aqualuna Isles, dan secara kebetulan juga ternyata bekerja di perusahaanku. Tapi tampaknya dia tidak mengenali wajahku sama sekali saat kita bertemu di Aqualuna Isles waktu itu. Jika itu benar, maka seharusnya hubunganku dan Tamara aman. Selama aku dan dia tid
Tamara memahami dan bisa melihat betapa pentingnya meeting ini, apalagi dengan jadwal yang mendadak diubah oleh klien. Tanpa berpikir panjang, ia segera mengambil tasnya dan bersiap mengikuti Carson.Sesuai permintaan klien, mereka berdua meninggalkan kantor dan menuju salah satu restoran yang sudah ditentukan. Perjalanan terasa singkat dengan rasa tegang yang menyelimuti keduanya. Sesampainya di restoran, mereka disambut oleh suasana yang hangat dan elegan. Carson memilih meja di sudut, tempat yang cukup tenang untuk meeting. Mereka duduk menunggu, sambil sekali lagi memeriksa dokumen dan bahan presentasi.Tak lama kemudian, klien mereka datang, seorang pria paruh baya dengan setelan rapi dan senyum ramah. Meeting pun dimulai. Carson memimpin diskusi dengan penuh percaya diri.Tamara duduk di sampingnya, memperhatikan setiap detail percakapan. Carson tampak begitu profesional; caranya berbicara tegas namun tetap sopan. Ada aura kharisma yang memancar dari dirinya, membuat Tamara tak