Ken sudah kembali duduk di ruangannya, kalimat demi kalimat yang Jessica lontarkan tadi terus terngiang di dalam benak Ken.
Bukan!
Bukan makian dan sumpah serapah yang Jessica lontarkan karena dia sudah memperkosanya di dalam mobil tadi, bukan itu yang terngiang di dalam benak Ken, tetapi tentang informasi-informasi yang sudah berhasil Ken korek dari Jessica.
‘Me-mereka menikah di Jakarta dengan begitu mewah, Ken. Ayah residen bedah itu adalah salah satu pengusaha kaya raya di negeri ini. Ibunya pemain saham ulung.’
‘Se-sepertinya mereka sudah ada hubungan sejak kau memacarinya, Ken ...,’
‘Karena ... Elsa melahirkan anak mereka tepat lima bulan setelah mereka menikah.’
Ken tersentak, ingatannya mendadak tertuju pada kalimat itu. Lima bulan setelah mereka menikah? Itu artinya ... Ken morogoh ponselnya, mencoba menghitung mundur bulan di mana Elsa dan residen bedah itu menikah.
Mata Ken terbelalak, ja
"Semua baik, ini aku sama mama. Jangan khawatirkan apapun, Sayang. Trombosit Bella juga sudah hampir mendekati normal."Elsa menghela nafas lega, ia tersenyum lebar mendengar penjelasan dari sang suami. Kalau semuanya normal, ia bisa segera membawa pulang Bella. Dan itu artinya gadis kecil kesayangannya itu sudah berhasil melewati masa-masa sulit selama terserang dengue."Makasih banget ya, Bang. Nanti kalau semua sudah beres aku segera balik.""It's okay, kabari aku kalau sudah mau pulang."Kening Elsa berkerut, dia bawa motor sendiri, jadi untuk apa mengabari suaminya ini?"Kenapa harus ngabarin?" Elsa tidak mengerti, biasanya hal itu berlaku ketika ia pulang pergi diantar sang suami, tapi kali ini dia pergi sendiri dengan motor, jadi untuk apa?"Abang pengen jemput kamu, Sayang." Jawab suara itu lirih.Tawa Elsa pecah, "Aku kan bawa motor sendiri, Bang." Lucu bukan? Untuk apa dijemput kalau dia bawa motor se
Yosua melangkah turun dari mobil dan bergegas masuk ke gedung utama rumah sakit. Dia sudah membuat janji dengan Elsa di bangsal rawat inap. Dia hendak naik ke tangga ketika sosok itu entah dari mana tiba-tiba sudah berdiri di depannya. Tampak Yosua terkejut, ia tidak menyangka akan bertemu dengan sosok itu di sini. Dari mana dia tahu kalau Elsa di sini? Atau jangan-jangan Elsa sudah .... “Harusnya dulu aku patahkan sekalian lehermu, Dok!” tampak Ken menyeringai lebar, dengan sebuah senyum dan sorot mata yang sangat tidak mengenakkan di mata Yosua. “Aku tidak punya urusan denganmu, Dok. Jadi permisi.” Ken mendorong bahu Yosua yang hendak melewatinya. Netra mereka bertemu, melemparkan sorot tajam dan tidak suka kepada masing-masing dari mareka. Yosua sama sekali tidak gentar, dia tidak takut dan dia bertekad bahwa tidak akan membiarkan anak dan isterinya jatuh ke tangan laki-laki ini. “Aku belum selesai bicara, Dokter Yosua!” sergah Ken dengan s
“Jawab pertanyaanku, apa alasanmu menikahi dia?”Elsa terus berusaha melepaskan diri, namun tidak semudah itu. Ken terus menekannya, tidak membiarkan mangsanya lepas begitu saja. Sosok yang selama ini sangat ingin dia temui, yang begitu dia rindukan.“Lepas!” Elsa hendak berteriak, namun suaranya seperti tercekat di kerongkongan, membuat Ken tersenyum sinis dengan jemari yang menyusuri wajah itu.“Kau tidak berubah, Sa. Masih seperti dulu,” desisnya lirih dan begitu sensual, “Aku penasaran, apakah rasamu masih seperti dulu? Atau sudah banyak berubah? Sudah lebih lihai?”Elsa membelalakan matanya, ia tahu kemana arah pembicaraan laki-laki berengsek ini. Elsa sudah sangat paham! Kini dia kembali memberontak, intinya dia tidak akan biarkan Ken kembali melecehkan dirinya, tidak akan!“Katakan padaku, Sa ... Bella anak siapa?”Elsa yang hendak melepaskan diri sontak terkejut luar biasa.
Yosua terisak, bahunya naik turun membuat dokter Ridwan menepuk penuh simpati bahu Yosua yang berdiri di hadapannya itu.Gugur sudah!Elsa bahkan belum sempat bilang secara langsung ke dia perihal kehamilan ini, dan Yosua harus ikhlas kehilangan janin di rahim sang isteri? Yosua punya dosa apa sampai janin tidak berdosa itu yang harus menanggung semua akibatnya?"Saya mengerti bagaimana perasaan Anda, Dok. Tapi mau bagaimana lagi, saya sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi."Yosua menyeka air matanya, menghirup udara banyak-banyak guna mengurai sesak yang menghimpit dada dan jiwanya."Saya paham, Dok. Saya pasrah kondisi isteri ke Anda, tolong selamatkan isteri saya." Yosua menatap dokter kandungan itu dengan linangan air mata. Pendarahan itu belum mau berhenti, dan Yosua paham apa sebabnya."Kalau begitu, saya perlu tanda tangan Dokter untuk persetujuan prosedur kuretnya." Tampak dokter Ridwan menyodorkan map i
Darmawan mengusap air matanya, ia sudah berdiri di depan pintu kamar inap yang tadi dinfokan oleh perawat di nurse station. Ia menghela nafas sejenak, kemudian menekan knop pintu dan mendorong pintu itu hingga terbuka.Nampak sosok itu tengah terbaring dengan wajah pucat dan selang infus yang menancap di pergelangan tangan kirinya. Ia nampak begitu terkejut, termasuk sosok tinggi tegap yang Darmawan sendiri sudah tahu siapa dia, siapa laki-laki itu.Darmawan melangkah masuk, berdiri di hadapan laki-laki yang sontak langsung berdiri begitu melihat kedatangan dirinya. Dapat Darmawan lihat wajah itu penuh memar dan lebam. Tanpa perlu Darmawan tanya, dia sudah tahu siapa yang melakukan semua itu.“Dokter Darmawan?” tampak laki-laki itu menunduk sebagai perwujudan hormat, membuat tangis Darmawan pecah seketika.Anak lelakinya sudah membunuh darah daging laki-laki ini dan dia masih begitu hormat pada Darmawan? Sungguh dosa Darmawan begitu luar biasa
Ken mengerjapkan matanya dan orang yang pertama kali dia lihat adalah sosok itu. Gilbert duduk di sisi pembaringannya sambil tersenyum, membuat Ken mendengus kesal sambil memijit pelipisnya."Sudah sadar, Ken?" Tanya Gilbert dengan begitu lembut.Ken menatap sinis sosok itu, "Apa urusanmu?"Gilbert menghela nafas panjang, "Apapun hal yang berhubungan dengan mu, kini menjadi urusanku, Ken. Kamu dalam tanggung jawabku.""Tanggung jawabmu?" Ken mengerutkan keningnya, "Kau pikir aku su-.""Ya!" Potong Gilbert tegas, "Aku bisa lihat tekanan kamu begitu luar biasa, Ken. Jangan khawatir, aku bisa membantumu.""Tidak usah repot-repot mengurusiku!" Hardik Ken lantas berusaha bangkit.Dengan cepat Gilbert mengulurkan tangannya, mencegah sosok itu bangkit dari ranjang. Mata Gilbert menatap manik mata yang tampak emosi itu dengan begitu lembut, berusaha meyakinkan Ken bahwa dia di sini berniat untuk membantu."Kau akan kehilangan banyak ha
Yosua menghela nafas panjang. Ia melirik Elsa yang masih belum mau buka suara. Dia ingin Bella menemui Ken? Apakah benar dia hanya ingin Bella menemui Ken? Atau kemudian dia ingin merebut Bella dari Yosua."Kalau untuk itu, biarkan ibunya yang memutuskan, Dok. Tanyakan saja pada Elsa, apakah dia mau dan mengizinkan Bella bertemu dengan laki-laki yang berulang kali menyakitinya dengan begitu luar biasa."Darmawan mengangguk, tampak ia menghela nafas panjang. Ditatapnya Elsa dengan serius."Bagaimana El? Apakah saya boleh membawa Bella menemui papa kandungnya?"***"Aku nggak ngerti, Gil! Aku nggak ngerti kenapa papa bisa sebegitu kakunya perihal siapa wanita yang hendak aku nikahi."Tangis Ken pecah, Gilbert membiarkan Ken menangis meraung-raung. Membiarkan laki-laki itu meluapkan segala macam beban dan segenap wujud protes yang selama ini tidak bisa dia ungkapkan."Apa salahnya jika aku suka sama Elsa? Apa salahnya kal
"Ken habis minum obat, Tan. Biarkan dia istirahat dulu." Jelas Gilbert ketika Linda dan Tania sampai di kliniknya, tepatnya di ruang rawat inap Ken.Tangis Linda pecah melihat Ken yang terbaring di atas ranjang itu. Jadi Ken harus di rawat di klinik ini? Anaknya itu..."Ko, sebenarnya suamiku kenapa?" Tanya Tania tampak begitu panik, sampai lupa pada amarahnya perihal morning after pil yang dia temukan tadi.Gilbert menatap Linda dengan seksama, tampak Linda mengangguk, Gilbert baru menghirup nafas dalam-dalam ketika Darmawan muncul dan membuat semua yang ada di sana menoleh dan menatap Darmawan yang muncul dengan wajah kusut."Biar Om yang jelaskan, Gil. Kamu kalau masih ada keperluan selesaikan saja dulu." Darmawan kembali menghirup nafas dalam-dalam, matanya memerah menatap Ken yang tertidur pulas di atas ranjang itu."Baik kalau begitu Gilbert pamit, Om, Tante, Tania, nanti kalau ada apa-apa telpon saja."Semua kompak mengangguk, Gilbert