"Bang, udah ih!" Dengan gemas Elsa menyingkirkan tangan Yosua yang merayap kemana-mana itu, ia sudah cukup lelah malam ini.
Yosua mencebik, ia meraih perut itu, mendekapnya dari belakang sambil mengirup aroma perpaduan keringat mereka yang menempel di tubuh sang isteri. Aroma yang entah mengapa di hidung Yosua begitu semerbak harum.
"Curang ah!" Protesnya dengan bibir manyun.
Mata Elsa yang semula sudah begitu berat sontak terbuka, ia menoleh, menatap wajah masam sang suami.
"Curang apanya?" Dimana letak curangnya? Mereka sama-sama klimaks tadi, bahkan Yosua mengerang panjang dengan tubuh bergetar hebat, jadi curang yang bagaimana?
"Tadi kamu yang mulai, godain aku, eh aku masih pengen juga malah ditinggal tidur!" Sungguh wajah Yosua menggemaskan sekali membuat tawa Elsa pecah seketika.
Jadi Yosua benar-benar ingin minta tambah? Ah dasar laki-laki! Tangan Elsa terulur mengelus lembut pipi itu, membuat waja
Yosua menatap dalam-dalam wajah yang terlelap di dalam pelukannya itu. Tampak sosok itu memeluk tubuhnya dan bersandar di lengannya. Wajah itu begitu polos, damai dan tampak kelelahan.“Kamu cantik, Sa.” Desis Yosua perlahan sambil mengelus pipi lembut itu.Seandainya sejak dulu sekali Yosua menyadari perasaan yang dia punya untuk sosok ini, mungkin Elsa tidak perlu harus sampai merasakan bagaimana sakit dan terhinanya diperlakukan seperti itu oleh Ken dan papanya. Tapi apa boleh buat? Yosua terlalu bodoh menyadari semuanya, dia ternyata tidak terlalu pandai menilai perasaannya sendiri.Dia malah jatuh cinta sesaat pada Gina. Cinta yang membuatnya hampir frustasi karena menolak untuk Yosua nikahi.Tapi bukankah itu bagus? Bayangkan jika Gina setuju dia ajak menikah kemarin, lantas bagaimana nasib Elsa? Akan menanggung beban aib itu seorang diri? Ah ... Elsa tidak pantas menderita seperti itu. Dia harus bahagia, itu tekad Yosua.“S
"Nah ini!"Yosua dan Elsa tertegun, mereka saling pandang sementara dokter Aji masih serius dengan probe dan layar yang ada di hadapannya. Kenapa?Yosua menatap dengan seksama layar monitor itu, sedetik kemudian ia tersenyum melihat apa yang nampak di sana."Kau lihat? Dia perempuan." Bisik Yosua mesra dan begitu lirih.Mata Elsa membulat, dia sudah menduga sebelumnya dan ternyata benar! Janin dalam rahimnya ini perempuan! Seulas senyum merekah di bibir Elsa, bersamaan dengan matanya yang kemudian berkaca-kaca antara haru dan bahagia yang menyeruak menjadi satu."Tahu, kan?" Dokter Aji tersenyum, pasiennya ini spesial, jadi tentu tahulah dia penampakan apa yang ada di layar, terlebih yang dia gunakan mesin USG 4D, yang bukan dokter aja mungkin sedikit paham, apalagi pasiennya ini calon dokter dengan suami calon dokter spesialis."Tentu, tapi kami ingin dengar langsung dari dokternya dong, Dok." Gumam Yosua sambil tersenyum
“El, kamu nggak apa-apa?”Elsa mencoba tersenyum, ia mengangguk pelan dan berusaha tetap tenang. Tetapi dia lupa bahwa wanita dengan kacamata di hadapannya ini adalah seorang dokter, jadi dia tidak bisa dibohongi begitu saja oleh mahasiswi koas macam Elsa ini.“El, saya nggak bisa dibohongi, perut kamu sakit?” dokter Intan mengelus perut Elsa, sebagai dokter dan seorang wanita, tentu dia paham, dan melihat sorot mata itu, nalurinya mengatakan bahwa Elsa sedang tidak baik-baik saja.Mata Elsa berkaca-kaca, membuat dokter Intan sontak menarik kursi dan mendudukkan koasnya itu.“Aduh ...,” Elsa memekik, keringat mulai membanjiri wajahnya, membuat dokter Intan sontak panik seketika.“El, HPL-mu kapan?” suara itu sontak lantang terdengar, membuat beberapa perawat tergopoh-gopoh berlari mendekati sumber suara.“Du-dua minggu lagi, Dok.” Desis Elsa lirih sambil mengernyit menahan mulas yan
“K-KAU ....”Yosua tersenyum, ia tampak sangat menikmati suara terkejut yang terdengar dari ujung telepon. Ia tidak menyangka bahwa laki-laki ini akhirnya bisa tahu rahasia apa yang selama ini Yosua sembunyikan dari dia, bahwa Yosua sudah diam-diam menikahi gadis yang begitu ia cintai.“Apa? Apa kamu keberatan?” tantang Yosua yang sudah bertekad bahwa dia tidak akan pernah gentar mempertahankan miliknya. Elsa sudah menjadi miliknya, ia sudah minta langsung kepada orang tua Elsa untuk bisa menikahi Elsa dan memiliki Elsa secara utuh.“BAJINGAN!” maki sosok itu dari seberang.“Tidak ada yang berhak melarangku memiliki dia, Ken. Bahkan kedua orang tuanya pun sudah menyerahkan dia sepenuhnya kepadaku, jadi apa urusanmu?” Yosua tersenyum sinis, ia ingin lihat apa yang hendak dilakukan laki-laki itu sekarang.“DIA MILIKKU, YOS!” suara itu meninggi, membuat tawa Yosua pecah seketika.&ldqu
"Ken, lepas!" Jessica menggeliat, ia hendak melepaskan diri, namun jemari Ken makin menggila menggoda area sensitifnya, keringat sudah mengucur membasahi wajah dan tubuhnya, sebuah reaksi alami yang membuat Ken makin menjadi-jadi menyiksa mantan kekasihnya itu."Katakan, Jes! Apa yang kau tahu tentang mereka!" Desis Ken sambil menyusuri telinga dan leher Jessica dengan ujung lidah."Ahh!" Jessica memekik, hendak menarik paksa tangan kekar itu dari dalam roknya, namun sayang, Ken tidak semudah itu dihentikan. "Ken... Stop!""Tidak sebelum kau mengatakan semua yang kau tahu, Jes!""Oke baik-baik!" Jessica menyerah, nafasnya terengah dengan wajah memerah, "Aku akan cerita, tapi lepaskan dulu!"Bukannya melepaskan Jessica yang sudah tidak berdaya, Ken malah memperdalam jarinya, membuat Jessica sontak melotot dan mengerang panjang."Tidak usah banyak protes, Jes! Cepat katakan!"Jessica tidak punya pilihan, sambil menahan
Ken sudah kembali duduk di ruangannya, kalimat demi kalimat yang Jessica lontarkan tadi terus terngiang di dalam benak Ken.Bukan!Bukan makian dan sumpah serapah yang Jessica lontarkan karena dia sudah memperkosanya di dalam mobil tadi, bukan itu yang terngiang di dalam benak Ken, tetapi tentang informasi-informasi yang sudah berhasil Ken korek dari Jessica.‘Me-mereka menikah di Jakarta dengan begitu mewah, Ken. Ayah residen bedah itu adalah salah satu pengusaha kaya raya di negeri ini. Ibunya pemain saham ulung.’‘Se-sepertinya mereka sudah ada hubungan sejak kau memacarinya, Ken ...,’‘Karena ... Elsa melahirkan anak mereka tepat lima bulan setelah mereka menikah.’Ken tersentak, ingatannya mendadak tertuju pada kalimat itu. Lima bulan setelah mereka menikah? Itu artinya ... Ken morogoh ponselnya, mencoba menghitung mundur bulan di mana Elsa dan residen bedah itu menikah.Mata Ken terbelalak, ja
"Semua baik, ini aku sama mama. Jangan khawatirkan apapun, Sayang. Trombosit Bella juga sudah hampir mendekati normal."Elsa menghela nafas lega, ia tersenyum lebar mendengar penjelasan dari sang suami. Kalau semuanya normal, ia bisa segera membawa pulang Bella. Dan itu artinya gadis kecil kesayangannya itu sudah berhasil melewati masa-masa sulit selama terserang dengue."Makasih banget ya, Bang. Nanti kalau semua sudah beres aku segera balik.""It's okay, kabari aku kalau sudah mau pulang."Kening Elsa berkerut, dia bawa motor sendiri, jadi untuk apa mengabari suaminya ini?"Kenapa harus ngabarin?" Elsa tidak mengerti, biasanya hal itu berlaku ketika ia pulang pergi diantar sang suami, tapi kali ini dia pergi sendiri dengan motor, jadi untuk apa?"Abang pengen jemput kamu, Sayang." Jawab suara itu lirih.Tawa Elsa pecah, "Aku kan bawa motor sendiri, Bang." Lucu bukan? Untuk apa dijemput kalau dia bawa motor se
Yosua melangkah turun dari mobil dan bergegas masuk ke gedung utama rumah sakit. Dia sudah membuat janji dengan Elsa di bangsal rawat inap. Dia hendak naik ke tangga ketika sosok itu entah dari mana tiba-tiba sudah berdiri di depannya. Tampak Yosua terkejut, ia tidak menyangka akan bertemu dengan sosok itu di sini. Dari mana dia tahu kalau Elsa di sini? Atau jangan-jangan Elsa sudah .... “Harusnya dulu aku patahkan sekalian lehermu, Dok!” tampak Ken menyeringai lebar, dengan sebuah senyum dan sorot mata yang sangat tidak mengenakkan di mata Yosua. “Aku tidak punya urusan denganmu, Dok. Jadi permisi.” Ken mendorong bahu Yosua yang hendak melewatinya. Netra mereka bertemu, melemparkan sorot tajam dan tidak suka kepada masing-masing dari mareka. Yosua sama sekali tidak gentar, dia tidak takut dan dia bertekad bahwa tidak akan membiarkan anak dan isterinya jatuh ke tangan laki-laki ini. “Aku belum selesai bicara, Dokter Yosua!” sergah Ken dengan s
Ken menatap nanar pemandangan yang ada di depannya itu. Ini hari terakhir dia berada di ruangan ini. Setelah deretan pemeriksaan psikologis yang harus dia lalui, akhirnya ia lulus juga keluar dari klinik ini.Gilbert menepati janjinya. Membantu Ken sembuh sebagai permohonan maaf atas apa yang dulu dia dan Jessica lakukan. Sebuah tindakan yang lantas membuat Ken harus bertubi-tubi mengalami hal-hal tidak mengenakkan yang membuat Ken hampir kehilangan kewarasannya.Ken menghela nafas panjang, bunyi ponsel beruntun itu membuat dia sontak menoleh dan meraih benda itu. Senyum Ken merekah begitu tahu siapa yang mengirimkan dia pesan.Mama BellaItu nama yang Ken berikan untuk nomor itu. Nomor yang tak lain dan tak bukan adalah nomor milik Elsa.Tidak salah kan, Ken memberinya nama itu? Elsa memang ibu dari anaknya, anak yang harus lahir karena kegilaan Ken di masa lalu.Ken segera membuka kunci layar ponselnya, senyumnya ma
Elsa yang tengah menulis status pasien itu melonjak kaget mendengar dering ponselnya. Elsa menatap pasiennya, yang mana langsung dibalas anggukan kepala sang pasien yang paham bahwa dokter yang tengah mengunjunginya ini harus menerima telepon.Elsa tersenyum, segera merogoh ponselnya dan sedikit bingung dengan nomor asing yang menghubunginya ini. Nomor siapa? Mantan pasien? Salah seorang anak koas? Atau siapa?"Mohon maaf saya izin sebentar, Ibu."Kembali pasien itu mengangguk, "Silahkan, Dokter."Elsa sontak melangkah keluar, tidak sopan dan tidak nyaman rasanya mengangkat panggilan di ruangan itu. Ada dua orang pasien yang harus beristirahat di sana, tentu obrolannya akan menganggu, bukan?"Halo?" sapa Elsa begitu ia sudah berada di luar kamar inap pasien."Sa, maaf kalau aku menganggu mu. Hanya memastikan bahwa nomor kamu aktif, sudah aku simpan."Suara itu... ini suara Ken! Jadi ini nomor Ken? Elsa mendadak
"Kamu serius, Ken?" Darmawan duduk di depan Ken, menatap putranya itu dengan penuh air mata.Ken tersenyum, menghela nafas panjang lantas mengangguk guna menekankan bahwa apa yang tadi mereka bicarakan adalah serius, Ken tidak main-main."Ken sangat serius, Pa. Dia pantas dan layak dapat yang lebih baik. Dia berhak bahagia, Pa."Darmawan tersenyum getir, "Lantas bagaimana denganmu, Ken?""Papa jangan khawatirkan Ken, Pa. Ken baik-baik saja. Tolong kali ini hargai keputusan Ken, Pa. Biarkan Ken memilih sendiri jalan hidup yang hendak Ken ambil."Darmawan menepuk pundak Ken, tentu! Darmawan tidak ingin Ken kembali terperosok begitu jauh karena ulahnya. Dapat dia lihat bahwa Ken begitu menderita selama ini dan semua ini gara-gara Darmawan yang tidak mau mendengarkan apa yang putranya ini inginkan.Ken tidak hanya kehilangan gadis yang dia cintai, tetapi juga anak mereka. Sejenak Darmawan bersyukur jiwa Ken masih bisa diselamat
Tania tersenyum, sekali lagi –entah sudah yang keberapa kali, ia menyeka air matanya dengan jemari. Sosok itu masih menggenggam erat tangannya, dan dia juga tidak berniat menyingkirkan atau melepaskan tangan itu. Ia ingin menikmati momen ini, yang mana mungkin akan menjadi momen terakhir mereka begitu dekat macam ini.“Aku benar-benar minta maaf, Tan. Maaf aku hanya hadir untuk menyakitmu. Aku lakukan ini agar aku tidak lagi menyakitimu.” Desis Ken lirih, mungkin ini kejam, tapi Ken takut dengan tetap bersatunya mereka malah hanya akan menyakiti Tania makin dalam.“It`s okay, Ken. Aku mengerti.” Tania menghirup udara banyak-banyak, sungguh dadanya sangat sesak sekali.“Biar nanti aku yang ketemu papa, biar aku yang bilang semua sama papa. Aku siap dengan segala resikonya, Tan.”“Untuk itu, tunda lah dulu, Ken. Fokus pada kondisimu, setelah semuanya beres, baru kita bicarakan perihal ini kedepan mau bagaimana
Sungguh, setelah kedatangan dua orang tadi, hati Ken menjadi lebih tenang. Pikirannya lebih jernih. Seolah-olah semua beban yang dia pikul selama ini melebur sudah. Dan jangan lupakan obat-obatan yang diresepkan Gilbert untuknya, konseling yang selalu Gilbert lakukan untuk perlahan-lahan menyembuhkan dirinya, semua bekerja sangat baik. Ternyata benar, ikhlas adalah kunci dari semua masalah Ken. Ken hendak memejamkan matanya ketika pintu kamarnya terbuka. Ia mengerutkan kening seraya melirik jam dinding yang tergantung di tembok. Pukul delapan malam, siapa lagi yang hendak mengunjungi dirinya? Sosok itu muncul dari balik pintu, tersenyum dengan wajah yang nampak lelah. Dia lantas melangkah mendekati ranjang Ken, duduk di kursi yang ada di sebelah ranjang Ken dan meletakkan bungkusan yang dia bawa di nakas meja. “Maaf, aku baru bisa mengunjungimu.” Gumamnya lirih. “Nothing, Tan. Aku tahu kamu sibuk, aku tidak mempermasalahkannya.” Tania
“Kalian bicara apa, tadi?” tanya Elsa ketika dia sudah berada di dalam mobil bersama sang suami.Yosua tersenyum, membawa mobil itu bergegas pergi dari halaman klinik milik psikiater itu. Tampak isterinya itu begitu penasaran, membuat Yosua sengaja tidak menjawab apa yang sang isteri tanyakan kepadanya.“Kamu ingin tahu saja atau ingin tahu banget?” goda Yosua yang langsung mendapat gebukan gemas dari sang isteri.“Serius, Bang! Kalian nggak baku hantam lagi, kan?”Hanya itu yang Elsa khawatirkan. Mereka macam kucing dan tikus, setiap bertemu pasti baku hantam. Terlebih dengan kondisi Ken yang seperti itu, dia sangat tidak stabil emosinya, membuat Elsa khawatir laki-laki itu kembali nekat dan perkelahian itu kembali terjadi.“Apakah aku nampak seperti orang yang habis terlibat baku hantam?”Elsa kembali menatap wajah itu, memang tidak nampak, tapi tidak ada salahnya kan kalau Elsa menanyakan ha
"Aku harap kamu cepat pulih, cepat pulang. Pasien kamu pasti udah kangen."Ken mengangkat wajahnya, menatap Elsa yang tersenyum begitu manis di hadapannya. Senyumnya ikut tersungging, ia lantas mengembalikan ponsel itu pada sang pemilik."Boleh tinggalkan nomor ponselmu di kertas? Ponselku hancur kemarin."Elsa mengangguk perlahan. Tentu, sesuai kesepakatan panjang lebar yang sudah mereka bicarakan tadi, tentu kedepannya dia dan Ken perlu banyak berkomunikasi guna membahas perihal Bella."Mana kertas? Akan aku tulis."Ken bangkit melangkah ke nakas yang ada di sebelah ranjangnya. Meraih selembar kertas dan pulpen yang langsung dia serahkan pada Elsa. Tampak Elsa langsung menuliskan dua belas digit nomor ponselnya di kertas itu, lalu menyerahkannya kembali pada Ken."Aku pamit, sudah terlalu lama aku di sini dan aku rasa kamu perlu istirahat, bukan?" Elsa meletakkan plastik yang dia bawa di meja, bangkit dan bersiap melangka
Ken menatap nanar sosok itu, sedetik kemudian ia menghambur memeluknya, mendekap erat tubuh yang selama dua tahun ini begitu dia rindukan.Tubuh ini masih begitu hangat, yang mana artinya ini asli, bukan fatamorgana atau ilusi semata. Ini benar sosok yang begitu Ken rindukan! Ini Elsa-nya.Ken terisak, membuat Elsa menepuk punggung laki-laki itu dan membawanya menuju sofa yang ada di sana. Mendudukkan laki-laki itu dan melepaskan pelukan itu."Sa, aku benar-benar minta maaf atas kejadian kemarin. Kamu nggak apa-apa, kan?" Tanya Ken dengan cucuran air mata.Elsa tersenyum, ia hanya mengangguk pelan dan menatap lurus ke dalam mata itu. Ada setitik perasaan iba dalam hati Elsa, namun ia sudah bertekad bahwa hubungan mereka memang sudah cukup sampai di sini, ada orang lain yang Elsa prioritaskan dan sekarang orang itu bukan Ken!"Sa... Please aku mohon, ceraikan dia! Menikah sama aku, mau kan?" Ken meraih tangan Elsa, meng
"Temui saja dia, kalian perlu bicara baik-baik empat mata."Elsa yang tengah menyeruput minuman collagen sontak terbatuk-batuk, Yosua hanya melirik sekilas, meraih cangkir kopi dan menyesapnya perlahan-lahan."Abang serius? Tapi untuk apa?" Elsa meletakkan gelasnya, fokus pada suaminya yang sudah rapi dengan setelan scrub warna biru muda."Tentu." Yosua balas menatap sang isteri. "Aku tidak memungkiri di antara kalian ada Bella, meskipun sekarang aku tidak berkenan dia bertemu Bella, tapi bagaimana pun suatu saat nanti Bella harus tahu bahwa ayah kandungnya adalah Ken, bukan aku, Sayang."Elsa tersenyum, bangkit dan duduk di sisi Yosua. Ia melingkarkan tangannya di perut Yosua. Kenapa makin lama dia makin cinta? Bukan salah Elsa, bukan kalau kemudian dia begitu mencintai Yosua?"Mau mengantarku?" Tawar Elsa sambil menatap Yosua."Tentu, tapi aku tidak mau bertemu dengannya. Cukup kamu sendiri ke dalam dan bicara denga