“Tolong! Ada orang?” teriak Darren yang segera memegang tubuh Renata yang sudah sangat lemah dan terus memegang perutnya.“Bertahan ya, kita akan segera ke rumah sakit,” ujar Darren menenangkan Renata yang saat ini sudah memejamkan matanya karena sudah tidak bisa lagi menahan rasa sakit yang semakin menjadi-jadi.Sementara itu, pembantu yang mendengar teriakan Darren segera melihat ke arah suara, dan sangat terkejut melihat Renata yang sudah sangat pucat.“Pak Joko! Cepat siapkan mobil!” teriak Bi Inah, pembantu rumah tangga tersebut memerintahkan kepada sopir.Sang sopir segera berlari menyiapkan mobil dan Bi Inah membantu Darren membawa Renata ke mobil dengan hati-hati.“Ke rumah sakit terdekat, Pak. Renata harussegera mendapatkan pertolongan,” ujar Darren kepada Joko.Mobil melesat meninggalkan rumah itu dengan kecepatan tinggi, Darren dan bi Inah memegangi Renata pada jok belakang.“Renata, sabar ya. Kamu tahan ya, kita akan segera tiba di rumah sakit,” bisik Darren di telinga Ren
“Siapa tahu semua lebih mudah dan dilancarkan kalau mendapatkan doa dan restu dari orang tua,” ujar Bi Inah lagi yang melihat Darren tampak ragu. Karena selama ini mereka tidak pernah melihat keluarga dari Darren maupun Renata yang datang ke rumah mereka, dan sedikit cerita yang bi Inah tahu kalau hubungan mereka tidak baik. “Baiklah,” jawab Darren kemudian mencoba menekan beberapa angka nomor dari Martanotersebut. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya panggilan dari Darren mendapatkan jawaban dari Martano. “Ada apa kau meneleponku?” tanya Martano dingin di ujung sambungan telepon tersebut. Martano bersikap sangat tidak senang saat tahu kalau Darren-lah yang meneleponnya. Darren mengumpulkan keberaniannya untuk mengatakan kepada Martano mengenai kondisi Renata saat ini, karena bagaimanapun juga Renata adalah anak kandung dari Martano dan Gia. “Maaf, ada hal yang akan aku kabarkan kepada kalian.” “Kami tidak butuh kabar dari kalian! Tidak perlu melaporkan apapun!” jawab Martano
“Iya, aku suaminya,” jawab Darren dengan cepat.“Selamat, Pak. Anaknya sudah lahir, laki-laki. Mari ikut kami,” ujar perawat tersebut kepada Darren.Darren tampak bernafas lega karena akhirnya Renata sudah melahirkan dengan selamat, dan sesuai dengan hasil USG mereka beberapa kali yang lalu mengatakan kalau anak yang ada di dalam kandungan Renata adalah seorang anak lelaki.“Kau sangat ganteng, hai jagoan,” ujar Darren saat melihat seorang bayi dengan tubuh yang tampak sehat, kulit putih dan sedang menangis. Padahal baru saja dibersihkan oleh suster.“Bapak boleh menggendongnya,” ujar suster kepada Darren.Dengan ragu dibantu oleh suster, Darren menggendong bayi tersebut yang seketika terdiam saat digendong oleh Darren.“Wah dia sudah hafal sama papanya nih, dia langsung diam,” ucap perawat itu dengan tersenyum. Karena dia melihat si bayi tampak sangat nyaman berada dalam gendongan ayahnya, walaupun Darren masih tampak takut-takut.Darren hanya tersenyum, ada rasa bahagia yang
“Secepat itu?” tanya Darren tidak percaya.Bahkan Darren langsung berjalan menuju ke ranjang Renata, dia ingin memastikan apa yang Renata ucapkan itu.“Memangnya kenapa? Bukannya lebih cepat lebih baik?” tanya Renata dengan nada yang ketus dan bahkan berdecak kesal menatap kearah Darren.Darren menghela nafas berat mendengar apa yang ditanyakan oleh Renata tersebut. “Kau masih dalam masa pemulihan. Apalagi kau melahirkan dengan cara operasi. Aku pikir kau butuh waktu untuk memulihkan dirimu.”Renata kembali berdecak. “Ck! Alasan saja, aku tidak butuh alasan seperti itu. bukankah dokter mengatakan luka ini akan segera sembuh? Dan juga ini menggunakan metode terbaru.”“Aku tidak pernah melarang kau untuk pergi, aku juga tidak akan menahan dan memaksa kau untuk tinggal. Namun, aku minta kau perhatikan juga kesehatanmu. Pulihkan tubuhmu setidaknya satu bulan, setelah itu kau boleh pergi,” ujar Darren mencoba untuk menahan Renata, dengan tujuan itu adalah demi kesehatan Renata.Walaupun Da
“Disini ternyata!”“Mama?” tanya Renata dengan keheranan saat melihat kedatangan Gia di rumah sakit tersebut dengan terburu-buru dan tampaknya penuh amarah.“Kenapa? Kau terkejut aku bisa tahu dimana kau dirawat? Itu tidak sulit!” jawab Gia dengan senyum sinis.Darren hanya menghela nafas berat, dia tahu kedatangan Gia pastinya ada maksud tertentu. Dan tidak mungkin Gia datang hanya karena ingin melihat kondisi Renata. Sebab saat Darren menelepon mereka beberapa hari lalu, keduanya sama-sama tidak peduli.“Terima kasih atas kedatangan mama disini, kami tidak menyangka kalau ternyata mama akan datang menjenguk Renata. Ini anak Renata, namanya Noah,” ujar Darrem sambil menunjuk kereta bayi yang berada di tangan hadapan bi Inah, karena mereka sudah bersiap untuk pulang.Gia melengos mendengar apa yang disampaikan oleh Darren, dan dia menatap sinis Noah yang sedang terlelap itu. “Aku tidak peduli dengan anak haram ini! Aku datang kesini juga bukan untuk memberikan selamat atau ucapan baha
Darren bahkan memejamkan matanya menahan amarahnya, bagaimana bisa orang tua yang sangat tidak peduli dengan kesehatan anaknya.“Mama sadar dengan apa yang mama katakan?” tanya Darren pelan.Sedangkan Renata tampak menatap kesal ke arah Gia, bahkan kedua tangannya memegang perutnya yang baru saja kemarin dioperasi.Lagi-lagi Gia tergelak mendengar pertanyaan dari Darren, dari tawanya sangat jelas terdengar kalau dia mengejek Darren. “Ya, pasti sadarlah! Perjanjiannya sudah selesai, kalian menikah hanya sampai anak yang ada di dalam perut Renata lahir. Dan ini adalah waktunya!”“Mama!” teriak Renata kesal sambil memegang perutnya. Sepertinya Renata sendiri tidak bisa menahan amarahnya dengan apa yang dilakukan oleh Gia.Bahkan Darren dan Gia terdiam dan melihat ke arah Renata dengan waktu yang bersamaan, mereka keheranan dengan Renata yang berteriak.“Mama mau jemput Renata?” tanya Renata memastikan.Darren tampak ingin membuka mulutnya, namun Renata mendelik sehingga mengurungkan niat
“Tidak ada yang bisa membawa Renata keluar dari sini kecuali aku!” teriak Darren yang kemudian berdiri di depan Renata untuk menghalangi Gia yang akan membawa Renata pergi.Gia tampak sangat kesal kepada Darren, bahkan dia mengangkat tangannya dan akan melayangkan tamparannya kepada sang menantu.Namun, dengan cepat Darren menangkap pergelangan tangannya. “Jangan sentuh aku ataupun Renata! Sedikit saja mama menyentuh kami, maka jangan salahkan aku kalau berbuat lebih kasar!”Gia meringis saat Darren melepaskan tangannya, dia bahkan meniup tangannya yang terasa perih akibat genggaman Darren yang cukup kuat. “Dasar kurang ajar! Aku tidak akan pernah memaafkanmu!”“Renata! Cepat menuju mobil! Atau kau mau diseret secara paksa oleh pengawal?” tanya Gia menatap Renata dengan tatapan yang tajam.Renata benar-benar merasa sedih, kali ini dia akan diperlakukan dengan cara yang menjijikkan oleh mama kandungnya sendiri. “Tidak! Renata tidak akan pernah kembali ke rumah itu! Kalian tidak pernah
“Baik, Bu!” jawab kedua orang itu dan bersiap akan menghajar Darren yang menghalangi jalan mereka. Bahkan keduanya menganggap remeh, karena tubuh Darren jauh lebih kecil daripada mereka.“Jangan salahkan kami, kau yang mencari mati!”“Sepertinya dia memang sudah bosan hidup!”Kedua orang pengawal Gia itu segera mengayunkan tangannya untuk menonjok wajah Darren, dan siap sangka kalau Darren mahir dalam ilmu beladiri. Bahkan dengan mudahnya Darren menghindari kedua orang itu dan membalas balik.Bught! Bught!Darren segera menghajar kedua orang itu dengan tanpa ampun. Dan beruntungnya tidak ada yang tahu apa yang terjadi di dalam ruangan tersebut, dan hanya dalam hitungan menit kedua pengawal yang kekar itu babak belur.“Kalian tidak berguna!” teriak Gia marah dan kesal saat melihat kedua bodyguardnya kalah melawan Darren yang memiliki tubuh jauh lebih kecil dari mereka.Gia segera meninggalkan ruangan itu dengan kesal. “Awas saja kau Darren, kau akan segera mati!”Darren tidak peduli de
Seorang dari mobil putih tersebut melepaskan tembakannya ke arah mobil Darren. Braaaak! Jedaaaar! Setelah suara tembakan yang bergema di tengah malam itu, sebuah ledakan yang kali ini terdengar. Darren tidak bisa mengelak, karena memang dia pergi tanpa pengawal. Dan juga sepertinya pelakunya adalah penembak jitu, peluru yang dilepaskan tidak meleset. "Papa, mama…," hanya suara memanggil kedua orang tuanya yang keluar dari mulut Darren sebelum semuanya menggelap. Ternyata, peluru tepat mengenai kepala Darren, sehingga mobil dengan kecepatan tinggi tersebut kehilangan kendali dan akhirnya menabrak pembatas jalan dengan keras dan mobil b guling-guling beberapa puluh meter yang akhirnya meledak. "Tolong ada kecelakaan!" teriak orang-orang yang melihat kejadian sehingga dalam beberapa menit saja tempat kejadian dikerumuni dengan orang-orang yang berusaha menolong Darren memadamkan api dan mengeluarkan Darren dari dalam mobilnya. Sementara itu, mobil putih pelaku penembakan terhadap D
"Jadi, mama kamu melihat?" tanya Darren penasaran.Renata menggelengkan kepalanya. "Beruntungnya aku melihat kedatangan mama dan rombongan lebih dulu. Jadi, aku meminta kepada semua karyawan untuk mengatakan kalau pemiliknya gak ada jika ada yang bertanya."Darren mengelus lembut rambut sebahu Renata, dia sangat merasa takut kalau suatu saat Gia datang lagi ke butik dan bertemu dengan Renata secara langsung.“Kamu jangan terlalu sering muncul, karena suatu saat tetap akan terjadi lagi seperti ini. Aku bukannya melarang kamu bertemu dengan mamamu, tapi ini belum waktunya,” ujar Darren kepada Renata.Lambat laun, Renata dan Gia pasti akan bertemu. Sebab, usaha yang Renata geluti saat ini sasarannya adalah orang-orang kaya dengan gaya hidup mewah. Dan sudah pasti Gia termasuk di dalam sana. Dan seperti yang diketahui kalau kelompok Gia tersebut sangat senang kalau memakai pakaian buatan luar negeri.“Kalau Gina sudah kembali, pastinya aku akan lebih banyak di dalam ruanganku kok. Ini kar
"Astaga, Bu. Membuat aku terkejut saja," ujar Darren sembari memegang dadanya karena kaget."Jangan banyak alasan! Semalam kamu nginap tempat Renata? Kenapa telepon dan pesan dari ibu tidak mau gubris?" tanya Amina lagi dengan tegas.Darren tidak menjawab, dia hanya tersenyum dan memegang pundak Amina dengan lembut."Aku menginap di hotel, Bu. Rasanya malas banget nyetir karena sudah malam, akhirnya aku memilih untuk menginap di hotel saja," jawab Darren kepada Amina.Darren sengaja tidak mengakui kepada Amina dimana dia menginap. Karena sudah pasti akan memancing keributan, dan Amina akan menasehatinya sepanjang hari."Jangan berbohong!" bentak Amina. Sebab Amina begitu mengenal Darren, dan Amina juga sudah menganggap Darren adalah anak kandungnya. Dia tidak mau kalau Darren jatuh ke dalam kesalahan."Serius, Bu," jawab Darren mencoba membela diri.Sementara itu, Alisa yang mendekat ke arah Amina dan Darren tampak memberikan Darren kode dengan mengedipkan matanya dan memegang leher.
Mungkin kerinduan mereka yang memuncak, atau karena terbawa suasana malam yang dingin, keduanya saat ini sudah saling berhadapan, dan tidak tahu siapa yang memulai, keduanya saat itu sudah bercumbu dengan lembut dan berbagi oksigen."Terima kasih," ucap Darren sambil terus merapatkan tubuhnya kepada tubuh Renata. Dan tangan keduanya saat ini sudah saling meraba satu sama lain.Malam yang semakin dingin, keduanya masih berpagutan dan melupakan makanan hangat yang sudah dimasak oleh Renata. Karena saat ini keduanya masih saling menghangatkan.Renata menggigit bibirnya karena menahan suara panas yang akan terlepas dari bibirnya, karena tidak mampu menahan sentuhan tiap sentuhan yang lembut dari Darren."Lepaskan saja, sayang. Hanya aku yang mendengarnya," bisik Darren sembari berusaha melepaskan pengait yang berada di punggung Renata. Sedangkan baju yang menutupi tubuh Renata sudah terlepas sejak tadi.Akhirnya Renata benar-benar mengeluarkan suara desahannya kala Darren mulai mencapai t
"Apaan sih?" tanya Renata sambil mendelik ke arah Darren. Sebab dia tahu kalau Darren sedang menggodanya."Aku serius. Aku datang kesini untuk melihat kamu bukan untuk belanja di butik," jawab Darren santai dan mengedipkan matanya.Renata melengos, Darren benar-benar berhasil membuatnya salah tingkah. Sebab, walaupun dia terlihat kesal kepada Darren. Tapi, di dalam hatinya merasa begitu senang saat tahu kalau Darren masih peduli dan datang menemuinya."Aku sibuk. Banyak pelanggan, Darren," jawab Renata kemudian."Aku akan menunggu sampai butik kamu tutup," jawab Darren santai."Dimana?" tanya Renata kemudian."Dimana saja boleh, yang penting kamu izinkan," jawab Darren.Renata menghela nafas berat, Darren mulai kumat keras kepalanya. Dan seperti biasanya, tidak akan ada orang yang bisa menyuruhnya pergi."Kamu tunggu di atas aja ya, soalnya saat ini Gina gak ada. Jadi, aku akan membantu melayani pelanggan. Karena banyak barang baru masuk, jadi pelanggan pada rebutan mau koleksi terbar
“Gapapa,” jawab Alisa tergelak.“Hei, kamu pasti tahu sesuatu. Memangnya ada apa kalau aku mau ke rumah Renata mala mini. Kan kebetulan sekarang aku sudah pulang kerja, dan besok kan hari libur. Gak salah kan kalau aku ke rumahnya?” tanya Darren membela diri.Darren tidak mau terlihat kalau dia sangat antusias untuk bertemu Renata, namun Darren juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia sangat senang saat mengetahui kalau Renata cemburu kepadanya.“Iya, kan sekalian malam mingguan. Padahal tadinya aku mau ikut, tapi saat ingat ini adalah malam minggu sepertinya aku harus mengurungkan diri kesana, apalagi dalam suasana yang syahdu. Gina juga saat ini sedang tidak ada di rumah,” kekeh Alisa yang kemudian segera berlari meninggalkan Darren dan menemui Noah yang tampak sedang asyik bermain dengan Amina dan pengasuhnya.“Sekarang main sama Aunty, ya,” ujar Alisa kepada Noah. Karena Alisa melihat kalau Amina dan pengasuhnya sudah sangat kewalahan mengajak Noah bermain bola dan ber
Alisa tersentak mendengar apa yang dikatakan oleh Darren. Sebab, dia baru sadar kalau dia juga tidak lebih baik dari Renata."Iya, aku salah. Tapi, rasanya aku tidak rela saja kalau sampai orang sebaik kamu mendapatkan istri seperti Renata," jawab Alisa menunduk."Renata sangat baik, bahkan dia lebih baik dariku. Bisa jadi awalnya dia tidak baik, tapi sekarang dia sudah berubah," ujar Darren menjelaskan kepada Alisa.Alisa menganggukkan kepalanya. "Semoga kalian kuat, karena aku yakin akan banyak sekali halangan dan rintangannya kalau kalian memilih untuk kembali bersama."Darren tergelak mendengar apa yang disampaikan oleh sang adik. Sebab, saat mengatakan demikian Alisa terlihat sangat dewasa. "Kenapa tertawa?" tanya Alisa merengut."Kamu yang membuat aku merasa lucu. Kamu seperti seorang yang sangat dewasa dan berpengalaman dalam hidup. Kalau gak lihat orangnya, maka gak bakal tahu kalau yang baru saja berbicara adalah anak umur dua puluh tahun," kekeh Darren."Ejek aja terus!" ke
“Astaga, ibuku ini masih belum percaya. Semuanya hanya untuk berjaga-jaga, Bu,” jawab Darren tersenyum dan kali ini tangannya memegang tangan Amina yang sudah mulai keriput. Namun, sangat terawatt.“Kamu itu adalah orang yang paling tidak bisa berbohong kepada ibu, sejak kecil kamu tidak pernah berbohong. Saat kamu mulai mau berbohong, telinga memerah dan matamu tidak pernah bisa menatapku,” jawab Amina.Dari jawaban yang Amina berikan itu membuat Alisa tampak sangat bersemangat memeriksa telinga Darren, sehingga membuat Darren tergelak dan Amina hanya bisa menahan tawanya. Saat ini Amina memiliki dua orang anak yang sama kocaknya.“Bu, lihatlah telinganya memerah. Ini artinya dia memang sedang berbohong!” teriak Alisa kepala Amina.&l
“Iya, Pak. Komandan kami yang membawa mereka kesini dan mengantarkan ke rumah pak Darren sekalian mereka di daftarkan disini sebagai penghuni perumahan sini,” jawab pak Danny serius.Bahkan pak Danny merasa keheranan ketika melihat ekspresi wajah Darren yang tampak terkejut saat mengetahui pengawalnya sudah terdata disana.“Pastinya kami percaya kalau komandan kami yang bawa. Jadi, mereka sudah aman pak. Keluar masuk kompleks sini sudah terdaftar,” lanjut Danny tersenyum.“Okelah kalau begitu, tadinya aku tidak tahu kalau langsung didaftarkan disini,” jawab Darren pelan.“Semuanya, terima kasih ya. Saya lanjut pulang,” ujar Darren kemudian berpamitan kepada para penjaga keamanan tersebut.