“Apa hanya aku saja yang merasa kau tampak lebih segar semakin hari, Rhe?”Rhea menoleh ke arah pemilik suara yaitu Diana.“Ya, aku juga memperhatikannya akhir-akhir ini. Kulitmu menjadi lebih cerah dan halus. Kau melakukan perawatan kulit di mana?”“Aku juga mau ke sana. Katakan, Rhe.”Setelah dipikir-pikir lagi, Rhea belum memanjakan diri semenjak dia menikah. Dia tanpa sadar bergumam, “Aku belum ke sana.”“Serius? Kau pasti bercanda!” keluh salah satunya.“Karena kau membawa topik itu, bagaimana jika sepulang kerja kita pergi bersama?”Andini yang merasa topik untuk tokoh utamanya telah berganti, membuka suara, “Aku punya—”“Ide bagus! Mari pergi bersama!” seru Ayu. “Naomi, kau ikut juga?”Naomi menggeleng. “Aku memmiliki janji dengan pacarku.”“Sangat disayangkan ….”“Aku akan ikut bergabung di lain waktu,” balas Naomi membuat Ayu tidak sedih lagi.Kesal karena dipotong, Andini meninggikan suaranya, “Hei!”Dan semua mata tertuju padanya hingga dia sadar dia pun segera mengubah eksp
Atmosfer canggung itu membuat Rhea tiba-tiba tertawa hingga menarik kesadaran mereka semua. “Hei, aku bercanda! Ayolah, mungkin saja Enzo tidak seperti itu.”“Y-Ya.” Andini mengangguk kaku sambil tersenyum mengajak yang lain supaya setuju. “Suamiku tidak mungkin melakukan itu. Dia jatuh terlalu dalam kepadaku.”“Apa kau tidak mendengarku?” Wajah tenang Rhea yang berganti tiba-tiba menarik perhatian Andini sekali lagi. “Aku bilang mungkin.”Senyuman Andini kembali menghilang dan kini menatap tajam Rhea. Dengan hawa dingin yang canggung di ruangan itu membuat para pengiring sekaligus rekan-rekan kerja mereka tidak berani untuk mengganggu.Dia tahu, jika semakin lama ini berlalu, ia akan semakin malu. Membersihkan tenggorokkan, Andini mengalihkan topik mereka dengan ceria khasnya. “L-Lalu, kapan kamu akan menyusul? Kita ini sudah tidak muda lagi. Sedikit turunkan standarmu, Rhe. Jika tidak, kamu akan te—”“Aku sudah menikah.”“Oh begitu.” Andini mengangguk ringan. Detik selanjutnya setela
Apa yang dikatakan Rhea tidaklah salah. Sepanjang pesta yang meriah itu berlangsung, baik Enzo maupun Andini tidak menikmati hari bahagia mereka hingga pesta tersebut selesai. Yang satu gelisah sepanjang malam sedangkan satunya tersenyum kaku membuat wajahnya terlihat jelek. Mereka berdua bingung, cemas, dan terkejut.“Maven? Ya, benar. Dia memang baru menikah. Jika aku masih ingat benar, itu terjadi awal bulan lalu.”Di dalam unit yang sunyi dan temaram, Enzo menarik dasinya dengan kasar namun suaranya terdengar ramah pada ponsel di telinganya. “Sungguh? Saya baru tahu tentang ini. Pantas saja di pernikahan saya, beliau datang bersama istrinya. Saya pikir beliau masih lajang.”“Pernikahan mereka memang diadakan tertutup. Hanya beberapa orang saja yang diundang, para direktur induk dan komisaris, beberapa pendiri asosiasi dalam dan luar negeri, juga relasi yang memiliki pengaruh besar di pusat bisnis. Banyak dari kalian yang tidak diundang. Anak cabang lainnya juga, selain direktur uta
Pagi itu, tidak ada perasaan mengantuk ketika Rhea yang tengah duduk di kloset menatap bercak darah di celananya. Oh tidak. Ini bukanlah hal yang dia inginkan.“Crap,” dia berbisik sebelum mengambil pembalut.Karena ini hari pertama haidnya, suasana hati Rhea menjadi buruk. Dia membiarkan Ibnu mengantarnya ke Putik dan dia beristirahat memejamkan mata di kursi belakang.Sesampainya di Putik, dia melihat gerombolan rekan-rekannya. Jika sudah begitu, Rhea sangat tahu mereka pasti sedang bergosip. Di saat dia akan melewati mereka, dia bisa mendengar obrolan samar-samar mereka yang membahas pernikahan Andini. Dia hendak berbelok namun suara seseorang membuatnya berhenti melangkah.“Oh Rhea sudah datang!”Rhea memejamkan mata, mendesah pelan, dan membatin. Oh please. Jangan hari ini ….Andini mendekatinya dan memeluk tangan Rhea dengan semangat. “Ayo tanya apa yang kami bahas di sana.”“Tidak perlu.”“Kami membicarakan tentang pernikahanku. Dan sekarang, ayo bahas tentang suamimu!” Andini t
Bantuan? Bayaran? Atau apa?Di luar gedung kantor, Enzo mengeluarkan salah satu rokok dari bungkusnya kemudian menyalakannya dengan pemantik.Dahinya berkerut dalam mencoba untuk mencari tahu apakah ada maksud tersembunyi dari Maven yang mengakuisisi Raya Finance. Apa karena dia kasian dengan istrinya? Takut perusahaan itu diambil alih oleh paman Rhea?Tapi bagaimana jika bukan itu?Menatap pohon rindang di depannya, ia mengembuskan asap sekali.“Bagaimana jika bukan?” Enzo tanpa sadar menggumamkan isi pikirannya.Ia kemudian merogoh saku celana dan menghubungi Andini. Dan tak butuh waktu lama, wanita itu segera mengangkat panggilannya.“Ya, Sayang? Kamu melupakan sesuatu?”“No. Aku hanya ingin menanyakan kabarmu. Kamu baik-baik saja kan di tempat kerjamu?”“Tentu saja!” Andini di seberang telepon tersenyum lebar. Suaminya sangat perhatian dengannya padahal mereka baru berpisah sebentar. “Bagaimana denganmu?”Menjentikkan abu rokok, Enzo menjawab singkat, “Ya. Lalu bagaimana dengan hub
Beberapa menit sebelumnya ....Setelah mendengar jawaban Albar, Maven semakin memikirkan pertanyaan Rhea. Kemudian bergulir ke waktu yang lebih lama lagi, di malam ketika mereka makan malam bersama di rumah Tony. Dan sekarang, Maven memahaminya.Maven memejamkan matanya dan menghela napas dingin. Dia memijit pelipisnya lalu bergumam rendah, “Dia benar-benar mencari masalah.”Albar melirik ke belakang karena tidak bisa mendengar dengan jelas perkataan bosnya. “Sir?”Maven membuka matanya menampilkan tatapan dingin dan gelap. “Ke rumah kakek.”“... Bagaimana dengan pertemuan selanjutnya?”“Atur ulang jadwal hari ini. Jika dia menolak, lupakan saja kerja samanya.”Tidak menunggu waktu lama, Albar segera mengangguk. Dia segera berbelok menuju ke arah sebaliknya lalu menghubungi sekretaris Pak Lukman untuk membatalkan pertemuan mereka sebentar lagi. Begitu dia tiba. Benar saja apa yang firasatnya perkirakan. Henry sungguh berani mendekati istrinya.Kembali ke masa sekarang, raut wajah Hen
Keluar dari kamar, Rhea menahan Maven membuat pria itu menatapnya.“Kamu yakin suaraku tidak terlalu nyaring tadi? Pasti banyak yang mendengarnya saat melewati kamar.”“Percaya padaku. Tidak ada yang mendengarnya.”“Lalu kenapa kakek berkata seperti tadi?”“Apalagi yang akan kamu pikirkan ketika sepasang suami-istri mengurung diri mereka di dalam kamar cukup lama?”“Uhm ... itu ....” Anggap saja apa yang Maven katakan benar, tetap saja dia malu. “Bagaimana kalau kakek menggodaku di depan para pelayan?”Maven tersenyum tipis ketika mendengar suara kecil istrinya. Dia mengamit tangan Rhea lalu berkata, “Tenang saja. Apa yang kita lakukan itu hal yang normal dalam pernikahan. Kita ini suami istri. Mereka tidak mungkin membicarakan kita yang aneh-aneh di belakang.”Rhea mendengus pelan. “Kamu seorang pria, tidak tahu bagaimana para wanita bergosip kalau sudah berkumpul.”Maven mengeluarkan kekehan hangat. Dia menggenggam jemari halus dan rapuh Rhea lalu mengajaknya berjalan. “Kamu terlalu
Tibalah hari pameran tersebut. Rhea berjalan lambat sambil memeriksa lukisan demi lukisan dari pelukis X.III. Rhea tidak tahu apakah itu inisial namanya atau tanggal lahirnya, tapi yang jelas orang ini merupakan pelukis yang sangat mengagumkan.Melihat satu lukisan tampak miring, Rhea segera mendekat dan mengembalikan posisinya dengan sempurna. Dia menghela napas, untung saja dia masih menggunakan sarung tangan.Dia kemudian mundur dan memperhatikan posisi lukisan tersebut sekali lagi hingga suara di belakangnya mengganggunya.“Mrs. Williams?”Secara naluriah Rhea membalikkan tubuhnya. “Yes?”Setelah melihat Maven yang berdiri di sana, Rhea tersenyum.***“Ini kedua kalinya beliau ingin memajang karyanya di sini. Pertama itu dua tahun yang lalu. Dan cukup mendapatkan apresiasi yang tinggi.” Rhea menjelaskan sang pelukis sambil mereka melihat-lihat lukisannya. “Tidak ada yang tahu siapa dia, karena dia benar-benar menyembunyikan jati dirinya. Omong-omong, bukankah karya-karyanya ini sa