Belina tengah menunggu kedatangan Kalea saat ini. Sudah sekitar 10 menit namun kakak iparnya itu belum juga datang. Padahal Belina sengaja untuk mengajaknya bertemu lebih awal agar orang yang mengajaknya bertemu tidak datang lebih dulu dari dirinya. Orang yang akan bertemu dengan Belina adalah orang yang mengirim surat untuknya beberapa hari lalu. Karena tidak tau siapa, jadi Belina ingin Kalea menemaninya. Tepat di tempat ini dia berdiri sendiri sambil menunggu orang tersebut."Ekhem!"Suara di belakangnya membuat Belina segera membalikan tubuh. Terlihat seorang pria dengan tubuh kekar berdiri di hadapannya. Terlihat seperti preman dengan tato di bagian leher dan juga sebuah rantai di celananya yang menggantung."Kamu Belina?""Kamu siapa?" tanya Belina balik sambil melangkah mundur perlahan. "Jangan bilang kamu yang ngajak ketemuan di sini? Aku gak kenal sama kamu!"Pria itu menyeringai kecil. "Bukan, saya di sini atas suruhan orang yang mau ketemu sama kamu. Ayo ikut saya ke mobil
"Kalea!" Wanita itu memutar tubuhnya dan melihat sang suami yang datang menghampirinya. Elkan langsung datang ke lokasi yang dikirimkan oleh Kalea, yaitu di taman yang jaraknya tak terlalu jauh dari kantornya."Beb, kamu gak apa-apa? Anak kita gimana?" tanya Elkan yang terlihat panik. Dia tidak bisa memikirkan apa yang terjadi apa istri dan calon buah hatinya ketika Kalea meminta dirinya untuk cepat datang ke sini."Ini tentang Belina, El.""Belina? Oh iya, kamu bilang mau ketemu sama Ibel. Mana dia?"Kalea menggigit bibirnya sedikit gugup. "Aku gak tau. Tadi waktu aku datang ke sini dia udah gak ada. Aku telepon ponselnya gak aktif jadi aku takut kalau Belina diculik.""Kenapa bisa?" Elkan sempat meninggikan suaranya karena terkejut. Namun ia langsung mengatur nafasnya agar tenang saat melihat Kalea yang tersentak. "Maaf, aku kaget. Emangnya kalian gak datang ke sini berdua?""A-aku... Aku sama Belina janjian di tempat ini. Aku tau ini salah aku, El. Harusnya aku langsung datang ke
Ini sudah malam hari namun Belina belum juga ada kabar. Kini Elkan dan Kalea sedang berada di rumah orang tuanya Elkan. Mereka juga ada yang bertanya-tanya dimana keberadaan Belina sekarang. Dia belum kembali ke rumah dan tetap tidak bisa dihubungi. Sedangkan Kalea sejak tadi terus terlihat gelisah. Dia masih merasa bersalah karena tidak menepati janjinya. Mungkin jika Kalea datang tepat waktu sekarang dia bisa tau apa yang terjadi dengan Belina."Semuanya tenang dulu, kita harus tetap berpikir positif. Sambil kita cari tau dimana Belina sekarang. Intinya jangan ada yang panik," ucap Ayah Elkan menenangkan istri, anak dan menantunya."Kalea, apa kamu gak tau sama siapa Belina ketemu? Mungkin dia cerita sesuatu?"Wanita itu menunduk sambil memainkan tangannya gugup. "Aku gak tau, Mah. Belina cuma bilang kalau dia dapet surat dari orang yang gak dikenal. Terus orang itu minta ketemuan di taman, karena Belina gak mau pergi sendiri jadi dia mau aku temenin. Aku tau ini salah aku karena a
Pagi harinya Elkan pulang untuk menemui Kalea. Wajahnya terlihat kusut karena tak tidur semalaman. Dia pergi menemui satu persatu rumah Belina yang ia tahu. Malam-malam mendatangi rumah mereka hanya untuk memastikan dimana keberadaan sang adik. Pria itu turun dari mobil dan mengetuk pintu rumah mertuanya. Tak selang beberapa lama pintu dibuka oleh Kalea yang terlihat begitu khawatir. Melihat sang suami yang datang dengan wajah lelah membuat wanita itu memeluknya. "Kamu kemana aja, sih? Semalem aku nungguin kabar dari kamu. Kamu gak bisa dihubungin, Jonan sama Deon juga. Kamu bikin aku khawatir," kata Kalea dengan lirih diakhir. "Maaf sayang." Elkan menangkup wajah Kalea dan mengecup bibirnya lembut. "Ponselku baterainya habis.""Terus gimana sama Belina?"Elkan menunduk dan menggeleng pelan. "Belum ada kabar. Siang ini rencananya aku mau lapor polisi."Kalea menutup wajahnya dengan kedua tangan. Masih merasa menyesal karena seharusnya dia bisa datang lebih awal saat itu. Belina tid
Untuk malam ini Belina disarankan untuk menginap di rumah sakit. Tidak ada yang berani benar-benar masuk ke dalam saat Belina sadar. Dia akan menangis jika tau ada yang masuk ke dalam kamarnya.Sementara itu yang berjaga malam ini ada Elkan, Jonan dan Deon. Yang lainnya harus pulang untuk istirahat, dan itu Elkan yang minta. Karena percuma juga semua orang di sini sedangkan Belina sendiri tidak bisa dijenguk. Setidaknya hanya butuh orang untuk menjaga.Meski Elkan terluka sekalipun dia tidak akan meninggalkan adiknya sendiri. "Lo kenapa khawatir banget sama adek gue?" tanya Elkan menatap lantai rumah sakit dengan pandangan kosong. Kini hanya ada Elkan dan Jonan karena Deon pergi ke kantin untuk membeli minum. Elkan selalu bertanya-tanya kenapa Jonan begitu mengkhawatirkan Belina lebih. Bahkan temannya itu sempat menangis saat Elkan membawa adiknya itu masuk ke dalam mobil.Jonan menyandarkan kepalanya di dinding dan menatap Elkan yang masih memandang lurus ke depan. "Karena gue udah
Hari ini adalah pemeriksaan Belina untuk kedua kalinya. Belum ada perubahan, dan dia terus melamun dan menyendiri. Untuk masalah makan, dia hanya makan sedikit itupun dengan susah payah dibujuk. Dan tau siapa yang berhasil membujuknya? Psikolog itu sendiri.Kalea turun dari tangga menuju ke ruang bawah menyusul Elkan yang menunggunya di mobil. Hari ini Elkan mau kembali bekerja seperti biasanya, dan Kalea akan pergi bertemu dengan Adel. Karena masalah yang menimpa Belina, mereka berdua memang sepakat untuk tinggal di rumah orang tuanya Elkan sampai Belina menjadi lebih baik."Kalea," panggil Domini yang baru saja keluar dari kamar Belina. Ya, pria tua itu datang pagi-pagi untuk melihat keadaan cucunya. Dia menghampiri Kalea yang menuju ke luar rumah. "Bisa bicara sebentar?""Oh, boleh."Kalea tersenyum canggung saat mereka kini berdiri berhadapan. Setelah mengetahui bahwa Kakek ini adalah Kakeknya Elkan, Kalea jadi sedikit sungkan. Sementara Domini terlihat biasa saja."Ada apa, Kek?
Sudah sekitar beberapa hari ini keadaan Belina semakin membaik. Dia tidak lagi berteriak saat melihat pria, namun untuk soal komunikasi memang masih sedikit sulit. Hari ini lagi-lagi Kalea mengantarkan makanan untuknya. Kali ini kesukaan Belina, yaitu sup Ayam.Ketika pintu kamar terbuka Kalea bisa melihat Belina yang sedang menyiapkan obat yang akan diminumnya. Namun bukan satu atau dua, tapi sekitar lima. Itu gila. Dengan cepat Kalea menghampirinya dan meletakan nampan di atas meja."Kamu ngapain?!" Kalea menepis tangan Belina hingga obat-obat itu berserakan. "Kamu mau overdosis?"Belina menatap obat miliknya yang jatuh. "Kenapa dibuang?" tanya Belina sambil mengepalkan tangannya."Kamu overdosis kalau minum obat sebanyak itu sekaligus. Obat apa itu?""Supaya aku gak hamil. Aku gak mau hamil."Kalea tertegun beberapa saat. Ternyata Belina beberapa hari ini mengkonsumsi obat anti hamil agar tidak ada janin yang tumbuh di rahimnya setelah kejadian itu. Namun jika meminum sebanyak itu
"Udah siap? Kita berangkat sekarang, yuk." Pagi ini Kalea dan Belina bersiap untuk jalan-jalan pagi ke luar. Bukan hanya mereka berdua, tapi ada Adel dan Oliv juga. Mereka mendukung Belina agar bisa berani ke luar rumah. Karena mereka juga tau kalau Belina tidak memiliki teman dekat di sekolahnya."Tapi, aku takut, Kak. Aku takut ketemu sama cowok," kata Belina memainkan jarinya."Gak semua laki-laki itu sama. Lagian ada aku, ada Adel, sama Oliv. Kita jagain kamu. Tapi kalau kamu gak mau gak apa-apa, deh. Padahal sebenernya aku lagi ngidam pengen makan bubur di taman sama kamu juga.""Kak..""Gak apa-apa kalau kamu mau ponakan ileran. Aku pergi sama temen-temen aku aja." Kalea mengusap perutnya dengan wajah memelas. Melihat itu Belina jadi tidak enak. Bagaimanapun juga ngidamnya ibu hamil kan harus dituruti. Diam-diam Kalea tersenyum senang saat adik iparnya itu mulai berpikir ulang. "Ya udah, kita berangkat sekarang."Adel membuka pintu kamar Belina lebar. "Ayo pergi sekarang."Kee