Erick perlahan bangun dari tempat tidurnya. Memutar pinggang dan lengannya yang terasa pegal-pegal.Ditatapnya pemandangan di luar jendela kamarnya, di bawah sana. Perkebunan anggur yang cukup luas yang daun-daunnya mulai memerah. Spanyol telah memasuki musim gugur awal bulan lalu.Angin dingin mulai bertiup tapi masih terasa sejuk bukan dingin yang menusuk tulang. Erick meraih rokok dan Zipponya, menyalakan sebatang dan duduk di depan jendela."Erick!" Suara Nino, sepupunya terdengar dari balik pintu kamarnya yang tertutup."Masuklah!" Erick berteriak memintanya untuk masuk karena pintu kamarnya tidak terkunci."Astaga, aku kira kau masih tidur bang. Rupanya sedang menikmati rokok." Nino tertawa dan duduk di kursi tidak jauh dari tempat tidur di mana Erick tengah duduk sambil merokok.Erick hanya tersenyum menatap sepupunya itu. Selintas mereka hampir mirip. Nino lebih mirip dirinya bahkan dibandingkan dua adiknya, Hans dan Brian. Keduanya masih memiliki ciri khas pria dari suku-suk
@Nana[Abang]Pesan dari Nana menjadi yang pertama dibaca Erick saat dia memiliki kesempatan untuk membuka smartphone-nya. Cukup sibuk seharian ini, dia tidak sempat untuk bermain dengan gadgetnya dan membiarkan pesan dan panggilan masuk tidak terjawab.@Erick[Iya ikan][Maaf ya baru balas][Sibuk banget hari ini]Erick tidak berharap Nana segera membalas pesannya. Mungkin saja wanita cantik itu sudah terlelap atau justru tengah sibuk di tokonya.@Nana[Ada kolegaku yang tertarik dengan timnya Brian][Tetapi dia ingin bertemu langsung dengan owner dan juga Brian]Rupanya Nana masih terbangun, meski mungkin di sana sudah larut malam. Dia segera membalas pesannya.@Erick[Abang kasih kontak mereka saja bagaimana?][Biar mereka berkomunikasi dan bernegosiasi sendiri][Mungkin Abang dampingi Brian saja nanti]Erick mengambil rokoknya yang tergeletak di meja dan menyulutnya. Duduk sembari merokok dan menunggu balasan pesan dari ikan, membuatnya merasa sedikit santai dan tenang.@Nana[Oke
"Omil!" Nana berteriak girang saat memasuki halaman villanya.Kucing-kucingnya yang tengah bermain di taman berlarian menyambutnya. Mereka sudah diantarkan pihak veterinarian tempat mereka dititipkan selama ini kemarin sore.Kanjeng Mami yang masih duduk di ruang makan hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah putri tunggalnya itu."Na, nggak kangen Kanjeng mamikah?" Adelia, kakak iparnya berteriak sembari tersenyum kecil saat melihat adik iparnya itu kerepotan dikerubuti kucing-kucingnya."Nggak!" Sahut Nana dengan santai, tapi senyumnya lebar dan melirik sang ibunda yang hanya tersenyum tipis."Mami! Mbak Adel!" Begitu bisa melepaskan diri dari hewan-hewan berbulu itu, Nana berlari dan memeluk kakak iparnya bergantian dengan Kanjeng Mami.Travel bag dan semua barang bawaannya ditinggalkannya begitu saja di halaman berumput. Mbak Siti bergegas membawa barang-barang itu ke kamar Nana, sedangkan kucing-kucingnya kembali mengikuti Nana."Ih, lihat tuh anak-anakmu cemburu." Adelia te
@Erick[Ikan oh ikan]Pesan dari Erick membangunkan Nana yang baru saja terlelap. Meski masih setengah terpejam, dibalasnya pesan dari si kucing garong.@Nana[Iya mpuss]@Erick[Ikan lagi ngapain?]@Nana[Baru saja bobok][Mpuss lagi ngapain?]@Erick[Abang ganggu dong?][Ini baru nyampai]Sebuah foto dikirimkan si kucing garong, berpose bersama Brian sang adik. Nana tersenyum melihat foto yang memperlihatkan kedekatan si kucing garong dengan adik bungsunya itu.@Nana[Nggak kok mpuss][Ini juga mau bangun terus mandi][Mau ngajak jalan-jalan Kanjeng Mami dan Mbak Adel ke Canggu][Weh kalian rukun banget ya kakak adek]@Erick[Iya ajak jalan-jalanlah mumpung berkumpul][Kemarin nggak sempat ngajak Kanjeng Mami jalan-jalan kan?][Oh iya dong, kami selalu rukun]Nana berguling dan menelungkup di atas bantal gulingnya. Kembali sibuk dengan smartphone-nya dan berbalas pesan dengan si kucing garong. Kali ini dia mengirimkan foto Omil dan kucing-kucingnya yang lain.Erick tergelak saat mel
Tania tercenung menatap mobil-mobil yang terparkir di pelataran villa milik Nana. Perlahan diperlambatnya laju mobilnya."Sepertinya dia sudah kembali. Villanya ramai." Gumamnya dalam hati.Lampu-lampu villa yang biasanya hanya bagian luar saja yang menyala, kini hampir semua terang menyala. Bahkan pintu gerbangnyapun tampak terbuka lebar.Tania kembali mempercepat laju kendaraannya saat melihat Nana keluar dari pintu gerbang. Sekilas dapat dilihatnya wanita itu berbicara dengan tetangga sebelah yang menyapanya.Tania memarkirkan mobilnya di carport, dan kembali keluar dari halaman rumahnya. Kebetulan Mbak Hani tengah menyirami bunga di luar pagar villanya."Eh, ibu. Tumben pulang sorean." Mbak Hani tersenyum dan menyapanya dengan canggung."Iya, saya agak tidak enak badan mbak. Tumben sebelah ramai mbak?" Tania mendekati Mbak Hani dan mengajaknya mengobrol.Sepengetahuannya asisten rumah tangganya itu cukup akrab dengan asisten rumah tangga tetangga sebelah. Mereka berasal dari daera
Brian, hanya menundukkan kepalanya dan sesekali melirik sang kakak yang tengah berbincang dengan pihak manajemen tim dan juga pihak sponsor. Sedari tadi dia hanya mengikuti pembicaraan mereka tanpa mencampurinya.Dia mempercayai sang kakak yang pasti akan mendahulukan kepentingan dirinya. Apalagi jika itu berhubungan dengan masa depannya sebagai atlet E-sport. Erick tidak akan segan melakukan apapun selama masih dalam jalur yang lurus.Cukup lama mereka berbincang-bincang. Brianpun hanya mendengarkan saja dengan seksama meski sebagian isi pembicaraan mereka tidak begitu dipahaminya."Brian, ayo kita kembali ke apartemen!" Erick menepuk bahunya pelan, saat pembicaraan mereka berakhir."Sudah selesai bang?" Brian menatap sang kakak juga orang-orang yang satu persatu menyalaminya dan menepuk bahunya dengan ramah.Erick merangkulnya dan mengajaknya keluar dari ruang pertemuan. Brian hanya menurut dan mengikuti sang kakak."Bagaimana bang? Sesuai harapankah?" Brian kembali bertanya dengan
Erick perlahan menyeret travel bagnya menelusuri koridor menuju keluar dari bandar udara Jerez sembari menelepon Nino dengan smartphone. Dia baru saja tiba dan meminta Nino untuk menjemputnya."Abang!" Tiba-tiba sebuah teriakan mengejutkannya.Suara yang sangat dikenalnya. Erick menoleh mencari sumber suara yang memanggilnya. Dia tertegun saat melihat sosok yang dirindukannya berdiri tidak jauh darinya, tersenyum manis dan melambaikan tangan padanya."Ikan?" Erick masih setengah tidak percaya dengan yang dilihatnya."Abang! Kangen!" Nana berlari mendekatinya dan memeluknya, sembari berteriak tanpa mempedulikan orang-orang yang menatapnya dengan aneh."Eh ikan!" Erick yang tidak siap menerima bobot tubuh Nana terhuyung dan hampir saja terjatuh."Abang kok diem?" Nana seketika cemberut saat menyadari ekspresi si kucing garong yang justru tanpa ekspresi."Ikan bagaimana bisa sudah sampai di sini?" Erick menatapnya dengan bingung."Bisa dong!" Nana tertawa dan memeluknya erat-erat."Abang
Nana menatap bangunan di depannya. Setelah tadi puas dengan kota Jerez yang didominasi bangunan-bangunan tua yang indah dan bersejarah, kini di hadapannya berdiri sebuah rumah yang mengingatkannya pada rumah-rumah di pedesaan pedalaman Eropa umumnya.Rumah pertanian yang sebagian beratap jerami dan sejauh mata memandang hamparan perkebunan anggur di selingi bangunan-bangunan tua memanjakan matanya."Suka?" Erick bertanya dan menepuk bahunya pelan."Cantik banget rumahnya. Suka banget mpus!" Nana berseru dan berlari ke perkebunan anggur.Berputar-putar dan sesekali berhenti memetik beberapa bunga liar yang masih tersisa dari musim panas lalu. Erick tertawa melihatnya sedangkan Nino hanya menggelengkan kepalanya."Nino, Erick masuklah! Makan siang sudah siap!" Bibi Rossa, ibu tiri Nino berteriak memanggil mereka dari dapur."Ikan! Sini!" Erick berteriak memanggil Nana yang tengah asyik mengobrol dengan salah satu pekerja perkebunan.Wanita itu menoleh dan setelah berpamitan dengan pria