"Dengar Naura, Papa belum sepenuhnya memberi kamu izin dekat dengan Jevran. Pria itu belum membuktikan kalau dia bisa, jadi satu tahap lagi. Sementara itu kamu jangan pikir Papa kasih izin kamu jalan sama dia."Naura menunduk saat kini ia diberi nasihat. Gadis itu duduk di samping Rival, sedangkan Ajun tengah mengerjakan PR di kamar. Karena Naura yang pulang bersama Jevran tadi Naura jadi kena marah."Tapi Papa bilang katanya Papa mau Nerima Jevran."Bahar menggeleng pelan. "Kalau begitu kamu yang salah paham. Papa akan menerima Jevran kalau dia datang ke sini setelah bisa jaga kamu.""Tapi selama ini Jevran juga jagain aku," balas Naura tak mau kalah."Ra, dengerin kata Papa," tegur Rival menyenggol lengan sang adik. Naura menunduk dan menatap lantai. "Maaf."Memang Bahar bilang dia akan merestui Jevran dan Naura. Tapi anaknya ini belum boleh keluyuran dengan pria itu tanpa pengawasannya. Bahar merasa belum rela melepas Naura sampai gadis ini menemukan yang tepat. Dia masih merasa ji
Hari ini semuanya berjalan seperti semula. Bedanya Naura bukan lagi sebagai karyawan di perusahaan Cube cooperation. Dia datang ke kantor itu untuk mengambil barangnya. Naura datang sebagai orang biasa kali ini. Sengaja hari ini dia datang sangat pagi sebelum semua karyawan datang. Walaupun masih saja ada beberapa yang sudah satang di pagi hari.Saat naik menuju ke lantai atas ia tak sengaja berpapasan dengan Arga yang baru saja keluar dari lift. "Naura?""Hai," sapa Naura terlihat kaku."Lo mulai kerja lagi?""Engga. Aku ke sini justru karena mau ngambil barang-barang. Aku udah gak kerja di sini lagi.""Hah? Kenapa?"Naura menatap ke sekitar takut ada orang yang melihat mereka berdua. "Kayaknya lain kali aku cerita deh sama Sisil juga. Lain kali aja, ya. Aku juga mau buru-buru langsung pulang lagi.""Yaudah. Apapun keputusan Lo semoga itu yang terbaik. Gue lanjut kerja dulu, ya," kata Arga melangkah pergi dari sana.Naura menghela nafasnya sesaat. Kembali ke tujuan awalnya, gadis itu
Setelah beberapa hari berlalu Naura mulai mengalami perubahan. Dia sekarang lebih sibuk ke arah toko kue yang akan dibukanya. Gadis itu juga belajar resep baru dari internet dan memodifikasi menjadi hal baru. Sebelum ditetapkan menjadi menu Naura selalu meminta orang-orang terdekatnya untuk mencicipi. Omong-omong toko hari itu berhasil ia beli. Tanpa kendala sama sekali karena memang sang pemilik sebelumnya sedang membutuhkan uang juga. Naura membuat renovasi pada toko itu dengan membuang rolling door dan menggantinya dengan pintu kaca dan jendela yang besar. Merubahnya seketika menjadi gaya modern.Uang yang dikeluarkan untuk modal tentu tidak sedikit. Naura mengeluarkan uang tabungan dan dibantu oleh Papa serta Abangnya. Namun ia tak menganggap uang itu diberikan cuma-cuma. Naura menyebutnya sebagai saham. Jadi jika nanti toko kue ya berkembang dan maju, Papa serta Abangnya akan mendapatkan persen dari itu. Kalau Ajun dia membantu lewat tenaga. Seperti sekarang di hari libur menyem
Sementara itu di lain tempat Naura masuk ke dalam bilik kamar mandi. Tak berselang lama dibelakangnya disusul seorang perempuan dengan tampilan modis. Membenarkan make up di depan kaca. Perempuan itu melirik jam di ponselnya sekilas dan kembali melihat wajah cantiknya di cermin.Begitu Naura keluar perempuan tadi memasukan kembali alat make up-nya. Membalikan tubuh menghadap ke arah Naura. "Hai, kita ketemu di sini.""Kamu?"Naura menatal sekitar dan hanya ada mereka berdua di sana. Di depannya ada Aurel yang entah sengaja atau tidak mereka berada di sana. Tapi kenapa bisa tepat sekali?"Ternyata kalian masih punya hubungan, ya? Apa sih yang kamu incar dari Jevran? Hartanya?""Jangan ikut campur lagi. Kamu gak ada hubungan sama Jevran jadi gak ada hak kamu untuk mempermasalahkan hubungan aku sama dia.""Oh, mulai berani ya jadi sok-sokan nantangin?" Aurel mendorong bahu Naura.Gadis itu menatap Aurel tak suka. "Aku gak cari masalah sama kamu jadi jangan ganggu aku.""Dasar anak j*lang
Naura terlihat kerepotan dengan banyaknya kue yang harus dibuat. Belum lagi bagian kukus dan oven adalah bagian yang sedikit lama. Naura memastikan jika kematangannya harus sempurna dan tidak mengecewakan. Apalagi masamah mulai muncul saat terjadi mati lampu jadi selama satu jam oven mati tidak digunakan.Bahar karena sudah tua tidak bisa banyak membantu. Dia hanya memasangkan stiker dengan logo khas buatan Naura. Terlihat cantik dan menarik jadi itu pasti akan banyak disukai. Tujuannya dibuat logo adalah agar Naura punya merk. Gadis itu juga melakukan penjualan di internet jadi harus detail."Bang, tolong angkat kue yang di oven. Kayaknya udah matang," ucap Naura tengah memasukan kue yang telah matang ke dalam wadah..Naura membuatnya dengan cepat agar segera selesai. Pagi tadi sebelum berangkat sekolah Ajun juga sempat membantu Naura di dapur. Satu keluarga terlibat di sini tapi Naura senang melakukannya. "Besok acara pembukaan toko, makanya aku gak sabar pengen mulai," kata Naura
Jevran baru saja selesai dengan meeting-nya. Ia mengantar para klien sampai ke lobby. Saat melihat jam ternyata dia sudah terlambat untuk ikut melihat pembukaan toko Naura. Padahal Jevran pikir dia masih sempat untuk datang ke sana walaupun berada di akhir acara."Jerry kemana?" tanya Jevran pada resepsionis di depan."Saya kurang tau, Pak. Tapi tadi Pak Jerry jalan keluar dan gak bilang mau kemana."Jevran menghela nafasnya kasar. Tadinya dia mau meminta Jerry untuk mengambil kue pesanan. Naura mungkin sedang sibuk jadi daripada merepotkan lebih baik diambil ke sana.Saat melihat Ujang yang keluar dari pantry, Jevran langsung memanggilnya. "Ujang, sini!""Iya, Pak?""Lagi ada kerjaan gak? Saya mau minta tolong.""Gak ada, Pak," jawab Ujang seadanya.Jevran menatap Ujang yang sepertinya terlihat aneh. "Kamu kenapa?""Eh, enggak apa-apa, Pak. Cuma saya gak enak setelah tau kalau Joko itu teh sebenarnya Pak Jevran."Pria itu seketika terkekeh. Jevran maklum itu karena saat dirinya jadi
Naura terus memikirkan Jevran. Dia lebih baik tidak mengizinkan Jevran mendapat tes dari Papanya. Daripada pria itu memaksakan kondisi tangannya yang justru bisa berbahaya. Naura ingat betul jika Papanya pernah bilang untuk tes itu Jevran akan melawan salah satu orang suruhan Papanya. Kalau dia bisa maka dia lulus.Memang tidak akan sampai serius atau mencelakai dengan parah. Tapi tetap saja kondisi Jevran sekarang membuatnya khawatir. Dia ragu apakah pria itu bisa atau tidak."Kamu kenapa diam terus?" tanya Bahar yang masih menatap koran. Meski begitu ia melihat gerak-gerik anaknya.Gadis tersebut mendekat ke arah Papanya. "Pah, kalau misalnya Jevran gak ikut tes nanti gimana?""Hm? Ya udah pasti gagal."Dari awal perjanjian yang sudah mereka sepakati seperti itu. Tinggal dilihat saja apakah Jevran mampu dan menepati janjinya atau tidak. Kalau iya, artinya dia memiliki kesungguhan dan mau bekerja keras untuk membuktikannya.Tak mendapat jawaban dari putrinya lagi pria paruh naya itu
Di sisi lain Naura mengetuk kaca mobil. "Permisi, Pak. Ini pesanan kuenya.""Lewat pintu belakang," ucap pria yang duduk di bangku supir.Naura mengerutkan keningnya. Sedetik kemudian pintu belakang mobil terbuka dan seseorang di dalam sana menjulurkan tangannya. "ini kuenya? Tolong mbak bawa ke sini.""Iya, ini ku-... Eh, apa-apaan ini?!""Masuk ke dalam!"Orang di dalam mobil itu tiba-tiba menarik Naura masuk. Kue tadi bahkan sampai terjatuh ke bawah. Naura yang terkjeut tak sempat memberontak. Ia berteriak memanggil adiknya sebelum pintu itu ditutup. "Ajun!!! Eum..." Mulutnya dibekap.Ajun yang menyaksikan itu matanya melotot. Ia memberitahu Sisil yang belum menyadarinya. "Kak, Kak Naura diculik.""Hah?""Buruan sini!"Pemuda itu menarik Sisil paksa agar ikut dengannya keluar. Mobil itu sudah melaju pergi meninggalkan kue yang tergeletak di sana. Ajun berteriak dan mencoba mengejarnya."Kak Naura! Tolong ada culik!""Ajun, Ajun! Dengerin! Kamu beneran liat Naura dibawa sama mereka
Tok.. tok.. tok...Naura yang baru saja mengganti pakaian pergi ke depan untuk membuka pintu. Ternyata yang datang adalah Jevran. Pria itu merentangkan tangannya."Jevran?" Naura memeluknya dan disambut dengan hangat."Tadi aku ke toko ternyata kamu udah tutup. Jadi langsung ke sini.""Ayo masuk."Naura mengajak Jevran masuk dan kembali menutup pintunya. Jevran menatap ke sekeliling. "Ajun mana?""Baru aja pergi. Katanya mau nginep di rumah temen dua hari."Jevran mengikuti Naura yang berjalan menuju dapur. Sepertinya Naura akan membuat kue, terlihat dari bahan-bahan yang sudah disiapkan. Apakah gadis ini tidak lelah membuat kue sepanjang hari? Pria tersebut melihat-lihat belanjaan di atas meja. "Mau buat keu, ya?""Iya pesenan Jerry, katanya buat temennya. Tapi jujur ini pertama kali aku buat kue yang tinggi kayak gini," kata Naura terdengar ragu."Kamu bisa, kok. Oh iya, Ra. Besok aku mau ajak kamu makan malam. Nanti aku jemput, ya?""Makan malam di rumah kamu?" tanya Naura."Di lu
Hari demi hari berlalu. Hari ini Jevran melakukan pelepasan gips pada tangannya. Dokter sendiri yang datang ke rumah. Karena ini hari Minggu ada Naura dan Ajun juga yang menemani. Seperti kata Jevran sesibuk apapun mereka berdua setidaknya luangkan satu hari untuk bersama dan itu adalah akhir pekan.Begitu benda tersebut dilepaskan Jevran mulai merasa lega. Akhirnya hari ini tiba dimana ia bisa beraktivitas seperti biasa. Tidak perlu kesusahan lagi untuk melakukannya."Silahkan pelan-pelan digerakkan tangannya. Pelan aja biar gak kaget," ucap sang dokter.Jevran mengatur nafasnya sesaat. Ia meluruskan tangan kanannya dan bergerak sesuatu arah. Kanan, kiri, atas, bawah, dan berputar sesuai arah jarum jam."Bagaimana?""Gak sakit," jawab Jevran."Kalau begitu tangannya sudah sembuh dan kembali seperti semula. Selamat, ya.""Terimakasih, dok."Nilam mengusap punggung Jevran. "Syukurlah kalau sudah sembuh total.""Kalau begitu tugas saya selesai, Pak, Bu. Saya pamit kembali ke rumah sakit
Kemarin Jevran mengeluarkan banyak uang untuk belanja es krim anak-anak di taman. Tapi dia menikmati waktunya yang menghabiskan sebagian harinya dengan anak kecil. Semua itu menyenangkan apalagi jika ada Naura di sampingnya.Karena semakin hari semakin membaik, Jevran berusaha mencari ide agar dirinya tidak merasa bosan. Tangannya juga semakin pulih dan saat pagi tadi pemeriksaan, dokter bilang beberapa hari lagi gips sudah boleh dilepas. Itu membuatnya tenang.Setelah pulang dari rumah sakit untuk mengecek keadaannya, Jevran langsung ke tempat Naura. Ya, di toko kue tempat Naura mendapat kesibukannya. Gadis itu juga belum tau kalau Jevran akan datang ke sini sekarang. "Permisi, saya mau pesan kue.""Silahkan ma-" saat menoleh Naura terkejut melihat kehadiran Jevran. "Kamu kok di sini? Sama siapa? Kenapa gak bilang mau ke sini?""Stttt...."Jevran menempelkan telunjuknya pada mulut Naura. "Aku gak disuruh masuk?""Oh, iya. Ayo masuk."Pria itu masuk ke dalam dan melihat sekitar. Bagu
Sementara itu di atas sana kini Jevran berdiri di depan jendela. Dia sedang mencoba menghubungi Naura karena hari ini belum mendengar kabar darinya. "Kamu lagi dimana? Aku pulang hari ini kenapa gak ikut jemput aku?"'Loh, kamu udah pulang? Aku lagi di toko. Tadinya aku mau ke rumah sakit nanti sore. Tapi ternyata kamu udah pulang.'"Yaudah, gak usah."'Maaf, ya. Beneran deh hari ini ada pesanan. Sayang kalau aku tolak. Kamu gak marah, kan?' tanya Naura terdengar menyesal. Jevran terkekeh pelan. "Gak apa-apa, aku ngerti kok. Tapi besok ke sini, ya."'siap, bos.'"Papa kamu udah berangkat, Ra?"'Papa sama Bang Rival udah berangkat. Terus mereka titip salam buat kamu semoga cepet sembuh. Mereka gak sempet jenguk kamu lagi.'Naura sudah tau jika Papanya memberi restu pada hubungan Jevran dan Naura. Dia benar-benar senang dan tidak bisa mengatakan apapun lagi selain mengatakan jika dirinya bahagia. Perjuangan Jevran ternyata tidak sia-sia.Sebelum pergi Bahar juga bilang oada Naura jika
Ajun keluar dari kamarnya dengan tubuh yang lebih fresh. Karena sudah mandi setelah seharian menggunakan seragam sekolah sampai tidur di rumah sakit. Dia sudah kembali pulang hari ini.Pemuda itu berjalan menuju dapur untuk minum namun ia mengurungkan niatnya. Di sana ada Bahar, Rival, dan Naura. Ajun sedang kesal dan dia belum mau bertemu dengan mereka. Apalagi Abangnya."Mau kemana? Sini makan sama-sama," kata Naura melihat Ajun yang hendak pergi."Gak laper.""Sini, Jun. Papa mau bicara sama kamu."Ajun berdecak pelan dan kembali berbalik menghampiri mereka. Dia berdiri di samping Papanya dan tepat dihadapan Rival dan Naura. "Kenapa?""Abang kamu udah cerita sama Papa."Rival yang sedang makan menghentikan makanannya. Ia mengambil minum dan fokus pada pembicaraan. Dia juga tidak bisa menjelaskan pada Ajun sendiri jadi Rival harap dengan Papanya tau masalah ini mereka bisa sama-sama berubah.Sesaat Ajun membuang muka ke samping. Dia tak mau membicarakan masalah ini sebenarnya. "Teru
"Maafin aku.""Liat sini." Jevran meminta Naura menatapnya. "Apapun keputusan Papa kamu. Aku bakal terima itu, kok. Tapi bukan berarti aku berhenti buat perjuangin kamu.""Tapi bagi aku kamu berhasil."Gadis itu mendongak menahan air matanya agar tak terus keluar. Naura memeluk Jevran dari samping dan menyandarkan kepalanya di bahu kiri. Namun Jevran tersentak saat Naura melakukan itu.Jevran menahan nafasnya karena sebenarnya bahu yang kiri juga sakit, meski tak separah yang kanan. Tapi dia tak mau Naura melepaskan pelukannya. Jadi Jevran tetap membiarkan gadis itu di sana."Jangan nangis lagi. Aku gak bisa peluk kamu," ucap Jevran hanya menggenggam tangan Naura.Gadis itu terkekeh. Seketika ia duduk tegap dan menghapus air matanya. "Gak nangis, kok.""Bagus.""Eumm... Kamu lagi makan tadi? Aku ganggu dong? Aku bantuin, ya." Naura mengambil semangkuk bubur ke pangkuannya namun Jevran menahan."Aku bisa sendiri.""Tangan kamu lagi sakit. Aku suapin aja, ya."Jevran menggeleng. Sungguh
"Heh! Bangun!"Dengan susah payah Jevran meraih satu pack tisu dan melemparnya ke arah sofa dimana Jerry dan Ajun tengah tidur di sana. Sayang sekali meleset. Ia mencari benda lain yang aman untuk dilempar.Semalam mereka bilang akan menjaga Jevran 24 jam. Tapi buktinya semalaman mereka tidur pulas sedangkan Jevran masih sadar dan terus menatap langit-langit ruangan. Padahal semalam hanya ditinggal tidur sebentar tapi begitu Jevran bangun karena haus mereka sudah tidur semua. "Ini udah jam berapa? Bangun! Sebenarnya yang sakit siapa sih? Kenapa jadi gue yang jagain mereka," kata Jevran kesal.Pria itu mengambil botol plastik bekas minum yang sudah habis. Kembali dilempar ke arah mereka namun tetap tidak ada yang bangun. Ini kebo semua."Ish! Berisik apaan sih ganggu orang tidur aja."Jevran mendelik melihat Jerry yang merenggangkan tubuhnya. "Bangun! Katanya mau jagain tapi dua-duanya malah tidur.""Eh, iya ya?""Bantuin geu ke kamar mandi buruan. Gue pengen kencing."Jerry masih sem
"Pah, Jevran sadar, Pah!" Nilam menepuk pundak Haris agar suaminya menoleh. Setelah lama menunggu Jevran terlihat mulai sadar. Pria itu mengerjapkan matanya beberapa kali menyeimbangkan cahaya yang masuk ke Indra pengelihatannya. "Jevran? Kamu denger Mama? Ini Mama sayang."Jevran meringis pelan ketika merasa tubuhnya seperti tak bisa digerakan. Apalagi bagian bahu membuatnya ngilu dan pegal. "Mah? Minum," ucapnya terbata-bata. "Sini, pakai sedotan aja." Haris membantu Jevran minum air melalui sedotan."Naura mana?"Sepasang suami istri itu saling tatap. "Udah pulang.""Tapi dia baik-baik aja?""Kamu gak usah khawatirkan Naura, dia aman. Sekarang fokus sama kesembuhan kamu dulu. Ada keluhan gak? Biar Papa panggilkan Dokter."Jevran menggeleng pelan. "Gak ada."Tok... Tok... Tok... "Loh, Ajun? Kok bisa datang sama Jerry?" tanya Haris."Tau nih Om. Ketemu di jalan terus maksa mau ke sini buat jenguk Jevran.""Tapi itu masih pakai seragam sekah," kata Nilam bingung.Ajun tersenyum ca
"Apa aku bilang? Kamu itu cuma anak mami yang gak bisa apa-apa tanpa ajudan kamu itu. Jadi gimana kamu mau bebasin Naura sedangkan kamu kesakitan kayak gini?"Jevran tak mendengarkan perkataan Aurel dengan baik. Dia hanya sedang merasakan sakit yang luar biasa. Di kepalanya hanya berputar suara Naura yang mengalun. Jika Jevran seperti ini apa yang akan terjadi lada gadis itu?Tak ada tenaga lagi untuk melawan. Jevran pasrah karena tangannya sudah mati rasa. Punya kesadaran untuk membuka mata saja sudah bersyukur.Aurel melepaskan bekapan mulut Naura. "Silahkan. Ada kata-kata terakhir sebelum kalian berpisah?""Tolong bebasin Jevran. Dia kesakitan. Biar aku aja yang gantiin dia.""Eum, romantis banget. Tapi gak ngaruh. Jadi gimana kalau kalian berdua aja yang sama-sama pergi?"Di sisa kesadarannya Jevran merasakan tak ada lagi tangan yang menginjak bahunya. Mereka berdua justru berjalan menghampiri Naura. "Jangan sentuh Naura!" ucapnya pelan.Mereka menghiraukan perkataan Naura. Jevran