Jevran baru saja selesai dengan meeting-nya. Ia mengantar para klien sampai ke lobby. Saat melihat jam ternyata dia sudah terlambat untuk ikut melihat pembukaan toko Naura. Padahal Jevran pikir dia masih sempat untuk datang ke sana walaupun berada di akhir acara."Jerry kemana?" tanya Jevran pada resepsionis di depan."Saya kurang tau, Pak. Tapi tadi Pak Jerry jalan keluar dan gak bilang mau kemana."Jevran menghela nafasnya kasar. Tadinya dia mau meminta Jerry untuk mengambil kue pesanan. Naura mungkin sedang sibuk jadi daripada merepotkan lebih baik diambil ke sana.Saat melihat Ujang yang keluar dari pantry, Jevran langsung memanggilnya. "Ujang, sini!""Iya, Pak?""Lagi ada kerjaan gak? Saya mau minta tolong.""Gak ada, Pak," jawab Ujang seadanya.Jevran menatap Ujang yang sepertinya terlihat aneh. "Kamu kenapa?""Eh, enggak apa-apa, Pak. Cuma saya gak enak setelah tau kalau Joko itu teh sebenarnya Pak Jevran."Pria itu seketika terkekeh. Jevran maklum itu karena saat dirinya jadi
Naura terus memikirkan Jevran. Dia lebih baik tidak mengizinkan Jevran mendapat tes dari Papanya. Daripada pria itu memaksakan kondisi tangannya yang justru bisa berbahaya. Naura ingat betul jika Papanya pernah bilang untuk tes itu Jevran akan melawan salah satu orang suruhan Papanya. Kalau dia bisa maka dia lulus.Memang tidak akan sampai serius atau mencelakai dengan parah. Tapi tetap saja kondisi Jevran sekarang membuatnya khawatir. Dia ragu apakah pria itu bisa atau tidak."Kamu kenapa diam terus?" tanya Bahar yang masih menatap koran. Meski begitu ia melihat gerak-gerik anaknya.Gadis tersebut mendekat ke arah Papanya. "Pah, kalau misalnya Jevran gak ikut tes nanti gimana?""Hm? Ya udah pasti gagal."Dari awal perjanjian yang sudah mereka sepakati seperti itu. Tinggal dilihat saja apakah Jevran mampu dan menepati janjinya atau tidak. Kalau iya, artinya dia memiliki kesungguhan dan mau bekerja keras untuk membuktikannya.Tak mendapat jawaban dari putrinya lagi pria paruh naya itu
Di sisi lain Naura mengetuk kaca mobil. "Permisi, Pak. Ini pesanan kuenya.""Lewat pintu belakang," ucap pria yang duduk di bangku supir.Naura mengerutkan keningnya. Sedetik kemudian pintu belakang mobil terbuka dan seseorang di dalam sana menjulurkan tangannya. "ini kuenya? Tolong mbak bawa ke sini.""Iya, ini ku-... Eh, apa-apaan ini?!""Masuk ke dalam!"Orang di dalam mobil itu tiba-tiba menarik Naura masuk. Kue tadi bahkan sampai terjatuh ke bawah. Naura yang terkjeut tak sempat memberontak. Ia berteriak memanggil adiknya sebelum pintu itu ditutup. "Ajun!!! Eum..." Mulutnya dibekap.Ajun yang menyaksikan itu matanya melotot. Ia memberitahu Sisil yang belum menyadarinya. "Kak, Kak Naura diculik.""Hah?""Buruan sini!"Pemuda itu menarik Sisil paksa agar ikut dengannya keluar. Mobil itu sudah melaju pergi meninggalkan kue yang tergeletak di sana. Ajun berteriak dan mencoba mengejarnya."Kak Naura! Tolong ada culik!""Ajun, Ajun! Dengerin! Kamu beneran liat Naura dibawa sama mereka
"Kamu lacak nomor yang kirim pesan itu. Terakhir kali dia aktif itu dimana?"Jevran memperhatikan anak buahnya yang sedang mencoba untuk melacak lokasi terakhir Aurel. Sampai ia berhasil menangkap Aurel, Jevran tidak akan membiarkan gadis itu kabur. Berani-beraninya dia menculik Naura. Jevran tidak akan tinggal diam jika dia melihat Naura terluka di sana."Tuan muda, kalau dari map lokasinya di sini. Tapi ini tengah hutan.""Udah pasti Aurel cari tempat yang jauh sama pemukiman," kata Jerry mengangguk. "Naura pasti di sana, Jev.""Kita ke sana sekarang, siapin mobil. Bawa anak buah sekalian buat ikut.""Siap, tuan muda."Mereka semua bergegas turun. Jarak antara kantor dan lokasi Aurel ternyata lumayan jauh. Jevran harap waktu untuk menempuh perjalanan itu cukup untuknya sampai ke sana sebelum terjadi sesuatu. Jika sampai terjadi sesuatu pada Naura ia tak bisa memaafkan dirinya sendiri yang tidak bisa menjaga gadis itu.Jevran terlihat tidak tenang sama sekali. Jerry kini mencoba untu
"Eungh..."Naura membuka matanya perlahan. Rasa pusing ketika ia mulai tersadar dari pingsan. Tangannya terasa sakit dengan ikatan yang kencang dan mulutnya dibekap membuatnya tak bisa berbicara. Dilihatnya beberapa pria di depannya tengah mengobrol.Ini jelas tempat yang berbeda dengan sebelumnya. Ini lebih mirip seperti kamar."Emhhhh! Emmmm.."Mereka semua sontak melihat ke arah Naura. "Eh, si cantik udah bangun juga? Kenapa? Mau dibuka?"Naura mengangguk. Mereka gila karena mengikat tangannya dengan sangat kencang. Naura yakin pergelangan tangannya akan merah setelah ini.Yang mereka buka hanya kain yang menutupi mulut Naura. "Nah, ngomong mau apa. Jangan berisik tapi. Kalau berisik kita tutup lagi mulutnya.""Lepasin aku sekarang juga!" kata Naura dengan penuh penekanan.Tiba-tiba terdengar suara ketukan sepatu. Naura menatap ke arah pintu. Ketika pintu terbuka masuklah seorang perempuan dengan anggunnya. Orang-orang di situ langsung menunduk."Hai, Naura. Kita ketemu lagi.""Kam
"Apa aku bilang? Kamu itu cuma anak mami yang gak bisa apa-apa tanpa ajudan kamu itu. Jadi gimana kamu mau bebasin Naura sedangkan kamu kesakitan kayak gini?"Jevran tak mendengarkan perkataan Aurel dengan baik. Dia hanya sedang merasakan sakit yang luar biasa. Di kepalanya hanya berputar suara Naura yang mengalun. Jika Jevran seperti ini apa yang akan terjadi lada gadis itu?Tak ada tenaga lagi untuk melawan. Jevran pasrah karena tangannya sudah mati rasa. Punya kesadaran untuk membuka mata saja sudah bersyukur.Aurel melepaskan bekapan mulut Naura. "Silahkan. Ada kata-kata terakhir sebelum kalian berpisah?""Tolong bebasin Jevran. Dia kesakitan. Biar aku aja yang gantiin dia.""Eum, romantis banget. Tapi gak ngaruh. Jadi gimana kalau kalian berdua aja yang sama-sama pergi?"Di sisa kesadarannya Jevran merasakan tak ada lagi tangan yang menginjak bahunya. Mereka berdua justru berjalan menghampiri Naura. "Jangan sentuh Naura!" ucapnya pelan.Mereka menghiraukan perkataan Naura. Jevran
"Pah, Jevran sadar, Pah!" Nilam menepuk pundak Haris agar suaminya menoleh. Setelah lama menunggu Jevran terlihat mulai sadar. Pria itu mengerjapkan matanya beberapa kali menyeimbangkan cahaya yang masuk ke Indra pengelihatannya. "Jevran? Kamu denger Mama? Ini Mama sayang."Jevran meringis pelan ketika merasa tubuhnya seperti tak bisa digerakan. Apalagi bagian bahu membuatnya ngilu dan pegal. "Mah? Minum," ucapnya terbata-bata. "Sini, pakai sedotan aja." Haris membantu Jevran minum air melalui sedotan."Naura mana?"Sepasang suami istri itu saling tatap. "Udah pulang.""Tapi dia baik-baik aja?""Kamu gak usah khawatirkan Naura, dia aman. Sekarang fokus sama kesembuhan kamu dulu. Ada keluhan gak? Biar Papa panggilkan Dokter."Jevran menggeleng pelan. "Gak ada."Tok... Tok... Tok... "Loh, Ajun? Kok bisa datang sama Jerry?" tanya Haris."Tau nih Om. Ketemu di jalan terus maksa mau ke sini buat jenguk Jevran.""Tapi itu masih pakai seragam sekah," kata Nilam bingung.Ajun tersenyum ca
"Heh! Bangun!"Dengan susah payah Jevran meraih satu pack tisu dan melemparnya ke arah sofa dimana Jerry dan Ajun tengah tidur di sana. Sayang sekali meleset. Ia mencari benda lain yang aman untuk dilempar.Semalam mereka bilang akan menjaga Jevran 24 jam. Tapi buktinya semalaman mereka tidur pulas sedangkan Jevran masih sadar dan terus menatap langit-langit ruangan. Padahal semalam hanya ditinggal tidur sebentar tapi begitu Jevran bangun karena haus mereka sudah tidur semua. "Ini udah jam berapa? Bangun! Sebenarnya yang sakit siapa sih? Kenapa jadi gue yang jagain mereka," kata Jevran kesal.Pria itu mengambil botol plastik bekas minum yang sudah habis. Kembali dilempar ke arah mereka namun tetap tidak ada yang bangun. Ini kebo semua."Ish! Berisik apaan sih ganggu orang tidur aja."Jevran mendelik melihat Jerry yang merenggangkan tubuhnya. "Bangun! Katanya mau jagain tapi dua-duanya malah tidur.""Eh, iya ya?""Bantuin geu ke kamar mandi buruan. Gue pengen kencing."Jerry masih sem