“Tian, ayah sama ibu mau bicara sebentar.”“Soal apa, Bu? Aku mau berangkat ke pengadilan sebentar lagi.”“Ayah dan Ibu juga cuma sebentar,” bujuk ibu Tian. “Sini, ayahmu ingin memastikan sesuatu.”Mau tak mau Tian duduk lagi di meja makan, sesekali dia melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.“Ada apa, Yah?” tanya Tian sambil memandang ibu dan ayahnya bergantian.“Apa kamu belum juga menemukan tambatan hati yang baru?” Ayah Tian langsung melontarkan pertanyaan yang sukses membuat siapa saja ketar-ketir.“Ibu kira yang kemarin kamu bawa ke rumah itu adakah calon kamu,” timpal ibu Tian.“Dia pegawaiku,” kata Tian sembari terenyak di kursinya. “Aku tidak akan membawanya ke rumah kalau tidak terpaksa, juga biar tidak ada yang salah paham dengan kami.”Ayah dan ibu Tian saling pandang.“Kalau begitu kamu mau ayah jodohkan?”“Enggak, Yah. Aku akan mencari jodohku sendiri ....”“Kamu mencari jodoh atau mencari kesibukan kerja?”“Aku Cuma belum sempat saja, Bu. Nan
Mata orang-orang kini tertuju kepada Leandra yang tidak tahu kenapa paket-paket itu bisa berada di dalam tas kerjanya. “Lea, kenapa kamu diam saja?” tanya Nezia lagi. “Saya juga tidak tahu, Bu!” jawab Leandra dengan wajah tegang. “Saya baru ambil tas dan tahu-tahu ada paket di dalamnya ....” “Kamu mencuri?” tanya Nezia lagi. “Tidak, Bu!” bantah Leandra. “Saya tidak mencuri apa-apa ....” “Ini buktinya!” tunjuk Nezia menggunakan jarinya. “Kenapa paket ini bisa ada di dalam tas kamu?” “Saya juga tidak tahu, Bu ....” “Kamu bikin saya kecewa, Lea. Susah payah rekan kamu mengemas paket, menghitung jumlahnya satu per satu ... tapi kamu malah sengaja menyembunyikan sebagian paketnya di tas kamu—buat apa?” Beberapa pegawai yang masih bertahan di klinik mau tidak mau jadi menyaksikan keributan itu. “Saya juga tidak tahu kenapa paket-paket itu ada di dalam tas saya, Bu!” ucap Leandra membela diri. “Saya tidak menyembunyikan paket ini dengan sengaja ....” Nezia beralih memandang Santy.
Tian mengangguk kalem. “Aku bukan tahu kalau Lea mencuri, tapi aku dengar kalau Lea diduga mencuri. Kenapa kalian berdua tidak memberi tahu aku?”Nezia dan Bram saling pandang. “Kami Cuma merasa tidak enak sama kamu saja,” ujar Bram. “Siapapun tahu kalau Lea bisa kerja di sini karena rekomendasi kamu, takutnya kamu berpikir kalau kamu sekadar menjelekkan Lea saja.”Nezia mengangguk, dia senang karena Bram bisa menjawab pertanyaan Tian tanpa harus menjatuhkan Leandra itu sendiri.“Aku juga awalnya tidak percaya, kamu kan tidak mungkin merekomendasikan orang yang suka celamitan itu di dalam bisnis kita.” Nezia menimpali. “Kamu tahu kan kalau klinik ini kita bangun bertiga, kita kelola bertiga, jadi aku rasa kalian berdua pun akan memilih orang yang tidak sembarangan untuk bisa bekerja di sini.”Tian diam saja, tetapi kedua rekannya tahu bahwa dia sedang berpikir keras.“Bisa tolong kamu panggilkan Leandra?” tanya Tian kepada Nezia. “Aku mau bicara langsung sama dia di ruangan ini
“Maaf, Bapak dan Ibu tidak salah orang?” tanya Leandra, antara shock dan bingung. “Sepertinya tidak enak kalau kita bicara di sini, bagaimana kalau kita ke rumah makan depan sana?” tanya pria di samping wanita itu. “Kamu tidak keberatan kan?”Leandra berpikir sejenak, terlebih karena dia tidak mengenal pasangan suami istri ini.“Baik, Bu. Saya sekalian mau beli makan,” jawab Leandra setelah berpikir cukup lama.Mereka bertiga pun berjalan kaki ke seberang jalan dan berhenti di rumah makan yang masih buka.Setelah memesan makanan dan minuman, pasangan suami istri itu memandang Leandra.“Kemunculan kami mungkin sangat mengejutkan kamu, Leandra. Tapi kami berniat baik untuk melamar kamu,” ujar si wanita. “Nama saya Felin dan ini suami saya Pak Marvin.”Leandra mengangguk sopan kepada Felin dan Marvin yang duduk di depannya.“Anak Ibu kenal saya?” tanya Leandra memastikan. “Tentu saja, dia yakin untuk memilih kamu sebagai pendamping hidupnya ... Apalagi setelah dia mengamati ka
“Ada apa, Bu?” tanya Leandra setelah dia dan Nezia berada di ruang konsul.“Saya ingin minta bantuan kamu,” jawab Nezia tanpa basa-basi.“Bantuan apa, Bu?” “Maaf, ini agak pribadi ... tapi saya yakin kalau kamu pasti akan mempertimbangkannya, Lea.”“Kalau boleh tahu soal apa, Bu?”Nezia menarik napas.“Ini terkait soal masa depan Tian,” katanya dengan muram. “Tapi sebelumnya kamu harus janji kalau kamu tidak akan pernah kasih tahu siapa pun soal ini.”Leandra terdiam cukup lama.“Memangnya ada apa dengan Pak Tian, Bu?” Nezia menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab.“Mantan kekasih Tian meninggalkan surat wasiat yang menyatakan kalau dia tidak bisa mencari perempuan lain untuk menggantikan posisi,” kata Nezia lambat-lambat. “Saya tidak bisa membujuknya bahkan dengan cara apa pun, tapi kamu bisa.”“Saya, Bu?”“Ya!” angguk Nezia bersemangat. “Kamu bisa membujuknya, karena saya perhatikan kamu cukup dekat dengan Tian.”Leandra menggigit bibirnya bawahnya.“Maaf, Bu ...
Leandra terdiam seribu bahasa, dia tidak mungkin menceritakan yang sesungguhnya karena sudah telanjur berjanji. “Kenapa kamu diam?” tanya Tian dengan nada keheranan. “Bukankah kamu tadi kelihatan bersemangat sekali? Kamu bilang katanya mau bikin masa depan saya bahagia?” Leandra merasa salah tingkah sendiri sekarang. “Maaf Pak, kalau saya sudah lancang ...” ucapnya tidak enak. Tian menarik napas, dia mengemudikan mobilnya ke arah apartemen leandra. “Jadi kembali ke pertanyaan saya yang tadi, siapa yang suruh kamu untuk bicara seperti ini?” “Itu ... Maaf Pak, saya yang salah ....” “Jadi kamu tidak mau kasih tahu saya?” Leandra mengatupkan bibirnya rapat-rapat, dia tidak mungkin membawa-bawa nama Nezia ke dalam pembicaraan mereka. Meskipun faktanya dokter kecantikan itulah yang menyuruh Leandra berbicara seperti ini kepada Tian. “Oke kalau kamu tidak mau jawab, saya sudah bisa menebak siapa yang suruh kamu bicara begini sama saya.” Tian menarik kesimpulan. “Maksud Bapak ...?”
Leandra mengangguk saja, tapi dia merasa Devi pun menjadi jaga jarak dengannya sejak kejadian paket yang berada di dalam tasnya.Padahal Leandra sudah bersumpah bahwa bukan dia yang memasukkan paket itu.Tian datang lebih awal ke klinik dan bersikap wajar kepada Nezia, padahal orang yang bersangkutan sudah mempersiapkan alibi seandainya terjadi keributan akibat perintahnya kepada Leandra.“Libur?” sapa Bram ketika mendapati Tian sudah berada di ruang staf.“Ya, aku cuma mampir sebentar.” Tian menyahut seraya menyalakan laptopnya. “Nanti siang aku akan kembali ke kantorku sendiri ....”“Seharian juga tidak apa-apa,” kata Bram santai. “Nezia pasti senang kalau kamu ada di sini seharian.”Tian menanggapinya dengan lirikan datar. Dia tidak pernah menganggap serius kabar-kabar yang berembus sejak Nezia muncul di kehidupannya dan memberi tahu tentang permintaan terakhir Celine.“Kamu harus ingat kalau aku setuju untuk bergabung di bisnis ini semata-mata cuma karena keuntungan semata,
Tian meraih cangkir yang berisi lemon tea pesanannya, setelah itu dia meminumnya sedikit.“Aku Cuma tidak ingin mengingkari janjiku sama Celine,” kata Nezia lagi. “Seharusnya kamu mengerti kenapa aku terus berusaha untuk membujuk kamu ....”“Termasuk ingin membuatku tidak sadarkan diri menggunakan obat tidur?” tebak Tian sembari meletakkan cangkirnya di atas meja.Nezia menatap Tian, tapi tidak membantah ataupun membenarkan.“Aku tidak tahu kenapa kamu harus terbebani oleh permintaan Celine yang menurutku itu tidaklah perlu,” ucap Tian lagi. “Aku pikir apa yang terjadi antara aku sama Celine itu sudah selesai, dia tidak perlu mengatur masa depanku—apalagi kamu, stop berusaha menjebakku dengan obat tidur itu.”“Tian, aku ....”“Kamu berusaha membuatku tidak sadar untuk memanfaatkan keadaan itu kan?” tanya Tian menyela. “Supaya kamu bisa menyalahgunakan situasi itu untuk membuatku terpaksa menerima kamu, aku benar-benar tidak menyangka kalau kamu akan menggunakan segala cara untuk