“Maaf, Bapak dan Ibu tidak salah orang?” tanya Leandra, antara shock dan bingung. “Sepertinya tidak enak kalau kita bicara di sini, bagaimana kalau kita ke rumah makan depan sana?” tanya pria di samping wanita itu. “Kamu tidak keberatan kan?”Leandra berpikir sejenak, terlebih karena dia tidak mengenal pasangan suami istri ini.“Baik, Bu. Saya sekalian mau beli makan,” jawab Leandra setelah berpikir cukup lama.Mereka bertiga pun berjalan kaki ke seberang jalan dan berhenti di rumah makan yang masih buka.Setelah memesan makanan dan minuman, pasangan suami istri itu memandang Leandra.“Kemunculan kami mungkin sangat mengejutkan kamu, Leandra. Tapi kami berniat baik untuk melamar kamu,” ujar si wanita. “Nama saya Felin dan ini suami saya Pak Marvin.”Leandra mengangguk sopan kepada Felin dan Marvin yang duduk di depannya.“Anak Ibu kenal saya?” tanya Leandra memastikan. “Tentu saja, dia yakin untuk memilih kamu sebagai pendamping hidupnya ... Apalagi setelah dia mengamati ka
“Ada apa, Bu?” tanya Leandra setelah dia dan Nezia berada di ruang konsul.“Saya ingin minta bantuan kamu,” jawab Nezia tanpa basa-basi.“Bantuan apa, Bu?” “Maaf, ini agak pribadi ... tapi saya yakin kalau kamu pasti akan mempertimbangkannya, Lea.”“Kalau boleh tahu soal apa, Bu?”Nezia menarik napas.“Ini terkait soal masa depan Tian,” katanya dengan muram. “Tapi sebelumnya kamu harus janji kalau kamu tidak akan pernah kasih tahu siapa pun soal ini.”Leandra terdiam cukup lama.“Memangnya ada apa dengan Pak Tian, Bu?” Nezia menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab.“Mantan kekasih Tian meninggalkan surat wasiat yang menyatakan kalau dia tidak bisa mencari perempuan lain untuk menggantikan posisi,” kata Nezia lambat-lambat. “Saya tidak bisa membujuknya bahkan dengan cara apa pun, tapi kamu bisa.”“Saya, Bu?”“Ya!” angguk Nezia bersemangat. “Kamu bisa membujuknya, karena saya perhatikan kamu cukup dekat dengan Tian.”Leandra menggigit bibirnya bawahnya.“Maaf, Bu ...
Leandra terdiam seribu bahasa, dia tidak mungkin menceritakan yang sesungguhnya karena sudah telanjur berjanji. “Kenapa kamu diam?” tanya Tian dengan nada keheranan. “Bukankah kamu tadi kelihatan bersemangat sekali? Kamu bilang katanya mau bikin masa depan saya bahagia?” Leandra merasa salah tingkah sendiri sekarang. “Maaf Pak, kalau saya sudah lancang ...” ucapnya tidak enak. Tian menarik napas, dia mengemudikan mobilnya ke arah apartemen leandra. “Jadi kembali ke pertanyaan saya yang tadi, siapa yang suruh kamu untuk bicara seperti ini?” “Itu ... Maaf Pak, saya yang salah ....” “Jadi kamu tidak mau kasih tahu saya?” Leandra mengatupkan bibirnya rapat-rapat, dia tidak mungkin membawa-bawa nama Nezia ke dalam pembicaraan mereka. Meskipun faktanya dokter kecantikan itulah yang menyuruh Leandra berbicara seperti ini kepada Tian. “Oke kalau kamu tidak mau jawab, saya sudah bisa menebak siapa yang suruh kamu bicara begini sama saya.” Tian menarik kesimpulan. “Maksud Bapak ...?”
Leandra mengangguk saja, tapi dia merasa Devi pun menjadi jaga jarak dengannya sejak kejadian paket yang berada di dalam tasnya.Padahal Leandra sudah bersumpah bahwa bukan dia yang memasukkan paket itu.Tian datang lebih awal ke klinik dan bersikap wajar kepada Nezia, padahal orang yang bersangkutan sudah mempersiapkan alibi seandainya terjadi keributan akibat perintahnya kepada Leandra.“Libur?” sapa Bram ketika mendapati Tian sudah berada di ruang staf.“Ya, aku cuma mampir sebentar.” Tian menyahut seraya menyalakan laptopnya. “Nanti siang aku akan kembali ke kantorku sendiri ....”“Seharian juga tidak apa-apa,” kata Bram santai. “Nezia pasti senang kalau kamu ada di sini seharian.”Tian menanggapinya dengan lirikan datar. Dia tidak pernah menganggap serius kabar-kabar yang berembus sejak Nezia muncul di kehidupannya dan memberi tahu tentang permintaan terakhir Celine.“Kamu harus ingat kalau aku setuju untuk bergabung di bisnis ini semata-mata cuma karena keuntungan semata,
Tian meraih cangkir yang berisi lemon tea pesanannya, setelah itu dia meminumnya sedikit.“Aku Cuma tidak ingin mengingkari janjiku sama Celine,” kata Nezia lagi. “Seharusnya kamu mengerti kenapa aku terus berusaha untuk membujuk kamu ....”“Termasuk ingin membuatku tidak sadarkan diri menggunakan obat tidur?” tebak Tian sembari meletakkan cangkirnya di atas meja.Nezia menatap Tian, tapi tidak membantah ataupun membenarkan.“Aku tidak tahu kenapa kamu harus terbebani oleh permintaan Celine yang menurutku itu tidaklah perlu,” ucap Tian lagi. “Aku pikir apa yang terjadi antara aku sama Celine itu sudah selesai, dia tidak perlu mengatur masa depanku—apalagi kamu, stop berusaha menjebakku dengan obat tidur itu.”“Tian, aku ....”“Kamu berusaha membuatku tidak sadar untuk memanfaatkan keadaan itu kan?” tanya Tian menyela. “Supaya kamu bisa menyalahgunakan situasi itu untuk membuatku terpaksa menerima kamu, aku benar-benar tidak menyangka kalau kamu akan menggunakan segala cara untuk
Leandra mendengarkan penjelasan Tian dengan ekspresi tidak percaya.“Sebentar, bukankah permintaan mantan kekasih Bapak itu adalah tentang pendamping yang dia pilihkan sebagai penggantinya?”Tian mengangguk kalem.“Pendamping yang ditunjuk itu adalah Nezia,” katanya tenang. “Karena dia sahabat Celine, jadi begitulah ....”Leandra tambah semakin tak percaya rasanya, tidak menyangka kalau ternyata Nezia akan melakukan segala cara demi mengabulkan permintaan terakhir sang sahabat.“Kenapa Bapak tidak menerima Bu Nezia?” tanya Leandra ingin tahu. “Maksud saya ... dia tidak perlu menggunakan segala cara seperti ini seandainya Bapak menerima Bu Nezia.”Tian menggeleng.“Saya sudah tegaskan di awal kalau saya bukan barang, paham?” tukasnya. “Saya dioper ke orang lain setelah Celine pergi, memangnya itu adil?”Leandra menarik napas.“Ya ... Bapak punya hak untuk menerima atau bahkan menolak,” katanya sependapat. “Tapi tidak ada salahnya kalau—ini hanya seandainya, misal Bapak mau men
Tian terdiam cukup lama mendengar penuturan Leandra.“Semoga Bapak tidak tersinggung dengan semua ucapan saya,” ujar Leandra. “Saya begini juga ... karena memikirkan masa depan Bapak yang lebih layak dihabiskan bersama orang yang tepat.”Leandra menarik napas dalam-dalam, berusaha menyadarkan dirinya bahwa dia tidak bisa lagi egois setelah tahu kekurangan yang ada pada dirinya. Tian memang bukan calon suami yang buruk, tetapi dia tidak akan tega membiarkannya hidup tanpa penerus generasi.“Satu hal yang kamu juga harus tahu,” ucap Tian sebelum pergi. “Masa depan itu misteri.”Hati Leandra sesak bagaikan terimpit sebongkah batu besar ketika Tian menatapnya untuk terakhir kali sebelum pergi.Kenapa hati aku rasanya sakit sekali ya, pikir Leandra ketika dia tiba di kamar. Bahkan rasanya lebih sakit jika dibandingkan saat dia dikhianati Rendra.Sementara itu di kediaman orang tua Rendra ....“Aku kan sudah cuti dari kantor, jadi kalau aku mau beli sesuatu harus pakai uang kamu.” Si
Leandra hampir tidak pernah lagi melihat Tian mampir ke klinik sejak pembicaraan mereka yang terakhir, dia bertanya-tanya sendiri kira-kira apa penyebab sang bos tidak muncul.Untuk menghindari Nezia, atau justru Leandra?Memangnya siapa aku, batin Leandra seraya menghela napas panjang.Dia bukan tidak merasa bersalah karena telah menolak permintaan Tian, tapi hati kecilnya melarang demi kebahagiaan Tian itu sendiri.Leandra trauma dengan pernikahan sebelumnya, dia tidak ingin lagi mengalami pedihnya disudutkan untuk sesuatu yang di luar kuasanya. Karena itu dengan sangat terpaksa di menolak pinangan Tian, bahkan pasangan suami istri yang muncul lebih dulu untuk melamarnya.“Tante!” “Eh, kenapa ini?” Leandra langsung memeluk Ivana begitu tantenya membuka pintu.“Nggak apa-apa, Tante ...” ucap Leandra sambil melepas pelukannya. “Kangen.”Ivana geleng-geleng kepala dan menyuruh keponakannya untuk masuk.“Kamu kapan nengok orang tua kamu?” tanya Ivana sambil duduk di kursi de