Leandra mondar-mandir di teras rumah tantenya, dia sudah mendapat kabar dari rekan Tian kalau kemungkinan surat dari pengadilan sudah diterima pihak Rendra.“Semoga Mas Rendra nggak mempersulit proses perceraian kami,” ucap Leandra penuh harap. “Alah, kamu seperti tidak tahu siapa itu Rendra!” tukas Ivana ketika Leandra membahas kemungkinan itu. “Dia pasti menurut apa kata ibunya, tante lihat sendiri bagaimana reaksi mertua kamu saat kita ke rumahnya waktu itu!”Ivana menyoroti tentang sikap Widi yang tampak biasa-biasa saja saat Leandra datang untuk mengambil barang-barangnya.“Dan mungkin mertuaku lebih condong ke istri kedua Mas Rendra,” timpal Leandra sambil mengangguk.“Itu kamu tahu!” sahut Ivana gemas sendiri. “Tante berani jamin, Rendra pasti setuju cerai pada akhirnya. Kalau dia mempersulit, kamu sodorkan sekalian bukti kekerasan yang kamu alami.”Leandra mengangguk lagi. Beruntung dia sempat mengirim foto-foto itu kepada Dini sekadar untuk jaga-jaga.“Mas! Jangan mel
“Bersulang!”“Sukses terus untuk klinik perawatan kita!”“Maju bersama Pak Bram!”“Pak Tian juga!”Beberapa gelas beradu, menimbulkan denting keras di tengah-tengah pesta syukuran atas keberhasilan klinik meningkatkan penjualan produk mereka hingga tujuh puluh persen.“Kalian bebas makan apa pun yang kalian suka!” suruh Bram. “Ada bos kita yang akan membayar semuanya!”Dia lantas meletakkan lengannya di atas bahu Tian.“Potong gaji satu-satu,” sahut Tian tanpa ekspresi di wajahnya.“Yaahhhh ... dikira gratis!”“Semangat langsung hilang!”Seluruh karyawan serentak mengeluarkan sorakan setelah Tian meminta mereka untuk membayar dengan gaji masing-masing.“Tenang, tenang!” lerai Nezia sambil tersenyum tipis. “Kalian tahu Pak Tian itu tidak suka bercanda, sekalinya bercanda pasti kelihatan serius—sudah sana, kalian makan lagi yang banyak!”“Yang bayar siapa pastinya, Bu?”“Saya mendadak kenyang kalau disuruh bayar sendiri, Bu!”Nezia tertawa lagi.“Perusahaan yang akan baya
Di dalam resto, kepala Nezia celingukan begitu dia tidak mendapati Tian yang sempat mengobrol bersama Bram.“Kok sendirian?” tanya Nezia heran. “Tian mana?”“Pulang,” jawab Bram singkat.Nezia mengerutkan keningnya, dia heran kenapa Tian pulang secepat itu dari resto.“Leandra? Kamu kenapa?”Sementara itu Tian masih berusaha membangunkan Leandra yang tidak sadarkan diri di lengannya.“Leandra? Bangun! Leandra?” panggil Tian berulang-ulang. Dia bingung harus melarikan Leandra ke mana, rumahnya saja tidak tahu.Karena tidak punya pilihan yang pas, Tian akhirnya memutuskan untuk membawa Leandra ke dalam mobil.“Leandra?” panggil Tian sambil berdiri, berusaha membangunkan pegawainya yang duduk terpejam di jok mobil. “Leandra?”Karena tidak ada respons, dia sengaja menaruh jarinya di dekat hidung Leandra dan merasakan masih ada embusan napas lembut yang menyapu kulitnya.Dengan cepat Tian menutup pintu mobil dan segera berputar untuk masuk ke sisi yang satunya. “Istri Anda hany
Leandra menggeliat perlahan, lalu tidak lama setelah itu kedua matanya terbuka. “Di mana ini?” gumam Leandra, mendadak dia bangun dan memandang ke sekelilingnya. “Ini bukannya ruang staf?” Leandra menoleh ke sandaran sofa yang terdapat paperbag besar bertuliskan: Ini peralatan mandi dan juga baju kamu. Dia menyandarkan punggungnya ke sofa, berusaha mengingat-ingat kembali apa yang terjadi hingga dia bisa terdampar di ruang staf seperti ini. “Masa iya aku hilang ingatan?” gumam Leandra seraya beringsut turun dari sofa dan menyeret kedua kakinya sembari menenteng paperbag itu. Selama mandi, Leandra terus berpikir keras karena yang dia ingat hanyalah ketika dia berpisah dengan Devi di jalan depan resto, setelah itu dia tidak ingat apa-apa lagi. Beruntung, paperbag yang diberikan kepadanya isinya lengkap dari mulai handuk, dalaman, dan baju semi formal. Leandra sangat berterima kasih kepada siapa pun yang telah menyesuaikan keperluan itu untuknya. Begitu keluar dari kamar mandi, Lea
Tian duduk di ruang staf, membuka laptopnya dan mencari akses untuk mendapatkan data-data pegawai yang bekerja di klinik.Satu per satu data pegawai diperiksa dengan teliti oleh Tian tanpa kecuali.“Jadi kami menemukan bahwa istri Anda mengonsumsi obat tidur yang begitu kuat sehingga membuatnya tidur lelap dalam jangka waktu lumayan lama.”Penyelesaian dokter di klinik itu membuat Tian jadi ingin mengetahui seluruh latar belakang para pegawai yang selama ini bekerja. Sebagai salah satu penanam modal, dia merasa berhak untuk tahu dari mana saja pegawai-pegawai itu direkrut.“Tian, kamu sedang apa?” Nezia menyapa ketika dia melihat keberadaan Tian yang tidak biasa. “Kamu tidak ada sidang?”“Besok,” jawab Tian singkat.“Oh ya, kamu sedang apa?” Nezia mengulang pertanyaannya. “Kelihatannya sibuk sekali, ada yang bisa aku bantu?”Tian menggeleng, “Tidak perlu, bukankah kamu seharusnya di depan untuk melayani konsumen yang mau konsultasi?”“Iya, aku ke sini juga setelah selesai sama
Tian mengamati tiga pegawai pria yang tampak melalui kaca mobilnya. Mereka tengah mengerjakan tugas menyiapkan paket dan juga mengepaknya hingga rapi.“Apa mungkin salah satu dari mereka?” pikir Tian sambil turun dari mobil.“Wah, wah, bos kita datang!” sambut Bram ketika Tian masuk ruang staf. “Kita belum dapat dokter kulit cowok, ya?” tanya Tian tanpa menanggapi basa-basi Bram.“Belum, itu karena konsumen pria masih bisa diatasi Nezia.” Bram memberi tahu. “Kecuali kalau terjadi peningkatan konsumen, kemungkinan dia akan mempertimbangkan untuk merekrut dokter pria.”Tian mendengarkan penjelasan Bram dalam diam.“Semua pegawai di sini apakah pernah ada yang bikin masalah?” tanya Tian setelah terdiam cukup lama.“Setahuku tidak ada,” jawab Bram tanpa banyak berpikir. “Memangnya kenapa sih?”Tian menarik napas.“Tidak apa-apa, aku cuma mewanti-wanti jangan sampai ada pegawai yang bikin ulah.” “Tenang saja, Nezia sudah menempatkan satu pegawai yang tugasnya mengawasi stok pr
“Terus kalau stabil kenapa?” tukas Rendra seraya mengemudi menuju rumahnya. “Kalau kamu boros seperti ini terus, lama-lama keuangan aku akan runtuh lagi.”Silvi mengerutkan bibirnya.“Kok jahat begitu sih? Wajar kan kalau aku jaga penampilan meskipun lagi hamil? Nanti kalau aku kelihatan kucel dan nggak cantik lagi, kamu berpaling ke wanita lain?”“Nggak usah bicara aneh-aneh deh, Vi!”“Buktinya dulu kamu berpaling dari Mbak Lea ke aku?” “Nggak usah bawa-bawa nama Lea!”“Nah, belum bisa move on kan kamu?”Rendra lebih memilih untuk tidak meladeni istrinya dan menambah kecepatan untuk bisa segera tiba di rumah.“Capeknya!” Silvi melenggang turun dari mobil yang berhenti tepat di depan rumah pemberian Rendra yang kini mereka tempati berdua. Dengan kondisi capek, Rendra duduk di sofa untuk melepas lelah sembari menunggu apakah Silvi akan berinisiatif membuatkannya secangkir minuman.“Mas, Senin besok aku mulai kerja. Jangan lupa antar jemput aku, mulai berat ini perutku!” kat
“Tian kelihatan akrab sekali sama Lea,” komentar Nezia sambil memandang ke arah pintu kaca yang bisa tembus ke luar.“Kalau tidak salah, Lea itu adalah pegawai Tian di kantornya yang dia bawa ke klinik ini.” Bram menjelaskan. “Tidak biasanya Tian bisa akrab sama perempuan, biarpun itu pegawai kita.”Nezia masih memandang ke arah yang sama.“Kamu betah kerja di sini?” tanya Tian tanpa basa-basi.“Betah, Pak.”“Tidak ada musuh?”“Maksud Bapak?” “Apa kamu punya musuh, atau ada yang iri sama kamu?” “Saya rasa ... tidak ada, Pak. Mungkin Bapak bisa kasih tahu saya apa yang sebenarnya terjadi malam itu, kenapa saya bisa ketiduran di ruang staf klinik.”Tian menarik napas dalam-dalam dan bercerita.“Saya langsung bawa kamu ke dokter karena kamu tidak sadar-sadar, dan katanya kamu mengonsumsi obat tidur yang bikin kamu tidak sadarkan diri sampai selama itu.”Leandra membelalakkan matanya.“Serius, Pak? Tapi ....”“Tentu saja itu serius, kamu tidak berpikir kalau dokter bercanda