"Sembilan tahun yang lalu, saat itu Whitelaw masihlah dokter magang, bukan seperti yang sekarang. Whitelaw adalah nama yang digunakannya selama bekerja di sini, dan mungkin dia mengubah panggilannya setelah keluar dari rumah sakit ini. Whitelaw adalah seorang yang pekerja keras dan penggila kesempurnaan. Lalu, mengapa saya tahu itu semua? Karena saya adalah teman satu universitasnya dulu. Saya dan Whitelaw dulu adalah teman baik..."
Henry terus mendengarkan tanpa berniat bertanya.
Dr. Norman melanjutkan, "Tetapi semenjak Whitelaw gagal lulus sesuai rencananya, dia mulai agak sedikit berubah. Kala itu, memang sesuatu yang tak dapat diduga. Dia harus mengulang. Saya terus memberinya dukungan sebagai seorang teman. Awalnya, Whitelaw menanggapi tapi lama-kelamaan—semenjak saya lulus lebih dulu—dia mengubah kami menjad
Lampu bulat di atas pintu berubah warna dari merah ke hijau, tanda operasi telah selesai dan berjalan lancar seperti yang diharapkan. Henry melangkah ke luar ruangan, tepat saat ia membuka pintu mata-mata sendu penuh harap itu langsung tertuju kepadanya. Mereka tidak berbicara tetapi Henry paham sekali apa yang mereka ingin dengar. "Operasinya berjalan lancar. Trent akan dikembalikan ke ruang rawat inap sesegera mungkin, dan karena dosis obat bius yang kami berikan cukup tinggi, memerlukan waktu untuk Trent siuman. Saya harap Anda sekeluarga dapat menunggu dengan sabar." Henry menjelaskan dengan nada lembut. Keluarga Trent berbarengan menghela napas panjang. Wajah mereka tampak lebih tenang dari sebelumnya. Setelah itu, mereka semua berterima kasih pada Henry dengan mata yang berkaca-kaca. Sudah hampir 4 tahun sejak ia mengawali kariernya sebagai seorang dokter bedah namun tak pernah sekalipun ia merasa bosan melihat mata-mata tersebut, ada kehan
Suara benda besar jatuh yang berasal dari lantai tiga membuat Clare Littlejohn beranjak terbirit-birit. Dua tangga spiral besar nan megah itu ia lewati cepat demi menuntaskan rasa cemasnya. Tanpa meminta izin terlebih dahulu pada sang pemilik kamar, Clare membuka lebar-lebar pintu berdaun dua itu hingga menimbulkan bunyi sebab terbanting pada tembok. "Astaga, Henry!" teriaknya histeris. Bagaimana tidak histeris, mengetahui jika adiknya yang bodoh itu sedang melakukan percobaan bunuh diri. Lagi. Kali ini dengan gantung diri di tengah kamarnya yang memiliki langit-langit cukup tinggi. Sebuah lemari besar tergeletak begitu saja di bawahnya—dapat dipastikan lemari tersebutlah sumber debum besar yang beberapa menit lalu terdengar—sementara Henry sendiri benar-benar tergantung di sana tanpa berkutik.
Para hadirin berteriak panik dan histeris seperti Clare setiap menangkap basah ketika Henry hendak atau tengah melakukan percobaan bunuh diri tanpa alasan yang masuk akal.Henry satu-satunya yang mungkin paling tenang di sana. Ia mencoba menganalisis area sekitar sebelum akhirnya polisi berdatangan. Osvard Anderson adalah salah satu anggota polisi terbaik di Westminster. Osvard juga merupakan teman dekat Henry, usianya lima tahun di atasnya yang berarti 34 tahun. Tubuh jangkung nan tegap itu berjalan ke arahnya. Setelah kurang lebih sebulan lamanya tidak bertemu kumis dan janggutnya itu kelihatan semakin lebat saja, menurut Henry. Tapi tidak mungkin ia memilih topik tersebut sebagai pembicaraan di saat yang seperti ini."Osvard!" seru Henry."Kasus di awal tahun, huh?" balasnya d
"Osvard...."Lagi-lagi Henry mengembuskan napas kasar. "Maaf semuanya, rekanku sedang menjawab telepon tadi. Lupakan dia."Osvard menggaruk tengkuknya yang tak gatal, merasa bersalah karena merusak suasana. Lantas ia mematikan daya ponselnya.Henry menggenggam pisau berlumuran darah korban yang telah dibungkus plastik bening oleh rekan Osvard, dan di sebelah tangannya lagi ia menggenggam plastik lainnya yang berisi sisa wine bekas korban. Indra penciumannya berusaha mengenali suatu zat lain yang mungkin tercampur di dalam wine tersebut—bisa jadi obat, racun, dan lainnya—tapi Henry kesulitan menganalisis tanpa alat bantu di lab-nya."Laki-laki ini meninggal sekitar pukul 12.46 yang artinya beberapa menit setelah dia menengg
"Tidak usah ikut campur, Dokter." Misa berucap dingin.Perkataan gadis itu membuat Henry baru menyadari kalau jas labnya belum dilepas setelah ia ke rumah sakit tadi. Sekarang ia tampak seperti seorang dokter sejati."Hey, Nyonya. Tuan Littlejohn ini juga seorang detektif. Kau tidak mengenalnya?" ujar Dale dengan nada malas.Misa berjengit, lantas ia membenarkan posisi berdirinya yang terlihat agak sombong dan tidak sopan. Misa berdeham kencang seraya melirik tajam Henry yang kikuk. Sebetulnya Misa mengetahui siapa itu Henry Littlejohn tetapi ia pikir Henry Littlejohn ini hanyalah seorang detektif baru yang ketenarannya langsung melejit tinggi setelah menuntaskan kasus pertamanya dua tahun silam. Dan sebetulnya juga, Misa amat membencinya karena banyak orang-orang yan
Misa berteriak ketika mendapati Henry muncul; menempel pada kaca mobilnya secara gaib."Kau!"Henry melambaikan tangannya dari luar kaca mobil. Memberikan isyarat pada Misa untuk menurunkan kaca mobilnya. Dan dengan amat sangat terpaksa Misa menurunkannya."Bicaralah cepat! Aku tidak tahan melihat wajah busukmu itu lebih lama lagi.""Astaga, kau memang pandai memuji. Tolong turunkan sedikit lagi agar suaraku dapat terdengar jelas," Henry meminta tapi tak langsung dikabulkan. Gadis Asia itu malah menggertaknya."Aku tidak tuli, bodoh."Henry tertawa. "Buka dulu sedikit...."Dengan enggan Misa menurunkan lagi kacanya, hanya sedikit. Sedetik kemudian, tangan kurus Henry masuk dan bergerak lihai mencoba untuk membuka kunci pintu mobil dari dalam. Sebelum Misa memaki, Henry telah berhasil membuka pintu mobil Misa dan duduk di kursi penumpang."Gila! Aku bisa gila!""Tenanglah, kau tidak akan terlalu gila selama aku ada di dek
Henry mengajak Arlo untuk membantunya di kasus ini. Pada awalnya Arlo menolak mentah-mentah setelah mengetahui kalau misi yang diberikan hanyalah tantangan dari seseorang yang baru ditemuinya dalam kurun satu hari atau bahkan belum genap sehari. Akan tetapi, Arlo lebih tidak tahan berdebat dan berurusan dengan Henry mode manja seperti bayi besar. Dan berakhirlah mereka berdua di sini, di Tothill Street, salah satu kantor polisi pusat di Westminster. Nama Arlo Martinez cukup terkenal karena telah beberapa kali menyelesaikan suatu kasus bersama Henry. Pekerjaan tetap Arlo adalah sebagai wartawan, karena itulah Henry sangat membutuhkan Arlo untuk bekerja bersamanya sebagai partner detektif."Ke mana kau saat hari pernikahan?" Henry menyela percakapan Arlo dan Osvard.Arlo yang merasa ditanya lantas menjawab. "Aku terserang flu waktu itu. Tapi aku sudah mengirim hadiah pernikahannya, tenang saja.""Ada kasus saat acara pernikahan—""Ak
Destinasi selanjutnya versi terbaru adalah Belgrave Road, tempat apartemen Wood berada. Misa dan Henry sepakat untuk menelusuri dalam dan luar tempat tersebut, dan mengubah Millbank di opsi terakhir.Setelah berunding selama satu jam, mereka berhasil membagi-bagi tugas: Arlo, Henry, dan Misa bertugas untuk memata-matai secara langsung dan berakting, Osvard bagian pengawasan jarak dekat, Edith ditugaskan untuk mengawas secara tidak langsung dengan kemampuan meretasnya. Dale, dia tetap berjaga di kantor polisi, bagaimanapun juga Dale adalah pengurus penting yang memiliki banyak klien di kantor polisi, mereka tidak bisa memaksa."Apa yang biasanya orang-orang kaya itu lakukan di waktu seperti ini? Bersiap untuk berpesta?" celoteh Henry. Ia menengadahkan wajahnya ketika melihat bangunan tinggi itu."Aku pernah beberapa kali kemari untuk kepentingan kerja. Dalamnya bagaikan negeri dongeng," sambung Arlo yang duduk bersebelahan dengan Henry.M
"Sembilan tahun yang lalu, saat itu Whitelaw masihlah dokter magang, bukan seperti yang sekarang. Whitelaw adalah nama yang digunakannya selama bekerja di sini, dan mungkin dia mengubah panggilannya setelah keluar dari rumah sakit ini. Whitelaw adalah seorang yang pekerja keras dan penggila kesempurnaan. Lalu, mengapa saya tahu itu semua? Karena saya adalah teman satu universitasnya dulu. Saya dan Whitelaw dulu adalah teman baik..."Henry terus mendengarkan tanpa berniat bertanya.Dr. Norman melanjutkan, "Tetapi semenjak Whitelaw gagal lulus sesuai rencananya, dia mulai agak sedikit berubah. Kala itu, memang sesuatu yang tak dapat diduga. Dia harus mengulang. Saya terus memberinya dukungan sebagai seorang teman. Awalnya, Whitelaw menanggapi tapi lama-kelamaan—semenjak saya lulus lebih dulu—dia mengubah kami menjad
"Sally! Sally!" Henry melesat masuk begitu saja ke dalam ruang kearsipan, di depan Sally dia langsung menghentikan langkah dan menatapnya heran sebab wanita umur tiga puluhan itu tidak membentaknya seperti yang biasa wanita itu lakukan.Sally menoleh padanya, di sebelah kiri pipinya terlihat membengkak, Henry menyimpulkan bahwa alasan di balik Sally yang pendiam hari ini adalah karena sakit gigi. Ia tidak mengerti apa yang hendak wanita itu isyaratkan padanya melalui sorot matanya yang tajam, tapi jika ditebak-tebak pasti tak jauh dari 'jangan berisik' atau 'pergilah' yang ingin dikatakannya. Lantas Henry hanya mengangguk-angguk meski tidak paham apa yang dikatakan Sally, karena wanita itu kini tengah berusaha berbicara tetapi kesulitan akibat giginya yang sakit.'Ya, ya. Aku tahu gigimu sedang sakit, maaf karena telah membuat keributan tiba-tiba...," ucap Henry.Sally bergumam tidak jelas lagi."Sudahkah kau pergi ke dokter gigi d
Singkat cerita mengenai Henry dan Misa yang membantu Kent berbenah toko peralatan kantor milik pamannya sejak matahari baru memunculkan diri. Karena rencana mereka agar toko milik paman Kent ini akan selesai pada jam bukanya atau jam 11 pagi. Tapi Henry buru-buru menolak hal tersebut dan menambahkan syarat pada perjanjian: bahwa mereka takkan bersedia membantu Kent membereskan toko jika Kent tidak ikut bersama mereka menjenguk pamannya. Bagaimanapun juga Kent masih tetap tahanannya, dan Kent bisa melakukan apa pun untuk mengelabuinya. Kent yang sudah terlalu lengah pada akhirnya menuruti kemauan Henry. Dia bingung harus melakukan apa agar dirinya dapat terlepas dari prasangka sang Detektif. Pun si teman Detektif yang merupakan seorang detektif juga tidak berniat mempercayainya. Maka dari itu, Kent lebih memilih bergerak gesit agar semuanya dapat kembali normal. Tanpa ada detektif, kasus, polisi, bukti, atau apa pun yang berhubungan dengan itu. Setelah melalui b
Mereka menunggu sampai Kent selesai melayani pelanggannya. Sembari menunggu mereka berkeliling mencari keberadaan benda yang dicari. Walaupun Toko Peralatan Kantor ini memang tidak kelihatan seperti Toko Peralatan Kantor pada biasanya dari luar, di dalamnya tak dapat diragukan lagi kalau ini adalah sebuah Toko Peralatan Kantor. Banyak sekali buku nota, binder, map, dan sejenisnya, bahkan hingga printer tua yang namun masih terlihat berfungsi, kursi kantor, hingga loker-loker kecil dan sedang dengan harga terjangkau pun ada. Kekurangannya adalah... banyak sekali. Tampaknya pegawai di toko ini sedikit, sehingga pasti kesulitan untuk membenah barang-barang yang ada tertata rapi. Dan pasti juga ada campur tangan dari pelanggan yang seenaknya melihat-lihat ataupun mengacak-ngacak ketika mencari sesuatu tanpa dibereskan kembali setelahnya. Tapi Henry sendiri kemari bukan untuk menjadi seorang kritikus, melainkan sebagai seorang detektif.Akhirnya, 2 pelanggan terakhir yang be
Hari ini Misa dan Violet sudah bertemu dua kali, Sebuah kebetulan yang aneh; Misa sendiri tidak menyangka kalau orang yang ditemuinya merupakan salah satu dari teman Henry, dunia seolah menyempit. Apa pun yang dia jumpai semuanya memiliki hubungan dengan Henry, entah apa pun itu."Kau mengenal Violet?" tanya Henry penasaran."Tidak. Kita baru bertemu tadi siang... tak sengaja bertemu lebih tepatnya."Henry mengangguk paham."Tampaknya pacarmu itu merajuk." Misa memperhatikan raut wajah Violet sebelum wanita itu beranjak pergi tadi."Hey? Apa maksudnya pacar? Aku tidak tertarik padanya," tangkis Henry cekatan."Perkataanmu itu akan menyakiti hatinya jika dia mendengar, benar-benar berhati dingin." Misa menyinggung Henry tanpa ragu.Mendengarnya Henry ingin sekali membelikannya sebuah kaca yang sangat besar agar gadis itu dapat melihat dirinya sendiri tak jauh seperti apa yang dia ungkapkan. Karena tidak ingin me
"Bagaimana bis—tunggu sebentar... mengapa kau malah meneleponku? Sudahkah kaucari?"Misa merasa ada yang aneh pada Henry, ia jadi berpikir orang itu tengah membohonginya."Aku meneleponmu tanpa alasan," jawab Henry dari seberang sana.Apa yang ada di dalam kepala lelaki itu Misa selalu tidak memahaminya. "Jernihkan dulu pikiranmu. Di mana kau sekarang?" Misa bermaksud untuk mendatangi Henry saat itu juga.Henry menjawab, "Itu dia, aku masih ada jam kerja setelah ini. Temui aku di rumah sakit di ruanganku dua jam lagi.""Dua jam lagi? Yang benar saja...," gerutu Misa. "Baiklah, karena aku memiliki beberapa pertanyaan juga untukmu. Sampai jumpa dua jam lagi."Terdengar suara helaan napas dari sana, "Asal kau tahu, kau menyelamatkan otakku. Sampai jumpa dua jam lagi."Bip! Misa mematikan panggilannya lebih dulu, trolinya didorong ke kasir, butuh waktu 15-20 menit untuk Misa mengantre. Siang ini cukup ramai khalaya
Kejadian sehari sebelumnya. Di malam hari di rumah sakit tempatnya bekerja, selepas Henry mengantarkan Misa ke apartemennya. "Tunggu sebentar, Kinsey," panggil Henry sambil menepuk bahunya.Kinsey menoleh dan mengangkat alisnya, "Ada apa, Mr. Littlejohn?""Kau bisa lebih dulu langsung ke ruang operasi, aku punya sesuatu yang harus dibicarakan dengan Dr. Theodore," ucap Henry, wajahnya menampilkan senyum dibuat-buat.Kinsey yang memang tidak ingin ikut campur lebih jauh lagi pun mengangguk lalu melanjutkan langkah sambil melambaikan tangannya pada Henry tanpa membalikkan badan.Henry pun berjalan cepat ke arah ruangan Dr. Theodore; sesekali memastikan kalau barang-barang buktinya masih dia bawa. Di depan ruangan Dr. Theodore seperti biasanya dia akan mengetuk dan meminta izin masuk sebelum orangnya mengizinkan."Masuk."Pintu ruangan Dr. Theodore lantas dibuka oleh Henry secara perlahan; ketika Henry masuk Dr. Theodore
Sebelum matahari semakin memunculkan dirinya, Edith bangkit dari kasur dan langsung membuka kulkas mereka. Tidak banyak bahan makanan karena di awal bulan ini mereka berdua belum sempat untuk berbelanja kebutuhan sandang. Karena itu, Edith terpaksa hanya memasak roti isi telur omelette dengan saur cabai dan saus mustard yang tinggal tersisa sedikit. Sebenarnya, hampir tiga hari ini Edith dan Misa hanya sarapan dengan menu yang sama, agak bosan namun harus bagaimana lagi.Misa keluar dari kamar masih memakai piyama cokelat motif kuda kesukaannya, berjalan ke arah kamar mandi sembari mengusap wajahnya berkali-kali."Roti omelette lagi tidak apa-apa, kan?" tanya Edith pada Misa.Misa mengangguk cepat. "Itu sudah lebih dari cukup," kata Misa, sebelum setelahnya ia kembali melangkahkan kaki masuk ke kamar mandi.Beberapa menit sesudah Edith menyiapkan sarapan, Misa keluar dari kamar mandi dengan rambut hitam sepunggungnya yang basah; pakaiann
Telepon Henry berdering ketika ia hendak menyuapkan steiknya ke mulut, lantas ia mengeluarkan ponsel pintar itu dari saku mantelnya sambil merengut malas. "Halo," ucap Henry dengan mulutnya yang masih mengunyah daging. "Halo, Henry. Maaf sebelumnya aku tidak sempat mengangkat panggilanmu tadi, aku sedang berbincang dengan temanku." Arlo menyahut dari seberang sana. Misa dan Osvard sama-sama terdiam sembari menikmati hidangan mereka dan membiarkan Henry menelepon dengan tenang. "Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, apa kau sedang sibuk?" tanya Henry. Tangannya yang menggenggam sebuah garpu menusuk satu potong daging lalu melahapnya lagi.