"Tidak usah ikut campur, Dokter." Misa berucap dingin.
Perkataan gadis itu membuat Henry baru menyadari kalau jas labnya belum dilepas setelah ia ke rumah sakit tadi. Sekarang ia tampak seperti seorang dokter sejati.
"Hey, Nyonya. Tuan Littlejohn ini juga seorang detektif. Kau tidak mengenalnya?" ujar Dale dengan nada malas.
Misa berjengit, lantas ia membenarkan posisi berdirinya yang terlihat agak sombong dan tidak sopan. Misa berdeham kencang seraya melirik tajam Henry yang kikuk. Sebetulnya Misa mengetahui siapa itu Henry Littlejohn tetapi ia pikir Henry Littlejohn ini hanyalah seorang detektif baru yang ketenarannya langsung melejit tinggi setelah menuntaskan kasus pertamanya dua tahun silam. Dan sebetulnya juga, Misa amat membencinya karena banyak orang-orang yang menyukainya sebab visualnya yang terbilang bak berlian dibandingkan dengan kinerjanya sebagai detektif baru. Karena itu Misa tidak tertarik ataupun ingin melihat bagaimana sosoknya barang sekali pun. Tapi sekarang, mereka malah berjumpa.
"Biasa saja ternyata," Misa bermonolog pelan.
Henry yang mendengar ucapan tersebut menaikkan sebelah alis.
"Mr. Littlejohn yang sempurna dan terhormat, bisakah kau tidak mencampuri urusanku." Ekspresi lembut dibuat-buatnya terpaksa ia gunakan demi mengenyahkan si Detektif Populer itu dari hadapannya secepat mungkin agar dapat bekerja sedikit lebih tenang—hanya sedikit, karena dirinya sendiri pun bukan orang yang tenang.
"Apa bocah pendek itu mengusirku?" bisik Henry pada Dale dengan suara normal yang dapat didengar siapa pun.
Misa memberengut kesal, lalu mulai mengentakkan kaki dan berbicara lantang membuat seisi kantor polisi bergema oleh suaranya; semua mata-mata itu terfokus pada Misa, Henry, dan Dale yang sama terkejutnya dengan yang lain.
"Siapa yang kaupanggil bocah pendek dasar Pak Tua aneh, menyebalkan, jelek!"
Henry melarikan diri dan bersembunyi di belakang tubuh besar dan jangkungnya Osvard. Namun Misa tidak kenal takut, gadis itu mulai mengejar Henry ke seluruh penjuru kantor polisi.
Osvard menggeleng-gelengkan kepala. "Kantorku bukan tempat taman bermain, dasar anak-anak," ujar Osvard seperti orang tua yang menasihati anak-anaknya.
"Wah, Osvard. Akhirnya kau menyadari usia tuamu," sahut Henry.
Osvard menatap datar Henry. "Nak, pukul saja lelaki gila itu," ucapnya pada Misa. Dan dilaksanakan dengan sepenuh hati oleh Misa.
Henry melotot tidak percaya Osvard malah berpihak pada si bocah pendek yang bersumbu pendek pula. Ia memohon-mohon pertolongan pada Osvard saat Misa telah melayangkan satu pukulan di bokongnya tetapi Osvard merajuk, tidak menghiraukan racauan Henry yang sangat berisik seperti anak kecil cengeng. Osvard menikmati kerusuhan kedua anak TK tersebut sambil mengisap sebatang rokok yang merupakan rokok terakhirnya minggu ini.
"Kau ini perempuan macam apa, sih? Mengerikan sekali."
Misa tidak menjawab, ia membuang muka sambil merapikan rambut-kemerahan-sebahunya yang kusut akibat berlarian selama tujuh menit mengejar Pak Tua pecicilan itu lalu duduk di salah satu kursi kosong di sebelah Osvard.
"Aku benar-benar tidak habis pikir dia si detektif sekaligus dokter yang terkenal itu," ujar Misa menyindir.
"Aku juga. Aku juga." Osvard menyetujui.
"Hey?!" serunya tak terima.
Henry mendudukkan bokongnya di atas meja dengan satu kaki diletakkan di kaki satunya dan menyilangkan tangannya. "Akan kubuktikan aku ini detektif profesional," ucap Henry penuh percaya diri.
Osvard dan Misa saling tatap lalu mengedikkan bahu mereka.
"Aku menantangmu." Misa berucap.
Posisi Henry tidak berubah, sambil menatap Misa, Henry memasang wajah menantangnya tanpa rasa gusar sedikit pun dan malah terkesan menyebalkan.
"Aku menantangmu... untuk mengungkap kasus keluarga Brown." Misa menatap lurus ke dalam mata Henry.
Henry mengerutkan kening, "Maksudmu kasus yang sedang kautangani sekarang? Kau ingin aku menyelesaikannya?"
Osvard menyela, "Maksudnya dia ingin kau membantunya. Ke mana perginya kepekaanmu yang tajam itu?"
"Aku mengerti! Aku mengerti! Kepekaanku tidak akan pernah tumpul dan selalu kuasah, kau tahu?" tangkisnya cepat.
"Berikan aku alasan untuk menerima tantanganmu itu," lanjut Henry.
"Kau sendiri kan yang bilang ingin membuktikan kehebatanmu? Dasar aneh."
Henry memajukan wajahnya pada Misa. "Oh, kau sedang menjebakku, ya?"
Misa merotasikan matanya, geram dengan Henry yang terus-menerus menjailinya. Sedetik kemudian Misa berdiri dan mulai melangkah ke luar kantor Osvard.
"Terserahmu saja, Tuan Detektif Populer. Jangan pernah muncul lagi di hadapanku," ucap Misa mutlak. Setelahnya Misa membanting pintu hingga lukisan-lukisan di dinding bergoyang acak.
"Kenapa dia kuat sekali? Apa dia keturunan iblis?" heran Henry.
"Aku masih bisa mendengar itu!" teriak Misa dari luar ruangan.
Osvard menyeletuk, "Bukan. Dia itu penyihir. Dan kau sudah membuat penyihir marah. Siap-siap saja kau akan dikutuk olehnya. Jangan salahkan aku. Aku masih ingin menikah dan bahagia."
Henry tetap merinding meskipun tahu jika Osvard sedang bergurau dan mengada-mengada. Namun aura Misa memang tidak biasa.
"Dan aku akan mematahkan kutukan itu dan akan menjinakkan penyihir jahat itu menjadi penyihir baik. Meskipun dia masih tetap menjadi seorang penyihir, sih," gumamnya pelan.
"Dia penyihir bukan binatang buas, Littlejohn." Osvard membenarkan.
"Itu terdengar sama saja di telingaku," ucapnya sebelum melenggang pergi.
Alih-alih demikian, Henry merasa penyihir itu telah merapalkan mantra sebelum siapa pun menyadarinya. Dan Henry tidak terlalu cekatan untuk menangkal, sehingga mantra tersebut berhasil menguasainya.
Misa berteriak ketika mendapati Henry muncul; menempel pada kaca mobilnya secara gaib."Kau!"Henry melambaikan tangannya dari luar kaca mobil. Memberikan isyarat pada Misa untuk menurunkan kaca mobilnya. Dan dengan amat sangat terpaksa Misa menurunkannya."Bicaralah cepat! Aku tidak tahan melihat wajah busukmu itu lebih lama lagi.""Astaga, kau memang pandai memuji. Tolong turunkan sedikit lagi agar suaraku dapat terdengar jelas," Henry meminta tapi tak langsung dikabulkan. Gadis Asia itu malah menggertaknya."Aku tidak tuli, bodoh."Henry tertawa. "Buka dulu sedikit...."Dengan enggan Misa menurunkan lagi kacanya, hanya sedikit. Sedetik kemudian, tangan kurus Henry masuk dan bergerak lihai mencoba untuk membuka kunci pintu mobil dari dalam. Sebelum Misa memaki, Henry telah berhasil membuka pintu mobil Misa dan duduk di kursi penumpang."Gila! Aku bisa gila!""Tenanglah, kau tidak akan terlalu gila selama aku ada di dek
Henry mengajak Arlo untuk membantunya di kasus ini. Pada awalnya Arlo menolak mentah-mentah setelah mengetahui kalau misi yang diberikan hanyalah tantangan dari seseorang yang baru ditemuinya dalam kurun satu hari atau bahkan belum genap sehari. Akan tetapi, Arlo lebih tidak tahan berdebat dan berurusan dengan Henry mode manja seperti bayi besar. Dan berakhirlah mereka berdua di sini, di Tothill Street, salah satu kantor polisi pusat di Westminster. Nama Arlo Martinez cukup terkenal karena telah beberapa kali menyelesaikan suatu kasus bersama Henry. Pekerjaan tetap Arlo adalah sebagai wartawan, karena itulah Henry sangat membutuhkan Arlo untuk bekerja bersamanya sebagai partner detektif."Ke mana kau saat hari pernikahan?" Henry menyela percakapan Arlo dan Osvard.Arlo yang merasa ditanya lantas menjawab. "Aku terserang flu waktu itu. Tapi aku sudah mengirim hadiah pernikahannya, tenang saja.""Ada kasus saat acara pernikahan—""Ak
Destinasi selanjutnya versi terbaru adalah Belgrave Road, tempat apartemen Wood berada. Misa dan Henry sepakat untuk menelusuri dalam dan luar tempat tersebut, dan mengubah Millbank di opsi terakhir.Setelah berunding selama satu jam, mereka berhasil membagi-bagi tugas: Arlo, Henry, dan Misa bertugas untuk memata-matai secara langsung dan berakting, Osvard bagian pengawasan jarak dekat, Edith ditugaskan untuk mengawas secara tidak langsung dengan kemampuan meretasnya. Dale, dia tetap berjaga di kantor polisi, bagaimanapun juga Dale adalah pengurus penting yang memiliki banyak klien di kantor polisi, mereka tidak bisa memaksa."Apa yang biasanya orang-orang kaya itu lakukan di waktu seperti ini? Bersiap untuk berpesta?" celoteh Henry. Ia menengadahkan wajahnya ketika melihat bangunan tinggi itu."Aku pernah beberapa kali kemari untuk kepentingan kerja. Dalamnya bagaikan negeri dongeng," sambung Arlo yang duduk bersebelahan dengan Henry.M
Gemercik air yang keluar dari keran wastafel mematahkan keheningan. Umum diketahui bahwa suara air itu merelaksasikan. Henry mengerutkan kening, mencoba untuk lebih tenang. Selain agar tidak dicurigai, alasan Henry menyalakan keran adalah untuk meredakan rasa gelisahnya.Akan tetapi, sumber dari kegelisahannya tak kunjung muncul."Ayolah, Misa....""Aku baik-baik saja."Batu besar yang menimpanya seolah-olah berubah wujud menjadi dedaunan kering yang begitu ringannya tersapu embusan angin. Dalam hati Henry mengucapkan syukur."Apa kau baik-baik saja?" Henry memastikan."Sudah kubilang aku baik-baik saja."Henry mengembuskan napasnya berat. "Katakan, siapa orang itu?" tanya Henry."Orang itu ternyata—tunggu, di mana rekan sandiwaramu?"Bak tersambar petir Henry terdiam sambil mengutuk dalam hati. "Kau terlihat peduli sek
"Mengapa kau tidak menjawab panggilanku tadi?" Misa bertanya pada Osvard dengan nada kesal."Benda milikku ini tiba-tiba saja tidak dapat berfungsi, bahkan sampai sekarang. Aku sudah mencoba memperbaikinya, coba lihatlah sendiri," ucap Osvard sambil melempar in-ear-nya pada Misa.Saat Misa memeriksanya, ia tidak menemukan kerusakan apa pun, jadi ia coba untuk menggunakannya. Ajaibnya benda itu langsung berfungsi kembali dengan baik. Misa melemparkannya lagi pada Osvard, "Bilang saja kau tidak bisa menggunakannya, Kakek.""Hey?!" jengkelnya.Petang itu juga mereka melanjutkan misi menuju tempat yang mereka jadikan opsi terakhir: Millbank.Arlo sedikit tenang selam
Hanya Henry yang dapat terbebas dari jerat benang kusut. Meskipun rencana kali ini terbilang cukup tergesa-gesa tanpa adanya musyawarah bersama anggota lainnya, namun Henry sangat yakin dengan apa yang diputuskannya saat ini. Dan yang harus ia lakukan selanjutnya adalah: bagaimana ia membuktikan premisnya kepada yang lain. Akan tetapi, tidak ada bukti yang dapat meyakinkan mereka selain teorinya sendiri.Dari ujung matanya Henry melihat Misa dengan ekspresi wajahnya seperti seekor landak yang siap menyerang musuh dengan durinya. Gadis itu pasti semakin membencinya sekarang."Mobil itu memiliki satu tujuan dengan kita. Jangan khawatir." Henry membuka suara.Misa merajut alis, tangannya ia silangkan di dada."Apa yang
Ponsoby Place merupakan salah satu tempat di Millbank, Westminster yang sama ramainya dengan tempat lain, namun Logan dan Caroline Brown dengan mudahnya bersembunyi di balik ribuan subjek yang ada. Hal ini membuktikan bahwa relasi mereka begitu luas tidak hanya di karier cemerlang mereka saat ini tapi juga di dalam dunia bawah.Henry memata-matai kediaman nan megah tersebut dengan saksama."Mereka mengherankan. Sungguh mengherankan. Sudah sangat kaya dan sukses, tapi masih saja mencebur ke kegelapan. Apa mereka tidak sadar dengan akibatnya?" celoteh Arlo."Bagaimana kita harus menggambarkan mereka? Tamak? Licik? Picik?" kata Henry."Sampah," gumam Misa."Begitulah ciri-ciri manusia." Osvard menimpali.Kalimat Osvard seperti sebuah panah tak kasat mata yang menancap sempurna di relung hati. Henry terkekeh kemudian."Kau benar, Osvard."Bagaimana juga, mereka semua adalah manusia yang tidak akan pernah merasa pu
Dibantu oleh Misa, Henry mendobrak salah satu pintu kamar yang terkunci. Sempat berpikir akan ada seseorang di dalam sana, tapi nyatanya tidak ada siapa pun, sama seperti sebelum-sebelumnya."Sepertinya ini kamar anak laki-laki. Apa keluarga Brown punya anak?" tanya Henry.Misa otomatis mengangkat bahu, "Mereka sudah lama menikah. Itu suatu hal yang normal, bukan?""Tapi, kau pernah bilang mereka pernah datang ke pelelangan manusia?" Henry bertanya sekali lagi.Entah hanya perasaannya atau bukan, selepas ia berkata seperti itu Misa mematung di tempat, tangannya mengepal kuat, dan tatapannya kosong menghadap lantai."Ya, ya. Mereka tidak akan segamblang itu meny
"Sembilan tahun yang lalu, saat itu Whitelaw masihlah dokter magang, bukan seperti yang sekarang. Whitelaw adalah nama yang digunakannya selama bekerja di sini, dan mungkin dia mengubah panggilannya setelah keluar dari rumah sakit ini. Whitelaw adalah seorang yang pekerja keras dan penggila kesempurnaan. Lalu, mengapa saya tahu itu semua? Karena saya adalah teman satu universitasnya dulu. Saya dan Whitelaw dulu adalah teman baik..."Henry terus mendengarkan tanpa berniat bertanya.Dr. Norman melanjutkan, "Tetapi semenjak Whitelaw gagal lulus sesuai rencananya, dia mulai agak sedikit berubah. Kala itu, memang sesuatu yang tak dapat diduga. Dia harus mengulang. Saya terus memberinya dukungan sebagai seorang teman. Awalnya, Whitelaw menanggapi tapi lama-kelamaan—semenjak saya lulus lebih dulu—dia mengubah kami menjad
"Sally! Sally!" Henry melesat masuk begitu saja ke dalam ruang kearsipan, di depan Sally dia langsung menghentikan langkah dan menatapnya heran sebab wanita umur tiga puluhan itu tidak membentaknya seperti yang biasa wanita itu lakukan.Sally menoleh padanya, di sebelah kiri pipinya terlihat membengkak, Henry menyimpulkan bahwa alasan di balik Sally yang pendiam hari ini adalah karena sakit gigi. Ia tidak mengerti apa yang hendak wanita itu isyaratkan padanya melalui sorot matanya yang tajam, tapi jika ditebak-tebak pasti tak jauh dari 'jangan berisik' atau 'pergilah' yang ingin dikatakannya. Lantas Henry hanya mengangguk-angguk meski tidak paham apa yang dikatakan Sally, karena wanita itu kini tengah berusaha berbicara tetapi kesulitan akibat giginya yang sakit.'Ya, ya. Aku tahu gigimu sedang sakit, maaf karena telah membuat keributan tiba-tiba...," ucap Henry.Sally bergumam tidak jelas lagi."Sudahkah kau pergi ke dokter gigi d
Singkat cerita mengenai Henry dan Misa yang membantu Kent berbenah toko peralatan kantor milik pamannya sejak matahari baru memunculkan diri. Karena rencana mereka agar toko milik paman Kent ini akan selesai pada jam bukanya atau jam 11 pagi. Tapi Henry buru-buru menolak hal tersebut dan menambahkan syarat pada perjanjian: bahwa mereka takkan bersedia membantu Kent membereskan toko jika Kent tidak ikut bersama mereka menjenguk pamannya. Bagaimanapun juga Kent masih tetap tahanannya, dan Kent bisa melakukan apa pun untuk mengelabuinya. Kent yang sudah terlalu lengah pada akhirnya menuruti kemauan Henry. Dia bingung harus melakukan apa agar dirinya dapat terlepas dari prasangka sang Detektif. Pun si teman Detektif yang merupakan seorang detektif juga tidak berniat mempercayainya. Maka dari itu, Kent lebih memilih bergerak gesit agar semuanya dapat kembali normal. Tanpa ada detektif, kasus, polisi, bukti, atau apa pun yang berhubungan dengan itu. Setelah melalui b
Mereka menunggu sampai Kent selesai melayani pelanggannya. Sembari menunggu mereka berkeliling mencari keberadaan benda yang dicari. Walaupun Toko Peralatan Kantor ini memang tidak kelihatan seperti Toko Peralatan Kantor pada biasanya dari luar, di dalamnya tak dapat diragukan lagi kalau ini adalah sebuah Toko Peralatan Kantor. Banyak sekali buku nota, binder, map, dan sejenisnya, bahkan hingga printer tua yang namun masih terlihat berfungsi, kursi kantor, hingga loker-loker kecil dan sedang dengan harga terjangkau pun ada. Kekurangannya adalah... banyak sekali. Tampaknya pegawai di toko ini sedikit, sehingga pasti kesulitan untuk membenah barang-barang yang ada tertata rapi. Dan pasti juga ada campur tangan dari pelanggan yang seenaknya melihat-lihat ataupun mengacak-ngacak ketika mencari sesuatu tanpa dibereskan kembali setelahnya. Tapi Henry sendiri kemari bukan untuk menjadi seorang kritikus, melainkan sebagai seorang detektif.Akhirnya, 2 pelanggan terakhir yang be
Hari ini Misa dan Violet sudah bertemu dua kali, Sebuah kebetulan yang aneh; Misa sendiri tidak menyangka kalau orang yang ditemuinya merupakan salah satu dari teman Henry, dunia seolah menyempit. Apa pun yang dia jumpai semuanya memiliki hubungan dengan Henry, entah apa pun itu."Kau mengenal Violet?" tanya Henry penasaran."Tidak. Kita baru bertemu tadi siang... tak sengaja bertemu lebih tepatnya."Henry mengangguk paham."Tampaknya pacarmu itu merajuk." Misa memperhatikan raut wajah Violet sebelum wanita itu beranjak pergi tadi."Hey? Apa maksudnya pacar? Aku tidak tertarik padanya," tangkis Henry cekatan."Perkataanmu itu akan menyakiti hatinya jika dia mendengar, benar-benar berhati dingin." Misa menyinggung Henry tanpa ragu.Mendengarnya Henry ingin sekali membelikannya sebuah kaca yang sangat besar agar gadis itu dapat melihat dirinya sendiri tak jauh seperti apa yang dia ungkapkan. Karena tidak ingin me
"Bagaimana bis—tunggu sebentar... mengapa kau malah meneleponku? Sudahkah kaucari?"Misa merasa ada yang aneh pada Henry, ia jadi berpikir orang itu tengah membohonginya."Aku meneleponmu tanpa alasan," jawab Henry dari seberang sana.Apa yang ada di dalam kepala lelaki itu Misa selalu tidak memahaminya. "Jernihkan dulu pikiranmu. Di mana kau sekarang?" Misa bermaksud untuk mendatangi Henry saat itu juga.Henry menjawab, "Itu dia, aku masih ada jam kerja setelah ini. Temui aku di rumah sakit di ruanganku dua jam lagi.""Dua jam lagi? Yang benar saja...," gerutu Misa. "Baiklah, karena aku memiliki beberapa pertanyaan juga untukmu. Sampai jumpa dua jam lagi."Terdengar suara helaan napas dari sana, "Asal kau tahu, kau menyelamatkan otakku. Sampai jumpa dua jam lagi."Bip! Misa mematikan panggilannya lebih dulu, trolinya didorong ke kasir, butuh waktu 15-20 menit untuk Misa mengantre. Siang ini cukup ramai khalaya
Kejadian sehari sebelumnya. Di malam hari di rumah sakit tempatnya bekerja, selepas Henry mengantarkan Misa ke apartemennya. "Tunggu sebentar, Kinsey," panggil Henry sambil menepuk bahunya.Kinsey menoleh dan mengangkat alisnya, "Ada apa, Mr. Littlejohn?""Kau bisa lebih dulu langsung ke ruang operasi, aku punya sesuatu yang harus dibicarakan dengan Dr. Theodore," ucap Henry, wajahnya menampilkan senyum dibuat-buat.Kinsey yang memang tidak ingin ikut campur lebih jauh lagi pun mengangguk lalu melanjutkan langkah sambil melambaikan tangannya pada Henry tanpa membalikkan badan.Henry pun berjalan cepat ke arah ruangan Dr. Theodore; sesekali memastikan kalau barang-barang buktinya masih dia bawa. Di depan ruangan Dr. Theodore seperti biasanya dia akan mengetuk dan meminta izin masuk sebelum orangnya mengizinkan."Masuk."Pintu ruangan Dr. Theodore lantas dibuka oleh Henry secara perlahan; ketika Henry masuk Dr. Theodore
Sebelum matahari semakin memunculkan dirinya, Edith bangkit dari kasur dan langsung membuka kulkas mereka. Tidak banyak bahan makanan karena di awal bulan ini mereka berdua belum sempat untuk berbelanja kebutuhan sandang. Karena itu, Edith terpaksa hanya memasak roti isi telur omelette dengan saur cabai dan saus mustard yang tinggal tersisa sedikit. Sebenarnya, hampir tiga hari ini Edith dan Misa hanya sarapan dengan menu yang sama, agak bosan namun harus bagaimana lagi.Misa keluar dari kamar masih memakai piyama cokelat motif kuda kesukaannya, berjalan ke arah kamar mandi sembari mengusap wajahnya berkali-kali."Roti omelette lagi tidak apa-apa, kan?" tanya Edith pada Misa.Misa mengangguk cepat. "Itu sudah lebih dari cukup," kata Misa, sebelum setelahnya ia kembali melangkahkan kaki masuk ke kamar mandi.Beberapa menit sesudah Edith menyiapkan sarapan, Misa keluar dari kamar mandi dengan rambut hitam sepunggungnya yang basah; pakaiann
Telepon Henry berdering ketika ia hendak menyuapkan steiknya ke mulut, lantas ia mengeluarkan ponsel pintar itu dari saku mantelnya sambil merengut malas. "Halo," ucap Henry dengan mulutnya yang masih mengunyah daging. "Halo, Henry. Maaf sebelumnya aku tidak sempat mengangkat panggilanmu tadi, aku sedang berbincang dengan temanku." Arlo menyahut dari seberang sana. Misa dan Osvard sama-sama terdiam sembari menikmati hidangan mereka dan membiarkan Henry menelepon dengan tenang. "Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, apa kau sedang sibuk?" tanya Henry. Tangannya yang menggenggam sebuah garpu menusuk satu potong daging lalu melahapnya lagi.