Bab 46
"Apa maksud semua ini, Mas." Kutatap Mas Agung yang masih menunduk. Seakan bicara denganku adalah sebuah kesalahan."Ayolah, Agung, jangan menjadi lelaki pengecut. Jelaskan para istrimu apa maksud kedatanganmu," cerca Ayah Mertua seperti tidak sabar. Kutatap wajah lelaki yang pernah membersamaiku selama 10 tahun itu dengan perasaan bertanya-tanya. Ada apa ini sebenarnya. Apa yang ingin dikatakan oleh Mas Agung."Katakanlah Agung, ibu yakin Indira akan mengerti. Semua ini demi kebaikan kalian berdua." Ibu ikut bersuara. Dipandangnya anaknya dengan wajah sedih. Aku menghela nafas pelan, sebisa mungkin bersiap dengan apapun yang akan diutarakan olehnya.Mas Agung diam sebentar, untuk menormalkan suaranya. Matanya menatapku lekat, terlihat jelas kepedihan di dalam manik matanya yang dulu pernah membuatku nyaman."Katakan saja, Mas.""Indira, sebelumnya maafkan aku aku. Se--sepertinya aku harus mengakhiri rBab 47Satu bulan kemudian.Aku menghela nafas lega sekaligus melonggarkan rasa sesak yang berat di dalam dadaku. Tak pernah menyangka bahwa akhirnya hubungan pernikahanku dengan Mas Agung harus berakhir setelah 10 tahun kami menjalaninya dengan bermacam cobaan dan ujian. Salah satunya adalah karena lelaki itu tak kuat menghadapi ujian rumah tangga hingga tersesat jalan salah.Kini, setelah mendengar ketukan palu hakim yang menyatakan bahwa kami bukan lagi suami istri, rasanya ada yang mengganjal di dalam hati. Aku memang yang pertama mendaftarkan gugatan cerai itu, kemudian dilanjutkan dengan ucapan talak dari Mas Agung atas desakan orang tuanya yang tidak rela jika lelaki itu terus-terusan menyiksa batinku dan bersikap tidak adil. Juga atas kesalahan-kesalahan yang lelaki itu perbuat yang tidak mungkin kumaafkan begitu saja.Kini kata janda sudah resmi melekat dalam statusku.Setelah ini aku akan memulai hidupku dengan
Bab 48Aku masih berdiri di tempatku sambil memperhatikan dua orang yang terus menekan bel hingga menimbulkan bunyi nyaring di ruangan ini.Aku tidak tahu siapa orang itu, yang jelas dua lelaki itu terlihat sangar dengan badan yang besar mengenakan jaket berwarna hitam. Aku merasa tidak pernah bertemu dan tidak ada urusan dengan mereka. Ragu, apakah aku harus membuka dan membiarkan mereka masuk atau membiarkannya begitu saja? Hanya saja hati kecilku menolak hal itu."Indira, kenapa kamu diam saja. Ibu pikir kamu sedang shalat di kamar. Siapa yang menekan bel, sampai tak sabar sebegitu." Bu Dian berdiri di belakangku menatap dengan heran ketika aku menoleh."Coba deh Bu Dian perhatikan," kataku sambil bergeser. Wanita paruh baya yang masih mengenakan apron itu, langsung melongo dari kaca yang dilapisi dengan gorden tipis berwarna putih. Bisa kupastikan tidak akan ketahuan dari luar."Badannya kok besar begitu, ka
Bab 49"Aku yakin ini ada hubungannya dengan Agung, ataupun keluarga Zahra waktu itu." Yuda mengacak rambut belakangnya sambil mondar-mandir. Aku masih duduk dan memperhatikannya."Entahlah, Yud. Mbak tidak tau dan tak mau lagi berurusan lagi dengan mereka. Atau mungkin saja ini hanya sebuah kebetulan.""Tapi ini tidak bisa dibiarkan, Mbak. Ini sudah keterlaluan. Mungkin saat ini hanya mengenai kerudungmu tapi bagaimana jika kamu sedang lengah, bisa-bisa wajah atau tanganmu yang kena. Dan jika itu terjadi, maka semuanya sulit untuk diobati lagi. Apa kau tahu, ini bukan masalah karena atau tidak mengenai dirimu. Ini masalahnya adalah kejahatan yang terbilang sangat sadis. Dimana mereka ingin membunuh tanpa menyentuhmu. Harusnya kamu sadar itu." Yuda terlihat marah dengan wajah menegang. Aku hanya bisa bernafas lega, kejadian tadi tidak mengenai sedikitpun tubuhku. Meskipun lelaki itu benar adanya, aku hampir saja menjadi korbannya andai ak
Bab 50Pagi menjelang siang itu, suasana di toko kue milikku terlihat ramai oleh beberapa pengunjung yang sejak dibuka hari kemarin sambutannya begitu antusias. Membuatku merasa bahagia dan senang hati, karena apa yang selama ini kucita-citakan akhirnya terlaksana dengan baik.Ditemani Yuda serta tiga orang pekerja di bagian dapur, kami semua sibuk mempersiapkan kue dan cake yang hari ini mulai mendapat lonjakan pesanan."Jangan capek-capek, Mbak, seharusnya pemilik tempat ini duduk di depan sambil menghitung uang pemasukan, bukan sibuk bermain dengan tepung dan telur di dapur." Yuda menggoda dan sambil mengenakan apron. Lelaki itu tampak tampan dan gagah dalam balutan kaos berwarna putih bermerek Nike yang pas di tubuhnya yang atletis."Apaan sih Yud, lagipula jika Mbak diam saja, malah bosan. Sedangkan di dapur banyak sekali pesanan hari ini. Salahmu sendiri yang langsung menerima orderan pesanan sebanyak ini, jadi aku dan pa
Bab 51."Mbak.""Hmm ….""Mbak ih," kata Yuda lagi, yang entah sudah keberapa kalinya. Sepertinya dia kesal karena terdengar berdecak setelah kuabaikan. Kupingku panas, sejak tadi lelaki itu terus merecoki saat aku tengah menghias red velvet yang akan kukirim sore ini pada konsumen.Sengaja kubiarkan lelaki itu mengoceh seorang diri, saat dari tadi terus saja memaksaku untuk pergi jalan-jalan malam ini. Padahal dikarenakan banyaknya kerjaan, malas rasanya untuk sekedar melangkahkan kaki keluar dari toko."Jawab dong, Mbak, jangan diam saja. Aku dari tadi nungguin kamu loh. Bahkan dua hari ini aku tuh tidak mampir ke kafe karena aku sibuk bantuin Mbak. Masa begitu aja sampai malas untuk menjawabnya." Aku sedikit berdecak sebal. Dasar Yuda. Sepertinya lelaki itu tidak akan berhenti sebelum aku mengiyakan ajakannya. Kuhela nafas pelan, lalu berbalik dan menatap penuh padanya, yang seketika wajah cemberut itu
Bab 52Entahlah aku tidak ingin berpikir lebih jauh lagi, yang jelas kata seperti itu tidak pantas diucapkan, apalagi Yanti yang notabenenya seorang gadis, meskipun sebentar lagi akan melepas masa lajangnya. Aku tahu itu setelah ayah mertua mengumumkannya di acara syukuran waktu itu, juga dari ibu mertua yang memesan banyak aneka kue dan cake wedding, satu minggu lagi dari sekarang.Sudah dua hari ini kasir yang berjaga di depan sakit, hingga terpaksa aku harus bolak-balik untuk melayani pembeli. Karena Wati masih belum mahir menggunakan mesin kasir. Gadis delapan belas tahun itu selalu beralasan takut salah, ketika diajarkan bagaimana cara menggunakannya."Jika kamu tidak mau belajar, kamu tidak akan pernah maju," kataku dengan perasaan sedikit kesal kemarin. Tapi dasar Wati, gadis itu hanya nyengir ketika aku menggelengkan kepala.Aku duduk setelah melepaskan lelah membuat kue yang siap dipajang di depan etalase, saat seorang peremp
Bab 53Adi sudah pulang saat tadi dijemput oleh Bu Dewi. Wanita itu khawatir jika Adi terlalu lama di rumah sakit akan membuat kesehatannya juga ikut sakit. Akhirnya aku menuruti saja saat Bu Dewi meminta Adi pergi bersamanya. Sedangkan Yuda, aku tidak tahu kemana perginya lelaki itu, karena sejak tadi tidak kelihatan batang hidungnya sekalipun. Apa mungkin lelaki itu mengurusi kasus tabrakan yang terjadi, entahlah. Yang jelas, entah kenapa aku merasa kehilangan saat dia tak ada di dekatku. Aneh, padahal Yuda bukan siapa-siapaku. Rasa sakit di seluruh badanku mulai terasa berdenyut nyeri. Jangan tanyakan bagaimana rasanya kakiku saat ini yang seperti disayat-sayat oleh pisau yang tajam serta kepala yang berdenyut hebat. Antara ingin menangis dan berteriak sekuat tenaga, rasanya bercampur aduk dalam kepalaku. Ingin memanggil suster agar kembali memberikan obat penghilang rasa nyeri padaku, tapi mereka sudah melakukannya dua setengah jam yang lalu dan pas
Bab 54"Itu tidak benar, Mas. Kamu jangan main-main!" Yanti seperti mengelak, sedangkan Yuda semakin menajamkan pandangannya."Apa kau pikir, kalau aku tidak tahu tentang semua kejahatan yang telah kau lakukan?! Kamu salah Yanti, aku sudah memegang bukti dan aku sudah menangkap orang-orang itu serta mobil yang digunakan untuk mencelakai Indira. Dan dalangnya tidak lain dan tidak bukan adalah kamu sendiri." Aku terkejut dengan mata membulat. Masih kaku di tempatku memperhatikan perdebatan antara Yanti dan Yuda saat ini. Kulihat wajah Yanti sudah memerah dengan mata membelalak menatap Yuda. Sepertinya lelaki itu baru saja membongkar semua kejahatan Yanti, yang memang tidak kuduga sama sekali. Sebegitu benci itukah Yanti padaku, hingga dia tega berbuat demikian dan hampir merenggut nyawaku."Kau bohong kan Mas Yuda. Aku tahu kamu tidak berani melakukannya. Aku sudah berusaha serapi mungkin agak jangan sampai ketahuan. Aku juga sudah membayar
Bab 101Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, keadaanku mulai sedikit membaik. Rasa nyeri di punggung tidak terlalu terasa sekarang. Meskipun masih tidak bisa bergerak bebas. Tapi karena perawatan yang maksimal, aku pun cepat pulih.Yuda juga semakin perhatian padaku. Pria itu setiap waktu selalu datang dan menjalankan kewajibannya. Pagi-pagi Yuda akan pulang ke rumah untuk mengurus anakku, siangnya mengurus pekerjaan hingga sore, dan malamnya dia akan menemani sambil bercerita tentang kesehariannya dalam mengurus bisnis kuliner miliknya, serta mengecek toko kue milikku. Sikapnya yang periang dan suka bercanda mampu membuatku tersenyum tiap waktu. Yuda juga kerap kali menceritakan apa saja kejadian yang lucu. Aku selalu tersenyum saat melihat kebahagiaan terpancar dari matanya. Rasa benci dan sakit hati yang sebelumnya hadir, sirna begitu saja, setelah mendengar pengakuan dan penjelasannya. Pria itu, benar-benar tidak bersalah dan dia sudah mengatakan semuanya. Dan aku per
Bab 100Mini POV YudaKutatap layar ponsel yang terus-terusan menyala. Panggilan dan pesan terus masuk beruntun dari orang yang sama. Yanti.Entah harus dengan cara apalagi aku menghindari dan menjauhkan dia dari kehidupan kami. Langkahnya yang bersih tanpa jejak membuat pihak kepolisian kesulitan untuk menangkapnya. Kalaupun dia berhasil ditangkap, entah bagaimana caranya hingga wanita itu bisa berkeliaran dengan bebas di luar sana. Meski kuduga ada pihak dalam yang ikut serta membantunya kepergiannya. Bukan hanya saat di lapas, bahkan saat di rumah sakit saja dia bisa melarikan diri entah bagaimana caranya.Saat itu memang kebodohanku, yang mau saja bicara berdua dengannya. Setelah ayah dan ibunya terus meminta untuk datang ke rumah sakit. "Lepaskan Indira, Yuda. Ayo kita menikah. Aku akan menjadi wanita yang baik, dan akan kupastikan kamu lebih bahagia bersamaku.""Kau sudah gila. Sekian lama aku menunggunya dan sekarang hampir kudapatkan, jadi mana mungkin aku akan melepaskannya
Bab 99Aku tertegun di tempatku. Tak menyangka dengan pesan yang kubaca barusan. Apakah Yanti sengaja melakukannya atau dia hanya menakut-nakutiku, karena dia masih belum rela jika Yuda sudah menikah denganku. Tapi jika dipikir-pikir, bukankah beberapa saat lalu pria yang sudah menjadi suamiku itu juga tengah berkirim pesan dengannya. Aneh."Apa yang kamu lihat?" Yuda mendekat dan mengambil alih ponselku. Keningnya langsung berkerut dan terlihat kesal setelah ikut membaca pesan yang masuk dari Yanti. Dari sini saja bisa kulihat jika pria itu ikut marah padanya."Kamu tidak mungkin percaya dengan apa yang dikatakan wanita itu, bukan?" ujarnya dengan wajah sendu. Sepasang manik coklat gelap itu memindai wajahku dengan seksama. Aku memilih duduk menyamping di tempat tidur sambil menunduk."Ayolah, Mbak. Jangan pernah percaya pada kata-kata yang belum jelas kebenarannya!" "Hari ini aku lelah sekali. Bisa tolong matikan lampunya?" ujarku sambil membelakanginya dan menutupi seluruh tubuhk
Bab 98Akhirnya resepsi itu selesai juga, ketika waktu menunjukkan hampir tengah malam. Para undangan yang datang paling akhir didominasi oleh rekan satu profesi dan juga teman-teman Yuda. Dan mereka tampak mengobrol lama sekali.Adi, ibu dan keluarga yang lainnya sudah pulang tepat pukul sembilan malam tadi, mengingat putraku itu sudah merasa mengantuk dan tidak mau tinggal, meskipun Yuda mengatakan tidak masalah jika Adi ingin menginap di kamar yang sama dengan kami. Tapi tentu saja ibu dan yang lainnya melarang. Bahkan sebelumnya mereka semua menggodaku, dengan alasan tidak ingin diganggu, padahal itu tidak benar sama sekali. Lagipula pernikahan ini bukan karena mengejar nafsu yang itu.Aku terlebih dahulu masuk ke dalam kamar yang telah disiapkan sebelumnya. Ruangan ini sudah dipenuhi dengan hiasan serta taburan bunga mawar merah di atas tempat tidur juga dua handuk yang dibentuk seperti angsa dengan posisi saling menghadap. Aku menghela nafas berat, membayangkan apa yang terja
Bab 97Yuda tampak gagah saat berdiri bersisian di sampingku dengan wajah bahagianya. Sesekali pria itu melirik ke arahku, tapi tetap kuabaikan. Meski aku tersenyum di depan para tamu, nyatanya ketika melihat sosok pria yang sekarang telah menjadi pendamping hidupku ini, hatiku kembali tersayat pedih.Bayangan bibir merahnya beradu dengan bibir Yanti waktu itu, terus membayang di pelupuk mata."Sepertinya kamu masih nggak percaya padaku, Indi." Pria itu berbisik tepat di telinga. Aku mengerjap sadar kala Yuda mengangsurkan air mineral. Kali ini dia tidak memanggil dengan sambutan 'Mbak' lagi. Mungkin karena sekarang aku telah resmi menjadi istri sah-nya.Meski sebenarnya hari ini tidak bisa kubayangkan. Betapa aku telah menikahi dengan seorang pria yang sebelumnya telah melakukan perbuatan yang menurutku sangat menjijikan itu dengan mantan adik iparku sendiri.Aku mengacuhkan perkataannya, saat para tamu undangan kembali mendekat ke arah kami. Memberi doa restu, sekaligus memberi sel
Bab 96Akhirnya sampai pada di hari H. Pernikahan itu tetap digelar karena tak mungkin membatalkannya begitu saja. Mengingat undangan sudah dicetak, catering dan gedung serta pakaian khusus sudah dipersiapkan dengan baik. Maka atas permintaan keluarga besar Yuda dan Bu Dewi sendiri, mereka sengaja datang ke rumah untuk membujukku untuk melakukan kesepakatan."Aku setuju, tapi kumohon agar tidak bertemu dengan Yuda sampai hari H. Bahkan aku tak mau melihatnya di sekitar rumah dan tempat kerjaku. Aku perlu waktu untuk menata hatiku, walau bagaimanapun aku tidak siap bahkan untuk mendengar penjelasan serta permintaan maaf darinya," ucapku waktu itu pada mereka. Kulihat perubahan di wajah Bu Dewi yang sedikit terkejut. Mungkin tidak menyangka dengan permintaanku yang di luar nalar itu. Bagaimana mungkin aku akan menikahi pria itu, namun tidak ingin melihatnya sampai waktu yang ditentukan tiba.Bu Dewi mengangguk dan mencoba untuk memahami permintaanku."Aku tahu, mungkin kamu berat untu
Bab 95Aku terus berlari melewati lorong demi lorong di rumah sakit yang bertingkat ini. Rasanya terasa sangat jauh sekali bahkan untuk sekedar ingin cepat sampai dan menginjakkan kaki ke lantai bawah. Sengaja aku tidak masuk ke dalam lift karena posisinya tertutup. Pasti akan sangat lama menunggu. Dan aku tak ingin berlama-lama di tempat itu, mengingat Yuda terus menyusul di belakang dengan suaranya yang membuatku tidak tahan.Aku tidak menyesali perbuatannya bersama dengan Yanti. Hanya saja kenapa aku mesti melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Adegan itu terlihat sangat menyakitkan. Bayang-bayang Mas Agung dan Zahra berkelebatan di pelupuk mata, ketika mereka berdua melakukan hal yang sama, persis di depan mataku. Saat aku melihat keburukannya di rumah ibu mertua, waktu pertama kali aku bertemu dengan pasangan selingkuh itu.Ya Tuhan, kenapa aku harus melihat adegan panas mereka berdua sekarang, tepat ketika pernikahanku bersama dengan Yuda sudah di depan mata."Mbak, tunggu Mb
Bab 94Masuk ke salah satu rumah sakit terbesar di tempat ini. Aku mengikuti jejak langkah Yuda yang berjalan di depanku, menuju ke sebuah tempat informasi pasien. Setelah mendapat petunjuk, kami langsung melewati lorong dan naik beberapa lantai ke atas."Kamu yakin masih mau ikut?" Aku mengangguk siap. Butuh sedikit usaha tadi, agar Yuda mau membawaku ke tempat ini."Jangan cemburu jika nanti wanita itu mengatakan apa-apa padaku, ya. Karena aku sudah mengingatkanmu.""Sebagai calon istrimu, aku harus menjaga calon suamiku dengan baik. Aku nggak bisa janji. Jika nanti Yanti berbuat macam-macam padamu, tentu saja aku akan membalasnya. Aku tidak akan memperdulikan meskipun dia mantan adik iparku, karena dia pun sudah mencoba menyakitiku berulang kali. Dan kali ini, aku tidak bisa membiarkannya lagi!"Yuda mengusap kepalaku sambil tersenyum simpul. "Kamu harus banyak bersabar dan menahan amarahmu, jika tidak, maka bukannya tenang malah Yanti akan semakin dendam kepadamu.""Dan dia sudah
Bab 93[Mbak, kamu harus hati-hati karena Yanti bunuh diri di penjara dengan cara mengiris urat nadinya. Perempuan itu berada di rumah sakit sekarang. Dan bukan tidak mungkin dia akan kabur mengingat dia memiliki seseorang yang selalu mendukung rencana jahatnya.]Kutatap pesan dari Zahra barusan dengan mata mengerjap tak percaya. Wanita sekasar dan seegois Yanti berani melakukan tindakan bunuh diri. Benar-benar tidak dapat kupercaya.Pesan itu langsung aku kirimkan kepada Yuda yang seketika berubah menjadi centang biru, tanda pria itu telah membuka pesanku. Tak lama kemudian, terlihat ketikan di layar paling atas, dan seketika menampilkan pesan balasan darinya.[Kalau begitu kamu harus berhati-hati, Mbak. Jangan bepergian kemanapun tanpa seizinku. Jika pun ada kepentingan mendesak, atau kamu harus pergi ke toko, maka aku sendiri yang akan mengantarmu.] Aku tersenyum tenang. Cukup lega mendengar sarannya. Pria itu memang sangat bertanggung jawab dan sepenuh hati memperhatikanku.Kusim