Beranda / Romansa / Tertawan Pesona Mantan / 55. Khilaf (PoV Alan)

Share

55. Khilaf (PoV Alan)

last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-23 19:47:59

Entah angin apa yang membuat Kalila datang ke apartemenku. Terkejut? Sudah pasti. Bahagia? Tepat sekali. Ini kali pertama kerabat yang sudah kuanggap layaknya adik itu datang tanpa teman. Biasanya dia berdua dengan asistennya, pernah juga sama mamanya. Namun, kali ini kenapa datang sendiri? Berani sekali dia menghampiri kandang Singa yang sudah lama mengincar kelinci?

Aku terus mengingatkan diri untuk selalu menjaga Kalila. Kami dibesarkan bersama-sama, walau saat itu usiaku sudah dewasa dan dia masih beranjak remaja. Ketulusan Om Nazeem dan Tante Mirna tak akan kusia-siakan. Mereka adalah orang tuaku, jadi Kalila adalah adikku.

Akan tetapi, kebersamaan kami yang setiap waktu sering berinteraksi memunculkan rasa aneh dalam diri ini. Senyumnya, tingkah manjanya, kecerdasannya, serta wajah ayunya berhasil membuatku menyimpan rasa yang berbeda. Ya, aku mulai menyukainya, jatuh cinta.

Kalila dewasa begitu memesona. Terlebih saat dia diangkat menjadi direktur utama Grand Adiwilaga Hotel an
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Gavrila Tiyasa Gadi
harusnya merelakan kalo emang sayangnya tulus bukan malah menghancurkan ...
goodnovel comment avatar
pesona senja
kasihan Alan, tapi dia juga salah kalau begitu caranya
goodnovel comment avatar
jeon ing hyung
Alaaaaannn, aku mau kamuuu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Tertawan Pesona Mantan   56. Masih Shock

    Aku berlari ke arah toilet dan membasuh wajah dengan air dari kran wastafel. Menghapus air mata dan menghilangkan jejak-jejak kekurangajaran Mas Alan di sana. Bisa-bisanya dia mencuri ciuman dariku. Bisa-bisanya dia nekat mengungkapkan isi hatinya kepadaku.Kutatap lamat-lamat wajah di kaca. Mengembuskan napas dan mengelap wajah ini dengan tisu. Jangankan bermain api, didekati api pun aku enggan. Setia itu mahal. Jangan pernah ajari aku tentang pengkhianatan. Wanita mahal tak akan mau disentuh lelaki yang bukan mahram.Semua kekagumanku kepada Mas Alan selama ini lenyap seketika. Tidak ada yang melarang jatuh cinta, tetapi mengertilah dan sebaiknya mundur jika cinta itu akan merusak pasangan halal yang tengah berbahagia. Kenapa Mas Alan masih nekat bilang cinta dan ... berani-beraninya dia menyentuh apa yang tidak halal untuknya?Segera aku menelepon Salma.“Ya, Mbak?”“Kamu ambil mobil, ya, Sal. Aku tunggu di depan lobi. Kita ke masjid terdekat dulu, aku mau salat Magrib.”“Oh, oke,

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-24
  • Tertawan Pesona Mantan   57. Pengakuan Mas Alan

    Mas Vino mengurai pelukan dan menangkup kedua pipi ini dengan tangan kekarnya. Menghapus air mata yang menjejak bak air hujan di jendela kaca.“Sudah, Sayang. Enggak apa-apa. Anak kucingnya sudah dikubur,” ujarnya lembut dengan menampilkan senyum.Untung kalimat pengakuanku tadi hanya terucap dalam hati saja. Aku tidak akan mengadu pada siapa pun tentang keberanian Mas Alan selain kepada Tuhan. Biarlah rahasia ini kusimpan rapat-rapat. Jika mampu, akan kupendam sendiri hingga akhir hayat.Bukan ingin melindungi Mas Alan, tetapi aku tak mau jika papa dan mama akan membencinya. Dia hidup sebatang kara. Kami adalah keluarganya. Mungkin dengan nomornya yang sudah kublokir akan sedikit menamparnya, bahwa adik manisnya ini bukanlah wanita kebanyakan.“Mmm, kalau gitu saya pamit dulu, Bu Kalila, Pak Vino,” ujar Salma. Panggilannya sudah kembali ke mode formal, mungkin tidak enak dengan Mas Vino.Aku menoleh. “Makasih, Sal. Maaf, enggak jadi nganterin kamu pulang.”“Enggak pa-pa, Bu. Saya sud

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-25
  • Tertawan Pesona Mantan   58. Vino Terlalu Aktif

    Di sinilah aku saat ini. Masih di bawah kolong langit yang sama, tetapi di daerah yang berbeda. Sudah tiga hari aku hidup seatap dengan mertua setelah Mama, Papa beserta Pak Narto ikut mengantarkan aku dan suami ke kota Lawang Sewu. Sepasang tangan memeluk hangat pinggangku dari belakang. Aku menoleh hingga hidung bangir itu langsung bertabrakan dengan hidungku. Senyum kami merekah seketika.“Betah, kan, tinggal di sini?”Aku mengangguk dan kembali menghadapkan wajah ke depan. Kini, dagu Mas Vino ia tempelkan di atas bahuku sebelah kanan. “Eh, hampir lupa. Aku belum tahu nomor rekeningmu.”Keningku berkerut. “Buat apa?”Mas Vino melepas pelukan dan mengambil ponselnya. “Catat nomor rekeningmu, Yang!” perintahnya dengan menyodorkan HP pintarnya.Tanpa berlama-lama, langsung kuketik nomor rekeningku. Beberapa saat Mas Vino tampak mengutak-atik ponselnya hingga terdengar sebuah notif dari ponselku di dekat sofa balkon.Aku mendekat dan meraih benda pintarku. “150 juta?” Sebuah nomina

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-26
  • Tertawan Pesona Mantan   59. Calon Adik Madu?

    "Aku mau keliling. Boleh?” “Boleh, dong. Minta temani karyawati, ya? Biar sekalian bisa nunjukin kamu tentang apa saja yang ada di sini.” “Hmm, boleh.” Aku berjalan lebih dulu saat Mas Vino memanggil salah satu pekerjanya untuk menemaniku. Pemandangan di sini tak kalah indah dari Jogja. Segar dan memukau. “Hai!” sapaku ramah pada seorang wanita cantik yang mulai mengikutiku langkahku. Dia hanya menunduk sopan menjawab salam perkenalanku. “Sudah lama kerja di sini?” “Alhamdulillah, masuk tahun kedua, Bu.” “Betah berarti, ya?” “Alhamdulillah, Bu.” Aku melihat sebuah area di mana banyak binatang dan spot-spot bermain untuk anak-anak. “Di sini ada mini zoo-nya juga, ya?” tanyaku. “Benar, Bu.” Aku hanya mengangguk-angguk dan tersenyum saat melihat beberapa anak ditemani orang tua mereka sedang memberi makan kelinci dan merpati. Ada juga yang tengah berselfie dengan anggota keluarganya di spot-spot foto yang tersedia. Belum lagi wahana kolam renang yang menjadi musabab suara ana

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-27
  • Tertawan Pesona Mantan   60. Badanku Kenapa?

    Senyumku perlahan memudar sesaat setelah gadis ayu itu mengucapkan kalimat menohok yang terasa meremas segumpal daging dalam dada ini. Raut wajah mertua Ratu tampak pias. Jelas sekali mereka menyayangkan perkataan salah satu dari putrinya.“E-eh, maaf Nak Kalila. Si Gendis ini memang suka bercanda. Iya, kan, Pak?” Istri Om Warman terlihat tak enak hati.“Gendis, kalau bercanda tahu tempat, Nak,” tambah sang bapak memperingati.Gadis ayu itu hanya mengembungkan pipinya. Sementara kakaknya tetap menatapku dengan aura permusuhan. Ada apa dengan mereka?“Gendis kalau bercanda sama Vino memang begitu, suka kebablasan. Tapi emang cuma guyon, kok. Enggak perlu dipikirkan.”Aku berusaha tenang walau hati mulai berang. Dalam perjalanan pulang, kami saling diam. Sedikit pun Mas Vino tak ingin memulai percakapan. Entah karena ucapan si Gendis memang tak perlu dipikirkan atau Mas Vino menyimpan sesuatu yang memang belum diceritakan.Sebisa mungkin aku menekan emosi. Namun, entah kenapa tubuh dan

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-27
  • Tertawan Pesona Mantan   61. Luna Oh Luna

    Entah jam berapa aku terbangun. Merasakan perut yang mulai terasa keroncongan usai pergulatan sengit hingga lebih dari tiga babak. Aku menoleh ke samping. Mas Vino pun masih bertelanjang dada di balik selimut yang kami pakai bersama.Aku bangkit lebih dulu dengan kembali melilitkan handuk pada tubuh dan segera menuju kamar mandi. Ternyata masih jam sebelas malam. Segera aku memutar air hangat untuk mandi janabah. Belum salat Isya juga.“Eh!” Aku berjingkat kaget saat dua buah real squisy-ku diraup dari arah belakang.Ah, elah, si biang keladi ikutan bangun pula.“Udah, Mas. Aku lapar. Mau mandi dulu, salat Isya, terus makan. Skip dulu, deh. Lanjut besok lagi.”Lelakiku terkekeh. “Dih, siapa juga yang mau nambah? Aku cuma mau bantuin istri cantikku ini buat gosokin sabun.”“Enggak! Aku gosok-gosok sendiri aja,” sahutku dan sedikit menjauh untuk meraih sabun cair.Mas Vino semakin terkikik. Dia menengadah dan mulai membasahi wajah tampannya dengan guyuran air shower. Kini, malah aku yan

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-28
  • Tertawan Pesona Mantan   62. Bertemu Aldrin

    Aku terenyak mendapati Aldrin sudah duduk di hadapanku. Dengan santainya dia memanggil waiter dan memesan makanan dan minuman. Luna hanya bergeming. Raut bingung dan kaget serasa berkolaborasi menjadi lagu sumbang.“Hei! Malah bengong. Apa kabar?”Aku mengerjapkan mata.“Eh, hai. Aku baik,” jawabku.“Lun, masih lapar, enggak? Pesan yang banyak, aku yang bayar.” Kini Aldrin beralih bicara pada Luna.“Oh, enggak. Aku udah mau pulang, kok,” sahut Luna enteng.“Oh, udah mau pulang, ya? Kalo gitu aku pinjam Kalila bentar, ya. Boleh, kan, Lun?”Wanita dengan jepit rambut di samping kepalanya itu hanya mengedikkan bahu. “Tanya aja sama Kalila, dianya mau enggak? Kalau dia nggak mau jangan maksa.”Kini Aldrin menatapku, menunggu jawaban tanpa mengulang pertanyaannya. Sebenarnya aku malas berhadapan lagi dengannya. Namun, aku penasaran kenapa dia kembali ke sini?“Apa ada hal penting yang mau kamu omongin?” tanyaku. “Kalau cuma mau basa-basi, maaf aku enggak bisa.”“Kenapa? Belum izin suami?”

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-28
  • Tertawan Pesona Mantan   63. Bawaan Bayi?

    Aku menoleh ke arah sumber suara yang seolah-olah menjadi penolongku saat ini. Namun, lagi-lagi aku merasa tengah dikepung bahaya saat ternyata Mas Alan yang datang dan mendekat. “Lepasin tangan Kalila!” Lagi, Mas Alan berucap dengan mata menatap tajam pada Aldrin. Dengan terpaksa Aldrin melepas pergelanganku dan mengangkat kedua tangannya ke udara seperti tanda menyerah. Namun, senyum miring tetap ia tampilkan. “Hai, Pak Komisaris hotel and resort Grand Adiwilaga. Apa kabar? Makin keren saja, Pak," candanya. "Eh, masih betah melajang?” “Kabar baik. Alhamdulillah masih," jawab Mas Alan datar dan jelas. “Wah, wah, wah ... tampaknya Anda bangga sekali, ya, jadi jomlo sejati. Atau jangan-jangan ... Anda lemah syahwat sampai tak berniat mendekati seorang wanita?” Aku menggeleng lemah. Tampaknya Aldrin yang dulu kukenal memang sudah mati. Kini, yang ada di depan mata hanyalah manusia culas yang suka memancing di air keruh. Aku menatap Mas Alan yang terlihat masih santai walau Aldrin m

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-29

Bab terbaru

  • Tertawan Pesona Mantan   128. Ending

    Aku masih bergeming, menatap wanita bergamis biru dongker senada dengan hijab lebarnya itu. Vika tampak tenang dalam gendongannya, sebab sesekali Nindi akan mengajaknya bercanda. "Kamu cantik banget, Sayang. Mirip mamamu, tapi hidung dan matamu mewarisi milik papamu." Vika hanya menatap orang yang tengah menggendongnya, tetapi sesekali mengoceh seolah-olah tengah menimpali obrolan Nindi. "Wah ... kamu pintar. Udah bisa merespons kalau diajak bicara," pujinya dengan terus menatap wajah lucu putriku. Namun, tidak berapa lama Vika merengek. Setelah dilihat, ternyata dia pup. "Biar Mama saja yang ganti popoknya, Kal. Kamu di sini saja temani tamu kita." Aku hanya mengangguk. Setelah kepergian Mama, tiba-tiba Nindi mendekat dan bersimpuh di dekat kakiku. "Eh, Mbak ngapain?" Aku mengganti panggilan yang semula Kakak menjadi Mbak. Tangannya terulur dan menggenggam kedua tanganku. "Makasih, Kal. Makasih karena kamu dan Vino sudah memaafkan Aldrin." "Iya, Mbak, iya. Tapi ... jangan beg

  • Tertawan Pesona Mantan   127. Air Mata Mas Alan

    Aku ikut menitikkan air mata melihat Mas Alan tergugu dalam dekapan Papa. Pria matang yang kini telah resmi menghalalkan sang kekasih itu masih erat memeluk satu-satunya wali atas dirinya itu. Cinta pertamaku masih terus menepuk-nepuk bahu sang keponakan."Sudah, ini hari bahagiamu, bukan? Jangan jadi lelaki cengeng," ucap Papa menggoda Mas Alan."Alan enggak akan ngelupain semua kebaikan Om dan Tante.""Kami orang tuamu, Nak. Sudah sepantasnya kami merawat dan menjagamu dengan sebaik-baiknya.""Bahkan ibu dan ayah–""Sudah ...," potong Papa. "Jangan kamu sebut-sebut lagi kesalahan mereka dulu. Om sudah mengikhlaskan semuanya. Mereka sudah tenang di sisi-Nya."Aku pun belum lama mendengar cerita sesungguhnya dari Papa siapa orang tua Mas Alan. Ibu Mas Alan masih terbilang saudara walau urutannya terbilang jauh. Saat itu keuangan keluarga Mas Alan melemah. Sang ayah yang suka main judi setelah usahanya gulung tikar selalu mendesak istrinya untuk meminjam uang pada Papa. Melati–ibu Ma

  • Tertawan Pesona Mantan   126. Baby Vika

    Vika Zara Kamilah. Kemenangan putri yang sempurna. Nama Vika sendiri diambil dari gabungan namaku dan suami. Vi-Ka, Vino dan Kalila."Nggak mau tahu, pokoknya kita harus besanan, Kal," ucap Ratu bersemangat saat menimang putriku. "Ya ampun, Sayang ... kamu cantik banget ...," lanjutnya sembari mencium gemas pipi Vika."Gantian, dong, Tu. Gue juga mau gendong si Vika," sela Luna."Entar. Kalila, kan, masih marah sama lu."Luna menggaruk-garuk tengkuknya dengan nyengir kepadaku."Bisa-bisanya lu ngira calon besan gue itu setan."Aku mengangguk seraya memajukan bibir walau dalam hati tergelak melihat Luna yang kembali kikuk. Ya, aku memang sempat dinyatakan meninggal walau tidak kurang dari satu jam. Mungkin bisa disebut mati suri.Mas Vino bilang, setelah aku dinyatakan pingsan usai Vika keluar dari rahim, perlahan kuku jemariku mulai menghitam. Setelah diperiksa, dokter pun menyatakan denyut jantungku sudah berhenti dan fungsi otak juga tidak ada tanda-tanda aktivitas lagi."Perasaan

  • Tertawan Pesona Mantan   125. Jihad

    Semalaman Mas Vino menemaniku dengan terus terjaga. Aku sudah menyuruhnya tidur walau sebentar, tetapi dia menolak. Usai salat Subuh, dokter kembali mengecek jalan lahirku, dan beliau bilang sebentar lagi.“Alhamdulillah, sudah hampir mendekati, Bu. Dan ini termasuk cepat untuk persalinan pertama,” ucap dokter dengan tag name Susiana itu. “Sebaiknya ibu makan dulu atau minimal minum susu. Saya akan kembali satu jam lagi.”Sedari tadi, ayat-ayat Al-Quran terus Mas Vino bacakan dekat perutku. Satu hal yang membuatku jatuh cinta berkali-kali padanya. Menantu Papa itu sudah menghafal Surat Ar-Rahman. Semalam saat aku setengah tertidur, ia melafalkannya dengan kedua tangan memegangi perut istrinya ini.Fabiayyi ala irobbikuma tukadz-dziban ... maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?Dititipi suami tampan, saleh, berkecukupan materi, dan baik hati. Ya, hanya dititipi. Bukannya di dunia ini tidak ada seorang pun yang ditakdirkan untuk memiliki? Sebab, sejatinya semua hanya sedang

  • Tertawan Pesona Mantan   124. Melebur Rasa Sakit Hati

    Aku terus mengaduh. Sakit yang dirasa kian melilit. Mas Vino masuk dan berteriak memanggil Mama Papa. Aku hendak berdiri, tetapi Luna dan Mbak Eliz menahan.“Mau ke mana, Kal?” tanya Mbak Eliz.“Jalan-jalan aja sekitar sini, Mbak. Kalau sakitnya cuma karena kontraksi palsu, pasti berangsur-angsur hilang jika dibuat jalan-jalan," jelasku yang sambil berdiri dan mulai berjalan-jalan di area taman.Mbak Eliz dengan sigap mengikutiku, pun dengan Luna. Satu tanganku berkacak di pinggang bagian belakang, sementara satunya lagi mengelus perut. Tidak lupa bibir terus kubasahi dengan kalimat-kalimat zikir dan selawat. Tidak berapa lama beberapa derap langkah terdengar datang dari dalam rumah."Nak! Kalila!"Aku menoleh dengan kaki terus melangkah pelan. Mama sedikit tergopoh-gopoh menghampiri."Udah kerasa?" tanya wanitaku yang menempelkan tangannya di lengan putrinya ini."Enggak tahu, Ma. Mulesnya sebentar datang, sebentar hilang. Tapi lama-lama makin kerasa." Aku meringis merasai sakit yang

  • Tertawan Pesona Mantan   123. Suami yang Peka

    Dalam keremangan, langkahku terus maju menuju taman samping di dekat kolam renang. Pintu kupu tarung berbahan kaca itu kudorong perlahan. Di sana tampak seorang pria tampan sedang mengenakan kemeja panjang warna maroon, salah satu warna favoritku.Kedua tangannya yang disimpan ke belakang terlihat menyimpan sesuatu. Seperti sebuah buket, mungkin buket bunga. Walau masih heran ini acara apa, tak ayal senyumku pun mengembang saat pria itu melangkah menuju arahku."Selamat ulang tahun, Ratuku," ucapnya dengan tatanan rambut yang sangat rapi. Entah kapan Mas Vino mengganti baju dan menyisir rambutnya.Ah, aku bahkan lupa jika hari ini memang tanggal dan bulan di mana dua puluh enam tahun lalu aku melihat dunia. Ternyata Mas Vino mengingatnya.Sebuah buket bunga Lily ia persembahkan untukku. Aku menerimanya dengan mata berkaca-kaca. "Terima kasih, Sayang."Mas Vino mengangguk dan maju untuk mencium keningku. Sepersekian detik aku hanya bergeming, hingga kemudian rasa bahagia bercampur haru

  • Tertawan Pesona Mantan   122. Ada Apa di Taman Rumah?

    Setelah bercerita panjang lebar dengan Damian tentang siapa Om Heru berikut Aldrin, pria itu mengangguk-angguk sebentar, kemudian terlihat seperti berpikir."Jadi ... si Nindi ini sedang mengandung bayi dari Aldrin, anak angkat Om Heru, begitu?""Entahlah. Kami belum begitu yakin. Itu benar bayi Aldrin seperti pengakuan Nindi atau malah anak Om Heru. Kami tidak tahu, Pak Ian."Damian meminta kami memanggilnya dengan nama Ian. Sapaan akrabnya."Kami ingin memastikan jika benar janin dalam kandungannya adalah anaknya Aldrin. Semoga setelah tahu kebenarannya, kami bisa mengambil keputusan bijak bagaimana nantinya."Mau tidak mau aku pun bercerita tentang kejahatan Aldrin yang dilakukan pada Mas Vino di awal-awal pernikahan kami. Pria dengan tatanan rambut rapi dan klimis itu berpikir sejenak. Lalu, air mukanya sedikit berubah dan langsung mengambil ponsel yang disimpan di saku celananya.Aku dan suami hanya diam memerhatikan saat pria single di hadapan kami itu menempelkan ponsel di teli

  • Tertawan Pesona Mantan   121. Lebih Akrab

    "Maaf, Pak Vino, Bu Kalila, acara bersantap jadi sedikit terjeda," ujar Damian dengan nada seperti tak enak.Pria itu kembali duduk dan bergabung dengan kami."Tidak apa-apa, Pak. Emm ... Maaf sebelumnya, tadi saya dan istri sempat dengar sedikit. Kalau boleh tahu siapa yang meninggal, ya, Pak?"Akhirnya Mas Vino mewakili rasa penasaranku walau tadi kami tak berdiskusi dulu harus bertanya apa tidak. Hanya ingin memastikan saja, bahwa wanita hamil yang dimaksud bukan ... Nindi."Oh, itu. Salah satu penghuni rumah peduli yang dibangun Mama saya, Pak.”Mas Vino melirikku sebentar.“Semacam panti, Pak?”“Iya. Tapi, yang ini khusus menampung para wanita yang hamil di luar nikah. Ada yang sebab diperkosa atau ditinggal kekasihnya begitu saja.”Aku menatap Mas Vino dengan tatapan memohon, agar ia menggali lebih dalam tentang info wanita meninggal itu.“Mari, Pak, Bu. Kita lanjut makan dulu. Nanti dilanjut lagi ngobrolnya.”Akhirnya kami mengangguk dan melanjutkan acara makan siang. Sesekali

  • Tertawan Pesona Mantan   120. Pakaian Putih dan Wajah Pucat

    “Denger dulu, Yang. Bukan mimpi yang enak-enak, kok. Justru mimpinya bikin aku kepikiran yang enggak-enggak.”Tak ayal kedua alisku hampir menyatu mendengar penuturannya. “Maksudnya?”“Nindi datang dengan pakaian serba putih dan wajah pucat,” jelasnya. “Wajahnya kuyu dan kantung matanya cekung, bahkan area matanya terlihat menghitam. Apa dia sedang kesulitan, ya, Yang?"Aku terdiam. Walau bukan ahli menafsirkan mimpi, tetapi kabar terakhir yang mengatakan bahwa wanita itu sedang hamil sedikit membuatku khawatir juga. Terlebih, setelahnya aku memang memblokir kontaknya agar tak mengganggu kewarasan diri ini.Apa benar bayi yang dikandungnya benar-benar darah daging Aldrin? Apa ia juga benar-benar ingin mempertahankan bayi itu, sebab sudah jatuh hati pada putra angkat sugar daddy-nya?Kalau memang benar, berarti kemungkinan besar saat ini dia sedang mati-matian berjuang untuk membantu Aldrin keluar dari penjara. Aku jadi ikut membayangkan jika berada di posisi kakak kelas masa SMA itu.

DMCA.com Protection Status