Saga mematung dengan tatapan lurus menghunjam Juni. Sementara Juni mengeluarkan semua ekspresi ketakutan dan keengganannya.
"Kenapa? Apa aku sebegitu menjijikkannya untukmu? Baru saja kau merasakan orgasme lewat tanganku dan sekarang kau tidak ingin disentuh?"
Mata Saga memicing tajam. Diselimuti kemarahan dan kekecewaan. Juni tak mengerti arti semua eskpresi itu.
"Katakan apa aku menjijikkan di matamu?"
Juni menggigit bibir. Emosi Saga berubah-ubah, dan sekarang lelaki yang berekspresi bengis itu tengah meledak-ledak.
"KATAKAN!"
Juni terdiam.
"Katakan apa kau juga jijik seperti mereka?! Kau tidak menginginkanku, kan?!"
Kening Juni berkerut memikirkan siapa yang Saga maksud dengan mereka.
Juni mengira Saga akan kembali menyerangnya dengan kalap, tapi lelaki itu malah berdiri dan turun dari ranjang.
Sorot matanya nanar. "Baiklah. Memang siapa yang menginginkanku? Walau begitu, aku tak akan pernah melepa
Juni mengernyit. "A-apa maksudmu?"Juni tak tahu mengapa pertanyaan Lenna barusan mendadak membuatnya gugup.Lenna melirik pelayan yang sedari tadi berdiri di sampingnya. Pelayan itu terkejut lagi lalu tahu-tahu sudah keluar dari kamar Saga. Sepertinya ia mengerti peringatan lewat sorot mata Lenna."Saya tahu saya tidak berhak mengatakan ini, tapi jika Anda ingin membuka mata, tolong pahamilah keadaan Tuan Besar."Juni menahan diri untuk tidak bertanya apa pun atau membalas perkataan Lenna."Tuan bukanlah orang yang berada di posisi bisa menyatakan perasaannya. Ia mungkin akan selalu terlihat marah dan sering berlaku kejam, tapi saya mohon ... dampingilah beliau sampai—" Lenna menunduk seolah ragu ingin melanjutkan ucapannya."Tunggu, apa maksudmu? Maksudmu Saga punya perasaan pada ... ku?" Juni menunjuk dirinya ragu. Seolah hal itu adalah kemustahilan yang benar-benar nyata.Tapi Lenna tak memberikan reaksi apa pun. "Jika saya
"Sudah menemukan lokasinya?""Belum. Kami masih mencarinya."Rafael menyandarkan punggung pada sofa sambil menghela napas berat. "Kurasa dia tidak bisa kabur begitu saja dari kediaman Atlanta sendirian. Pasti ada yang membantunya."Sang asisten yang sejak tadi duduk di sofa seberang menatap lantai untuk menelaah ucapan Rafael.Rafael mengernyit menahan pening di kepalanya. "Apa keluarganya membantunya?""Bisa jadi. Tapi sepertinya Lahendra bukanlah keluarga yang loyal padanya."Rafael menyetujui dalam hati. Ia melihat bagaimana Juni diusir dengan dingin dan dibuang begitu saja. Lahendra menikahkan Juni dengan Saga pasti karena urusan bisnis. Tidak mungkin mereka membantunya kabur."Setahuku Juni juga tidak punya teman yang loyal."Juni pernah cerita jika semua temannya dipilihkan oleh Maria. Mereka berteman hanya karena asas keuntungan karena mereka sama-sama dari keluarga yang terhormat."Aku yakin ada yang membantunya.
Seharian Saga mengurung Juni di kamarnya sementara dia pergi bekerja.Juni tak tahu harus melakukan apa. Tak ada ponsel, televisi, buku atau apa pun yang bisa mempercepat waktunya dan menghilangkan rasa bosannya.Hanya Lenna dan beberapa pelayan yang mengantarkan makanan pada pagi dan siang hari, juga mengantarkan camilan-camilan yang sangat banyak.Juni banyak berpikir. Ia harus bersyukur karena Saga tidak menyentuh Maria maupun Serina. Ia pikir lelaki itu akan membunuhnya dan orang-orang yang sudah membantunya kabur.Sudah hampir waktunya makan malam, tapi Saga belum pulang. Dulu lelaki itu selalu pulang tepat waktu sebelum jam makan malam. Mungkin saja ia akan mengajak Juni makan di ruang makan. Ia perlu menghirup udara di luar kamar ini.Pukul delapan malam, pintu diketuk pelan. Spontan Juni berlari ke arah pintu lalu langkahnya tiba-tiba berhenti.Saga tak akan mengetuk pintu, apalagi dengan pelan.Munculnya Lenna dan dua pelayan
"Jadi apa rencanamu?" Rafael memusatkan perhatian pada gadis berkuncir satu itu.Siang ini Jeni mengajaknya bertemu di restoran yang lain sesuai janji mereka semalam.Jeni memutar bola mata. Wajahnya terlihat sangat serius. "Penjagaan Atlanta sangat susah ditembus. Kita perlu rencana yang sangat matang dan waktu yang tidak sedikit.""Aku tahu.""Tenang saja, aku tidak akan menyakitinya kok."Rafael mengerjap. Sepertinya sejak tadi ia menatap Jeni dengan sorot tidak percaya."Hanya saja ... kita perlu menyiapkan umpan yang besar untuk memancing ikan yang besar pula. Bukan begitu?"Rafael menatap Jeni lamat-lamat. Menunggu ucapan gadis itu selanjutnya."Kita tinggal menunggu celah. Menunggu kapan sang mangsa akan keluar dari kandangnya.""Jangan berbelit-belit. Katakan saja."Jeni membulatkan mata. "Hei! Aku sedang menjelaskan secara keren, ya! Jangan memotongku!" Ia mendengus. "Dasar! Aku yang menawari bantua
Pada tatapan intens Saga, Juni berdiri mematung di tengah ruangan tanpa tahu harus berbuat apa. Tubuhnya memanas dan ia merasa perlu mengambil remote AC dan menurunkan suhunya sekarang juga.Saga tak memutus tatapannya dalam waktu yang lama sampai Juni menghela napas dan membalas sorot mata lelaki itu."Boleh aku duduk?""Ya. Duduklah." Namun, pandangan lekat Saga masih belum berakhir juga.Juni hampir saja menjatuhkan bokongnya di atas sofa ketika suara dingin Saga menginterupsi."Bukan di situ."Juni mengerutkan kening dan kembali berdiri dengan tegak."Di sini."Apa? Di mejanya?Juni tidak yakin dengan kode dari kepala Saga. Karena tak ada satu pun kursi di sekitar mejanya selain kursi yang sedang dia duduki."Kemarilah."Dan kaki Juni bergerak begitu saja mendatangi meja Saga.Sesampainya di samping meja kerja Saga, lelaki itu melepas jasnya kemudian membuka tiga kancing
Pada akhirnya Rafael harus mengantar Jeni ke kampusnya karena gadis itu mendapatkan panggilan dadakan dan sopirnya sedang tidak berada di tempat.Begitu kontras dengan percakapan panjang mereka di restoran tadi, suasana di dalam mobil malah teramat sunyi. Keduanya diam dan tak berminat mengobrol apa pun.Rafael mengetukkan jari-jarinya di atas kemudi saat mobilnya terhenti karena lampu merah lalu lintas. Ia menurunkan kaca untuk menghirup udara sebentar.Tapi yang dilihatnya kemudian membuat keningnya mengerut dalam dan matanya menyipit untuk melihat lebih jelas.Di depan sana, Juni sedang duduk di dalam mobil dengan kaca yang setengah terbuka. Wajahnya tampak kalut dan tidak bersemangat.Tunggu. Bukankah dia sedang kabur dari kediaman Atlanta?Saat lampu merah itu berubah menjadi hijau, Rafael segera melarikan mobilnya mengikuti Juni.Di belakang mobil juni, satu mobil besar mengikuti."Eh, arah kampusku bukan di s
Kening Juni mengerut kala merasakan deras air menghujani tubuhnya. Dingin disertai usapan-usapan lembut yang hangat.Pejaman matanya perlahan terbuka, menyendu dan mendapati hal yang asing.Mungkin dia sedang bermimpi. Karena sangat mustahil Saga berlutut di dekat bath up yang kini tak lagi terisi air sabun. menyiram tubuhnya dengan pancuran shower dan menggosok dada serta bahunya lembut.Gerakan tangan lelaki itu sangat telaten. Ini mimpi yang sangat mustahil terjadi dalam kenyataan.Saga menaikkan satu alis saat melihatnya. "Kau bangun."Bahkan suara beratnya yang terdengar parau terasa sangat nyata. Juni memejamkan matanya kembali. Mungkin setelah ini ia akan bangun."Jangan tidur lagi. Kau hampir saja tenggelam."Serta merta Juni membuka mata kembali saat suara tegas Saga melemparnya ke realita.Jadi dia tidak bermimpi?Tangan Saga turun menggosok pahanya. Tekstur tangannya yang kasar membuat seluruh alir
Bisikan itu membekukan seluruh akal sehat Juni. Ia terpana. Ketika Saga kembali membelit lidahnya dengan sangat intens, kakinya tak lagi mampu berpijak dengan benar sampai Saga mengalunkan lengan Juni di lehernya.'Ah, ini teramat nikmat. Balas semua ciumanku dan aku akan mati terbakar gairah.' Saga mengerang, gairahnya meronta dan menyuruhnya untuk menarik Juni sekarang juga ke arah ranjang.Alih-alih menarik dan melempar Juni ke ranjang, ia malah menurunkan ciumannya ke leher dan dada Juni.Lalu menggendong Juni dan membaringkannya secara hati-hati.Menindih wanita itu dan membuka kancing-kancing piyama sutra Juni.Matanya yang bagai elang menyorot keseluruhan wajah Juni yang memerah. "Aku menginginkanmu. Aku ingin memasukimu dan menikmatimu sepuasnya."Kata-kata vulgar itu mampu membuat rona di wajah Juni semakin meningkat.Juni mendesah, merintihkan nama Saga saat lelaki itu menanggalkan baju dan bra-nya. Menyentuh pun