Pada akhirnya Rafael harus mengantar Jeni ke kampusnya karena gadis itu mendapatkan panggilan dadakan dan sopirnya sedang tidak berada di tempat.
Begitu kontras dengan percakapan panjang mereka di restoran tadi, suasana di dalam mobil malah teramat sunyi. Keduanya diam dan tak berminat mengobrol apa pun.
Rafael mengetukkan jari-jarinya di atas kemudi saat mobilnya terhenti karena lampu merah lalu lintas. Ia menurunkan kaca untuk menghirup udara sebentar.
Tapi yang dilihatnya kemudian membuat keningnya mengerut dalam dan matanya menyipit untuk melihat lebih jelas.
Di depan sana, Juni sedang duduk di dalam mobil dengan kaca yang setengah terbuka. Wajahnya tampak kalut dan tidak bersemangat.
Tunggu. Bukankah dia sedang kabur dari kediaman Atlanta?
Saat lampu merah itu berubah menjadi hijau, Rafael segera melarikan mobilnya mengikuti Juni.
Di belakang mobil juni, satu mobil besar mengikuti.
"Eh, arah kampusku bukan di s
Kening Juni mengerut kala merasakan deras air menghujani tubuhnya. Dingin disertai usapan-usapan lembut yang hangat.Pejaman matanya perlahan terbuka, menyendu dan mendapati hal yang asing.Mungkin dia sedang bermimpi. Karena sangat mustahil Saga berlutut di dekat bath up yang kini tak lagi terisi air sabun. menyiram tubuhnya dengan pancuran shower dan menggosok dada serta bahunya lembut.Gerakan tangan lelaki itu sangat telaten. Ini mimpi yang sangat mustahil terjadi dalam kenyataan.Saga menaikkan satu alis saat melihatnya. "Kau bangun."Bahkan suara beratnya yang terdengar parau terasa sangat nyata. Juni memejamkan matanya kembali. Mungkin setelah ini ia akan bangun."Jangan tidur lagi. Kau hampir saja tenggelam."Serta merta Juni membuka mata kembali saat suara tegas Saga melemparnya ke realita.Jadi dia tidak bermimpi?Tangan Saga turun menggosok pahanya. Tekstur tangannya yang kasar membuat seluruh alir
Bisikan itu membekukan seluruh akal sehat Juni. Ia terpana. Ketika Saga kembali membelit lidahnya dengan sangat intens, kakinya tak lagi mampu berpijak dengan benar sampai Saga mengalunkan lengan Juni di lehernya.'Ah, ini teramat nikmat. Balas semua ciumanku dan aku akan mati terbakar gairah.' Saga mengerang, gairahnya meronta dan menyuruhnya untuk menarik Juni sekarang juga ke arah ranjang.Alih-alih menarik dan melempar Juni ke ranjang, ia malah menurunkan ciumannya ke leher dan dada Juni.Lalu menggendong Juni dan membaringkannya secara hati-hati.Menindih wanita itu dan membuka kancing-kancing piyama sutra Juni.Matanya yang bagai elang menyorot keseluruhan wajah Juni yang memerah. "Aku menginginkanmu. Aku ingin memasukimu dan menikmatimu sepuasnya."Kata-kata vulgar itu mampu membuat rona di wajah Juni semakin meningkat.Juni mendesah, merintihkan nama Saga saat lelaki itu menanggalkan baju dan bra-nya. Menyentuh pun
Saga tak tahu seperti apa perasaan wanita ini. Ia terlampau sulit untuk ditebak. Tatapannya menghakimi dan tampak tidak senang dengan pernyataan Saga.Mata Saga menyipit. 'Apa dia sangat tidak menyukaiku?'Yah ... memang siapa yang akan dengan mudah mencintainya?Walaupun Saga mengira-ngira Juni tidak menyukainya, pikirannya masih berkutat pada satu tujuan.'Aku ingin mengikatmu di sisiku apa pun yang terjadi. Seperti apa pun perasaanmu, aku ingin memilikimu.'Wajah Juni mengeras. Ada kilat marah dalam matanya yang masih sayu. "Minggir."Kening Saga mengerut saat mendengar suara Juni yang dingin."Ini sudah selesai, kan?""Apa?" Saga memandang bingung, tapi Juni tak memberinya waktu untuk berpikir.Juni mendorong dada Saga dengan keras sampai tautan tubuh mereka terlepas dan Saga tak lagi berada di atas tubuh wanita itu.Tanpa memedulikan ketelanjangannya, Juni bangun dan mencoba turun dari ranjang.S
Saat Juni terbangun, hari sudah siang. Ketika jam dinding yang mewah itu menunjuk angka satu, ia tertegun.Badannya yang terasa akan remuk dan hancur berkeping-keping membuatnya teringat akan hasrat Saga yang tak ada habisnya semalam. Lelaki itu tidak membiarkan Juni tidur sampai lewat tengah malam.Mereka baru berhenti pukul empat pagi setelah Juni memohon dengan nada yang memelas. Jika tidak, mungkin mereka akan bercinta sampai tengah hari."Anda sudah bangun, Nyonya?"Juni terkesiap. Seorang pelayan tahu-tahu sudah berada di depan ranjang dan menatapnya datar."Se-sejak kapan kau di situ?" Dengan cepat Juni menaikkan selimut menutupi dadanya."Baru saja, Nyonya. Tuan besar meminta saya melayani Nyonya saat Anda bangun."Juni ingat perempuan ini adalah pelayan pribadi Saga."Anda ingin mandi atau makan dulu?"Rasanya akan sangat aneh jika dia makan tanpa mandi dulu, tapi perutnya sudah berbunyi sejak tadi.
Bagi Saga, cinta adalah kata yang mustahil. Sedari kecil Saga berhenti mengharapkannya sampai melupakan kata itu.Ia hanya tahu cara menguasai dan menghukum. Mendominasi dan mendapatkan apa yang dia inginkan.Saga merasa hatinya telah mati ketika kewarasannya direnggut saat ibu maupun ayahnya memukulnya tanpa ampun seperti orang gila. Saat darah yang anyir itu merembes di sepanjang lantai dengan luka lebam dan goresan di seluruh kulitnya, Saga tak pernah lagi ingin mengerti apa itu cinta.Tapi saat ini, di sore yang menyegarkan. Di depan mawar dengan warna yang beraneka. Ketika tangannya mendekap tubuh hangat dengan aroma menenangkan. Saga merasakannya."Aku tidak ingin melakukannya." Suara yang lembut, namun tegas itu pun menjadi tanda bahwa hati Saga masih hidup. Ia masih merasakannya.Dengan gerakan kesal, Juni menutup kembali bahunya lalu memutar tubuh setelah sebelumnya gagal melepaskan diri dari pelukan Saga."Apa yang ada di pikiranmu
Sudah hampir 30 menit Juni menunggu di ruang makan, tapi Saga belum datang juga.Setelah kejadian di taman tadi, Saga tak lagi bicara apa pun. Ia langsung mandi dan meninggalkan kamar."Apa Saga tidak ingin makan?" tanya Juni kepada Lenna yang berdiri kaku di belakangnya."Tuan tidak memberikan perintah apa pun, Nyonya. Tunggulah sebentar lagi, mungkin Tuan sedang ada pekerjaan penting."Juni menghela napas. "Ah, baiklah."Juni kembali menunggu. Bolak-balik menoleh ke arah pintu dan meja yang masih kosong."Bagaimana? Ini sudah hampir sejam, Lenna.""Saya akan memanggilnya." Lenna mengayun langkah keluar dari ruang makan, tapi Juni menahannya."Tidak. Biar aku saja.""Baik, mari saya antar ke ruangan Tuan Besar."Juni mengikuti langkah Lenna ke ruangan Saga. Mereka tak perlu menuruni tangga karena ruangan Saga juga ada di lantai tiga. Kendati Juni belum pernah ke sana, tapi ia sudah merasa familiar den
Saga menggandeng Juni ke ruang makan dengan langkah tergesa seolah sudah sangat kelaparan. Juni mencebik dalam hati. 'Ternyata dia juga kelaparan!'Lelaki itu bahkan menarik kursi di ujung meja untuk Juni sampai Juni terperangah dan akan mematung entah sampai kapan jika Saga tak bersuara."Duduklah. Aku yakin kamu sudah sangat lapar."Ah, gaya bicaranya yang mesra kembali. Setidaknya dia tak lagi bersikap dingin.Akhirnya pelayan menyajikan makan malam di meja makan. Juni mengembuskan napas lega karena ia baru saja berjuang untuk mendapatkan makan malam ini. Mulai dari menunggu lelaki itu selama satu jam sampai membujuk dan menjemputnya di ruangannya.Saga tersenyum saat melihat Juni makan dengan lahap. Ia sampai melupakan makanannya sendiri."Kamu sangat lapar ternyata."Juni tak memutuskan perhatian dari piringnya."Ya, aku menunggumu lama.""Maafkan aku."Mata Juni melebar dengan makanan yang penuh di mulut
Kejutan itu memang sangat indah. Saga membawanya ke lantai tiga dengan letak meja yang membuatnya bisa melihat semua sisi kota yang gemerlap dan terasa seperti surga.Bangunan-bangunan yang berjajar dan berkilau indah menjamah mata Juni saat ia duduk di kursinya."Suka?"Juni mengangguk. Dia sangat menyukainya. Terlebih saat alunan piano dan gesekan lembut biola berpadu, menenangkan dan menambah suasana romantis yang indah ini.Pandangannya beredar pada seisi restoran yang amat sepi. Hanya ada mereka berdua dan para pramusaji yang berlalu lalang sesekali."Kita harus menikmati malam ini berdua saja." Sepertinya Saga mengerti arti tatapan Juni."Kau tidak perlu menyewa satu restoran.""Hanya restoran lantai ini saja. Orang-orang bisa makan di lantai yang lain."Beberapa pramusaji menyajikan makanan pembuka. Makanan-makanan bergaya Eropa yang mewah."Makanlah."Setelah menghabiskan makanan pembuka hingga makan