Tengah malam, di ruangan yang terang meskipun orang-orang sudah tertidur. Leticia duduk menunggu Jeni yang terus memandang lurus, kosong dan seperti zombie. Wajahnya kurus dan badannya tak bertenaga.
Jeni akan menjerit jika lampu dipadamkan. Tapi, ia tetap tak tidur. Ia hanya duduk bersandar sambil menatap dinding.
"Jeni, bicaralah. Jangan begini terus. Kau tahu bagaimana takutnya aku jika Atlanta tahu tentangku juga? Keluarga kita akan dihancurkan. Dia 'kan yang membuatmu begini?"
Jeni bergeming.
Leticia menghela napas berulang kali. "Apa yang dia lakukan padamu? Apa maksudnya dengan kekerasan seksual? Dia memperkosamu?!"
Jeni mendengarnya. Pertanyaan-pertanyaan bernada putus asa yang tak hentinya dilemparkan Leticia sejak tadi.
Jeni kehilangan orientasi. Kehilangan arah dan juga kehilangan dirinya.
Dia tak pernah berniat melukai ataupun membunuh Juni. Ia hanya ingin mewujudkan impian ibunya tanpa perlu menjad
Pagi Ini Juni muntah-muntah lagi, dan Saga selalu berada di belakangnya. Memeluk perutnya sembari mengelus punggungnya. Menunggu Juni yang sedang menunduk di atas wastafel."Sudah?" tanya Saga saat Juni sudah membersihkan wajah dan mengatur napasnya.Juni mengangguk dengan mimik yang teramat lemas."Kemari."Tanpa Juni duga-duga, Saga menggendongnya di depan tubuh seperti menggendong balita kemudian membawanya keluar kamar mandi."Ka-kau tidak perlu melakukan itu.""Kau pasti pusing."Juni melipat bibir, kedua pipinya mulai merona panas. Dia memang merasa sangat pusing ketika morning sickness itu datang, seolah bumi berguncang sangat hebat."Perutmu sakit?"Juni mengangguk pelan, lalu menjawab, "iya," ketika ia sadar Saga tak bisa melihat anggukannya.Saga menurunkan Juni di tepi ranjang lalu berlutut di bawah kaki wanita itu. Juni sampai tertegun dibuatnya."Mana yang sakit?"
"Tuan, Nyonya Maria Lahendra ingin bertemu dengan Anda.""Suruh dia masuk."Maria masuk ke ruangan Saga. Seperti biasa, angkuh, percaya diri dan tak terpengaruh dengan aura mendominasi Saga."Silakan duduk, Nyonya Lahendra."Alih-alih duduk di sofa dalam suasana yang santai, Maria malah bergerak ke kursi di seberang meja Saga. Wajahnya terlihat sangat serius dari biasanya.Saga tidak bertanya, ia hanya menunggu sampai Maria mengutarakan maksud kedatangannya."Saya ingin Anda menghancurkan Lahendra secepatnya."Saga menyandarkan punggung ke kursi kebesarannya. "Ah, kau sangat bernafsu ternyata. Tidakkah kau terlalu terburu-buru, Ibu Mertua?""Saya sudah menunggu selama puluhan tahun. Itu bukan terburu-buru namanya. Saya ingin melihat mereka kehilangan segalanya dalam waktu bersamaan."Saga mengetukkan jari-jarinya ke atas meja sambil merenung, sedang Maria menatapnya heran."Saya tidak mengerti kenapa Anda membebas
Saga buru-buru pulang ke kediamannya sendirian, bahkan tak menunggu Edward dan membiarkan sang kepala pengawal naik ke mobil lain.Sesampainya di rumah, ia segera mencari Juni. Menanyakannya pada Lenna yang baru saja ingin menaiki tangga."Di mana Juni?""Nyonya di kamarnya, Tuan. Beliau menolak makan siang."Kening Saga mengerut. "Menolak? Kenapa?""Sepertinya beliau sedikit kesal karena Anda tidak memperbolehkannya ke kantor Anda."Saga mendengus kasar. "Dia marah hanya karena itu? Aku hanya tidak ingin terjadi apa-apa lagi dengannya.""Wanita hamil sangat sensitif. Emosinya bisa berubah-ubah, mood-nya naik turun. Jadi kita harus menghadapinya dengan sabar.""Seperti apa?"Selama satu minggu ini, Juni terlihat anteng dan menuruti semua perkataan Saga. Baru kali ini wanita itu merajuk."Anda harus membujuknya dengan lembut, berbicara dengan hati-hati dan mengusap perutnya. Itu bisa membuatnya sedikit relaks
"Aku tidak tertarik makan siang yang itu." Tatapan Saga menyelimuti wajah Juni. "Aku ingin yang ini."Juni mengernyit. Kendati seluruh wajah dan lehernya sudah memerah, pun dadanya yang berdetak cepat sampai terasa sakit, ia tetap mencoba untuk tenang. Berusaha tak memperlihatkan kegugupan dan desahan yang mencoba keluar dari mulutnya.Saga menyapukan bibirnya yang panas di leher Juni, menikmati bagaimana leher yang kemerahan itu bertambah panas seiring dengan kecupannya yang bertambah intens. Sesekali lidah lelaki itu akan menjilat di sana.Juni membungkam mulutnya dengan telapak tangan, tak ingin suara rintihan maupun desahannya terdengar sampai keluar, sebab di balik pintu ada ketukan samar dan suara pelayan yang mengalun sopan."Nyonya, kami membawakan makan siang."Sialnya, Saga tak membiarkan Juni bungkam terlalu lama. Lelaki itu mencium punggung tangan Juni dengan mesra, bahkan menyapunya dengan lidah sampai Juni melepaskan bekap
Maria baru saja memasuki rumah ketika Leticia menghadangnya sambil memasang eskpresi marah dan terluka."Pergi dari rumah ini."Maria mengerutkan kening. Drama apa lagi ini?"Kau tidak punya hak memasuki rumah ini lagi!"Maria memutar bola mata. Sepertinya Leticia sudah gila saking takutnya kepada Atlanta. Maria mengabaikan wanita itu, melewatinya dan berjalan menuju kamarnya.Namun, Leticia meraih tangan Maria secara kasar. "PERGI DARI RUMAH INI!"Maria menghempaskan tangan Leticia. Ditatapnya wanita itu seperti kecoak. "Apa-apaan ini, Leticia? Jangan lampiaskan kegilaanmu padaku.""Mas Sandi sudah mengusirmu. Jadi kau tak punya hak lagi di rumah ini."Sebelah alis Maria menukik. "Apa maksudmu?"Seringai di bibir Leticia diikuti dengan kemunculan Sandi entah dari mana. Ekspresi Sandi datar dan matanya memancar dingin, sementara Maria menyorotnya dengan tatapan menuntut penjelasan."Tinggalkan rumah in
Maria baru saja ingin melewati jalanan yang menghubungkan rumah Lahendra dengan jalan besar ketika ponselnya berbunyi. Maka, ia menepikan mobilnya dan mengangkat panggilan."Ya, ada apa?""Ada dua mobil besar yang menunggu. Mereka memblokir jalan."Sang penelepon adalah mata-mata yang sengaja ia tugaskan untuk malam ini, demi mengawasi sekitar jalan yang dia lewati dari rumah Lahendra.Sebab dirinya tak boleh lengah. Leticia bisa berbuat apa saja. Perempuan itu bisa mengambil celah untuk mencelakainya. Maria juga mengambil mobil pribadinya yang dia simpan lama di garasi. Mobil lama yang tak pernah ia pakai, untuk berjaga-jaga jika Leticia melakukan sesuatu terhadap mobil yang biasa ia gunakan.Dia sudah memikirkan banyak skenario yang mungkin bisa dilakukan Leticia ketika Maria meninggalkan rumah itu, dan salah satunya adalah mencegatnya di jalanan."Bagus. Terus awasi mereka."Telepon itu ia tutup, berganti menelepon Saga yang
Saga pulang terlambat. Ia baru muncul saat jam dinding menunjuk angka 12. Padahal biasanya lelaki itu akan memaksakan diri pulang cepat.Ia pun tak langsung menyapa Juni seperti sebelum-sebelumnya. Ini sedikit asing, sebab biasanya Saga akan langsung memeluknya dari belakang.Mungkin karena hormon kehamilan sehingga membuat Juni sensitif dan tahu tahu matanya terasa perih. Dadanya pun sesak sampai ia kesulitan bernapas.Saga langsung masuk ke kamar mandi begitu datang. Ia pun mandi sangat lama, padahal kemarin-kemarin dia selalu mandi cepat.Saat Saga keluar dari kamar mandi, aroma menyengat dari sabun yang dipakai Saga langsung menusuk hidung Juni dan serta merta membuatnya mual dan pusing. Ia segera berlari ke kamar mandi, melewati Saga yang belum menjauh sepenuhnya dari pintu.Jika biasanya Juni tidak mengunci pintu kamar mandi dan membiarkan Saga masuk untuk membantunya, maka kali ini berbeda. Juni menguncinya dan buru-buru me
Esok paginya, ada paket yang datang tiba-tiba di teras rumah Lahendra. Tepat sebelum keluarga itu berkumpul di ruang makan untuk sarapan bersama.Seorang pelayan tergopoh-gopoh mengabarkannya kepada satu-satunya Nyonya Lahendra yang sekarang tengah memimpin para pelayan di dapur untuk memberikan instruksi soal menu sarapan."Ada paket untuk Nyonya di depan pintu," lapor seorang pelayan.Alis maha rapi Leticia menukik. "Sudah kubilang panggil aku Nyonya Besar! Maria sudah tidak ada di rumah ini!" Matanya melotot mengintimidasi."Maafkan saya, Nyonya Besar."Leticia bersedekap pongah. "Hm. Paket dari siapa?""Tidak ada nama pengirimnya. Hanya ditujukan untuk Nyonya Besar.""Baiklah. Aku akan melihatnya."Leticia melenggang meninggalkan dapur. Langkahnya ringan dengan sunggingan senang di bibir merahnya. Maria sialan itu pasti sudah mati. Tubuhnya pasti sudah terpotong-potong dan dibuang di sarang buaya sesuai perintahnya. T