“Lu sih! Gue udah bilang ntar Komandan marah, lu gak percaya!” tunjuk Jasman langsung menyalahkan Peter. Peter spontan mendelik pada Jasman.
“Enak aja gue doang yang disalahin. Lo kan yang punya ide!”
“Ya tapi kan cuma becanda doang!” Dion memejamkan mata mendengar para anggota mulai bertengkar. Tak cukup Jasman dan Peter, anggota lain jadi ikut-ikutan mengomel.
“Ini gara-gara kalian berdua! Kita jadi dihukum semua! Kagak bisa naik pangkat sudah gue!”
“Sudah cukup!” bentak Dion berbalik dan berkacak pinggang. Seluruh perdebatan itu sontak berhenti. Dion masih mendelik pada seluruh anggotanya yang ada di tempat itu.
“Apa sih yang kalian inginkan sebenarnya? Mau berantem? Mau sok jagoan? Apa yang mau dibuktikan coba?” tukas Dion dengan nada kesal dan mulai tinggi.
“Kita cuma iseng, Dan.”
“Iseng? Ini yang kalian bilang iseng! Kalian ber
“Uh, kamu ... kamu kok bisa kemari?” tanya Dion dengan sikap bingung. Sisca masih tersenyum dan memerintahkan seorang pria yang menemaninya untuk memberikan beberapa bingkisan makanan yang dibelinya dari beberapa restoran untuk acara Dion.“Aku dengar hari ini acara perpisahan kamu ya, Mas? Jadi aku bawakan beberapa menu untuk kamu dan anggota di sini.” Sisca menjawab dengan senyumannya.“Tunggu dulu!” Dion langsung menghalangi kala pria yang disuruh oleh Sisca hendak menyerahkan bingkisan itu pada salah satu anggota Dion.“Maaf, Sisca. Aku gak bisa menerima ini. Ini namanya gratifikasi dan itu dilarang!” ujar Dion dengan raut serius menolak pemberian Sisca. Sisca mendengus pelan agak aneh dengan sikap Dion.Sementara kedatangan Sisca yang masuk ke dalam aula itu sontak menarik perhatian beberapa anggota polisi termasuk Jasman dan Peter.“Ape lagi nih? Itu bukannya ibu-ibu yang dulu dateng
Dion juga ikut diam dan tidak meneruskan makan. Sisca yang baru mencicipi makanannya masih berusaha untuk membujuk Dion beberapa saat kemudian.“Kalau kamu sayang dan peduli sama Kenzi, kamu pasti mau membantu aku, Mas. Aku hanya perlu satu orang saksi lagi, Mas,” bujuk Sisca masih belum menyerah.“Sisca, aku akan menikah. Jadi apa pun yang aku akan lakukan, aku harus bicarakan dengan dia terlebih dahulu.” Sisca malah balik terkekeh dengan nada sinis. Ia menggelengkan kepalanya lalu menoleh pada Dion.“Kalian belum menikah, tapi dia sudah atur-atur kehidupan kamu. Kamu gak merasa terganggu, Mas?” sindir Sisca pada hubungan yang sedang dijalankan oleh Dion.“Gak. Aku gak merasa keberatan sama sekali. Dia bisa mengatur apa pun yang dia inginkan dari aku. Dan aku pikir itu juga bukan urusan kamu, permisi!” Dion bangun dari posisi duduknya dengan sikap ketus. Senyuman Sisca hilang begitu Dion pergi meningg
Kyle Madrid kembali bertugas usai mendapatkan perawatan atas luka di perutnya. Ia kembali bersama Edward yang juga masih dalam pemulihan tapi bersedia kembali bekerja. Kali ini mereka akan menjaga Venus di rumah orang tuanya selama ia tinggal di sana. Oleh karena itu, Kyle tetap mengawasi penthouse pribadi Venus dengan datang mengunjungi untuk memeriksa surat atau kiriman yang masuk.Betapa terkejutnya, Kyle saat ia keluar dari lift, ia menemukan seluruh koridor menuju pintu masuk malah dipenuhi oleh bunga dan buket.“Apa ini!” gumamnya keheranan. Kyle berjalan melewati bunga-bunga yang berjejer sampai ke depan pintu. Seluruh lorong dipenuhi oleh bunga dan itu menimbulkan kecurigaan. Kyle memeriksa satu persatu dan setiap buket memiliki kartu dari pengirim yang sama.“Dasar gila!” umpat Kyle lalu mengambil salah satunya untuk ia bawa bersamanya. Kyle lalu masuk ke dalam penthouse dan memeriksa beberapa hal sebelum keluar kembali. Ia juga
“Uh, Pak Dhe ndak tahu alamatnya ...”“Ndak mungkin Pak Dhe, ndak tahu!” sahut Laras bersikeras. Pak Dhe Halim melepaskan napas panjang dan berat. Sepertinya ia harus menghubungi Angsana, ayah Laras untuk menjemput putrinya itu.“Begini saja, biar Pak Dhe hubungi Papamu dulu. Supaya kamu bisa dijemput.” Pak Dhe Halim segera masuk ke dalam meninggalkan Laras yang akhirnya mengekorinya ke dalam meski tanpa ijin.Beberapa menit kemudian, mobil Dion memasuki halaman depan rumah Pak Dhe Halim. Ia baru pulang dari kantornya usai mengikuti apel terakhir sebelum upacara purna baktinya esok hari.Sementara di dalam, Pak Dhe Halim tidak mengetahui jika Laras sudah masuk ke ruang tamu karena ia tengah di ruang tengah menghubungi Angsana Nugroho. Maka saat Dion masuk ke dalam rumah, betapa kagetnya dia saat melihat Laras sudah berdiri menyambutnya.“Lho ... Laras!” pekik Dion kaget.“Mas Dion!”
Atas izin Dion, Venus datang bersama Kakaknya Rei Harristian untuk menemui Gareth Moultens. Rei bersikeras ingin ikut untuk menemani Venus menghadapi Gareth yang terus mengirimkan bunga ke apartemen Venus. Jika dia tidak berhenti, Rei berencana akan melaporkan Gareth ke Polisi.Awalnya Venus menghubungi Gareth lewat email dan bersedia bertemu di sebuah restoran. Gareth datang lebih dulu untuk menunggu Venus datang. Senyuman Gareth merekah saat melihat Venus tiba tapi perlahan hilang kala Rei terlihat datang bersamanya.“Aku pikir kamu datang sendiri,” ujar Gareth datar dan terdengar kecewa. Venus tetap menggandeng Rei dan tempat itu kemudian seolah dipenuhi oleh beberapa orang pria yang merupakan anggota Golden Dragon. Rei memerintahkan beberapa anggota elite untuk menjaga Venus sampai di hari pernikahannya termasuk mengikutinya hari ini.“Maaf Gareth, Rei ikut denganku.” Venus menoleh pada Rei yang memasang wajah ketus tanpa keramahan sa
“Aku sangat ingin menguliti kepalamu, kau tahu kenapa? Karena kau adalah pria yang sudah menyakiti Adikku!” geram Rei dengan mata menyalak marah pada Gareth yang terdiam.“Kak ...” Venus bergumam pelan menghalangi Rei dari meledakkan lebih besar amarahnya. Rei masih menahan diri tapi ia tidak tahan untuk bicara pada Gareth.“Selama ini aku diam karena Venus yang memintaku, Moultens! Sungguh jika bukan karena Venus yang memintaku, aku sudah membunuhmu!” Rei mengeraskan rahangnya menunjuk pada Gareth dengan rasa marah yang terpendam.“K-Kamu t-tidak bisa m-mengancamku ...” Gareth mencoba melawan dengan rasa gugup yang mencekik tenggorokannya. Venus makin khawatir karena bukannya mereda, Rei tampak makin marah.“Kau pikir kenapa orang memanggilku The Midas? Bukan hanya karena aku adalah salah satu rapper paling terkenal di negara ini, tapi juga karena aku menghancurkan kepalamu dengan sekali pukul!”
“Pokoknya kalau Mas gak mau penuhi ini semua. Kita batal saja deh nikahnya!” “Jangan begitu dong! Kita pasti menikah, aku kan sudah janji sama kamu!” jawab Dion masih lembut dan memelas.“Ya, apa kek usahanya! Pinjem uang di bank kek atau apa gitu! Jangan diem saja kayak batu!” “Aku gak diem, Sayang. Aku sedang usaha buat nabung!”“Alah, nabung apa cuma dapetnya 40 juta!” tukas Laras dengan ketus. Dion mengurut keningnya dan tak tahu harus menjawab apa. Tak lama, pintu ruangannya diketuk oleh salah seorang anggotanya yang memintanya untuk masuk ke ruangan kepala polisi.“Sayang, aku menghadap Pak Kepala dulu ya. Nanti kita bicara lagi!” ujar Dion hendak pamit pada kekasihnya sekejap.“Trus gimana jadinya?”“Iya, aku akan temui Rico. Aku akan minta tolong dia mencarikan pinjaman,” jawab Dion akhirnya menyerah. Setelah menutup sambungan telepon, Dion menghela napas panjang untuk menemui kepala polisi.“Iptu. Dion melapor, Pak!” kepala polisi mempersilahkan Dion yang langsung memberika
“Saya hanya butuh beberapa menit untuk memeriksa tempat ini sebelum digunakan!” jawab Dion sembari memeriksa seluruh sudut ruangan tanpa memedulikan Venus. Venus sendiri sudah melipat tangan ke depan dada karena kesal.“Tapi ini kamar mandi wanita!”“Saya tahu!” jawab Dion dingin dan cepat. Ia memeriksa dengan alat detektor gelombang elektronik untuk mencegah adanya kamera tersembunyi.“Huh, aku sudah masuk ke kamar mandi ini berkali-kali dan tak ada apa pun!” protes Venus masih sengit. Dion berbalik dan menyimpan alat itu dibalik saku jasnya.“Sudah selesai, Nona. Silakan!” tunjuk Dion pada salah satu bilik tak peduli dengan protes Venus. Ia bahkan masih di ruangan itu dan tidak keluar. Venus sampai mendelik tak percaya.“Apa kamu akan tetap di sini?” sahutnya mulai menaikkan nada bicara.“Iya,” jawab Dion singkat. Ia lalu membuang pandangannya ke arah lain agar tak terus menatap Venus. Sementara Venus yang kesal lantas mengibaskan kedua tangannya ke atas dan terpaksa memanggil asist