Rasa makanan jadi makin hambar saat ini. Venus menghentikan makan dan meletakkan peralatan makannya dengan lembut dan pelan di sisi piringnya.
“Kamu harus tahu bahwa yang kamu lakukan sudah merusak semua rencana pernikahan yang didambakan Dion selama ini,” ujar Nenek Sulastri dengan nada rendah pada Venus. Venus diam dan menunduk. Ia tidak berani menaikkan pandangannya menatap wajah Nenek Sulastri. Nenek Sulastri lalu meletakkan sebuah foto yang mengubah semuanya di depan Venus.
Pelupuk mata Venus langsung penuh dengan air mata saat memandang foto pertunangan Dion dan Laras yang disodorkan oleh Nenek Sulastri di atas meja. Air mata itu akhirnya jatuh begitu saja. Budhe Dewi tidak bisa mencegah ibunya saat ini. Dia hanya bisa diam memandang Venus dengan pandangan sendu.
“Ini adalah foto pertunangan Dion. Mereka sudah tukar cincin dan akan segera menikah. Lalu Dion ke Amerika untuk mencari biaya pernikahannya dan bertemu kamu. Lalu semuanya hancu
Dion terdiam menatap Venus yang juga menatapnya dengan mata sayu. Sebelah tangannya lantas membelai pipi Venus dan malah mengecup keningnya.“Sayang ... maafkan aku tidak bisa melindungi kamu.” Venus menggelengkan kepalanya.“Gak, Mas. Kamu adalah pria terbaik yang pernah aku kenal dalam hidupku setelah Ayahku. Aku sayang sama kamu, tapi aku gak bisa memiliki kamu ...” bisik Venus kala Dion mengecup dalam keningnya. Dion melepaskan kecupannya dan menaikkan sedikit dagu Venus untuk melihatnya.“Kenapa kamu membuat keputusan sendiri? Apa kamu gak mempertimbangkan perasaanku? Apa kamu gak tahu seperti apa rasa cintaku sama kamu? Aku rela mati untuk kamu, Venus ...” ujar Dion membisikkan seluruh rasa cintanya yang dalam pada Venus. Venus makin meneteskan air matanya. Ia dilema membuat keputusan. Rasanya ingin pergi tapi hati tak ingin.“Apa pun yang dikatakan oleh Nenekku padamu, tidak mewakili perasaanku padamu. Tida
“Kamu cuma cari-cari alasan agar ndak menikah! Iya kan?” tunjuk Pak Angsana begitu berang pada Dion.“Kamu ndak tahu diri, Dion. Sudah dibantu masuk dan jadi Polisi sekarang kamu balik ingin menjatuhkan Laras! Kamu memang ndak tahu di untung!” tambahnya makin berang.Mbah Lastri mulai sesak dan memegang dadanya. Budhe Dewi pun langsung merangkul dan meminta ibunya agar lebih tenang.“Ibu dengarkan saja, jangan terlalu diambil pikiran. Dion harus menjelaskan posisinya sama Ibu,” ujar Budhe Dewi lagi, perkataannya itu membuat ibunda Laras yaitu Desna jadi ikut marah.“Kalian memang sudah sekongkol untuk mempermalukan kami ya? Sudah, tidak usah ada pernikahan! Aku ora sudi besanan sama kalian!” hardik Bu Desna pada Budhe Dewi. Budhe Dewi ikut tersulut emosi. Kini semua jadi makin kacau dan ribut.“Siapa yang mau besanan sama keluarga egois seperti kalian? Kalian cuma tahu memanfaatkan Dion!”
Dion pulang ke Langham menjelang tengah malam. Meskipun begitu Venus masih belum tidur dan tampak menunggu Dion di ruang tamu.“Sayang? Kamu masih di sini?” sapa Dion yang langsung menghampiri begitu melihat Venus masih duduk sendirian di sofa. Venus tersenyum lembut dan wajahnya mulai cerah. Tangannya memegang ponsel yang lalu dimatikan.“Apa Mas Dion sudah makan malam?” tanya Venus dengan suara lembutnya seperti biasa.“Sudah Sayang,” jawab Dion tersenyum. Ia mendekat dan mengecup pipi Venus dengan lembut. Tak lupa, Dion ikut mengecek suhu tubuh Venus dengan meraba keningnya. Sementara Venus masih terus memperhatikan wajah Dion yang terus tersenyum padanya.“Demam kamu sudah hilang ...” Venus ikut tersenyum dan sedikit menundukkan wajahnya.“Kenapa kamu belum tidur?”“Aku menunggu kamu, Mas ...” jawab Venus lembut. Dion makin melebarkan senyumannya dan menggenggam tang
Dion memejamkan mata dan menarik udara yang mulai menyesakkan dadanya kala mendengar kalimat yang diucapkan oleh Venus. Dion masih dalam perjalanan dari rumah Rico usai berhadapan dengannya.Kini ia harus mendapati kenyataan jika Venus akan pulang ke negaranya dan meninggalkan Dion di Indonesia.“Aku gak mau putus …” balas Dion sambil memejamkan matanya. Suaranya lirih nyaris tidak terdengar tapi Venus mendengarnya.“Kita belum memulai apa-apa, Mas. Tapi aku tahu jika kamu memang mencintai aku, kamu akan datang untukku lagi, iya kan?” jawab Venus semakin lembut dan setengah berbisik.Dion menarik napas lebih panjang dan mengangguk pelan pada dirinya sendiri.“Kita ga akan berpisah kan? Kamu akan tetap mengangkat panggilanku kan? Aku gak pernah anggap kita putus, Sayang. Aku masih milik kamu, kamu masih milikku,” ungkap Dion dengan sepenuh hati.“Hhm … jika memang begitu, selesaikan semu
“Dia marah-marah mau minta penjelasan dari kamu. Laras ditangkap Polisi. Katanya jadi tersangka kasus pencucian uang sama teman kamu itu, Rico!” ujar Pak Dhe Halim menuturkan yang terjadi. Dion hanya menanggapinya dengan napas tenang dan diam beberapa saat.“Mbahmu belum tahu soal ini, soalnya dia sudah tidur sewaktu Pak Angsana datang. Jadi dia berhadapan sama Pak Dhe. Untung tidak terjadi keributan. Aku ya sudah mangkel mau tak tonjok. Itu orang kok ya sombong kalau bicara. Sekarang anaknya yang salah kok ya kamu yang dicari-cari!” sambung Pak Dhe Halim makin mengeluarkan unek-uneknya kekesalannya pada Dion.“Maaf, Pak Dhe. Aku belum cerita yang sesungguhnya yang sedang aku lakukan selama ini,” aku Dion sambil berjalan ke arah sofa dan duduk senyamannya di sana.“Jadi, Laras ditangkap karena kamu toh?”“Bukan, Pak Dhe. Laras ditangkap karena dia ikut menerima uang hasil dugaan pencucian uang. Jika La
Pagi hari di kediaman Pak Dhe Halim berlangsung seperti biasanya. Kejadian semalam saat Pak Angsana datang ke rumahnya tidak diceritakan Halim pada mertuanya. Budhe Dewi pun hanya mengetahui tentang kedatangan Pak Angsana saja dan bukan tentang telepon dari Dion.Namun sebelum keluar dari kamar usai bersiap memakai kemeja seragam tempatnya bekerja, Halim menarik tangan istrinya untuk masuk kembali ke kamar.“Mah, kemari dulu!” panggil Halim pada Dewi yang bersiap keluar usai membantu suaminya bersiap.“Ada apa, Pah? Kamu belum selesai? Apa yang kurang ...” Dewi melihat-lihat penampilan suaminya dan mengira-ngira jika ada yang tertinggal.“Banyak! Aku belum dicium, hehehe ...” goda Halim lalu menyengir. Dewi yang kesal langsung mencubit lengan suaminya.“Kamu itu sudah tua kok ya masih suka guyon!” tukas Dewi sewot.“Ah, kamu kayak ndak tahu saja aku seperti apa. Bukan begitu Sayang, Dion
Dion masuk ke dalam ruang penyidik yang menangani kasus dugaan pencucian uang yang dilakukan oleh Hendrico Darmawan yang melibatkan Larasati Nugroho.“Silahkan, Pak!” ucap salah satu penyidik yang bekerja sama dengan Dion sebelumnya yaitu AKBP Anthony Ginting. Dion tersenyum tipis mengangguk dan duduk di kursi yang telah dipersilahkan untuknya.Ruangan itu disekat menjadi dua. Salah satunya digunakan untuk memeriksa Laras. Tak hanya itu, orang tua Laras juga berada di ruang lainnya menunggu tim penyidik untuk bicara. AKBP Gilang Sulistyo juga berada di dekat Dion akan mengawal kasus tersebut.“Di depan sudah ada wartawan, siapa yang memanggil?” tanya Dion memulai dengan rasa penasarannya.“Sudah ada konferensi press dari Polda tentang penangkapan kemarin malam,” jawab AKBP Anton.“Gini, Dion. Saya sudah koordinasi sama penyidik dari Polda, kasus dialihkan ke mereka. Jadi kamu dan Pak Kapolres akan ikut meng
BEBERAPA SAAT SEBELUMNYAMobil milik Halim tiba di parkir kantor polisi Polres tempat Dion bertugas. Ia memarkir dengan baik lalu menoleh pada istrinya Dewi setelah menghela napas panjang. Dewi yang ikut menoleh pada suaminya, Halim lalu melepaskan sabuk pengaman dan menoleh ke belakang.“Bu, sebelum kita masuk ke dalam, boleh Dewi minta sesuatu sama Ibu?” ujar Dewi pada ibunya Sulastri yang duduk di belakang. Nenek Sulastri hanya mengangguk pelan.“Nanti di dalem, Ibu ndak usah membantah apa pun. Biarkan Dion yang menjelaskan sama Ibu. Aku ndak mau lihat Ibu sakit karena masalah yang dialami oleh Dion,” ujar Dewi lagi menjelaskan pada ibunya sebaik mungkin.“Biar bagaimana pun Dion itu tetap akan menjadi cucu Ibu, Keponakanku dan anak Mas Steven dan Anggi. Kita sebagai keluarga sudah seharusnya mendukung dan berada di belakang Dion,” sambung Dewi lagi lalu tersenyum.“Ibu ndak perlu membantah apa pun. Deng
Setelah celingukan memastikan tidak ada yang mengikutinya, Dion masuk ke sebuah restoran mewah di kawasan Brooklyn milik chef terkenal Brema Mahendra. Restoran berbintang Michelin itu tidak sembarangan bisa dimasuki oleh orang lain kecuali pengunjung yang telah memesan tempat dan sahabat dekat si pemilik restoran.Maka ketika Dion masuk, para penguntitnya tertahan di depan. Sementara Dion bebas berjalan masuk ke dalam sampai ke area terlarang yaitu dapur. Di sana, Brema sudah menunggu dengan mejanya yang telah disiapkan untuk pertemuan mereka. Ares baru tiba beberapa saat kemudian. Ia masuk dari jalan belakang.“Apa masih ada yang mengikutimu?” tanya Brema setelah Dion duduk di kursinya.“Iya, mereka ada di luar.” Brema langsung memanggil salah satu stafnya untuk mengusir non pengunjung dan yang menguntit Dion dari lingkungan restorannya.“Jauhkan mereka dari parkiran!” perintahnya lebih lanjut.“Baik
Dengan panik, Venus masuk ke kamar mandi lalu menguncinya. Ia langsung memeriksa kulit lehernya lewat cermin dan melihat dengan jelas seperti apa bentuk bekas ciuman yang memerah di kulitnya. Dion memergoki langsung ada bekas pria lain di tubuh Venus. Seketika Venus menahan teriakan dengan membekap mulutnya sendiri.Air mata berlomba-lomba jatuh dan kakinya tidak kuat menopang berat tubuh. Venus jatuh di lantai terduduk menangisi dirinya sendiri. Sangat menyakitkan saat ia harus menyakiti Dion seperti itu. Hati Venus hancur melihat rasa kecewa di mata Dion padanya.“Mas Dion, maafin aku ... maafin aku ...” Venus merapal tanpa suara sambil meremas pakaian di dadanya.“Venus? Cinta? Tolong keluar, Sayang. Ayo kita bicara ...” terdengar suara Dion yang bergetar namun masih lembut memanggil istrinya. Dion tidak meledak marah meski ia menemukan dengan jelas pengkhianatan Venus. Namun hal itu hanya membuat Venus makin terluka.“Aku
‘Mas Dion? Mas Dion, tolong aku! Tolong, Mas ...’Seketika mata Dion terbuka dan ia kaget. Suara Venus memohon pertolongan darinya membuat ia terbangun dari mimpinya. Dion kebingungan. Ia masih berada di kamar. Bedanya ia tidak tidur di ranjang melainkan duduk di sofa dan tertidur. Di tangannya masih tersemat tasbih rosario kala ia berdoa untuk Venus.“Venus? Sayang!” panggil Dion bangun dan berjalan keliling kamar mencari Venus yang ternyata belum pulang. Hari sudah pagi namun belum ada kabar dari istrinya sama sekali. Dion mencoba kembali menghubungi Venus dan masih sama saja seperti ratusan panggilan yang ia lakukan seharian.“Gak, aku gak bisa diam saja! Aku harus cari dia.” Dion akhirnya mengambil keputusan dan keluar dari kamar. Dion kembali menanyakan pada Edward yang juga tidak kunjung mendapatkan kabar dari Venus.“Manajemennya sudah menyebarkan orang-orang mereka untuk mencari Nyonya Venus. Tapi sampai s
“Beatrice memasang banyak kamera di ruanganku dan mungkin hampir di seluruh bangunan kantor, aku gak tahu. Sekarang aku dan Kyle sedang berpura-pura gak akur untuk mengelabui dia.” Dion menjelaskan dengan detail apa yang terjadi di perusahaannya sekarang.“Kenapa gak dipecat aja, Mas?”“Aku gak akan pernah tahu siapa dalangnya kalau dia dipecat. Aku sudah memecat Kyle sehingga dia bisa menyusup. Gara-gara kamera tersembunyi itu, aku gak bisa melayani pembicaraan Venus di sana. Tapi dia malah jadi salah paham.”“Kalau sudah begini, masalah jadi lebih rumit ...” Dion mengangguk mengerti.“Beatrice ingin menyasar Venus, itu yang baru aku ketahui sekarang.” Rei mendengus panjang dan masih terus memperhatikan Dion.“Kyle bilang, Beatrice mengaku jika dia menyasar keluarga kamu dan Venus adalah korban pertamanya.” Rei makin membesarkan matanya cukup kaget mendengar hal seperti itu.
Dion berhasil masuk melewati jalan belakang ke kantor label rekaman Skylar. Ia bahkan belum kembali ke King Corp untuk mengonfirmasi perihal alarm yang dibunyikan saat kebakaran terjadi. Tujuan Dion adalah untuk bertemu dengan Rei.Rei juga telah menghubunginya tadi pagi bertanya jika ia dan Venus bertengkar. Ia tidak bicara banyak tentang apa yang terjadi. Kini Dion mulai penasaran apa yang terjadi dalam satu hari ini.“Rei, maaf aku mengganggu, aku harus bicara sama kamu.” Dion berujar sepruh berbisik pada Rei yang tengah ada di salah satu koridor di dekat ruangannya.“Mas Dion? masuk lewat mana?” Dion menarik lengan Rei agar mereka bisa berjalan bersama.“Lewat belakang. Kita ke ruangan kamu ya.” Rei mengangguk dan membukakan pintu untuk Dion. Dion sempat melihat ke semua arah sebelum ikut masuk dan menutup pintu.“Apa Venus kemari?” tanya Dion bahkan sebelum ia duduk di salah satu sofa di ujung ru
Terjadi sedikit kebakaran di area perakitan A 2.1 di dalam pabrik yang belum diketahui penyebabnya. Kebakaran itu sempat membuat panik beberapa pekerja namun dapat di atasi dengan baik. Sesuai dengan langkah pengamanan, seluruh mesin dan listrik dimatikan saat kecelakaan itu terjadi.Dion langsung bergegas melihat yang terjadi. Beberapa pekerja tengah memadamkan api dengan alat pemadam darurat sampai akhirnya api mengecil lalu hilang.“Pastikan tidak ada percikan sama sekali!” perintah Dion masih mengawasi proses tersebut. Alarm kebakaran masih berbunyi keras dan seluruh pekerja sudah di evakuasi.“Pak, ini hanya kebakaran biasa,” lapor salah satu kepala divisi yang sudah mengecek.“Apa ada ledakan?” Dion balik bertanya untuk memastikan.“Tidak ada, Pak. Aku rasa hanya ada masalah listrik!”“Pastikan semuanya aman sebelum memasukkan para pekerja kembali. Coba cek jika ada yang terluka ...
Venus tidak membantah sama sekali. Rei terus mengomel karena dirinya yang kabur begitu saja dari lokasi pemotretan. Belum lagi, ia membatalkan acara tiba-tiba sehingga penyelenggara harus merugi karena tiket yang terlanjur dijual.“Ada apa sama kamu, Ven? Kamu gak pernah kayak gini!” tukas Rei dengan ekspresi keheranan. Venus begitu ngotot mau mengakhiri kerjasama dengan beberapa penyelenggara musik.“Aku cuma ingin istirahat, Kak. Itu saja!” sahut Venus bersikeras. Ekspresinya tampak berbeda dan dia seperti tertekan.“Istirahat? Tapi kamu kan ga perlu sampai harus memutuskan kontrak enam bulan ke depan! Kamu mau istirahat selama apa sih?” Venus mendengus kesal dan rasanya ingin berteriak.“Kakak ga ngerti!” Venus makin meninggikan suaranya.“Ya mana aku ngerti kalau kamu gak memberikan penjelasannya, Baby!” DREET DREET … ponsel Venus bergetar saat ia akan mulai bicara. Venus mengin
“Love ... Cintaku! I’m home!” ucap Dion memanggil Venus dengan mesra seperti biasanya. Ia masuk ke dalam dengan sebuket bunga dan mencari istrinya. Venus ternyata berada di dekat meja makan tengah mengatur makan malamnya. Dion langsung semringah lebar melihat istrinya sudah pulang. Ia menghampiri dan memberikan bunga tersebut pada Venus.“Hei, Love ...” ucap Dion mengecup pipi Venus lalu memberikan bunga untuknya. Venus ikut tersenyum lalu membalas mengecup pipi Dion.“Wah, makan malamnya kayaknya enak,” puji Dion melihat beberapa menu yang terhidang.“Sebaiknya kamu ganti pakaian dan setelah itu kita makan malam,” ujar Venus sembari membelai dada Dion. Dion tersenyum lebar dan mengecup Venus sekali lagi sebelum ia berbalik keluar ruang makan menuju kamar. Senyuman Venus hilang terutama saat ia menoleh ke arah kamera yang terus memantaunya.Makan malam Dion dan Venus berlangsung seperti biasanya. Dion
Dion hanya duduk sesaat sambil memandang meja kosong di depannya. Pandangannya menoleh pada seisi ruangan. Semua sudah beranjak pergi dan sebuah suara kini ikut memanggil.“Dion, ayo!” Ares memanggil Dion yang kemudian mengangguk. Dion beranjak dari kursinya ikut pergi bersama Ares dan seluruh sahabatnya yang lain.“Bagaimana sekarang?” tanya Dion pada Rei dan Ares yang masuk satu lift dengannya. Di dalamnya juga ada Cass, Brema serta Devon.“Ayahku masih marah. Aku tidak menyarankan untuk bicara dengannya sekarang. Pengakuan Andy benar-benar membuat dia syok,” ujar Rei kemudian.“Apa kamu tahu soal itu?” celetuk Brema kemudian.“Tidak, dia tidak tahu. Yang tahu hanya aku, Jupiter dan Aldrich!” aku Ares dengan nada rendah. Rei sontak menoleh pada Ares yang juga melirik padanya.“Kenapa kamu tidak cerita padaku Ares?”“Untuk apa? kamu akan membunuh Andy begit