Gaun berwarna maroon kombinasi silver dengan model royal gown membuat Kimberly nyaris tak mampu mengeluarkan suara. Gaun yang dipilih Damian sangatl indah. Dia tak menyangka kalau Damian memiliki selera yang sangat indah. Sungguh, gaun yang ada di hadapan Kimberly ini begitu sempurna. Model kemben gaun ini persis seperti gaun-gaun seorang putri raja. Well, jika nanti di pesta, dia menggunakan mahkota pasti akan membuat dirinya menjelma layaknya seorang putri kerajaan.Suara dering ponsel berbunyi. Refleks, Kimberly mengambil ponselnya yang ada di atas meja—dan langsung melihat layar ponselnya itu—ternyata nomor Carol yang terpampang di layar ponselnya. Tanpa menunggu lama, Kimberly menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan sebelum kemudian meletakan ke telinganya.“Halo, Carol,” jawab Kimberly kala panggilan terhubung.“Kim, apa aku mengganggumu?” tanya Carol dari seberang sana. “No, kau tidak menggangguku. Ada apa, Carol?”“Kim, weekend ini aku ingin mengajakmu pergi. Apa kau
Weekend yang harusnya diwarnai dengan keceriaan, sayangnya tak sesuai dengan rencana yang ada. Hari ini adalah hari di mana Deston merayakan anniversary, tetapi sejak kemarin wajah Kimberly tak memancarkan kebahagiaan. Benaknya terus terbayang-bayangi nota pembelian kalung berlian yang dia termukan di jas milik Fargo.Kimberly belum sama sekali bertanya pada Fargo. Dia sengaja diam, karena pikirannya masih kacau. Dia tak ingin terpancing menjadi amarah dan berakhir pada perdebatan yang jelas. Diam adalah pilihan Kimberly untuk sementara ini.Kimberly menatap jam dinding waktu menunjukkan pukul empat sore. Pesta akan diadakan pada pukul tujuh malam. Dia harus segera bersiap-siap dari sekarang. Dia tak ingin datang terlambat di pesta itu. Dia segera menuju kamar mandi—memutuskan untuk berendam sebentar, demi menenangkan segala pikiran yang mengganggunya.Tiga puluh menit kemudian, saat Kimberly sudah selesai mandi—wanita itu segera berias, memoles wajahnya dengan make up bold menyesuaik
“Damian! Lepaskan aku!” seru Kimberly dengan nada pelan, tapi tersirat penuh peringatan. Ya, pria yang menangkap tubuh Kimberly adalah Damian. Itu yang membuat Kimberly sampai melampui batas—tak menyadari dirinya begitu lama berada di pelukan seorang pria. Namun untungnya sekarang Kimberly sudah sadar, dirinya begitu dekat dengan Damian.Damian tersenyum samar melihat Kimberly marah. Dia ingin sekali mencium bibir Kimberly, tetapi tak mungkin melakukan itu. Pria tampan itu tentu menyadari dirinya dan Kimberly masih berada di tengah-tengah pesta. Perlahan, dia melepaskan tangannya yang ada di pinggang Kimberly—membantu wanita itu untuk berdiri menjaga kesimbangan agar tak terjatuh.Saat tangan Damian sudah tak lagi melingkar di pinggang Kimberly, dengan cepat Kimberly melangkah mundur. Dia memasang raut wajah tenang dan anggun agar yang lain tak curiga. Detik selanjutnya, dia mengalihkan pandangannya—menatap sosok wanita yang Kimberly tadi tabrak. “Nona, maaf aku tidak sengaja,” ucapny
Sepasang iris mata cokelat gelap Damian terhunus dingin dan tajam. Rahang Damian mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat. Aura kemarahan dan letupan emosi membakar dirinya. Kata-kata Kimberly bagaikan sumbu panas, yang begitu menyulutnya.“Kimberly! Jangan main-main dengan ucapanmu!” bentak Damian keras dan menggelegar memenuhi ruangan itu.“Aku tidak main-main, Damian! Aku lelah dengan semuanya! Pada akhirnya kau hanya akan menjadikanku simpananmu, kan?” seru Kimberly dengan tatapan menahan mata yang nyaris berembun. Sudah sejak tadi hatinya begitu sesak. Namun, mati-matian dia berjuang menahan air mata agar tak menetes jatuh. Dia benci lemah karena cinta.Damian menggeram menahan amarahnya dan emosi dalam dirinya. “Aku tidak pernah bilang akan menjadikanmu simpananku, Kimberly! Kenapa kau selalu bicara sembarangan!”Kimberly menggelengkan kepalanya lemah. Tatapannya menatap Damian penuh kekecewaan yang begitu dalam. Perlahan dia melangkah mundur, menjauh dari Damian sambil berkata
“Fargo, di mana Kimberly?” Fidelya melangkah menghampiri Fargo—yang sedang mengobrol dengan para tamu undangan. Tampak wanita paruh baya itu mengendarkan pandangan ke sekitar mencari keberadaan Kimberly. Namun, Fidelya tak menemukan sama sekali keberadaan menantunya itu.“Hm? Sorry, Mom. Tadi kau tanya apa?” Fargo mengalihkan pandangannya pada ibunya. Pria tampan itu bertanya apa yang ibunya tanyakan padanya. Suara musik yang sedikit berisik membuat Fargo sedikit tak mendengar jelas pertanyaan sang ibu.Fidelya mendesah pelan kala Fargo tak mendengar dengan baik pertanyaannya. “Di mana Kimberly? Kenapa kau sibuk mengobrol sendiri, tapi Kimberly tidak ada di sampingmu, Fargo? Bukankah tadi Grandpa-mu dan Daddy-mu sudah berpesan untuk memperkenalkan Kimberly pada rekan bisnis kita?” tegurnya sambil menatap jengkel putra tunggalnya itu.“Mom, aku sudah memperkenalkan Kimberly pada rekan bisnis kita,” jawab Fargo dengan embusan napas panjang. Belum juga dia menjelaskan, tapi ibunya sudah
Pesta anniversary Deston dan Rula telah berakhir. Para tamu undangan sudah mulai meninggalkan mansion mewah kediaman keluarga Darrel. Namun, tentu masih ada beberapa para tamu undangan yang mengobrol dengan Deston, Olsen, serta Ernest. Di pesta Ernest datang bersama dengan Maisie dan Gilda. Hanya saja Ernest dan Kimberly tak saling bertegur sapa. Lebih tepatnya, Kimberly selalu menghindar jika ada ayahnya. Meski demikian, Kimberly tidak menunjukkan membenci ayahnya. Kimberly tetap bersikap tenang, dan menunjukkan senyuman ramah pada semua orang.“Ernest, selamat untuk kehamilan istrimu. Aku turut bahagia,” ucap Olsen ramah pada ayah Kimberly. “Aku juga turut bahagia Ernest. Semoga istri dan anakmu selalu sehat,” sambung Deston hangat dan aura wajah yang penuh wibawa.“Terima kasih.” Ernest tersenyum pada Olsen dan Deston. “Baiklah, aku, Maisie, dan Gilda harus pulang dulu.”“Hati-hati, Ernest,” jawab Olsen dan Deston bersamaan.Ernest menganggukkan kepalanya. Pun Maisie dan Gilda te
Mobil Damian sudah tiba di lobby apartemen Jennisa, tapi alih-alih langsung turun malah Jennisa tak ingin keluar dari mobil Damian. Wanita cantik itu seakan enggan untuk turun dari mobil.“Jennisa ini sudah malam. Turunlah. Aku ingin istirahat,” ucap Damian dingin, dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Damian, ada hal yang ingin aku katakan padamu,” jawab Jennisa dengan sorot mata penuh makna dalam pada Damian.“Kau ingin bicara apa?”“Tentang ucapanku dulu padamu. Kau masih mengingatnya, kan?”Kening Damian mengerut dalam. “Ucapanmu dulu? Ucapan yang mana?”Jennisa menggigit bibir bawahnya, terlihat sangat ragu, tapi dia tak lagi bisa membohongi perasaannya. “Damian, kau dan aku sudah saling mengenal lama. Apa kau tidak pernah memiliki keinginan untuk memiliki hubungan special denganku?”“Jadi ini yang ingin kau bicarakan padaku, Jennisa?” Damian tampak tak suka mendengar pertanyaan Jennisa.Jennisa menganggukan kepala yakin. “Kau tahu sejak dulu aku sangat menyukaimu, Damian. Apa tidak
Aroma pengharum ruangan lavender sangat menyejukan. Kamar dengan desain klasik tak terlalu besar menjadi tempat di mana Kimberly dan Damian membaringkan tubuh mereka. Kimberly menyandarkan kepalanya di dada bidang Damian seraya memejamkan mata menikmati hangatnya pelukan sang kekasih. Pelukan yang selalu mampu membuat hati dan pikirannya tenang. Berada di dalam pelukan Damian sangat nyaman. “Damian, ini masih pagi kenapa kau sudah menyerangku?” Kimberly membuka mata, mendongakkan kepala, menatap Damian dengan tatapan sedikit jengkel.“Aku belum sarapan, Kim,” jawab Damian sambil mengecup bibir Kimberly lembut.Mata Kimberly menyipit sebal. “Jadi aku ini menu sarapanmu?”Damian mengangguk dan memasang wajah tanpa sama sekali melakukan dosa. “Kau adalah sarapan favorite-ku, Kim.”“Menyebalkan.” Kimberly memukul dada Damian, dengan pipi yang sedikit merona malu.Damian menarik dagu Kimberly, melumat dan mencium lembut bibir wanita itu. “Aku selalu menyukai wajahmu kalau kesal, Kim. San