Pesta anniversary Deston dan Rula telah berakhir. Para tamu undangan sudah mulai meninggalkan mansion mewah kediaman keluarga Darrel. Namun, tentu masih ada beberapa para tamu undangan yang mengobrol dengan Deston, Olsen, serta Ernest. Di pesta Ernest datang bersama dengan Maisie dan Gilda. Hanya saja Ernest dan Kimberly tak saling bertegur sapa. Lebih tepatnya, Kimberly selalu menghindar jika ada ayahnya. Meski demikian, Kimberly tidak menunjukkan membenci ayahnya. Kimberly tetap bersikap tenang, dan menunjukkan senyuman ramah pada semua orang.“Ernest, selamat untuk kehamilan istrimu. Aku turut bahagia,” ucap Olsen ramah pada ayah Kimberly. “Aku juga turut bahagia Ernest. Semoga istri dan anakmu selalu sehat,” sambung Deston hangat dan aura wajah yang penuh wibawa.“Terima kasih.” Ernest tersenyum pada Olsen dan Deston. “Baiklah, aku, Maisie, dan Gilda harus pulang dulu.”“Hati-hati, Ernest,” jawab Olsen dan Deston bersamaan.Ernest menganggukkan kepalanya. Pun Maisie dan Gilda te
Mobil Damian sudah tiba di lobby apartemen Jennisa, tapi alih-alih langsung turun malah Jennisa tak ingin keluar dari mobil Damian. Wanita cantik itu seakan enggan untuk turun dari mobil.“Jennisa ini sudah malam. Turunlah. Aku ingin istirahat,” ucap Damian dingin, dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Damian, ada hal yang ingin aku katakan padamu,” jawab Jennisa dengan sorot mata penuh makna dalam pada Damian.“Kau ingin bicara apa?”“Tentang ucapanku dulu padamu. Kau masih mengingatnya, kan?”Kening Damian mengerut dalam. “Ucapanmu dulu? Ucapan yang mana?”Jennisa menggigit bibir bawahnya, terlihat sangat ragu, tapi dia tak lagi bisa membohongi perasaannya. “Damian, kau dan aku sudah saling mengenal lama. Apa kau tidak pernah memiliki keinginan untuk memiliki hubungan special denganku?”“Jadi ini yang ingin kau bicarakan padaku, Jennisa?” Damian tampak tak suka mendengar pertanyaan Jennisa.Jennisa menganggukan kepala yakin. “Kau tahu sejak dulu aku sangat menyukaimu, Damian. Apa tidak
Aroma pengharum ruangan lavender sangat menyejukan. Kamar dengan desain klasik tak terlalu besar menjadi tempat di mana Kimberly dan Damian membaringkan tubuh mereka. Kimberly menyandarkan kepalanya di dada bidang Damian seraya memejamkan mata menikmati hangatnya pelukan sang kekasih. Pelukan yang selalu mampu membuat hati dan pikirannya tenang. Berada di dalam pelukan Damian sangat nyaman. “Damian, ini masih pagi kenapa kau sudah menyerangku?” Kimberly membuka mata, mendongakkan kepala, menatap Damian dengan tatapan sedikit jengkel.“Aku belum sarapan, Kim,” jawab Damian sambil mengecup bibir Kimberly lembut.Mata Kimberly menyipit sebal. “Jadi aku ini menu sarapanmu?”Damian mengangguk dan memasang wajah tanpa sama sekali melakukan dosa. “Kau adalah sarapan favorite-ku, Kim.”“Menyebalkan.” Kimberly memukul dada Damian, dengan pipi yang sedikit merona malu.Damian menarik dagu Kimberly, melumat dan mencium lembut bibir wanita itu. “Aku selalu menyukai wajahmu kalau kesal, Kim. San
Damian mengetuk-ngetuk pelan jemari tangannya di atas meja. Pria tampan itu berada di ruang meeting, dan duduk di kursi kepemimpinan—menatap direktur penjualan penjelasan beberapa hal mengenai penjualan di bulan ini. Ruang meeting itu dihadiri oleh jajaran direktur Darrel Group.Tak hanya jajaran direktur saja tapi Deston juga kebetulan hadir di meeting itu. Pun di samping Deston ada Fargo yang sengaja diajak oleh Deston untuk menghadiri meeting. Adapun tujuan Deston mengajak Fargo adalah karena Deston ingin Fargo memiliki lebih banyak wawasan luas dalam dunia bisnis.“Tuan Damian, apartemen yang kita bangun di Tokyo sudah berhasil terjual semua. Apa memungkinkan kita memilih salah satu lokasi strategis lagi untuk membangun apartemen baru?” Sang direktur penjualan bertanya dengan nada sopan.Damian mengambil laporan yang ada di hadapannya, membaca seksama laporan itu. Aura wajah dingin dan tegas begitu terlihat di wajah pria itu. “Hasil laporan penjualan kita bagus. Kalau begitu carik
Dering ponsel berbunyi membuat Fargo yang tertidur pulas langsung terbangun. Pria tampan itu mengerjap matanya beberapa kali, menoleh sebentar ke arah Kimberly yang masih tertidur pulas. Detik selanjutnya, dia mengambil ponselnya dan menyipitkan mata melihat ke layar—seketika matanya yang tadi menyipit langsung terbuka lebar kala melihat nama Gilda terpampang di layar ponsel.Fargo hendak ingin menolak panggilan Gilda, tapi jika dia menolak panggilan Gilda pasti akan ada masalah baru. Tak mau mengambil resiko, dia memilih untuk turun dari ranjang. Sebelum pergi meninggalkan kamar, Fargo melihat Kimberly kembali. Embusan napas Fargo terdengar lega. Beruntung, istrinya itu masih tertidur pulas. Fargo berjalan meninggalkan kamar, menuju kamar kosong yang tak jauh dari kamarnya dengan Kimberly. Lantas, dia langsung menjawab panggilan telepon Gilda.“Ada apa malam-lama kau menghubungiku, Gilda?” jawab Fargo kala panggilan terhubung.“Fargo aku sakit. Tubuhku demam tinggi,” jawab Gilda den
Kimberly memarkirkan mobilnya di gedung apartemen di mana penthouse Damian berada. Dia segera masuk ke dalam lobby apartemen—menuju lift. Tinggal di penthouse, membuat Kimberly harus menuju ke lantai paling atas gedung apartemen mewah yang ada di Los Angeles ini.Ting!Pintu lift terbuka. Kimberly keluar dari pintu lift dan segera menuju ke arah pintu masuk penthouse Damian. Namun, ketika Kimberly hendak membunyikan bell, tiba-tiba pintu sudah terbuka. Sontak, dia terkejut kala pintu sudah terbuka.“Damian?” Keterkejutan Kimberly tergantikan dengan senyuman hangat melihat Damian yang membuka pintu. Dia langsung melompat ke tubuh Damian, memeluk erat pria itu. Pun, Damian membalas pelukan erat Kimberly seraya mengangkat tubuh Kimberly. Detik selanjutnya, Damian membawa Kimberly masuk ke dalam—masih dalam posisi menggendong Kimberly.“Kau tahu aku sudah datang? Padahal tadi aku belum membunyikan bell.” Kimberly mengecupi bibir Damian lembut.“Aku melihat keberadaanmu dari GPS ponselmu,
“Damian, ini sudah malam. Aku harus pulang sekarang.” Kimberly berpamitan seraya membelai rahang Damian. Dia berada di ruang bersantai di penthouse Damian. Dia duduk di pangkuan Damian—yang sibuk menonton televisi.Seharian ini, Kimberly tak bekerja sama sekali. Dia malah hanya menikmati waktu bersama dengan Damian. Sama halnya dengan Damian yang juga tak bekerja. Quality time mereka sangat berharga. Namun, sayangnya Kimberly tak mungkin berlama-lama. Sebab, bagaimanapun status Kimberly masih menjadi istri pria lain.“Kau menginap saja di sini, Kim. Tidak usah pulang.” Damian membenamkan wajahnya di leher Kimberly. Dia enggan untuk membiarkan Kimberly pulang. Yang Damian inginkan adalah Kimberly selalu ada di sisinya. “Aku akan menginap di sini nanti, tidak sekarang.” Kimberly menangkup rahang Damian dan mengecupi bibir pria tampan itu. “Ya sudah, tapi biarkan mobilku mengikuti mobilmu dari belakang. Aku harus memastikan kau aman di rumahmu.” Damian membelai pipi Kimberly lembut.S
“Mom, ini sudah malam. Apa kau tidak mau menginap saja?” Kimberly membujuk ibu mertuanya untuk menginap di mansion-nya. Pasalnya ini sudah pukul sepuluh malam. Kimberly tak tega ibu mertuanya harus pulang. Walau ibu mertuanya itu datang bersama dengan sopir, dia takut terjadi sesuatu pada ibu mertuanya itu.“Lain kali Mommy akan menginap, Sayang. Sekarang Mommy harus pulang dulu. Daddy-mu masih kekanakkan kalau Mommy meninggalkannya pergi lama,” ujar Fidelya lembut dan hangat. Sudah sejak tadi Fidelya menunda kepulangan demi menunggu Fargo pulang. Namun, hingga detik ini, Fargo tak kunjung pulang. Itu yang sempat membuat Fidelya kesal. Beruntung Kimberly terus berusaha menenangkannya.Kimberly tersenyum merespon ucapan Fidelya. Selama ini memang orang tua Fargo ataupun kakek dan nenek Fargo terlihat sangat memiliki hubungan percintaan yang manis. Terbukti Deston dan Rula sangat romantis. Fidelya dan Olsen pun sangat romantis. Fargo lahir di tengah-tengah keluarga yang harmonis. Benar-