Kimberly duduk di kursi kerjanya dengan sorot pandang kosong dan pikiran menerawang. Hari ini dia datang lebih awal ke kantor. Pun tadi dia mendapatkan telepon dari Damian yang mengatakan padanya bahwa kekasihnya itu sibuk seharian. Dia mengerti, tak ingin mengganggu kesibukan sang kekasih. Paling tidak, dia merasa dihargai karena Damian sudah bilang padanya tentang pria itu akan sibuk.“Nyonya Kimberly,” sapa sang sekretaris seraya melangkah mendekat pada Kimberly.“Ada apa?” tanya Kimberly dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Maaf mengganggu Anda, Nyonya. Di depan ada Tuan Ernest ingin menemui Anda,” jawab sang sekretaris sopan.Kimberly terdiam mendengar ayahnya datang. Sungguh, dia tak mengerti kenapa masalah hadir di hidupnya secara bertubi-tubi. Hingga detik ini dia belum mau berbicara dengan ayahnya. Setiap kali dia ingin melaporkan pekerjaan, pasti dia selalu meminta asistennya untuk berbicara dengan ayahnya itu.“Bilang pada ayahku, aku sedang sibuk dan tidak bisa digan
Kimberly meletakan karangan bunga indah di makam yang tertuliskan batu nisan ‘Karyl Davies’. Nama mendiang ibunya yang selalu Kimberly rindukan. Tampak, Kimberly tersenyum hangat melihat makam ibunya itu. Setelah dia mengatahui semuanya tentang masa lalu kedua orang tuanya, dia langsung mengunjungi makam ibunya.“Mom, kau baik-baik saja, kan? Aku sangat merindukanmu, Mom.” Kimberly berucap pelan dengan air mata yang kembali menggenang. “Mom, aku sudah tahu semuanya. Daddy sudah cerita padaku, Mom.” Kimberly menyeka air matanya, berusaha untuk menghentikan tangisnya. Namun, sayangnya air mata Kimberly tak bisa berhenti. Hatinya sesak mengetahui semuanya.Kimberly tahu berada di posisi ibunya tidak mudah. Selama ini ibunya bertahan menutupi luka di depannya hanya demi dirinya tetap bahagia. “Sekarang kau sudah tenang. Aku yakin kau juga bahagia, Mom. Jangan pikirkan tentang aku. Aku akan hidup bahagia di sini. Aku janji akan selalu membuatmu bangga padaku, Mom.”Perlahan Kimberly bangki
Damian menatap khawatir sang dokter yang sedang memeriksa keadaan Kimberly. Terlihat jelas raut wajah Damian begitu cemas. Kimberly sama sekali tidak cerita padanya sedang sakit.Saat dokter sudah selesai memeriksa kondisi Kimberly, Damian segera melangkah cepat mendekat pada sang dokter. “Bagaimana keadaan Kimberly?” tanyanya cepat pada sang dokter.“Tuan Damian, Anda tidak usah khawatir. Nyonya Kimberly Davies hanya kelelahan. Tensi darah Nyonya Kimberly rendah. Itu yang membuat Nyonya Kimberly pingsan. Saya sudah memberikan Nyonya Kimberly obat. Tidak lama lagi pasti Nyonya Kimberly Davies akan segera siuman. Tapi saya sarankan Nyonya Kimberly lebih banyak istirahat. Jangan terlalu memikirkan masalah,” jawab sang dokter memberi tahu sekaligus menasihati.Damian bernapas lega mendengar Kimberly baik-baik saja. “Thanks, aku mengerti. Aku akan menjaganya dengan baik.”“Dengan senang hati, Tuan. Saya permisi.” Sang dokter pamit undur diri dari hadapan Damian. Damian menatap hangat Ki
Damian duduk di kursi kebesarannya seraya menatap Freddy di hadapannya dengan tatapan lekat, tegas, dan penuh tuntutan. Pria tampan itu berada di ruang kerjanya yang ada di penthouse-nya bersama dengan Freddy. Dia sengaja mengajak Freddy bicara di ruang kerjanya. Dia tidak mau sampai ada yang mendengar percakapannya dengan Freddy.“Katakan padaku, informasi apa yang kau dapatkan tentang Fargo dan Gilda?” tanya Damian dingin dan tersirat tak sabar ingin tahu segalanya.“Tuan Damian. Jujur, saya tidak mudah untuk mendapatkan informasi ini, karena ternyata Tuan Fargo benar-benar menutup rapat akses informasi tentang beliau dan Nona Gilda,” jawab Freddy dengan raut wajah begitu serius dan menatap lekat Damian.Damian mengangguk merespon ucapan Freddy. Hanya cukup Freddy mengatakan itu saja kecurigaan dalam dirinya semakin bertambah. Pasalnya tak mungkin Fargo begitu menutupi jika memang tak terjadi sesuatu.“Cepat katakan semua informasi yang kau dapatkan?” Damian semakin tak sabar.“Tuan
Kimberly duduk di balkon kamar, di kala dia tak lagi bisa tertidur akibat mimpi buruk tadi. Wanita cantik itu menatap keindahan langit. Bulan dan bintang menjadi penyejuk pemandangan matanya saat ini. Mimpi buruk sempat masih terbayang, tapi sebisa mungkin dirinya melupakan mimpi buruk itu. Pun dia beruntung Damian telah meyakinkan dirinya bahwa mimpi hanyalah bunga tidur—yang tak akan mungkin menjadi kenyataan.“Kim, ayo masuk. Di luar dingin.” Damian memakaikan jaket tebal ke tubuh sang kekasih. “Aku belum mau masuk, Damian. Duduklah di sampingku,” pinta Kimberly yang kini menatap sang kekasih.Damian menuruti keinginan Kimberly. Pria itu duduk di samping Kimberly—menarik tangan wanita itu, membawa tubuh Kimberly duduk di pangkuannya. Refleks, Kimberly langsung melingkarkan tangannya ke leher Damian.“Apa ada sesuatu yang kau pikirkan?” Damian membelai pipi Kimberly.Sudah sejak di mana Kimberly datang di kantornya, ada hal yang Damian curigai. Namun, Damian tak ingin memaksa, kar
*Tuan Damian, besok Tuan Fargo dan Nona Gilda akan pergi berlibur.* Pesan singkat dari Freddy membuat Damian terdiam sejenak. Sepasang iris mata cokelat gelap Damian menunjukkan jelas ribuan arti yang terpendam. Dia mengembuskan pelan napasnya. Ada sesuatu rasa bersalah dalam hatinya karena menyembunyikan tentang Fargo dan Gilda dari Kimberly.“Tuan Damian?” sang pelayan melangkah memasuki ruang kerja Damian—seraya membawakan nampan yang berisikan kopi hangat.“Ada apa?” Damian menatap dingin pelayan yang tiba di hadapannya.“Maaf mengganggu Anda, Tuan. Saya hanya ingin memberikan kopi hangat untuk Anda.” Pelayan itu segera meletakan cangkir yang berisikan kopi hangat ke atas meja.Damian mengangguk singkat. “Di mana Kimberly sekarang?”“Nyonya Kimberly masih di kamar Anda, Tuan,” jawab sang pelayan sopan.Damian mengambil cangkir yang berisikan kopi hangat itu, dan menyesapnya perlahan. “Kau boleh keluar sekarang.”“Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi.” Pelayan itu menundukkan kep
Raut wajah semua orang terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Freddy. Ruangan meeting yang tadinya membahas diskusi kini telah lenyap tergantikan ketegangan sekaligus keterkejutan. Tampak mata dan bibir Kimberly melebar. Kepanikan serta rasa cemas menguasai semua orang yang ada di sana.“Bagaimana mungkin, Freddy! Kau jangan main-main dengan ucapanmu!” seru Damian dengan nada cukup tinggi dan tegas. Sepasang iris mata cokelat Damian menatap dingin Freddy dengan tatapan penuh tuntutan penjelasan.“Freddy, jelaskan yang benar! Katakan apa yang kau bilang salah!” Olsen menatap lekat Freddy. Nadanya lantang, keras, dan tegas.“Freddy, cepat jelaskan!” sambung Deston menuntut.Kimberly tak mampu merangkai kata akibat keterkejutannya. Wanita itu mengingat terakhir Fargo berpamitan dengannya untuk pergi melakukan perjalanan binis. Rasanya tak mungkin. Dia yakin Fargo baik-baik saja. Tak memungkiri jantung Kimberly berpacu lebih cepat. Bagaimanapun Fargo adalah suaminya.“Tuan, apa yang s
Tubuh Kimberly mematung mendengar apa yang dikatakan oleh sang dokter. Detik itu juga napas Kimberly seolah ingin berhenti. Matanya melebar bersamaan dengan mulut yang menganga terkejut. Kepingan-kepingan puzzle mulai menyatu dalam otaknya, hingga membuat lidah Kimberly terasa begitu kelu.Tak hanya Kimberly yang terkejut, tapi Deston, Olsen serta yang tak kalah paling terkejut adalah Maisie dan Ernest. Bahkan tubuh Maisie hampir tumbang mendengar Gilda hamil. Beruntung, Ernest sejak tadi memeluk erat tubuh Maisie. Andai saja Ernest tak memeluk erat tubuh Maisie sudah pasti Maisie tersungkur.Semua orang terkejut akan apa yang dikatakan oleh sang dokter, lain halnya dengan Damian yang hanya diam dan sama sekali tak terkejut. Hanya saja Damian berusaha untuk menutupi raut wajahnya. Aura wajah dingin Damian begitu terlihat jelas. Pria tampan itu tak menyangka Gilda sampai hamil. Jika sudah seperti ini, maka semua akan segera terungkap.“Putraku tetap bisa sembuh, kan?” Olsen memilih fok