Sudah lebih dari satu minggu Kimberly dan Damian berada di Chicago. Berawal dari rencana hanya empat atau lima hari di Chicago, tetapi kenyataan tak sesuai dengan rencana yang ada. Kenyataannya mereka seolah enggan untuk kembali ke Los Angeles. Namun, tentu itu sangat tak mungkin. Mereka memiliki tanggung jawab besar di kota yang mereka tempati.Selama satu minggu di Chicago, mereka lebih banyak menghabiskan waktu berjalan-jalan, makan malam romantis, dan lain sebagainya seperti pasangan sedang berbulan madu. Padahal tujuan utama mereka ke Chicago adalah untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan mereka.Project kerja sama antara perusahaan ayah Kimberly dan perusahaan Damian sebentar lagi akan berjalan. Tak dipungkiri, Damian sangat cekatan dalam bekerja. Bahkan hanya satu hari di Chicago saja, nyatanya pria tampan itu mampu menyelesaikan masalah tanpa harus mendapatkan kerumitan. Hal itu yang membuat mereka bersantai di Chicago, karena pekerjaan mereka telah selesai. Hanya tinggal prose
Para pelayan sibuk membawakan barang-barang Kimberly dan Damian menuju mobil. Tak lagi terhitung berapa banyak barang-barang Kimberly. Well, memang terkenal wanita akan selalu banyak berbelanja daripada pria. Damian tak membeli apa pun selama di Chicago. Lain halnya dengan Kimberly yang banyak berbelanja.Saat para pelayan sudah membawa semua koper Kimberly dan koper Damian, tatapan Kimberly teralih pada Damian yang melangkah mendekat padanya. Sejak tadi wanita itu duduk di sofa seraya berkutat pada ponsel di tangannya. Sementara Damian sudah disibukkan dengan panggilan telepon.Selama berada di Chicago, Kimberly tidur dengan Damian di kamar yang sama. Mereka hanya formalitas saja memesan dua kamar. Pada akhirnya mereka tetap tidur di kamar dan di ranjang yang sama.“Damian, kau terlihat sangat sibuk. Apa banyak sekali pekerjaan yang tertunda?” tanya Kimberly kala Damian tiba di hadapannya dengan raut wajah yang jelas menunjukkan kekesalannya.“Asistenku salah mengirimkan dokumen. Jad
Tak ada obrolan apa pun antara Kimberly dan Fargo selama di perjalanan dari bandara menuju mansion mereka. Kimberly seolah enggan untuk memulai percakapan. Fargo fokus mengemudikan mobil, dan Kimberly memilih melihat ke luar jendela, menatap jalaanan di kota Los Angeles.Raut wajah Kimberly dan Fargo dingin dan seakan tak ingin diganggu. Hanya saja sesekali, Fargo masih melirik Kimberly yang tampak berbeda. Pasalnya baru kali ini Fargo melihat Kimberly hanya diam. Biasanya paling tidak ada percakapan yang Kimberly mulai. “Kim,” tegur Fargo yang sontak membuyarkan lamunan Kimberly.“Hm? Iya?” Kimberly mengalihkan pandangannya, menatap Fargo.“Kau kenapa?” tanya Fargo yang merasa ada perubahan dari Kimberly.“Kenapa apanya?” Kimberly balik bertanya. Keningnya mengerut bingung dan tak mengerti akan pertanyaan yang dilontarkan Fargo.“Kau terlihat berbeda, Kim. Apa ada masalah?” tanya Fargo lagi penasaran.“Ah, tidak. Aku baik-baik saja. Aku hanya kelelahan. Kau kan tahu aku baru saja ke
Pagi menyapa Kimberly sudah berada di kantor. Dia sengaja berangkat lebih awal, dan ternyata dia tidak sendirian. Carol sudah berada di ruang kerjanya. Senyuman di wajah Kimberly terlukis. Dia langsung memberikan oleh-oleh yang dia beli untuk Carol yaitu tas keluaran terbaru.“Thank you, Kim! Kau memang yang terbaik,” seru Carol bahagia mendapatkan oleh-oleh dari Kimberly.“Kau terlihat menyukai tas yang aku beli, aku senang melihatmu senang,” balas Kimberly tulus.“Tentu saja! Kau membelikanku tas keluaran terbaru! Pasti aku sangat senang,” kata Carol antusias.Kimberly menggelengkan kepalanya pelan. “Anyway, bagaimana keadaan perusahaan selama aku tidak ada? Semuanya baik-baik saja, kan?”“Well, semua baik-baik saja. Jennisa juga sudah mulai pemotretan beberapa produk yang sudah siap diedarkan di pasar.”“Good, tapi hasil fotonya bagus, kan? Maksudku produk kita sesuai jika memakai Jennisa sebagai brand ambassador kita?”“Luar biasa bagus. Aku mengakui kalau Jennis sangat cantik. Wa
Fargo meminta Kimberly duduk di sampingnya, lalu pria itu kembali duduk di kursi kepemimpinan. Tampak sejak tadi tatapan Damian tak lepas menatapnya, hingga membuat Kimberly menjadi salah tingkah.“Tuan Fargo, jadi ini Nyonya Kimberly, istri Anda?” tanya salah satu rekan bisnis Fargo yang ada di sana. “Iya, ini Kimberly Jerald, istriku,” jawab Fargo memperkenalkan Kimberly.Kimberly tersenyum ramah pada rekan bisnis Fargo. Entah apa yang membuat Fargo sampai memintanya untuk datang. Padahal, ini bukanlah meeting pemegang saham.“Nyonya Jerald, dulu saya pernah datang di pesta pernikahan Anda dan Tuan Fargo, Anda terlihat semakin cantik,” puji rekan bisnis Fargo yang lainnya.Kimberly kembali tersenyum. “Terima kasih, Tuan.”“Hai, Kim. Aku tidak mengira Fargo akan membawamu ke sini,” ucap Deston pada Kimberly.“Hai, Grandpa.” Kimberly mengulas sebuah senyuman hangat dan tulus pada Deston.“Aku meminta Kimberly ke sini, karena ada beberapa dokumen yang harus dia lihat, Grandpa. Aku ju
“Damian, apa kau tidak memiliki tempat lain selain di toilet?”Kimberly berseru kesal seraya merapikan kembali pakaiannya akibat ulah Damian. Sungguh, dia tak menyangka akan bercinta dengan Damian di toilet. Oh, Ya Tuhan! Kimberly tahu dirinya ini bukan wanita suci. Lihat saja suami dan kakek mertua ada di tempat yang sama, tapi malah dia bercinta dengan paman tiri suaminya di toilet. Memikirkan itu semua kepala Kimberly mau pecah. Dia merasa sudah tak lagi waras.Senyuman samar di wajah Damian terlukis kala melihat Kimberly kesal. Pria tampan itu membantu Kimberly menarik resleting gaunnya, memakaikan pakaian wanita itu—dan memberikan kecupan lembut di bibir Kimberly.“Jika aku mengajakmu ke hotel, bukankah nanti akan ada yang lihat? Fargo dan ayahku ada di luar,” bisik Damian tepat di depan bibir Kimberly.Kimberly mendesah pelan. Setelah dipikir-pikir apa yang dikatakan Damian adalah benar. Tidak mungkin mereka ke hotel. Di depan ada suami dan kakek mertuanya. Jika sampai Fargo dan
Seharian Kimberly disibukan dengan banyaknya pekerjaan yang tak berkesudahan. Mulai dari meeting penting dengan beberapa rekan bisnis. Hingga memeriksa beberapa produk skin care di perusahaan barunya yang sebentar lagi akan launching di pasaran. Dia terkenal dengan sosok wanita pekerja keras. Ditambah, dia adalah anak tunggal. Jadi, tak heran jika dia sudah ditanamkan sejak dini pemikiran tentang dunia bisnis. Hari menjelang sore, Kimberly memutuskan untuk menuju kediaman keluarganya. Wanita berparas cantik itu tak langsung pulang ke rumahnya, karena dia merasa rindu pada kamar lamanya. Pun tadi pagi saat sarapan bersama Fargo, dia sudah izin pada sang suami tak langsung pulang ke rumah. “Selamat sore, Nyonya Kimberly,” sapa sang pelayan sopan di kala Kimberly sudah tiba di mansion keluarganya.“Sore, apa ayahku ada di dalam?” tanya Kimberly seraya menatap pelayan yang telah menyapanya.“Tuan Ernest, Nyonya Maisie, dan Nona Gilda ada di dalam, Nyonya. Mereka ada di ruang keluarga,
“Sialan! Beraninya kau, Kim!” Damian mengumpat kasar kala sudah menutup panggilan telepon. Raut wajahnya menunjukkan jelas kemarahannya ketika tahu Kimberly berada di klub malam. Dengan wajah yang emosi, Damian mencari letak titik GPS ponsel Kimberly. Tepat di kala dia sudah mengetahui letak keberadaan Kimberly—dia langsung menyambar kunci mobilnya dan berlari meninggalkan penthouse-nya.Sepanjang perjalanan, Damian tak henti meloloskan umpatan. Pria tampan itu memukul setir mobilnya. Benaknya terus mengingat tentang Kimberly yang lemah pada alkohol. Amarah Damian seakan melahapnya. Berani sekali wanita itu pergi ke klub malam tanpa memberitahunya.Damian tak memedulikan kecepatan yang ditempuh oleh mobilnya. Pria itu mengemudikan mobil di atas rata-rata. Malam semakin larut, jalanan pun sepi. Hal itu yang membuat Damian bisa melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh.Saat mobil Damian sudah tiba di titik keberadaan GPS ponsel Kimberly, Damian melompat turun—memarkirkan mobilnya semba