Sinar matahari menyinari bumi bersamaan dengan suara kicauan burung saling bersahutan. Cahaya matahari telah menyelinap masuk ke dalam sela-sela jendela, menyentuh wajah Kimberly, hingga membuat mata Kimberly bergerak-gerak dan mulai terbuka.Kimberly menggeliat dan menguap ketika pagi sudah menyapa. Mata wanita itu menyipit, lalu mengendar ke sekitar melihat ke setiap sudut kamar. Saat mata Kimberly terbuka, betapa terkejut kala dirinya menyadari berada di sebuah kamar asing.Kimberly menjadi sangat panik. Buru-buru, dia melihat ke tubuhnya—dan seketika embusan napas lega terdengar ketika dia melihat tubuhnya masih berpakaian lengkap. Dia kembali mengendarkan pandangannya ke setiap sudut kamar, dia merasa tak asing dengan aroma parfume maskulin yang memenuhi kamar itu.Kimberly terdiam beberapa saat. Benaknya berusaha mengingat apa yang sebenarnya terjadi, hingga membuat dirinya berada di kamar asing ini. Perlahan kepingan puzzle ingatan mulai tersusun di otak Kimberly. Ingatan di ma
Mata Kimberly berkaca-kaca mendengar ucapan Damian. Dadanya bergemuruh tak menentu. Damian telah mengucapkan janji di mana tak akan pernah meninggalkannya. Senyuman haru bahagia terlukis di wajah cantik Kimberly. Sebuah senyuman yang menunjukkan jelas bahwa wanita itu sangatlah bahagia.“Kenapa masih menangis, hm?” Damian membelai pipi Kimberly, memberikan kecupan di kedua mata Kimberly lembut.Kimberly tak menampik keberadaan Damian membuat hidup Kimberly jauh lebih hidup. Jika saja tak ada Damian di hidupnya, maka Kimberly akan lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya. Terkadang dia membenci takdir. Akan tetapi, terkadang dia bersyukur karena takdir mempertemukannya dengan Damian.“Aku bukan menangis sedih,” bisik Kimberly di telinga Damian. Wanita itu masih duduk di pangkuan Damian. Meringkuk manja di pelukan pria itu persis seperti anak kecil. “Aku menangis, karena aku bahagia mendengar ucapanmu, Damian. Aku belum pernah mendengar ucapan itu dari siapa pun.” “Sepertinya aku selalu
Langit terang mulai tergantikan dengan awan gelap. Kesunyian menyelimuti ruangan di mana Kimberly berada. AC kamar yang dingin membuat Kimberly yang tadinya tertidur pulas terbangun. Wanita itu mengikat rambut asal, dan memakai dress sederhana yang ada di sampingnya.Kimberly mengendarkan pandangannya ke sekitar, menatap dirinya masih berada di kamar berwarna hitam dan merah. Aroma citrus maskulin menyeruak ke indra penciumannya. Lantas, dia menoleh ke samping sayangnya Damian sudah tidak ada di sampingnya.Beberapa saat, Kimberly terdiam benaknya tergali akan cumbuan Damian yang begitu mendamba dan seakan melumpuhkan saraf-saraf tubuhnya. Sentuhan yang tidak pernah bisa Kimberly tolak. Dalam hidup, hanya Damian yang mampu membuat Kimberly jatuh sejatuh-jatuhnya pada seorang pria.Damian bukanlah cinta pertama Kimberly, tapi entah kenapa dia seperti baru merasakan sebuah rasa cinta yang teramat dalam hanya pada Damian. Belum pernah ada satu pun pria yang mampu memorakporandakan hatiny
Fargo duduk di kursi kebesarannya seraya menyesap wine di tangannya. Sejak tadi malam benak Fargo memikirkan perubahan sifat Kimberly. Dia merasa ada yang aneh dengan Kimberly. Meski pernikahannya masih baru, tapi Fargo sangat hafal sifat Kimberly.Perubahan sifat Kimberly sudah Fargo rasakan mulai dari Kimberly kembali dari Chicago. Entah kenapa dia melihat ada gelagat aneh dari sifat istrinya itu. Dulu, Kimberly akan selalu mencercanya, jika dia tak pulang. Bahkan dulu Kimberly akan selalu mencurigainya banyak hal. Namun, sekarang Kimberly cenderung seolah tak peduli padanya. Sangat berbeda dengan yang dulu.Fargo mengembuskan napas panjang. Buru-buru, dia menepis pikiran yang muncul dalam benaknya. Lagi pula dengan Kimberly bersikap seperti sekarang ini, maka dirinya bisa bebas dan tak perlu dipusingkan tuduhan sembarangan Kimberly.Suara ketukan pintu terdengar …“Masuk!” titah Fargo tegas.“Tuan Fargo,” sapa sang sekretaris sopan seraya melangkah mendekat pada Fargo.“Ada apa?” t
Fargo melangkah masuk ke dalam apartemen mewah yang ada di Los Angeles. Tepat di kala pria itu masuk ke dalam, dia sudah mendapatkan pelukan dari Gilda. Meski wajah Fargo menunjukkan kelelahan, tapi tetap dia membalas pelukan Gilda erat.“Sayang, ada apa denganmu? Kenapa kau terlihat kesal?” Gilda mengurai pelukannya, menatap hangat Fargo.“Tidak apa-apa. Aku hanya sedikit lelah saja.” Fargo mengajak Gilda untuk duduk di sofa. Pun Gilda menurut. Wanita itu langsung menyandarkan kepalanya di dada bidang Fargo.“Kau yakin hanya lelah saja? Apa ada hal lain yang membebani pikiranmu?”“Semua baik-baik saja. Aku hanya lelah saja, Gilda.”“Hm, baiklah, lalu bagaimana rencana liburan kita? Ke mana kita akan pergi, Sayang?”“Aku akan mengajakmu liburan tetap di Los Angeles, tapi yang pasti jauh dari pusat kota. Tidak masalah, kan? Nanti aku akan mengatur lagi liburan kita ke luar negeri. Untuk sementara kita liburan di dalam kota saja.”Gilda tersenyum seraya mengecup bibir Fargo. “Tidak masa
“Kim, kita mau makan di mana? Apa kau ada ide?” tanya Carol pada Kimberly kala dirinya dan Kimberly masuk ke dalam mall. Bosan makan di kafe dekat perusahaan, Carol memutuskan mengajak Kimberly makan di restoran yang ada di dalam mall.“Makan restoran yang ada di lantai empat saja,” jawab Kimberly memberi saran.“Kau benar, lebih baik kita makan di restoran yang ada di lantai 4. Nanti setelah makan kau temani aku ke butik langgananku, ya? Sepertinya sepatu keluaran terbaru yang aku inginkan sudah keluar bulan ini,” balas Carol—dan direspon anggukan oleh Kimberly.Carol tersenyum senang seraya memeluk lengan Kimberly. Lantas, Carol membawa Kimberly menuju elevator yang terdekat dengan mereka. Terlihat Carol memasang wajah bahagia. Lain halnya dengan Kimberly yang sejak tadi seperti memikirkan sesuatu.Saat tiba di lantai empat, Carol membawa Kimberly menuju restoran terdekat dari keberadaan mereka. Akan tetapi, tiba-tiba langkah Carol dan Kimberly terhenti kala berpapasan dengan pasang
Kimberly menikmati chocolate cake yang telah dihidangkan oleh sang pelayan. Dalam benaknya memikirkan tentang pernikahannya dengan Fargo. Dulu, dia menikah dengan Fargo karena perjodohan. Dirinya mencintai Fargo. Itu kenapa dia tak menolak kala dijodohkan oleh Fargo. Di awal pernikahan, dia bermimpi memiliki rumah tangga yang sempurna. Namun, ternyata mimpi memiliki rumah tangga yang indah hanyalah ilusi.Seiring berjalannya waktu, rasa cinta Kimberly pada Fargo mulai terkikis. Bahkan sekarang dia terjebak oleh paman tiri suaminya. Dia tak mengerti kenapa sampai bisa jatuh sejatuh-jatuhnya pada sosok Damian Darrel. Andai saja rasa cinta Kimberly ada pada Fargo, pasti di kala Carol menceritakan Fargo jalan dengan Gilda, dia akan mengamuk. Namun, kali ini dia tetap tenang, menunggu sampai Fargo pulang—dan akan menanyakan sendiri pada suaminya itu.Hari ini mood Kimberly paling berantakan kala melihat Damian pergi makan siang dengan Jennisa. Bisa-bisanya Damian pergi makan siang dengan J
Geleger petir cukup keras membuat Kimberly yang duduk di sofa kamar cukup terkejut. Dia melihat ke luar jendela—kilat petir membelah langit mendung. Tak ada bintang dan bulan akibat derasnya hujan malam ini. Beruntung, tadi sore Damian sudah pulang. Jika saja Damian sampai malam di sini pasti pria itu terjebak di rumahnya akibat hujan yang begitu deras.Setelah tadi sedikit berdebat, akhirnya Kimberly dan Damian berbaikan. Terdengar seperti anak-anak, tapi terbukti wanita itu mudah diluluhkan. Terpenting baginya, Damian tak lagi mengulangi kesalahan yang sama. Pun Damian mau mengingat posisi dirinya. Hal tersebut membuat Kimberly sudah cukup lebih tenang dan mengerti.“Nyonya Kimberly,” sapa sang pelayan sopan.“Ada apa?” Kimberly menatap sang pelayan.“Nyonya, Nona Brisa menghubungi Anda. Beliau mencoba menghubungi ponsel Anda, tapi ponsel Anda tidak aktif,” ujar sang pelayan sopan.Kimberly mengembuskan napas pelan. Dia memang belum mengaktifkan ponselnya. Dia akan mengaktifkan pons