“Damian, apa kau tidak memiliki tempat lain selain di toilet?”Kimberly berseru kesal seraya merapikan kembali pakaiannya akibat ulah Damian. Sungguh, dia tak menyangka akan bercinta dengan Damian di toilet. Oh, Ya Tuhan! Kimberly tahu dirinya ini bukan wanita suci. Lihat saja suami dan kakek mertua ada di tempat yang sama, tapi malah dia bercinta dengan paman tiri suaminya di toilet. Memikirkan itu semua kepala Kimberly mau pecah. Dia merasa sudah tak lagi waras.Senyuman samar di wajah Damian terlukis kala melihat Kimberly kesal. Pria tampan itu membantu Kimberly menarik resleting gaunnya, memakaikan pakaian wanita itu—dan memberikan kecupan lembut di bibir Kimberly.“Jika aku mengajakmu ke hotel, bukankah nanti akan ada yang lihat? Fargo dan ayahku ada di luar,” bisik Damian tepat di depan bibir Kimberly.Kimberly mendesah pelan. Setelah dipikir-pikir apa yang dikatakan Damian adalah benar. Tidak mungkin mereka ke hotel. Di depan ada suami dan kakek mertuanya. Jika sampai Fargo dan
Seharian Kimberly disibukan dengan banyaknya pekerjaan yang tak berkesudahan. Mulai dari meeting penting dengan beberapa rekan bisnis. Hingga memeriksa beberapa produk skin care di perusahaan barunya yang sebentar lagi akan launching di pasaran. Dia terkenal dengan sosok wanita pekerja keras. Ditambah, dia adalah anak tunggal. Jadi, tak heran jika dia sudah ditanamkan sejak dini pemikiran tentang dunia bisnis. Hari menjelang sore, Kimberly memutuskan untuk menuju kediaman keluarganya. Wanita berparas cantik itu tak langsung pulang ke rumahnya, karena dia merasa rindu pada kamar lamanya. Pun tadi pagi saat sarapan bersama Fargo, dia sudah izin pada sang suami tak langsung pulang ke rumah. “Selamat sore, Nyonya Kimberly,” sapa sang pelayan sopan di kala Kimberly sudah tiba di mansion keluarganya.“Sore, apa ayahku ada di dalam?” tanya Kimberly seraya menatap pelayan yang telah menyapanya.“Tuan Ernest, Nyonya Maisie, dan Nona Gilda ada di dalam, Nyonya. Mereka ada di ruang keluarga,
“Sialan! Beraninya kau, Kim!” Damian mengumpat kasar kala sudah menutup panggilan telepon. Raut wajahnya menunjukkan jelas kemarahannya ketika tahu Kimberly berada di klub malam. Dengan wajah yang emosi, Damian mencari letak titik GPS ponsel Kimberly. Tepat di kala dia sudah mengetahui letak keberadaan Kimberly—dia langsung menyambar kunci mobilnya dan berlari meninggalkan penthouse-nya.Sepanjang perjalanan, Damian tak henti meloloskan umpatan. Pria tampan itu memukul setir mobilnya. Benaknya terus mengingat tentang Kimberly yang lemah pada alkohol. Amarah Damian seakan melahapnya. Berani sekali wanita itu pergi ke klub malam tanpa memberitahunya.Damian tak memedulikan kecepatan yang ditempuh oleh mobilnya. Pria itu mengemudikan mobil di atas rata-rata. Malam semakin larut, jalanan pun sepi. Hal itu yang membuat Damian bisa melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh.Saat mobil Damian sudah tiba di titik keberadaan GPS ponsel Kimberly, Damian melompat turun—memarkirkan mobilnya semba
Sinar matahari menyinari bumi bersamaan dengan suara kicauan burung saling bersahutan. Cahaya matahari telah menyelinap masuk ke dalam sela-sela jendela, menyentuh wajah Kimberly, hingga membuat mata Kimberly bergerak-gerak dan mulai terbuka.Kimberly menggeliat dan menguap ketika pagi sudah menyapa. Mata wanita itu menyipit, lalu mengendar ke sekitar melihat ke setiap sudut kamar. Saat mata Kimberly terbuka, betapa terkejut kala dirinya menyadari berada di sebuah kamar asing.Kimberly menjadi sangat panik. Buru-buru, dia melihat ke tubuhnya—dan seketika embusan napas lega terdengar ketika dia melihat tubuhnya masih berpakaian lengkap. Dia kembali mengendarkan pandangannya ke setiap sudut kamar, dia merasa tak asing dengan aroma parfume maskulin yang memenuhi kamar itu.Kimberly terdiam beberapa saat. Benaknya berusaha mengingat apa yang sebenarnya terjadi, hingga membuat dirinya berada di kamar asing ini. Perlahan kepingan puzzle ingatan mulai tersusun di otak Kimberly. Ingatan di ma
Mata Kimberly berkaca-kaca mendengar ucapan Damian. Dadanya bergemuruh tak menentu. Damian telah mengucapkan janji di mana tak akan pernah meninggalkannya. Senyuman haru bahagia terlukis di wajah cantik Kimberly. Sebuah senyuman yang menunjukkan jelas bahwa wanita itu sangatlah bahagia.“Kenapa masih menangis, hm?” Damian membelai pipi Kimberly, memberikan kecupan di kedua mata Kimberly lembut.Kimberly tak menampik keberadaan Damian membuat hidup Kimberly jauh lebih hidup. Jika saja tak ada Damian di hidupnya, maka Kimberly akan lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya. Terkadang dia membenci takdir. Akan tetapi, terkadang dia bersyukur karena takdir mempertemukannya dengan Damian.“Aku bukan menangis sedih,” bisik Kimberly di telinga Damian. Wanita itu masih duduk di pangkuan Damian. Meringkuk manja di pelukan pria itu persis seperti anak kecil. “Aku menangis, karena aku bahagia mendengar ucapanmu, Damian. Aku belum pernah mendengar ucapan itu dari siapa pun.” “Sepertinya aku selalu
Langit terang mulai tergantikan dengan awan gelap. Kesunyian menyelimuti ruangan di mana Kimberly berada. AC kamar yang dingin membuat Kimberly yang tadinya tertidur pulas terbangun. Wanita itu mengikat rambut asal, dan memakai dress sederhana yang ada di sampingnya.Kimberly mengendarkan pandangannya ke sekitar, menatap dirinya masih berada di kamar berwarna hitam dan merah. Aroma citrus maskulin menyeruak ke indra penciumannya. Lantas, dia menoleh ke samping sayangnya Damian sudah tidak ada di sampingnya.Beberapa saat, Kimberly terdiam benaknya tergali akan cumbuan Damian yang begitu mendamba dan seakan melumpuhkan saraf-saraf tubuhnya. Sentuhan yang tidak pernah bisa Kimberly tolak. Dalam hidup, hanya Damian yang mampu membuat Kimberly jatuh sejatuh-jatuhnya pada seorang pria.Damian bukanlah cinta pertama Kimberly, tapi entah kenapa dia seperti baru merasakan sebuah rasa cinta yang teramat dalam hanya pada Damian. Belum pernah ada satu pun pria yang mampu memorakporandakan hatiny
Fargo duduk di kursi kebesarannya seraya menyesap wine di tangannya. Sejak tadi malam benak Fargo memikirkan perubahan sifat Kimberly. Dia merasa ada yang aneh dengan Kimberly. Meski pernikahannya masih baru, tapi Fargo sangat hafal sifat Kimberly.Perubahan sifat Kimberly sudah Fargo rasakan mulai dari Kimberly kembali dari Chicago. Entah kenapa dia melihat ada gelagat aneh dari sifat istrinya itu. Dulu, Kimberly akan selalu mencercanya, jika dia tak pulang. Bahkan dulu Kimberly akan selalu mencurigainya banyak hal. Namun, sekarang Kimberly cenderung seolah tak peduli padanya. Sangat berbeda dengan yang dulu.Fargo mengembuskan napas panjang. Buru-buru, dia menepis pikiran yang muncul dalam benaknya. Lagi pula dengan Kimberly bersikap seperti sekarang ini, maka dirinya bisa bebas dan tak perlu dipusingkan tuduhan sembarangan Kimberly.Suara ketukan pintu terdengar …“Masuk!” titah Fargo tegas.“Tuan Fargo,” sapa sang sekretaris sopan seraya melangkah mendekat pada Fargo.“Ada apa?” t
Fargo melangkah masuk ke dalam apartemen mewah yang ada di Los Angeles. Tepat di kala pria itu masuk ke dalam, dia sudah mendapatkan pelukan dari Gilda. Meski wajah Fargo menunjukkan kelelahan, tapi tetap dia membalas pelukan Gilda erat.“Sayang, ada apa denganmu? Kenapa kau terlihat kesal?” Gilda mengurai pelukannya, menatap hangat Fargo.“Tidak apa-apa. Aku hanya sedikit lelah saja.” Fargo mengajak Gilda untuk duduk di sofa. Pun Gilda menurut. Wanita itu langsung menyandarkan kepalanya di dada bidang Fargo.“Kau yakin hanya lelah saja? Apa ada hal lain yang membebani pikiranmu?”“Semua baik-baik saja. Aku hanya lelah saja, Gilda.”“Hm, baiklah, lalu bagaimana rencana liburan kita? Ke mana kita akan pergi, Sayang?”“Aku akan mengajakmu liburan tetap di Los Angeles, tapi yang pasti jauh dari pusat kota. Tidak masalah, kan? Nanti aku akan mengatur lagi liburan kita ke luar negeri. Untuk sementara kita liburan di dalam kota saja.”Gilda tersenyum seraya mengecup bibir Fargo. “Tidak masa