Keesokan harinya.Sudah diduga, Viona tidak masuk kuliah lagi hari ini, sesuai dengan apa yang dikatakan Martin. Hari ini gadis itu mungkin masih tidak bisa bangkit dari tempat tidurnya karena sakit. Rasanya aneh sekali, dia bahkan tidak mengabariku akan hal ini, kupikir aku berhasil membuatnya merasa bahwa aku adalah temannya, tetapi kenyataannya, dia tidak berkata apa-apa mengenai hal sepele seperti ini."Hah~ Aku juga sih, Aku tidak bertanya apa-apa mengenai mengapa dia tidak masuk kuliah selama beberapa hari ini. Well, sepertinya sifat angkuhnya mengalahkannya sehingga ia terlalu gengsi untuk mengabariku, karena mengingat Aku pun tidak bertanya," pikirku.Aku menghela napas panjang sebelum akhirnya Aku menegakkan kembali cara berdiriku sembari menengok ke kanan dan kiri, mencari keberadaan mobil dosen bujang lapuk cerewet itu."Ke mana dosen menyebalkan itu? Aku sudah membawa kuenya dan dia malah membiarkanku menunggu di sini, sungguh tidak bertanggung jawab sekali!" gerutuku di
Mobil kami masih dalam pengerjaran jeep di belakang kami. Aku benar-benar buntu dengan apa yang diinginkan orang di dalam mobil itu. Sungguh tak terpikirkan olehku mengenai apa yang diinginkan orang itu terhadap seorang dosen menyebalkan dan cerewet yang tengah mengemudikan mobil dengan amat serius di sampigku ini. "Pak, apakah Bapak tahu apa yang mereka inginkan dari Kita?" tanyaku dengan penasaran sembari menarap pria itu dari samping. "Tidak tahu, tapi Aku tahu mobil siapakah itu," jawab Martin dengan begitu serius. Aku tersentak mendengar hal itu. Aku terkejut karena sesungguhnya pria itu tahu siapa yang sedang dihadapinya. "Apakah dia kawan ataukah lawan, Pak?" tanyaku lagi dengan rasa penasaran yang sangat tinggi karena memang hal ini benar-benar tidak terkira dalam pikiranku. Ia melirik padaku dengan senyum manisnya itu, seraya berkata, "Well, untuk sekarang Aku tidak tahu!" Aku menatapnya sejenak dan kudapati tampak dalam pandangannya dia sungguh tidak tahu dengan apa ya
"Pak, apakah Bapak yakin semua sudah aman?" tanyaku untuk memastikan. Sembari mengemudi, tangan pria itu menggosok pucuk kepalaku lagi dengan kasar, seraya berkata dengan santainya, "Well, lihatlah kebelakang! Mobil itu tidak mengikuti Kita lagi bukan?" Memang, aku tidak melihat lagi mobil Jeep yang meresahkan itu di belakang kami, tetapi sesungguhnya instingku masih merasa bahwa kami belum benar-benar aman saat ini. "Oh, ayolah, Kita mau memberi kejutan menyenangkan untuk Viona, bukan memgejutkannya dengan tampangmu yang begitu cemas seperti ini." Martin yang menyadari bahwa aku belum sepenuhnya tenang ini berusaha untuk membuatku santai. Aku hanya mengangguk sembari tertunduk memandangi kotak kue ulang tahun Viona. "Hm? Well, Aku belum melihatnya dengan benar tadi, bagaimana kondisi kuenya sekarang?" tanya Martin sembari sesekali melirik ke arahku. "Em ..." Aku pun membuka kotak kue itu dan tampaklah dekorasi kue itu benar-benar hancur, sudah tak seindah ketika aku membelinya
Martin yang sedang bergumul dengan si perampok cebol itu langsung menoleh ke arah mahasiswinya setelah mendengar teriakan pria yang menyergap gadis itu karena sesungguhnya ia begitu sangat khawatir kedua pria itu melukainya."Sial-" Baru saja hendak memaki, perkataannya terjeda ketika ketika bujang lapuk itu mendapati hal begitu mengejutkan dari gadis yang ia khawatirkan itu.Kedua matanya terbelalak mendapati rambut Bella Valentine yang selama ini dia tahu hanyalah sebuah rambut palsu belaka untuk menutupi rambut hitam indah alami di baliknya.Mendapati hal itu, perasaan Martin menjadi rumit. Memang benar menggunakan rambut palsu adalah sesuatu hal yang biasa digunakan sebagai gaya, tetapi mengingat selama ini ia merasa ada yang aneh terhadap sosok Bella, maka sudah sangat pasti hal yang ia pikirkan ketika melihat hal itu adalah bahwa gadis itu selama ini sedang menyamar."A ... Apa? Bella?" Martin menggumamkan nama samaran gadis itu."Well, sepertinya gadismu itu sedang 'bermain' de
POV Wendy.Setelah membeli sebuah parcel buah, dengan segera Martin membawa kami menuju ke rumah Viona. Di sinilah kami sekarang, di depan sebuah rumah megah bercat putih yang tampak sangat elegan.Martin turun dari mobil dan berbicara terlebih dahulu pada satpam yang berjaga di gerbang pintu sebelum akhirnya gerbang rumah pun terbuka dan itu artinya sudah saatnya kami masuk ke dalam rumah bak istana itu."Sudah kuduga gadis itu orang kaya," pikirku yang takjub dengan penampakkan rumah megah yang akan kami masuki ini."Bella, apakah Kau sudah mengabari Viona bahwa Kita akan datang ke sini?" bisik Martin sebelum ia menekan bel pintu.Aku menggeleng seraya menjawab sambil berbisik pula, "Tidak Pak, Saya belum menghubunginya semenjak dia tidak masuk kuliah. Saya melakukannya untuk mengejutkannya! Bagaimana dengan Bapak?" "Oh, iya, iya! Sama, Aku juga tidak mengabarinya apa-apa mengenai hal ini," jawab Martin."Baiklah, semua bawaan Kita sudah dibawa bukan?" sambungnya sembari menilik ke
"Pak Martin, Bella, terima kasih ... Ulang tahun kali ini benar-benar yang terbaik," ucap Viona sembari menggenggam erat-erat kotak musik biru hadiah dari aku dan Martin."Aku akan menjadikan kotak musik ini sebagai harta karunku, dan akan kujaga dengan sebaik-baiknya!" gumam gadis itu.Aku dan Martin hanya memandangi gadis itu sembari tersenyum. Entah mengapa melihatnya tersenyum begitu tulus membuatku merasa seperti ada sesuatu yang hangat terasa dalam hatiku. Begitu pun dengan Martin, melihat raut wajah pria itu, sepertinya ia juga merasakan apa yang kurasakan.Setelah itu kami melanjutkan pesta ulang tahun kecil-kecilan itu dengan penuh kebahagiaan. Kami bersenda gurau, memakan kue yang sudah rusak itu, dan memainkan beberapa permainan papan yang begitu mengasyikan dengan tak lupa mengajak Yona, si pelayan wanita tadi sehingga suasana menjadi semakin ramai. Aku tidak bisa membohongi diri sendiri, saat-saat seperti ini benar-benar menyangkan bagiku.***Pesta menyenangkan itu akhir
Tak berselang lama, akhirnya kami sampai di depan gedung apartement-ku. Martin menghentikan mobilnya tepat di depan pintu gedung, dan setelah itu menatapku dengan penuh arti, tetapi aku tidak tahu yang mana artinya.Aku menampakkan senyum polos Bella seperti biasa padanya, dan membungkuk sedikit untuk menghormatinya. "Terima kasih, Pak. Hari ini sungguh sangat menyenangkan," ucapku.Martin hanya mengangguk tanpa melepaskan pandangannya dariku."Em, Pak, apakah ada yang ingin Kau katakan?" tanyaku untuk memastikan."Masuklah, dan beristirahatlah dengan baik!" seru pria itu. Aku mengangguk dengan kikuk sebelum akhirnya aku keluar dari mobil. "Sekali lagi terima kasih, Pak Martin!" pungkasku pada Martin dari balik jendela mobilnya."Sama-sama!" ucapnya sebelum ia menginjak pedal gas dan melesat pergi meninggalkan apartement-ku dengan begitu cepatnya.Aku hanya berdiri memandang kendaraan roda empat yang kian lama kian menjauh itu dengan cemas. Bagaimana tidak? Ada seseorang yang sudah me
"Sebenarnya saat ini Aku memiliki benda kecil yang sangat bagus! Benda inilah yang bisa mendatangkan keuntungan untukku." Wanita itu mulai membicarakan hal penting yang selama ini Chris inginkan darinya."Benda apa itu?" Chris mengejar Hilde dengan pertanyaannya."Sssttt!" Jari telunjuk lentik wanita itu menyentuh bibir berondongnya itu. "Bukannya sudah kukatakan bahwa Aku tidak akan mengatakannya sebelum Kau menikahiku?" ujarnya dengan senyum menggoda.Chris tersenyum dengan manis sembari mengusap punggung wanita yang berada di atas lahunannya itu. "Ah, Honey~ Kau ini keras kepala juga ya! Tapi Aku suka!" ucap pria casanova brengsek itu. "Baiklah, lanjutkan," sambungnya.Wanita itu tersenyum manja, lalu mulai berkata kembali, "Well, benda itu sangat berharga dan Aku harus menjaganya baik-baik sampai benda itu benar-benar menghasilkan keuntungan!""Aku menyimpannya di suatu tempat yang sangat aman, dan sangat yakin tak akan ada yang bisa menebaknya. Sebuah tempat kecil gelap yang terl